News List Berita Terbaru
Surat Gembala Senior 03 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENJAGA HATI
2024-11-03 09:54:34
Saudaraku,
Amsal 4:23 mengatakan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” Ayat ini sudah kita dengar sejak kita muda, bahkan dari kanak-kanak ketika kita Sekolah Minggu, ini menjadi salah satu ayat hafalan. Tetapi heran, manusia itu keras kepala. Tidak sungguh-sungguh menjaga hati. Kita sembarangan dengan melihat, menonton, menyaksikan film-film, yang kita merasa itu tidak membahayakan kita. Kita tidak memagari hati kita dengan baik. Hati kita seperti taman yang mana Tuhan mau menumbuhkan tanaman-Nya, yaitu kebenaran-kebenaran-Nya yang jika bertumbuh akan terekspresi dan terwujud dalam tindakan dan perbuatan. Tetapi, kita membiarkan taman hati kita dimasuki binatang-binatang najis yang menabur benih-benih yang salah. Inilah yang terjadi dalam kehidupan banyak orang.
Dan itu bisa terjadi karena sejak kecil dia melihat apa yang tidak perlu dilihat. Dia mendengar apa yang merusak hatinya, memberi selera, menumbuhkan pohon yang namanya pohon perzinaan, pohon percabulan, yang kemudian menuntut untuk dipuaskan. Saya biasanya menasihati, selain doa tekun, doa pribadi, mendengar firman, tinggalkan teman-teman pergaulan yang buruk dan juga buang semua hobi dan kebiasaan yang tidak membangun.
Kita jaga hati kita, Saudara, dari masukan-masukan yang membuat kita tidak menerima benih kebenaran. Taman hati kita harus kita jaga, seperti firman Tuhan mengatakan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan.” Dengan segala kewaspadaan mengisyaratkan bagaimana kita memaksimalkan kewaspadaan kita. Jadi, tidak bisa dianggap remeh. Menjaga hati ini sesuatu yang tidak mudah, tidak remeh. Jangan anggap sepele. Mungkin waktu itu seperti tidak berdampak, tapi lain waktu akan tumbuh dari benih kecil jadi besar dan bisa menguasai pikiran kita. Oleh sebab itu, Saudara, menjaga hati dengan segala kewaspadaan, kita mulai dengan hidup di hadirat Tuhan. Kita biasa membersihkan pikiran kita dari semua hal yang Tuhan tidak kehendaki. Karenanya, kita bawa hati kita di hadapan Tuhan untuk diperiksa, diteliti.
Saudaraku,
Jika ada hal-hal yang Tuhan tidak berkenan, kita minta Tuhan beritahu. Kita minta ampun, lalu kita membereskannya di hadapan Tuhan. Kita membereskannya di hadapan Allah. Dan kalau kita membiasakan diri dengan hati yang bersih, maka kalau ada sesuatu yang tidak pantas masuk dalam pikiran kita, kita lebih waspada. Ibarat sepotong kain bersih, kalau ada noda kecil pasti segera terlihat. Sebaliknya, kalau kain itu kotor, jika ada noda baru, tidak kelihatan. Maka kita harus sering ada di hadirat Allah, memeriksa diri. "Periksa aku Tuhan, selidiki aku Tuhan."
Bahkan mungkin kita belum melakukan perbuatan salah, belum ada tindakan nyata perbuatan salah atau perbuatan dosa, tetapi potensi itu ada di dalam diri kita. Itu pun sudah harus kita kenali. Potensi itu ada. Belum menjadi satu tindakan atau perbuatan, tapi potensi itu ada. Kesucian hidup itu, bukan hanya tidak berbuat salah, namun potensi untuk berbuat dosa itu pun harus dihilangkan. Jadi, tidak heran kalau ada orang berkata, "Aku mau hidup suci, tapi kok gagal terus, kenapa tidak bisa ya hidup suci? Kok gagal terus?" Karena di dalam dirinya banyak benih yang salah, yang ditabur oleh kuasa kegelapan. Benih-benih inilah yang membuat seseorang tanpa sadar melakukan kesalahan terus-menerus. Dan membuat kita tidak memiliki kerinduan akan Tuhan dan tidak bisa mengecap Tuhan sebagai kebahagiaan dan kesukaan. Tinggalkan semua kesenangan dunia, dan hobi yang tidak membuat kita bertumbuh dalam Tuhan.
Situasi yang membuat kita jatuh dalam dosa adalah ketika kita tidak menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, sehingga Iblis bisa menaburkan benih-benih kejahatannya di dalam diri kita. Ayo, kita sadar, mari kita jaga hati kita dengan segala kewaspadaan. Kita selalu ada dalam satu penghayatan bahwa kita bisa mati setiap saat. Dan ketika kita menutup mata, kita akan menghadap takhta pengadilan Tuhan. Bagaimana keadaan hati dan batin kita? Akan dibuka, kita tidak bisa menutup-nutupi. Kita tidak bisa munafik. Semua akan telanjang di hadapan Tuhan. Karenanya, hari ini kita bereskan. Orang yang takut akan Allah dan mencintai Tuhan akan mengatakan, menyatakan, mengakui dosa-dosa serta kesalahannya. Dan semakin kita mengakui setiap kesalahan, semakin hati kita bersih. Dan jika ada sesuatu yang tidak patut, kita semakin peka menyadarinya.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SITUASI YANG MEMBUAT KITA JATUH DALAM DOSA ADALAH KETIKA KITA TIDAK MENJAGA HATI KITA DENGAN SEGALA KEWASPADAAN, SEHINGGA IBLIS BISA MENABURKAN BENIH-BENIH KEJAHATANNYA DI DALAM DIRI KITA.
Surat Gembala Senior 27 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TIDAK ADA PILIHAN LAIN
2024-10-27 09:10:19
Lukas 17:32-33, “Ingatlah akan istri Lot. Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya,
ia akan kehilangan nyawanya, dan barang siapa kehilangan nyawanya,
ia akan menyelamatkannya.”
Saudaraku,
Hidup ini hanya satu kali. Ingat, hidup ini hanya satu kali. Seberapa serius kita meninggalkan dunia ini?" Tidak sulit bagi Tuhan membawa bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan, tapi yang sulit adalah bagaimana memindahkan hati bangsa Israel ke Kanaan. Sebab hati mereka masih melekat di Mesir, dan itu yang membuat mereka bersungut-sungut. Dan Tuhan harus membuat mereka keliling-keliling padang gurun selama 40 tahun, yang mestinya tidak perlu itu terjadi.
Harus diakui bahwa komponen berpikir kita sudah rusak, metabolisme rohani kita sudah rusak karena percintaan dunia, selera dunia. Sekarang perlu proses yang sungguh-sungguh untuk pemulihan, untuk kesembuhannya, sampai kita bisa berkata seperti pemazmur, "Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi." Pemazmur saja bisa—padahal dia hidup di zaman Perjanjian Lama—sudah mencium keharuman Tuhan dan Kerajaan-Nya. Mengapa kita umat Perjanjian Baru, yang jelas-jelas tujuan kita adalah langit baru bumi baru, kita tidak bisa mencium keharuman Tuhan dan Kerajaan Allah? Jawabnya adalah karena masih banyak keharuman lain yang kita cium, nikmati, dan berharap itu melengkapi hidup, dan dapat membangun Firdaus di bumi. Padahal dengan cara itu, kita telah berkhianat kepada Tuhan. Hanya di dalam kesabaran Tuhan yang luar biasa, Tuhan masih sabar menopang kita, menunggu kita.
Hidup hanya satu kali, dan kita mau memilih Tuhan, tidak ada pilihan lain. Jangan meratapi keluarga, rumah tangga kita yang sedang ada dalam prahara. Walaupun tentu kita bertanggung jawab menyelesaikan. Jangan meratapi hidup ekonomi, kesehatan, atau apa pun, tapi ratapi metabolisme rohani kita yang rusak, komponen-komponen dalam jiwa kita yang berantakan. Minta Tuhan pulihkan selera jiwa kita yang sesat. Sebab untuk keluar dari kubangan ini tidak mudah. Maka mari kita serius untuk benar-benar mengadakan perjalanan ke langit baru bumi baru. Dunia ini harus kita tinggalkan, kita menjalani hidup bukan karena hidup di bumi, namun hidup di kekekalan. Sungguh-sungguh kita melakukan persiapan atau berkemas-kemas.
Tidak ada yang kita harapkan lagi di bumi ini, mestinya tidak ada lagi, apa pun. Seekstrem-ekstremnya kita menaruh hati di dalam Kerajaan Surga; “Sebab di mana ada hartamu, di situ hatimu berada.” Serius kita periksa diri; apakah masih ada kesenangan-kesenangan yang kita harapkan bisa membuat hidup merasa lengkap dan utuh? Sampai hidup kita tidak akan bisa dimengerti orang di sekitar kita, dan mereka bertanya-tanya, "Apa yang kamu cari sebenarnya?” Kalau kita masih punya frekuensi yang bisa dipahami oleh orang dunia, berarti ada yang salah frekuensi kita. Kita harus punya frekuensi yang tidak bisa disentuh dan tidak bisa diketahui, tidak bisa seirama dengan anak dunia karena berbeda.
Kita menaruh pengharapan kebahagiaan, sukacita kita di surga. Kalau sudah begitu tidak ada kebanggaan apa pun. Kalaupun kita punya banyak, kita tidak merasa punya banyak, dan sebaliknya. Kita dipuji, disanjung, tidak merasa kita besar. Kita menjadi orang-orang tangguh. Proyeksi hidup kita berbeda dan kita harus terus memulai perjalanan ini biar orang menertawakan, kita tidak peduli. Tapi ketika tidak ada kerinduan bertemu dengan Yesus, berarti ada yang salah dalam hidup kita. Berarti ada yang masih mengikat kita di dunia ini. Mestinya kita punya kerinduan akan Tuhan. Bagaimana Tuhan menyambut orang-orang yang tidak merindukan Dia?
Mestinya kita sampai pada tingkat seperti pemazmur berkata, "Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi." Khusunya bagi para pendeta, kalau tidak merindukan Tuhan, tidak punya api kecintaan dan kerinduan akan Tuhan, bagaimana Saudara bisa mengimpartasi spirit yang baik kepada jemaat? Bahkan pelayanan Saudara tidak boleh menjadi sesuatu yang Saudara nikmati sampai Saudara tidak merindukan Tuhan. Biarlah kerinduan kita hanya Tuhan, dan kalau kita melakukan segala sesuatu karena kita mau menyenangkan Dia, barulah kita menjadi kekasih Tuhan.
Ayo kita nekat, Saudara, kita yang berkuasa atas diri kita, kita mau arahkan parabola hati kita ke mana, tergantung kita. Tidak ada yang bisa menghalangi kita, kalau kita memilih Tuhan. Tuhan tidak menghalangi, tergantung kita. Masalahnya, selama masih ada yang mengikat hati, kita tidak bisa terbang, sampai kita berkata, "Aku tidak punya apa-apa Tuhan, aku tidak punya siapa-siapa. Aku hanya punya Engkau," baru kita bisa terbang. Kita harus mencintai Tuhan begitu rupa sampai kita bisa sungguh-sungguh mengangkat diri kita sampai di hadirat Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
HIDUP HANYA SATU KALI, DAN KITA MAU MEMILIH TUHAN, TIDAK ADA PILIHAN LAIN.
Surat Gembala Senior 20 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Eratus Sabdono) - TANPA BATAS
2024-10-20 10:39:13
Saudaraku,
Menjadi pertanyaan yang harus kita renungkan, apakah kita mau lebih serius dalam mengiring Tuhan? Tuhan mengajak kita untuk serius tanpa batas. Ada langkah-langkah yang sulit atau berat untuk kita lakukan, tetapi kalau kita serius tanpa batas, kita harus melakukannya. Dan akhirnya, kita akan melihat nyata kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Namun pertaruhannya tinggi.
Yang pertama, kita harus membersihkan pikiran kita dari semua unsur dunia. Itu berarti, jangan membaca apa yang tidak perlu dibaca, jangan mendengar apa yang tidak perlu didengar. Dengan cara demikian, kita memisahkan diri dari dunia. Jangan memasukkan sesuatu di pikiran kita yang Tuhan tidak kehendaki. Memang tidak ada orang yang melihat, tetapi Tuhan melihat. Kita harus memandang pikiran dan hati kita itu sebagai taman Tuhan. Maka, jangan ada binatang liar, binatang najis, atau sesuatu yang masuk di dalamnya. Kalau itu taman, biar kiranya hanya tanaman Tuhan yang ditanam Tuhan di dalam taman Tuhan; yaitu kebenaran firman-Nya. Jangan takut jadi kurang pergaulan atau ketinggalan berita, pasti kita akan mendengar, sebab Tuhan pasti akan beritahu apa yang patut kita tahu. Hati kita, pikiran kita adalah taman Tuhan yang harus kita jaga
.
Yang kedua, jangan menikmati kesenangan jikalau itu bukan kesenangan Tuhan. Nikmatilah hidup bersama dengan Tuhan dan menikmati kesenangan bersama dengan Tuhan. Hal ini akan membuat kita sulit berbuat dosa, dan akan makin sulit sampai kita tidak bisa lagi untuk berbuat dosa. Kalau kita memiliki kesenangan, maka Tuhan harus dapat ikut menikmati kesenangan itu. Dan kesenangan itu pasti membuat iman kita bertumbuh. Ini berat karena irama Tuhan dengan irama kita jauh berbeda. Tapi Tuhan akan menuntun kita bagaimana kita menjalani hidup dengan kesenangan-kesenangan yang Tuhan berikan. Tuhan tahu kita ini manusia dan punya kesenangan, dan Tuhan tidak melarang kita punya kesenangan selama kesenangan itu tidak bertentangan dengan selera Tuhan. Tapi Roh Kudus pasti akan bicara, menuntun kita, dan jika ada hal-hal yang Tuhan tidak berkenan kita lakukan, maka alarm akan bunyi di dalam diri kita. Namun tentu kita harus punya komitmen dulu bahwa kita mau berjalan bersama Tuhan, maka ketika ada kesenangan yang kita nikmati yang Tuhan tidak berkenan, alarm akan bunyi.
Yang ketiga, kita harus memikirkan Tuhan siang dan malam, menghayati kehadiran Tuhan bahwa kita ada di dalam wilayah di mana Tuhan memerintah. Dengan cara demikian kita bisa mewujudkan apa yang dimaksud dengan hidup di hadirat Tuhan. Tidak ada wilayah di mana kita tidak memikirkan Tuhan. Artinya, Tuhan harus mencengkeram diri kita.
Yang keempat, melakukan apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan. Kita harus benar-benar berambisi, bertekad, berniat, berkerinduan untuk mengerti apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan. Kita harus sibuk dengan Tuhan, tapi tidak sibuk dengan yang lain. Saudara akan dikondisi tidak akan mudah berbuat dosa, sampai tidak bisa berbuat dosa. Hidup kita adalah pekerjaan Tuhan. Tubuh kita adalah pekerjaan Tuhan. Kita harus mengelola hidup ini sepenuhnya hanya untuk Tuhan. Begitu kita membuka mata pada pagi hari, kita sudah harus mengerti apa yang Allah kehendaki kita lakukan dan persembahkan itu untuk Tuhan.
Bagi Bapak/Ibu, kita urus rumah tangga dengan baik. Kita harus mempersiapkan anak-anak kita, bersama kita masuk langit baru bumi baru. Pagari anak-anak kita dengan doa, dengan teladan hidup, dengan suasana Rohani yang hadir dalam hidup rumah tangga kita. Itu adalah hal yang pasti Tuhan kehendaki, yang sudah mutlak harus kita lakukan setiap hari. Di luar itu, Tuhan akan memberitahu kepada kita hal-hal khusus, yang spesifik.
Saudaraku,
Mari kita benar-benar serius dengan Tuhan tanpa batas. Jika kita serius melakukannya, maka tahap demi tahap kita pasti meninggalkan dunia. Kita akan makin terpisah dengan dunia, dan akan lebih bisa meyakini—yang itu tidak bisa kita miliki sebelumnya—tentang Kerajaan Surga. Hati kita bisa merasakan, bukan saja kehadiran Tuhan, namun juga Kerajaan-Nya yang nyata, yang sedang kita tuju, dan kita serius berkemas-kemas untuk itu. Sebab belum semua kita berkemas-kemas dengan baik. Jadi mulailah hari ini, tanya kepada Tuhan apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan. Dan cemaslah, gelisahlah kalau kita belum menemukan rencana Allah bagi kita. Pisahkan diri kita dari dunia, jadikan Tuhan satu-satunya dunia kita, pikirkan Tuhan siang dan malam.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
TUHAN MENGAJAK KITA UNTUK SERIUS TANPA BATAS.
Surat Gembala Senior 06 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DUA HAL
2024-10-09 21:29:03
Saudaraku,
Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang berharap kepada Tuhan memperbaharui kekuatannya seperti rajawali yang terbang tinggi. Badai pasti kita akan alami, badai pasti menghempas, tetapi badai tidak akan menjatuhkan kita. Artinya, persoalan-persoalan yang kita hadapi tidak akan menghancurkan atau meremukkan kita, tetapi sebaliknya, dapat membuat kita lebih rohani, seperti yang Alkitab katakan, "Terbang tinggi bagai rajawali." Kita akan dapat membuktikan bahwa Tuhan tidak akan mempermalukan, walau kadang-kadang atau seakan-akan hidup kita tidak berubah. Sebab itu bukan berarti Tuhan tidak memedulikan kita.
Tuhan punya waktu, dan Tuhan tidak pernah terlambat, tapi Tuhan juga tidak pernah tergesa-gesa. Cobalah ubah rutinitas hidup kita. Sejujurnya, ada banyak hal yang kita lakukan yang tidak mendatangkan berkat sama sekali. Menit demi menit berlalu, jam demi jam berlalu pun tidak ada berkat sama sekali. Bagaimana kita mengharapkan berkat Tuhan sementara kita tidak sungguh-sungguh mencari Tuhan dan menjadikan Tuhan segalanya? Jangan sombong, Saudara. Tuhan mau kita menjadi orang yang rendah hati, yaitu orang yang menyadari bahwa dia tidak bisa hidup tanpa Tuhan. Hidup kita mestinya selalu bergantung kepada Tuhan, siang-malam memikirkan Tuhan, sehingga hadirat Tuhan yang melingkupi kita. Kita tidak boleh memberi ruangan untuk mendengar dan melihat apa yang tidak patut yang dapat merusak pikiran kita. Kalau kita mau hidup di dalam pengurapan, maka kita tidak boleh membiarkan diri kita bergaul dengan orang-orang yang tidak takut Tuhan, yang akhirnya bisa menyeret kita.
Coba mulailah menjadikan Tuhan satu-satunya dunia kita. Seakan-akan kita tidak memiliki dunia lain kecuali Tuhan. Lalu kita lihat bagaimana perubahan hidup kita, walaupun mungkin tidak cepat. Mungkin seakan-akan Tuhan membiarkan kita di dalam keadaan yang terus-menerus begitu. Arti dari “menanti-nantikan Tuhan” adalah selalu menunggu lawatan-Nya, kehadiran-Nya. Bukan hanya pada waktu berdoa, Saudara. Setiap hari memikirkan Tuhan. Dan setiap orang percaya—khususnya bagi para pelayan Tuhan—hanya ada dua hal yang harus kita pikirkan, yaitu menyelamatkan diri sendiri—artinya harus hidup lebih suci—dan menyelamatkan orang lain. Tidak ada yang boleh dipikirkan kecuali dua hal itu. Tentu segala kesibukan kerja dan tanggung jawab harus kita penuhi. Namun semua itu pun ditujukan untuk kedua hal tersebut. Sehingga setiap kita dicengkeram oleh kehadiran Tuhan. Kita sebagai orang yang terpilih harus hanya memikirkan itu.
Supaya kehadiran kita di mana pun merupakan perwakilan Tuhan, dan perkataan kita juga merupakan perkataan Tuhan, sebab kita menjadi juru bicara-Nya. Jangan sampai pada waktu kita meninggal, kita menyesal karena menyia-nyiakan kesempatan yang begitu berharga untuk mencari dan menemukan Tuhan. Di dalam Yesaya 40:30 dikatakan, “Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”
Jadi, jangan melawan Tuhan. Memang, sekarang sepertinya aman-aman. Tunggu waktunya kita dapat dipermalukan. Tapi, kalau kita mencari Tuhan, kita akan dimuliakan; bukan hanya nanti setelah meninggal, di bumi pun kita tidak akan dipermalukan. Maka, perbaharui hidup Saudara.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
DAN SETIAP ORANG PERCAYA KHUSUSNYA BAGI PARA PELAYAN TUHAN, HANYA ADA DUA HAL YANG HARUS KITA PIKIRKAN, YAITU MENYELAMATKAN DIRI SENDIRI ARTINYA HARUS HIDUP LEBIH SUCI DAN MENYELAMATKAN ORANG LAIN.
Surat Gembala Senior 29 September 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SEMAKIN MENYADARI
2024-10-03 05:32:37
Saudaraku,
Semakin kita melekat dengan Tuhan, hidup dalam persekutuan dengan Tuhan, semakin kita menghayati kesucian Allah. Dan semakin kita sungguh-sungguh mau hidup di dalam kekudusan Allah, semakin kita melihat betapa rusaknya dunia ini. Sejatinya, betapa rusaknya kita dulu sebelum mengalami pemulihan, pembaharuan, proses seperti ini. Dunia sangat jahat, bukan hanya di luar gereja, tapi juga yang ada di dalam gereja. Sungguh mengerikan. Banyak orang yang tidak memiliki belas kasihan, semena-mena terhadap sesamanya. Begitu mudah berkhianat terhadap orang lain—terhadap pimpinan, bapak rohani, orang yang pernah menaruh kebaikan dan merasa ia tidak pernah menerima kebaikan apa pun dari orang-orang yang dia khianati. Mereka jahat, sombong, angkuh, tapi tidak sadar bahwa dirinya itu sombong, angkuh. Dunia sudah sangat jahat.
Dengan menyampaikan hal ini kiranya kita sadar, sebab kita juga bisa melakukan kesalahan-kesalahan itu tanpa kita sadari. Sebaliknya, miliki belas kasihan terhadap orang lain, siapa pun—orang yang bekerja di rumah, bawahan di kantor, rekan kerja, atasan, tentu terutama pasangan hidup dan keluarga sendiri—agar kita tidak berbuat dosa. Semakin kita menghayati kesucian Allah, kita makin menyadari betapa rusaknya kita dulu dan sekarang masih saja ada unsur-unsur kerusakan yang masih kita lakukan.? Jadi, dengan makin menyadari kesucian Allah —akan makin melihat betapa rusak dan rentannya manusia, juga diri kita. Yang ironis, yang mengerikan, kita bisa hidup di dalam kesalahan, tanpa kita sadari kita ada di dalam kesalahan itu. Wah, betapa rusaknya dunia ini, betapa rusaknya manusia.
Mari kita berjuang sungguh-sungguh, berjuang untuk menjadi orang-orang yang tidak bercacat, orang-orang yang tidak bercela. Melihat keadaan dunia seperti ini, kita harus bekerja keras untuk menyelamatkan generasi kita. Itulah sebabnya kita mendidik anak-anak sejak dini. Kalau kita tidak bisa menolong satu juta orang, kita masih bisa menolong seratus ribu orang; jika tidak bisa seratus ribu orang, kita menjangkau sepuluh ribu orang. Tidak bisa menolong sepuluh ribu orang, kita bisa menolong lima ribu orang. Lima ribu orang pun kita mungkin tidak sanggup, kita bisa menolong paling tidak seribu orang. Dari anak-anak kita didik, kita bina, kita ajarkan Suara Kebenaran kepada mereka. Ini pekerjaan besar. Tetapi jika Tuhan berkenan dan memberikan kita kelengkapan, memberkati kita dengan biaya yang cukup, kita menyelamatkan sebanyak mungkin generasi ini. Kiranya di sisa umur hidup kita ini, kita mau bekerja sebanyak-banyaknya, sekeras-kerasnya — bagaimana menyelamatkan jiwa, dan dimulai dari anak-anak.
Kalau anak-anak kota, dari melek sudah pegang gadget—waktu makan supaya tidak rewel, dikasih gadget; supaya tidak ribut, tidak mengganggu orang tua, diberi gadget dan banyak tontonan yang tidak membangun iman—di sini Iblis meletakkan landasan, platform, dasar yang membuat anak ini suatu hari tidak akan pernah bisa menerima Tuhan, tidak bisa mengerti Kerajaan Allah. Setan sudah membuat persemaian. Iblis menyemai anak manusia dari sejak kanak-kanak, untuk siap dituai di hari tuanya. Saya tidak tahu berapa banyak kita yang benar-benar mau meratapi keadaan ini. Kalau sudah dewasa, sudah lewat SMA, waduh, sulit sekali. Makin ke depan nanti akan makin tidak bisa diperbaiki lagi. Dan lebih mengerikan, kalau sudah lulus S1, apalagi jika sudah memiliki gelar S2, mereka lebih sombong lagi, lebih sulit lagi.
Ironis, tidak sedikit yang mengambil gelar S2, S3, hanya untuk kesombongan saja, untuk gelar. Jadi, mahasiswa-mahasiswa Sekolah Teologi, kalau sudah tingkat lebih tinggi, lebih tidak tahu diri, lebih sombong. Ini karena benih sejak kecilnya sudah rusak. Ular di dalam dirinya tidak mati, ditambah dengan pengetahuan, gelar, belum duit, penampilan — makin rusak. Dunia kita jahat sekali. Jadi benar kata Tuhan Yesus, “Kalau Anak Manusia itu datang, apakah Ia mendapati iman di bumi?” (Luk. 18:8). Sedikit sekali orang yang punya iman sesuai dengan kehendak Allah. Mari kita membenahi diri kita masing-masing dulu, kalau-kalau ada ketidakpantasan yang masih kita lakukan di hadapan Allah, setelah itu baru kita membenahi orang lain. Amin!
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
SEMAKIN KITA MENGHAYATI KESUCIAN ALLAH, KITA MAKIN MENYADARI BETAPA RUSAKNYA KITA DULU DAN SEKARANG MASIH SAJA ADA UNSUR-UNSUR KERUSAKAN YANG MASIH KITA LAKUKAN
Surat Gembala Senior 22 September 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)MENYELAMATKAN DIRI
2024-09-22 20:12:16
Saudaraku,
Iblis menawarkan keindahan dunia kepada kita seperti menawarkan keindahan kepada Tuhan Yesus, "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku" (Mat. 4:9). Orang yang mengingini kemuliaan dunia sama dengan menyembah Iblis. Makanya, kalau tidak radikal dan militan, kita tidak pernah bisa menjadi kekasih Tuhan atau mempelai Tuhan. Jangan kita hanya mendengar dan setuju apa yang kita baca ini, tapi kita harus mengambil keputusan. Kita harus keras terhadap diri sendiri, paksa diri kita untuk merindukan Tuhan dan tidak mengingini dunia. Sebab kalau tidak demikian, dunia akan keras kepada kita. Dunia akan mempengaruhi dan membelenggu kita; seperti apa yang dikatakan dalam kitab Wahyu, “larikan dirimu dari Babel dunia.”
Ironis, banyak orang Kristen berpikir bahwa dirinya tetap setia menunggu antikris dan berpikir kalau antikris datang, dia tidak akan menyangkal Yesus. Sejatinya, kita tidak usah menunggu antikris, sebab hari ini ketika hati kita melekat pada dunia, berarti kita menyangkal Tuhan. Yang dengan demikian sebenarnya kita tidak mengakui bahwa Tuhan itu Raja dan kekasih jiwa kita. Oleh sebab itu, kosongkan bejana hati kita. Karena kita tidak bisa mengabdi kepada dua tuan. Namun manusia pada umumnya sama, mereka mencari apa yang menurut mereka bisa membuatnya merasa lengkap, bahagia, dan aman. Dunia menipu kita. Maka kita harus berpikir dan percaya bahwa hanya Tuhan jawaban seluruh kebutuhan kita.
Sangat disayangkan kalau kesempatan yang berharga ini tidak kita gunakan untuk menjadi kekasih Tuhan. Pasti sebagian besar orang percaya tidak pernah terpikirkan betapa indahnya berkasih-kasihan dengan Tuhan itu, mengalami Allah Pencipta langit dan bumi hadir di dalam hidup kita dan berkasih-kasihan dengan Dia. Itu luar biasa. Saudara tidak akan pernah duga betapa indahnya berkasih-kasihan dengan Tuhan ini. Kalau keaktifan atau kesibukan pelayanan kita menjadi lebih menyenangkan daripada berkasih-kasihan dengan Tuhan, pasti ada yang salah dalam hidup kita. Kalau ada kegemaran, hobi, atau sesuatu yang membuat kita merasa bahagia, lengkap dan nyaman, pasti ada yang salah dalam hidup kita.
Waktu kita baru menjadi Kristen, yang kita pikirkan hanya Tuhan. Rasanya mau setiap hari ke gereja, baca Alkitab tidak pernah bosan, tidak menarik lagi membaca novel, komik, nonton film, hanya Tuhan, Tuhan, Tuhan. Tetapi kita belum memiliki cinta yang permanen. Ada saat di mana kemudian kita membagi hati untuk yang lain dan setan mulai bermanuver, bagaimana menawarkan kesenangan-kesenangan. Lalu, kita mulai tidak memiliki cinta mula-mula seperti itu lagi. Tapi kita bersyukur jika melewati pergumulan dan persoalan berat, Tuhan membawa kita kepada cinta yang mula-mula dan permanen.
Makin banyak kita isi pikiran kita dengan doktrin dan sistematika teologi, semakin kering kita. Tuhan kita rumuskan, Tuhan kita nalar, tapi Tuhan tidak kita temui dan tidak kita rasakan. Maka, lawan persoalan kita dengan kesucian." Sebab kalau kita suci, kita menjadi perawan di hadapan Tuhan dan menjadi kekasih-Nya. Kalau kita menjadi kekasih Tuhan, Tuhan berdiri di pihak kita. Dan kalau Tuhan di pihak kita, tidak ada yang bisa melawan kita. Tenanglah, Tuhan akan membela kita.
Jangan khawatir sama sekali, karena kekhawatiran kita itu berarti meremehkan tanggung jawab Tuhan, meremehkan kebesaran dan keagungan Pribadi-Nya. Tuhan ingin keadaan kita baik-baik, tetapi kita tidak bisa berkeadaan baik-baik kalau kita tidak hidup di dalam kekudusan. Dan seiring dengan itu, kita bertekad hidup hanya untuk menjadi anak kesukaan Tuhan yang membahagiakan hati Tuhan. Tidak ada yang bisa menyelamatkan kita kecuali Tuhan, dan Tuhan tidak bisa menyelamatkan kalau kita tidak menyelamatkan diri kita sendiri dengan menjadi kekasih Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TIDAK ADA YANG BISA MENYELAMATKAN KITA KECUALI TUHAN, DAN TUHAN TIDAK BISA MENYELAMATKAN KALAU KITA TIDAK MENYELAMATKAN DIRI KITA SENDIRI DENGAN MENJADI KEKASIH TUHAN.
Surat Gembala Senior 15 September 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERUTANG KEPADA DUNIA
2024-09-16 13:52:27
Saudaraku,
Dalam kelicikannya, Iblis membuat manusia berutang kepada dunia, bahkan sejak kecil manusia diajar untuk berutang terhadap dunia. Betapa mengerikan keadaan ini, manusia tergiring menuju kegelapan abadi, tidak memiliki kehausan akan perkara-perkara kekal, terkondisi tidak memiliki kerinduan terhadap perkara-perkara surgawi, terhadap perkara-perkara rohani, terhadap Tuhan. Manusia dikondisi menjadi mempelai dunia, berutang kepada dunia, harus memiliki apa yang dunia sajikan. Hampir semua manusia berkeadaan seperti ini. Termasuk kita yang sudah rajin ke gereja, menjadi aktivis, bahkan menjadi pendeta masih memiliki unsur-unsur ini tanpa kita sadari.
Orang-orang yang terobsesi dengan perkara-perkara fana, tidak akan pernah menjadi mempelai Tuhan, tidak akan pernah menjadi kekasih Tuhan. Sampai pada usia tertentu ketika hatinya tidak memiliki kelenturan lagi untuk perkara-perkara rohani, tidak punya elastisitas, maka hatinya semakin mengeras. Ibarat sakit serosis hati yang tidak bisa diperbaiki. Dan itu adalah kondisi yang parah. Jadi, selama kita masih diberi peringatan oleh Tuhan untuk berpaling kepada Tuhan, kita harus berpaling kepada Tuhan. Bersyukur kepada Tuhan, kalau hari ini kita disadarkan Tuhan untuk menjadi perawan suci di hadapan Allah seperti yang tertulis di 2 Korintus 11:2-3. Perawan suci artinya hati yang tidak ternoda, tidak terikat dengan keinginan-keinginan dunia. Itulah sebabnya Tuhan katakan bahwa orang kaya sukar masuk surga, karena dengan kekayaan, ia bisa melekatkan dirinya kepada apa pun, atau apa pun bisa dilekatkan pada dirinya.
Jadi, bersyukur kalau kita dikondisi tidak memiliki apa-apa, bahkan tidak memiliki siapa-siapa. Sebagai orang percaya yang telah ditebus oleh darah Yesus, di mana hidup kita, tubuh kita bukan milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan. Kalau kita mau menjadi kekasih Tuhan, menjadi perawan suci bagi Kristus, kita harus dimiliki Tuhan. Dan Alkitab memang berkata di 1 Korintus 6:19, "Kamu bukan milik kamu sendiri." Kita harus merasa, menyadari dan mengakui bahwa kita adalah milik Tuhan. Mudah mengatakan, "Tuhan, aku milik-Mu," tapi secara faktual, kita masih memiliki diri kita sendiri. Secara hukum, secara de jure, Tuhan yang telah membeli kita, dan harganya lunas. Kata "lunas dibayar” dalam 1 Korintus 6:20 menunjukkan bahwa kepemilikan Allah atas kita, sah.
Saudaraku,
Karenanya, kita harus berutang untuk hidup menurut Roh, bukan kepada dunia. Kecuali kita menjual diri untuk dimiliki dunia dengan cara mengingini apa yang dunia miliki. Sebab, apa yang menarik dan memikat hati kita, dialah kekasih dan pemilik atas diri kita. Kepada siapa dan apa hati kita terpikat, ke sana kita masuk dalam belenggu dan penjaranya. Jadi, orang-orang berutang kepada dunia karena mereka mau memiliki dan dimiliki dunia. Mereka menukar hak kesulungan sebagai umat pilihan dengan semangkok makanan, yaitu keindahan dunia.
Sebab, jika kita hidup menurut daging, kita akan mati (Rm. 8:12:13). Tapi, jika kita hidup menurut Roh atau berutang kepada Roh untuk melakukan kehendak Roh, kehendak Allah, kita harus mematikan perbuatan-perbuatan tubuh kita, mematikan hasrat-hasrat duniawi kita. Dan Alkitab berkata, "Barang siapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." Yang ini tidak bisa dilakukan oleh siapa-siapa, bahkan Tuhan sendiri tidak memaksa kita. Kita yang harus dengan rela dan sadar memaksa diri kita untuk mematikan segala keinginan yang membuat kita berutang kepada dunia.
Jadi, kalau kita melihat orang lain memiliki sesuatu, jangan merasa kita harus memiliki sesuatu itu. Jika demikian, kita membawa diri kita jadi berutang kepada dunia. Buat setan tidak bisa menjamah kita, yaitu ketika kita tidak merasa berutang kepada dunia. Kalau pun kita harus memiliki sesuatu, maka sesuatu itu harus berguna untuk Tuhan. Kalau kita mau sungguh-sungguh melakukan hal ini, maka Tuhan akan memberikan kepada kita kerinduan yang bertambah akan Dia. Kita akan merasa kehausan akan Allah yang nyata dari hati kita. Tapi kalau lidah atau selera jiwa kita sudah terikat dengan selera keindahan dunia, pasti kita tidak memiliki kerinduan akan Allah.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KITA YANG HARUS DENGAN RELA DAN SADAR MEMAKSA DIRI KITA UNTUK MEMATIKAN SEGALA KEINGINAN YANG MEMBUAT KITA BERUTANG KEPADA DUNIA.
Surat Gembala Senior 01 September 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEGELISAHAN YANG KUDUS
2024-09-01 21:07:05
Saudaraku,
Kalau kita memperhatikan sejarah gereja, gereja mula-mula pada abad 1, gereja yang mengalami penganiayaan yang hebat, dan itu berlangsung bukan belasan tahun, juga bukan puluhan tahun, tetapi ratusan tahun. Jadi, banyak orang Kristen yang sejak lahir sampai meninggal ada di dalam penganiayaan, hidup dalam penderitaan. Sebab dengan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, mereka harus mempertaruhkan harta, keluarga, bahkan nyawa mereka. Kita patut merenungkan hal ini dan mengaguminya. Mereka melihat kenyataan seakan-akan Yesus tidak berdaya, seakan-akan kalah terhadap dewa Zeus yang disembah oleh orang-orang Roma, tetapi mereka tetap meyakini bahwa Tuhan mereka hidup.
Dan salah satu yang membuat orang Kristen teraniaya adalah keyakinan mereka bahwa Yesus adalah Tuhan, atau “Kurios.” Kurios adalah gelar yang disandang oleh Alexander Agung, Alexander the great, yang pernah berkuasa di wilayah Eropa sampai Asia Kecil, Palestina, dan itu bisa membangun kecurigaan orang-orang Roma terhadap orang-orang Kristen yang memiliki Tuhan, tuan, majikan yang diakui sebagai penguasa. Ditambah lagi, orang-orang Kristen yang tidak mau menyembah Kaisar. Padahal, mereka hanya disuruh melempar bunga sebagai tanda penyembahan di depan patung atau kuil-kuil Kaisar, dan menundukkan diri. Orang Kristen tidak mau menyembah.
Sebaliknya, mereka begitu memercayai Yesus Tuhan yang akan datang kembali sebagai Raja. Orang-orang Kristen mengikuti jejak rasul Paulus yang begitu maniak terhadap kedatangan Tuhan, sampai dikatakan “Eskomaniak.” Mereka begitu percaya bahwa Yesus akan datang kembali dan menjemput mereka. Jadi, tidak heran kalau Paulus di dalam suratnya mengatakan, "Aku ingin kamu sama seperti aku yang belum menikah, tidak perlu menikah, karena kedatangan Tuhan sudah dekat." Mereka begitu yakin, Yesus akan datang pada masa itu atau zaman itu.
Saudaraku,
Bagaimana dengan orang-orang Kristen hari ini? Berapa banyak kita yang sungguh-sungguh merindukan kedatangan Tuhan, merindukan perjumpaan dengan Tuhan? Tidak mungkin kita tergolong sebagai orang percaya yang setia atau mempelai Tuhan yang setia, kalau kita tidak merindukan Tuhan. Kita yang sudah melewati tahun-tahun panjang, yang sudah mengalami tragisnya hidup, mestinya kita dapat merindukan dunia lain. Sebab hidup ini bukan saja singkat, namun juga tragis. Manusia datang silih berganti; betapa tidak berdayanya manusia itu. Orang waras akan memikirkan kebutuhan yang lebih dari segala kebutuhan pemenuhan jasmani; yaitu kebutuhan akan kekekalan.
Mestinya kita gelisah kalau sudah bicara tentang kekekalan dan kebutuhan untuk kekekalan kita. Tetapi banyak orang tidak gelisah. Sebab mereka tidak menganggap itu hal penting. Dan gelisah hatinya digantikan untuk hal-hal yang mestinya tidak perlu menggelisahkan kita. Kalau sampai kita tidak gelisah, maka kita pasti tidak mempersiapkan diri menghadapi kekekalan. Hal ini paralel atau simetris dengan pernyataan Tuhan Yesus, "Jangan takut terhadap apa yang dapat membunuh tubuhmu, tapi yang tidak berkuasa membunuh jiwamu. Takutlah akan Allah yang berkuasa, bukan hanya membunuh tubuhmu, tapi juga jiwa di kekekalan.” Jangan takut terhadap kematian jasmani, tapi takutlah terhadap kematian kedua, yaitu ketika seseorang terpisah dari hadirat Allah.
Ketika kita bicara mengenai langit baru dan bumi baru, sebenarnya kita mau menyampaikan pesan bahwa lebih dari rumah domisili di bumi ini, kita lebih memikirkan Rumah Abadi kita. Rumah di bumi bisa dibangun oleh para kontraktor, developer, tapi rumah kekal hanya bisa dibangun oleh Tuhan. Dan kita bersyukur kita punya Tuhan Yesus yang berkata, “Jangan gelisah hatimu. Percayalah kepada Allah. Percayalah juga kepada-Ku.” Kegelisahan yang kudus, kegelisahan yang benar membuat kita lebih merapat kepada Tuhan. Lebih dari membawa persoalan-persoalan jasmani—apakah itu masalah pekerjaan, jodoh, keturunan, ekonomi, kesehatan, dan lain-lain—kita mempersoalkan agar kita layak masuk ke dalam Rumah Abadi. Sebab bukan tanpa syarat, hanya orang-orang kudus yang diperkenan masuk Yerusalem Baru.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KEGELISAHAN YANG KUDUS MEMBUAT KITA LEBIH MERAPAT KEPADA TUHAN.
Surat Gembala Senior 25 Agustus 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KELUAR DARI IKATAN
2024-08-25 09:38:50
Saudaraku,
Kita harus sungguh-sungguh menyadari dan mengakui betapa kuatnya ikatan jiwa kita dengan dunia, sudah terlalu kuat. Pertama, keinginan untuk memiliki apa yang dunia sediakan atau apa yang orang lain miliki, untuk menikmati dunia ini, terlalu kuat. Yang kedua, dosa yang melekat dalam daging kita. Dan kelicikan-kelicikan, kodrat dosa di dalam jiwa kita, begitu kuat. Refleks dosa kita begitu cepat di dalam daging dan jiwa kita. Ini yang harus sungguh-sungguh kita sadari dan akui. Oleh sebab itu kita mau melepaskan diri dari ikatan ini, dari dosa-dosa yang tidak kita sadari, dari kejahatan-kejahatan di dalam jiwa kita, kelicikan-kelicikan kita, kompleksitas, kerumitan karakter kita; kita harus keluar. Dan itu bisa terjadi kalau kita benar-benar mau menginvestasikan waktu, tenaga, pikiran kita. Ini harus menjadi lebih dari prioritas, tetapi menjadi satu-satunya.
Jadi keluar dari ikatan dosa dan kedagingan merupakan sesuatu yang mutlak yang harus kita miliki dan alami, supaya kita menjadi kekasih Tuhan, sekutu Tuhan. Jadi apa yang kita upayakan selama ini sudah benar-benar benar. Tidak berlebihan. Dengan sudah melakukan hal ini saja belum tentu kita sudah terlepas. Kenyataannya, memang banyak di antara kita yang belum terlepas dari belenggu ikatan penjara dunia dan ikatan penjara dosa di dalam diri kita. Bersyukur kita bisa menyadari dan mengakuinya. Banyak orang tidak menyadari dan tidak mengakui, bahkan hamba-hamba Tuhan, atau pendeta. Apalagi kalau sudah didasari doktrin atau pengajaran yang salah. Seakan-akan dengan percaya Yesus Kristus, semua selesai. Atau kalau belum dianggap selesai, tapi tidak bersungguh-sungguh untuk meraih kebebasan atau kemerdekaan itu.
Sejujurnya, tidak sedikit di antara kita yang tanpa kita sadari, sombong, tidak mau direndahkan, tidak mau dianggap tidak penting, tidak bersedia diinjak-injak dan banyak lagi. Ada kodrat dosa yang masih melekat di dalam jiwa kita, juga dalam daging. Mungkin kita bertanya-tanya dan benar-benar bingung, mengapa pendeta-pendeta senior yang begitu hebat, punya gereja besar, pernah melakukan atau mengadakan mukjizat, jatuh dalam dosa di hari tuanya? Ternyata ini jawabnya adalah karena mereka tidak menyadari sejak jauh-jauh hari dan tidak mengakui masih adanya ikatan dosa dalam daging dan berusaha untuk membetot keluar. Yang dilakukan adalah menutupinya dengan prestasi. Mestinya kalau kita menyadari dan mengakui keadaan itu, kita dapat terhindar.
Misalnya, keinginan untuk terhormat, berharga, tidak rela orang lain lebih terhormat, dan lebih dihargai — itu adalah pangkalan setan di dalam diri kita atau pikiran-pikiran Iblis di dalam diri kita. Ingat, Tuhan Yesus berkata kepada Petrus, “Enyah Iblis!” Sebab yang ada dalam pikiran Petrus saat itu adalah pikiran Iblis. Jadi ketika kita lihat barang yang orang miliki, lalu kita berkata (dalam hati), “Wah, keren ya kalau punya.” Saat itu kita sedang membiarkan diri kita dimiliki dunia. Jadi, kita harus membuat diri kita keluar dari ikatan dunia.
Begitu kompleksnya jiwa kita, yang Alkitab katakan, “Betapa licik hati manusia.” Dan itu hanya bisa diterangi oleh Roh Kudus. Hanya Roh Kudus yang bisa menerangi hati kita. Dengan kita berdoa, kita ada di dalam terang kesucian Allah, di hadapan Tuhan, maka tidak mungkin terang kesucian Tuhan tidak menelanjangi kita, tidak mungkin. Dan selanjutnya, kita harus selalu memikirkan Tuhan siang dan malam. Jangan membiarkan pikiran kita ke mana-mana. Kalau kita serius mau melatih untuk memiliki koneksi dengan Tuhan, maka jangan diganggu oleh tontonan atau apa pun. Sekarang banyak orang tidak tahu bahwa apa yang dia lihat itu Tuhan tidak suka melihatnya. Paksa dulu diri kita dialog dengan Tuhan.
Kita harus berani diam, sebab percakapan yang sia-sia, membuat kita tidak kudus. Pikirkan Tuhan siang dan malam, berdialoglah selama masih bisa dialog. Nanti akhirnya, apa pun yang kita lakukan, kita tahu Tuhan berkenan atau tidak. Berlatih dulu. Jangan banyak bicara. Apalagi sebagai pembicara, kalau kita mau menjadi jurubicara Tuhan, maka hal yang tidak perlu dibicarakan, tidak usah. Makin banyak bicara, makin banyak salah. Nah, dengan cara ini kita dipisahkan dari dunia. Jadi sebenarnya kita belum terpisah dari dunia ketika kita masih memiliki gaya hidup seperti orang lain, keinginan-keinginan seperti orang lain. Dan kalau jujur, tidak banyak orang yang telah dipisahkan dari dunia.
Orang yang dipisahkan dari dunia, selain hidupnya kudus (itu tidak kelihatan, hampir tidak bisa dilihat), hidupnya hanya dipersembahkan untuk Tuhan. Tidak usah harus jadi pendeta, tidak usah harus jadi aktivis; tapi hidupnya dipersembahkan bagi Tuhan; “Baik kamu makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Kita menjadi fulltimer-Nya Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KELUAR DARI IKATAN DOSA DAN KEDAGINGAN MERUPAKAN SESUATU YANG MUTLAK YANG HARUS KITA MILIKI DAN ALAMI SUPAYA KITA MENJADI KEKASIH TUHAN, SEKUTU TUHAN.
Pesan Gembala Senior 18 Agustus 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DUALISME
2024-08-25 09:32:25
Saudaraku,
Dalam waktu yang lama, belasan bahkan bisa puluhan tahun, kita berpikir bahwa perjuangan menjadi seperti Yesus atau berkarakter Yesus bisa kita capai dan miliki sementara kita tetap menjalani hidup dan melakukan berbagai kegiatan yang di dalamnya termuat agenda-agenda pribadi yang normal atau wajar di mata umum. Tetapi setelah melalui perjalanan yang panjang dan bertumbuhnya pengertian kita mengenai firman Tuhan, hal itu tidak boleh terjadi atau berlangsung dalam hidup kita. Jadi sementara kita menjalani hidup, kita belajar untuk menjadi seperti Yesus. Kita tidak akan bisa memperoleh pencapaian yang memuaskan hati Allah sebelum kita meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti-Nya.
Sejatinya, hampir setiap kita nyaris terlambat, namun masih ada kesempatan walau itu sepotong kecil. Jadi prinsip menjadi orang Kristen adalah belajar berusaha menjadi seperti Yesus melalui berbagai kegiatan hidup yang kita lakukan. Dan memang kegiatan hidup kita itu merupakan sarana kita untuk bertumbuh dan diproses untuk menjadi seperti Yesus. Jadi apabila kita menggenapi firman yang mengatakan, ‘baik kau makan dan minum dan melakukan sesuatu lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah,’ barulah pencapaian kita untuk menjadi serupa dengan Yesus dapat terwujud. Jadi bukan berpikir seperti orang pada umumnya yang secara etika umum tidak ada salahnya dan tidak jahat. Tetapi kita beragama Kristen, kita percaya Tuhan Yesus, dan kita belajar juga menjadi seperti Yesus, maka kita tidak bisa seperti manusia pada umumnya.
Tapi kelompok yang terbesar sebenarnya adalah sudah merasa selamat menjalani hidup, menikmati hidup, tapi percaya Yesus dan kepercayaan itu dianggap sebagai suatu jaminan masuk surga. Pada umumnya orang Kristen berpikir tidak perlu ada usaha yang signifikan untuk menjadi seperti Yesus.
Sekarang yang sungguh-sungguh mau menjadi Yesus saja masih bisa memiliki nuansa dualisme. Sehingga pencapaiannya tidak sempurna dan sangat sulit. Dualisme yang kita miliki pasti sangat menghambat pencapaian hidup sempurna karena ada benih kodrat dosa yang masih ikut bertumbuh. Di sini kita masih memberi ruangan kodrat dosa kita hidup, bahkan bisa berkembang, apalagi kalau doktrinnya tidak benar, tidak tepat. Dan masalahnya, ruangan untuk kodrat dosa bertumbuh bisa luas sekali. Tapi kalau tujuan hidup kita hanya Tuhan dan Kerajaan-Nya, di mana kita dipanggil hanya untuk serupa dengan Yesus melalui semua kegiatan yang kita lakukan, maka firman Tuhan dalam Roma 8:28, tergenapi. Tidak ada ruangan yang kita sediakan bagi dunia dan cara pikir dunia tidak boleh masuk, sementara kita terus mematikan kodrat dosa dalam kita.
Sebab pada paparan tertentu nanti kita harus belajar untuk bisa menjadi manusia yang bersih, tidak melihat apa yang tidak perlu kita lihat; tidak perlu bicara apa yang Tuhan tidak kehendaki, tidak melakukan apa pun yang Tuhan tidak suka. Jadi kita memang harus sepenuhnya untuk Tuhan. Kita tidak boleh memberi ruang sekecil apa pun untuk kodrat dosa, walaupun kemudian faktanya masih ada kedagingan kita yang belum mati atau tutur dunia yang masuk. Tetapi kita akan kokoh di situ karena kita memberi ruangan tanpa batas bagi pencapaian kesempurnaan hidup. Sekarang kita harus memilih: mau sepenuhnya hidup untuk Tuhan atau hidup dalam dualisme.
Tuhan menghendaki kita bukan sekadar radikal terhadap dualisme, melainkan memiliki satu-satunya tujuan hidup kita hanya menjadi seperti Yesus. Dan Tuhan akan mampukan kalau kita sungguh-sungguh, karena apa yang tidak mungkin bagi manusia, tapi bagi Allah segala sesuatu mungkin (Mat. 19:26). Di konteks percakapan itu, Tuhan juga menyinggung mengenai orang kaya sukar masuk surga. Kenapa? Karena orang kaya secara psikologis memiliki banyak kesenangan, potensi untuk meraih dunia lebih besar, lebih luas, sehingga semakin sulit baginya untuk meninggalkan semua itu. Sedangkan orang miskin, tertindas, itu bisa lebih mudah, walaupun tidak otomatis selalu seperti itu.
Jadi, masalah hidup sejatinya adalah berkat, tergantung bagaimana kita memaknainya; secara tepat atau tidak. Dan dalam pengalaman hidup tersebut, kita tidak cukup memaknai hal yang terjadi dengan pemaknaan yang dangkal. Setelah kita dewasa, kita mengerti bahwa masalah-masalah itu adalah cara Allah hadir untuk membentuk kita. Dan kita bersyukur, Tuhan mau mendidik kita, sekarang tergantung kita seberapa kita berani. Jadi kalau hari ini kita bukan orang kaya atau tidak terpandang, jangan anggap itu kegagalan. Sebab kalau kita sudah mengerti kebenaran begini, apa artinya menjadi pimpinan terhormat kalau semua ini kita gunakan untuk kepentingan pribadi yang mana melukai hati Allah? Jadi kita harus rela meninggalkan dunia. Camkan ini, aniaya itu membuat orang Kristen terpisah, kehilangan hidup.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TUHAN MENGHENDAKI KITA BUKAN SEKADAR RADIKAL TERHADAP DUALISME, MELAINKAN MEMILIKI SATU-SATUNYA TUJUAN HIDUP KITA HANYA MENJADI SEPERTI YESUS.
Surat Gembala Senior 04 Agustus 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ROH YANG LEMAH LEMBUT DAN TENTRAM 4
2024-08-04 14:54:43
1 Petrus 3:4
“Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.”
Saudaraku,
Kita sudah memiliki irama hidup cara berpikir dan gaya hidup yang sudah mengakar, terbentuk selama bertahun-tahun. Kita menikmati irama tersebut. Sekarang setelah kita mengikuti Tuhan Yesus, kita harus berubah. Saudara harus tahu bahwa perubahan itu sulit sekali.
Kalau kita tidak sungguh-sungguh berjuang, fokus kepada hal ini, kita tidak akan pernah bisa berubah secara signifikan. Kalau kita setengah-setengah dalam perjuangan, kita tidak akan pernah bisa berubah secara signifikan. Kita harus berjuang melawan diri kita sendiri sampai kita benar-benar bisa menemukan kelicikan dan kemunafikan diri kita masing-masing. Kita mempelajari kebenaran terkait dengan bagaimana kita harus mengukir sejarah hidup, melukis secara hidup agar secara hidup kita itu bisa diarsipkan di Kerajaan Allah menjadi catatan abadi.
Dalam Wahyu 14:13 dikatakan, “Berbahagialah orang-orang yang mati dalam Tuhan sejak sekarang ini....karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.” Tentu kalau perbuatan seseorang itu jahat, ia tidak diarsipkan dalam Kerajaan Allah. Alkitab menggambarkan sebagai air mata yang disimpan dalam kirbat Tuhan. Tuhan menyimpan air mata kita, artinya perjuangan kita itu diarsipkan. Tetapi bagaimana pun, meninggalkan kebiasaan hidup itu tidak mudah. Dan Tuhan berkata, “kamu harus menang seperti Aku menang.” Dalam kitab Wahyu, di setiap surat kepada jemaat selalu ada kata menang. Ini keistimewaan, nilai lebih kita sebagai orang percaya. Di mana orang percaya mengenakan Pribadi Kristus, menjadi terkemuka dalam Kerajaan Allah. Sebab Tuhan kita berkata, “siapa yang mau menjadi besar di antara kamu hendaklah dia menjadi pelayan, bukan kepala.” Kalau pun kita menjadi kepala, pemimpin perusahaan, direktur utama, namun kita tidak kehilangan spirit gairah melayani.
Kepercayaan yang Tuhan berikan merupakan kepercayaan yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan Kerajaan Allah. Bukan untuk menimbun, atau membangun harga diri, nilai diri, kehormatan. Ini lebihnya orang percaya. Roh Kudus akan menuntun kita untuk bagaimana kita rela diperlakukan tidak adil, tidak mendendam dan tidak menyimpan kesalahan orang. Membuang kesalahan orang dan menganggap itu tidak pernah terjadi, itu sulit sekali. Biasanya kita menghukum orang yang melukai kita paling tidak hukuman itu adalah mempercakapkan kesalahan orang itu kepada orang lain.
Kita mau membela diri dengan pembelaan yang kita lakukan, sebagai gantinya namanya dia harus rusak dulu. Betapa beratnya untuk mengembalikan ini kepada Tuhan dan pengadilan-Nya karena kita tidak sabar menanti Tuhan bertindak. Tapi kalau kita bisa berdiam diri, itu luar biasa, karena Tuhan akan memberikan pembelaan kepada kita. Pembelaan Tuhan bukan hanya berarti Tuhan akan mempermalukan orang yang mempermalukan kita. Namun juga bisa berupa proses yang Tuhan adakan untuk mengubah hidup kita. Ketika kita sampai dalam keadaan titik nadir tidak punya siapa-siapa dan tidak punya apa-apa, di situ sebenarnya kita baru bisa merasakan bahwa memiliki Tuhan adalah segalanya. Sebab kalau kita memiliki nama besar, nama terhormat, Tuhan ‘hanya’ menjadi salah satu harta kita.
Saudaraku,
Yang keempat, orang yang lemah lembut adalah pribadi yang menerima nasihat, teguran, peringatan dan pukulan Tuhan. Saudara harus tahu bahwa Tuhan menegur, mengingatkan kita itu bisa lewat macam-macam cara dan sarana; bisa melalui manusia yang menegur kita, lewat mimpi dan penglihatan, atau melalui peristiwa hidup. Jadi, kejadian-kejadian hidup itu bisa merupakan cara Allah untuk menegur kita. Itulah sebabnya Alkitab berkata bahwa Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia. Dalam Yakobus 1:21, bukan tidak mungkin mulut suami, mulut istri, mulut orangtua, bahkan mulut anak pun bisa dipakai Tuhan menasihati kita. Hanya sering orang tidak menangkap.
Menerima firman Tuhan seperti ini pun membutuhkan kelemahlembutan. Banyak Saudara yang betul-betul mendengarkan firman, tapi tidak jarang pula yang dengan angkuhnya bersikap menentang firman Tuhan yang ditaburkan. Memang tidak menentang secara terus terang, tapi tidak menerima untuk mengubah dirinya. Jadi penolakan terhadap firman Tuhan berangkat dari hati yang tidak lemah lembut, terutama bagi yang merasa pintar, bijaksana, kaya, terhormat, memiliki kelebihan. Orang yang menolak firman Tuhan ini adalah orang-orang sombong. Maka, sekalipun bertahun-tahun sudah menjadi anggota gereja, tapi mereka tidak bertumbuh, karakternya buruk. Kalau firman Tuhan diterima sungguh-sungguh dia pasti bertumbuh. Jadi seorang yang lemah lembut itu pasti menerima teguran, peringatan, sampai pada pukulan Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG LEMAH LEMBUT ADALAH PRIBADI YANG MENERIMA NASIHAT, TEGURAN, PERINGATAN DAN PUKULAN TUHAN.
Surat Gembala Senior 28 Juli 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ROH YANG LEMAH LEMBUT DAN TENTRAM 3
2024-07-29 23:36:46
1 Petrus 3:4
“Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram,
yang sangat berharga di mata Allah.”
Saudaraku,
Yang terakhir, orang yang lemah lembut adalah pribadi yang menerima keberadaan orang lain sebagaimana adanya. Sebagaimana Yesus menerima kita sebagaimana adanya kita, maka kita pun harus dapat menerima orang lain sebagaimana adanya orang lain. Mengapa suami bisa atau mudah selingkuh? Karena dia tidak bisa menerima istrinya sebagaimana adanya atau sebaliknya. Kalau hanya kecantikan, itu bisa memudarkan cinta. Tetapi kalau kasih yang tulus, menerima orang lain sebagaimana adanya, membuat kita bisa setia kepada pasangan hidup kita. Menikah itu bukan mencari kebahagiaan, melainkan memberi kebahagiaan. Bukan mencari, namun memberi.
Orang yang bisa memberi tanpa menuntut adalah orang yang bertumbuh dalam kedewasaan rohani. Mungkin kita melihat pasangan kita tidak secantik dulu tetapi belas kasih kita dalam dan kita bisa dengan tulus menerimanya. Tetapi ini tidak mudah, terkadang menyakitkan dan kejam sekali. Tetapi kita haru punya hati yang lapang, harus besar jiwa. Dalam berpasangan, mengalah itu memperkaya diri dan memperkaya orang. Tetapi orang pikir, mengalah membuat dirinya miskin, itu salah. Kita harus menerima orang lain sebagaimana adanya. Dalam banyak bagian dalam Alkitab diungkapkan dengan jelas bagaimana Tuhan Yesus menyambut pelacur, pemungut cukai, orang berdosa. Hebat sekali Saudaraku, hebat sekali. Kita harus bisa mencontoh dan meneladani Tuhan Yesus.
Orang miskin tidak boleh membuat kita merasa terganggu. Ada orang yang sudah miskin, banyak bicara, dan kampungan, tidak apa-apa. Kita perbaiki mereka. Sebaliknya, orang kaya juga tidak boleh membuat kita jadi berubah. Karena kita merasa rendah diri atau karena mau memanfaatkan kekayaan mereka. Tuhan Yesus sendiri menjamin tidak akan membuang orang yang datang kepada-Nya. Gereja juga harus bersikap seperti yang diteladankan Tuhan kita. Kita bersyukur karena kita pernah melewati hari-hari yang sulit. Namun Tuhan menolong kita lewat orang-orang yang diutus Tuhan sehingga sekarang kita bisa bercermin dari pengalaman hidup masa lalu dan bisa belajar menerima orang lain.
Tuhan Yesus menyambut setiap orang. Jangan menjadi moralis-moralis di dalam gereja. Kita harus hidup suci, tak bercacat dan tak bercela, tetapi jangan menjadi moralis yang sok suci dan membuang orang-orang berdosa. Sering di mana-mana orang berbicara mengenai LGBT. Kita memang tidak menerima pemberkatan nikah orang-orang seperti itu. Tetapi saya mau memberitahu kepada Saudara bahwa mereka tidak pernah memilih menjadi seperti itu. Seandainya sebelum dilahirkan, mereka melihat akan menjadi apa, belum tentu mereka mau dilahirkan. Jadi kita harus bisa menerima, jangan seperti orang yang invalid. Kalau mempunyai teman seperti itu, jangan kita meledeknya karena akan melukai.
Itu cara kita menghargai dan menerima orang lain sebagaimana adanya. Jangan anggap mereka berdosa, kecuali mereka melakukan tindakan yang berdosa. Mari kita melihat Tuhan Yesus, bagaimana cara Ia menyambut orang-orang berdosa. Zakheus yang terbuang, perempuan berdosa yang mengurapi Yesus, dan Tuhan menerima mereka. Paulus dalam Roma 5:7 dan Efesus 4:2 mengatakan, “Terimalah satu dengan yang lain seperti Kristus telah menerima kita.” Hari ini kita tidak bisa mengenali dengan lengkap orang lain, bahkan diri kita sendiri. Jadi, jangan coba-coba kita menghakimi dan menilai orang karena masing-masing orang memiliki persekutuan dengan Tuhan yang sangat confidential, sangat pribadi.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG LEMAH LEMBUT ADALAH PRIBADI YANG MENERIMA KEBERADAAN ORANG LAIN SEBAGAIMANA ADANYA.
Surat Gembala Senior 21 Juli 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ROH YANG LEMAH LEMBUT DAN TENTRAM - BAG.2
2024-07-21 09:12:34
1 Petrus 3:4
“Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.”
Saudaraku,
Yang kedua, orang yang lemah lembut adalah orang yang tidak mendendam atau menyimpan kesalahan orang lain. Dan dalam satu penelitian didapati kenyataan bahwa kebencian yang menjadi dendam itu bisa menjadi penyakit. Bila pernyataan ini kita lakukan, maka kuasa kasih akan membuka mata kita untuk mengalami kasih Kristus yang sesungguhnya. Dan orang lain akan melihat bagaimana kasih Kristus itu diperagakan. Jadi kalau kita mengalami perlakuan yang tidak adil, pada waktu itulah kita menemukan kesempatan untuk bersaksi memancarkan kasih Kristus. Kita malah menjadikan hal negatif menjadi positif; suatu hal yang tidak mudah. Tapi kalau kita mendendam tidak akan membuahkan sesuatu.
Suatu hari kita akan dipertemukan dengan orang yang melukai kita. Dan pada waktu itu biarlah dia menemukan kasih Kristus dalam diri kita. Bila Saudara adalah seorang istri yang diperlakukan tidak adil oleh suami, ditekan, disakiti, dilukai, tunjukkan kasih Kristus, tunjukkan buah-buah hidup Saudara. Atau Saudara sebagai menantu yang ditindas oleh mertua, tunjukkan kasih dan buah hidup Saudara. Ingat ada 2 kalimat yang tidak boleh diucapkan, yang pertama, aku tak tahan lagi. Dan yang kedua, sampai kapan? Dua kalimat itu tidak boleh diucapkan. Kalau kita berkata sampai kapan, Tuhan yang tahu. Tuhan yang tahu bagaimana mengadakan terapi kesembuhan untuk karakter kita agar kita menjadi lukisan indah di mata Allah sehingga kehidupan kita diarsipkan di kekekalan.
Jadi ketika kita mendapat perlakuan-perlakuan tidak adil, semakin menyakitkan semakin hal itu menjadi lukisan semakin indah kalau reaksi kita baik. Namun kalau kita dendam, sakit hati kita simpan, kita tidak akan sembuh. Jadi dengan kita melepaskan pengampunan, melepaskan dendam, kesembuhan jiwa kita akan berlangsung. Tidak boleh ada setitik pun dendam yang kita simpan terhadap siapa pun. Dan jangan kita mengukur kesalahan orang dengan perasaan kita. Tuhan mengampuni, berarti: pertama, Ia mengampuni semua, tidak disisakan. Kedua, Tuhan mengampuni, Tuhan melupakan. Sejujurnya, kita tidak bisa lupa. Jadi maksud ‘melupakan’ adalah tidak bermaksud membalas dendam atau tidak merasakan sakitnya. Makanya kita harus bertumbuh dewasa, juga harus realistis. Waktu kita dilukai, tentu kita sakit, dan tidak dalam sekejap kita merasa sembuh. Tapi makin hari kita makin bisa melepaskan.
Sangat besar kemungkinan kita mendapatkan perlakuan yang tidak adil di tempat di mana kita berada; di rumah, di pekerjaan, pergaulan, di sekolah dan kampus, bahkan lingkungan gereja. Di sini kita dipanggil untuk menunjukan kelas kita sebagai bangsawan yang berperilaku seperti Kristus yang lemah lembut. Jadi kalau kita diperlakukan tidak adil, itu bagian dari proses dan pembuktian apakah kita benar-benar berkualitas. Ingat, emas tidak takut api. Jadi kita bersyukur kalau kita diperlakukan tidak adil. Bicara seperti ini mudah, tetapi praktiknya luar biasa karena sakit. Tetapi kalau kita mengerti kebenaran dan ingin menyenangkan hati Tuhan, puji Tuhan, kita bisa mengerti.
Semakin menyakitkan perlakuan orang, semakin kita bisa mengampuni. Kalau orang hanya membuang muka, Saudara senyum, itu bagus. Tetapi itu masih belum ada apa-apanya. Tetapi kita harus sampai seperti Yesus yang diludahi, tetapi Yesus berkata, “_
ampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Tidak sulit mendoakan pasangan kita supaya bertobat, tetapi kita diajar Tuhan supaya berubah, supaya pasangan kita bertobat melalui perilaku kita. Oleh sebab itu, orang yang lemah lembut yang tidak mendendam dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Namun terkadang mulut kita tidak sama dengan pikiran kita. Kita itu licik, mulut kita mengampuni, tetapi sejatinya hati kita belum.
Mari kita belajar untuk bisa menang atas sikap salah seperti ini dan berusaha memenuhinya. Roh Kudus akan menuntun kita menjadi pribadi yang agung, pribadi yang mulia. Semua kita rindu hal itu. Biarpun Saudara dan saya miskin secara materi, tidak terhormat di mata manusia, tidak berpendidikan, mungkin penampilan buruk di mata manusia, tidak menutup kemungkinan dan tidak menghalangi kita bertumbuh menjadi indah di mata Tuhan. Jangan kita dibutakan oleh nilai lebih yang kita miliki, sehingga kita merasa sudah tidak perlu mendandani manusia batiniah kita. Kita mau ubahkan di sini dan hal ini benar-benar bersifat pribadi. Kiranya proses waktu membuat kita mengerti cara mengampuni dan melupakan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG LEMAH LEMBUT ADALAH ORANG YANG TIDAK MENDENDAM ATAU MENYIMPAN KESALAHAN ORANG LAIN.
Surat Gembala Senior 14 Juli 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ROH YANG LEMAH LEMBUT DAN TENTRAM 1
2024-07-14 19:52:16
1 Petrus 3:4 “Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.”
Saudaraku,
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan roh yang lemah lembut dan tentram? Harus diakui banyak orang tidak memahami yang dimaksud dengan kelemahlembutan itu. Biasanya orang yang dipandang orang yang lemah lembut itu orang yang suaranya tidak keras. Lemah lembut bukan menunjuk orang yang gerakannya lambat, tidak kasar dalam perkataan, tidak bisa marah. Lemah lembut di dalam Alkitab ini tidak boleh diartikan secara umum sebagai konsep kebanyakan orang. Dan kalau pria lemah lembut biasanya memiliki penampilan cenderung feminim.
Di dalam bahasa aslinya, kata lemah lembut adalah praus. Di dalam Alkitab kita menemukan paling tidak di Injil Matius ada 3 kata yang diterjemahkan praus. Misalnya, ketika Tuhan Yesus berkata, “Datanglah pada-Ku yang letih lesu dan berbeban berat, aku beri kelegaan, belajarlah kepada-Ku karena Aku lemah lembut.” Dan ketika Yesus masuk kota Yerusalem, dikatakan: “Lihatlah Dia yang menunggangi keledai ini, Raja yang lemah lembut.” Praus memiliki pengertian bermacam-macam. Jadi, orang yang lemah lembut adalah:
Yang pertama, orang yang rela diperlakukan tidak adil atau orang yang rela dilukai. Kita harus berpikir realistis bahwa hidup ini kita pasti bersentuhan dengan orang lain, tidak bisa tidak. Jangan berharap kita tidak dilukai, kita pasti dilukai. Dalam Perjanjian Lama kita bertemu dengan sosok yang terkenal lemah lembut, yaitu Musa. Bilangan 12:3, dikatakan bahwa tidak ada orang di bumi ini—pada waktu itu tentunya—yang lemah lembut seperti Musa. Dia didemo oleh kakak laki-laki dan kakak perempuannya, namun dia tidak membantah, dia diam. Padahal saat itu Musa adalah seorang pemimpin bangsa yang sangat terhormat. Walaupun dia ditentang oleh Harun dan Miryam, tetapi dia tidak melawan dan tidak membalas. Dia menyerahkan semua kepada kebijaksanaan Tuhan. Tentu ini adalah suatu hal yang menyakitkan, ketika saudara kandungnya sendiri bangkit melakukan konspirasi atau kudeta terhadap posisinya sebagai pemimpin bangsa Israel yang nyata-nyata ditunjuk oleh Tuhan.
Kita juga belajar dari yang mulia Tuhan kita Yesus Kristus ketika sebagai tawanan diperlakukan tidak adil oleh sekelompok orang-orang yang memusuhi-Nya, baik dari orang-orang Yahudi maupun non Yahudi. Benar-benar Dia diperlakukan dengan sangat hina, sangat keji. Tetapi di dalam keadaan seperti itu, seperti yang ditulis Lukas 23:34, Dia bisa berkata, “Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”
Saudaraku,
Kita harus sampai pada taraf ini. Namun untuk sampai taraf ini, tidak bisa tidak, kita harus menghadapi keadaan tersebut. Jadi kalau kita pikir kita disundut oleh masalah, kita ditikam oleh orang di sekitar kita, bahkan orang yang kepadanya kita pernah menanam budi baik, itu harus diterima sebagai berkat. Inilah waktu di mana Tuhan mau mengajar kita. Dan momentum itu mahal sekali, harga pendidikan itu mahal sekali. Seorang tentara untuk menjadi tentara elit, harganya bisa ratusan dari tentara biasa. Kalau Saudara menjadi elitnya Tuhan, berapa berani kita bayar? Puji Tuhan, Yesus telah membayarnya di kayu salib dan semua kita diproyeksikan untuk memiliki kualitas diri seperti Dia. Supaya kita bisa mengarsipkan kelakuan-kelakuan kita yang elok, yang indah di kekekalan.
Jadi ketika kita mendapatkan perlakuan-perlakuan yang tidak adil, Tuhan mau kita membuat sejarah hidup yang indah, kisah hidup yang bisa diarsipkan di kekekalan. Terus terang kadang-kadang kita lupa karena kita tidak mau melepaskan hak kita, hak dihargai, hak dihormati. Kita harus menikam diri kita sendiri, jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Jadi, kalau Saudara menghadapi keadaan-keadaan sulit di sekitar Saudara, itu selain kita sedang digarap Tuhan untuk bisa sanggup menerima tekanan tersebut, juga Tuhan mau didik sampai kita bisa berkata, “Aku mengampuni mereka.”
Di satu sisi, sejatinya, kita juga sedang dikikis; kesombongan, ketidakrelaan kita kehilangan harta. Alkitab mengatakan di Filipi 2:5, dan kita harus merindukan memiliki kualitas diri seperti ini. Tujuan kita mau bergereja karena kita mau berubah. Oleh sebab itu Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita agar kita memberikan pipi kanan apabila pipi kiri kita ditampar. Ini satu hal yang nyaris tidak bisa dilakukan oleh banyak orang. Apalagi orang sudah terlanjur terhormat, mereka sudah biasa dihormati lalu dilecehkan. Jadi kalau kita dianiaya dengan perkataan yang tidak patut, jangan dirasa. Tuhan Yesus pernah memberikan contoh kepada kita, dan Tuhan menyanggupkan kita dapat melakukan segala kehendak-Nya, kita harus optimis. Jadi kalau Tuhan Yesus berkata, “belajar kepada-Ku karena Aku lemah lembut” artinya Aku bisa diperlakukan tidak adil, kamu juga mestinya bisa. Jadi ketika kita bisa melewati semua keadaan itu, baru kita berkata: “Memang Tuhan mengizinkan semua itu terjadi untuk kebaikanku.”
Teriring salam dan doa,
????????. ???????????????????????????? ????????????????????????????
ORANG YANG LEMAH LEMBUT ADALAH ORANG YANG RELA DIPERLAKUKAN TIDAK ADIL ATAU ORANG YANG RELA DILUKAI.
Surat Gembala Senior 07 Juli 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MISTERI KEHIDUPAN
2024-07-08 12:35:50
Saudaraku,
Ini adalah misteri kehidupan yang diungkapkan oleh Alkitab bahwa Allah semesta alam, Allah Bapa kita yang menyimpan dan memuat berjuta misteri, berkenan menyatakan Diri dan ada bagian-bagian dalam diri-Nya yang bisa atau boleh kita kenali. Hal ini yang penting bahwa Allah tidak memiliki kesukaan, kebahagiaan, atau kesenangan apa pun, Dia tidak bisa dibahagiakan atau disukakan oleh apa pun kecuali oleh satu ini, yaitu menciptakan makhluk yang disebut manusia di mana manusia dengan rela dari kehendak bebasnya melakukan segala sesuatu sesuai dengan pikiran dan perasaan-Nya, untuk menyenangkan Dia.
Itulah sebabnya dalam rancangan-Nya, Allah berkata, “baiklah Kita menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” Dari pikiran dan perasaan ini, bisa dilahirkan kehendak. Tentu kehendak yang diingini oleh Bapa adalah kehendak yang selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan-Nya. Inilah kualitas yang disebut sebagai demuth.
Tetapi di Kejadian 1:27, yang diciptakan hanya tselem. Ada pun demuth atau kualitas yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan ini merupakan tanggung jawab manusia. Inilah wajah batiniah yang harus kita sendiri lukis. Karena itu merupakan prestasi kehidupan setiap individu.
Kejatuhan manusia ke dalam dosa telah menutup kemungkinan manusia bisa mencapai gambar dan rupa Allah. Tetapi keselamatan dalam Yesus Kristus membuka peluang itu. Orang-orang yang dipilih oleh Allah seperti kita, yang diberikan kesempatan mendengar Injil dan mengenal Injil dengan benar adalah orang-orang yang masuk dalam perlombaan yang diwajibkan. Ketika kita dipanggil menjadi umat pilihan, maka sesungguhnya fokus hidup kita hanya ditujukan untuk menemukan kualitas diri. Yaitu bagaimana kita melukis wajah batiniah yang indah yang akan menghasilkan tindakan atau perbuatan baik yang kita pikirkan, ucapkan, lakukan yang menyenangkan hati Allah dan itu bisa diarsipkan dalam kekekalan, menjadi kenangan dan tulisan abadi dari pengembaraan anak-anak Allah yang mengikut jejak Tuhan Yesus Kristus.
Saudaraku,
Tidak semua orang memiliki kesempatan ini. Hanya orang-orang terpilih. Maka, jangan ada lagi sesuatu yang kita anggap berharga, apa pun itu. Tetapi kesempatan untuk melukis wajah batiniah kita adalah berharga di mata Allah. Sebelum kita menutup mata, kita temukan wajah batiniah seperti yang Tuhan kehendaki dan Yesus Tuhan kita yang mulia, menjadi model kita membangun atau membentuk diri kita. Suatu hari nanti ketika kita menghadap takhta pengadilan Kristus, kita semua telanjang, tidak ada yang bisa ditutup-tutupi. Masalahnya, apakah kita didapati setia? Kesetiaan yang sejati kepada Yesus dibuktikan ketika kita tidak merasa memiliki apa-apa atau siapa-siapa. Yang kita miliki adalah semua milik Tuhan yang harus kita gunakan untuk kemuliaan nama-Nya. Kita akan merindukan kedatangan Tuhan sebab kita rindu bertemu dengan Tuhan.
Jangan sombong, tidak ada yang hebat di antara kita. Kita rendahkan hati kita untuk terus dibentuk menjadi pribadi yang Allah kehendaki. Kita harus jujur dengan diri kita sendiri. Kita harus selalu membawa hidup kita di hadapan Tuhan untuk diperiksa dan diteliti. Roh Kudus pasti berbicara kepada kita. Kita harus serius sungguh-sungguh melihat penilaian Tuhan terhadap diri kita. Bukan penilaian manusia, tetapi penilaian Tuhan atas diri kita. Pertanyaannya: “Rindukah Saudara memiliki kehidupan yang memancarkan kemuliaan Allah?” Memancarkan kemuliaan Allah bukan berarti wajah kita bercahaya seperti lampu, kulit kita menjadi mengkilap. Tetapi dalam keagungan, kemuliaan, moral, karakter, kepribadian kita. Dan orang pasti akan mengendus kemuliaan itu.
Tentu dari 100 orang, ada 5 atau 10 orang yang terus mencela kita, tidak masalah. Kita tidak perlu pedulikan itu. Yang penting kita benar di hadapan Tuhan. Kita harus merindukan menjadi pribadi yang agung, yang memancarkan kemuliaan yang hilang itu, maka pikiran dan perasaan kita harus terus didewasakan melalui kebenaran. Allah itu transenden atau melampau akal. Tetapi hal-hal yang bertalian dengan kehidupan kita, pasti imanen, artinya bisa kita pahami secara logis, secara natural. Pembaharuan pikiran oleh kebenaran firman itu menjadi inti dari perubahan kodrat. Kita bisa merasakan itu. Kita mengalaminya secara riil, logis untuk bisa mencapai hal tersebut.
Tapi tentu harus diimbangi dengan kesediaan kita untuk tidak bercacat tidak bercela, walau saat ini masih ada pergumulan. Tetapi harus ada komitmen untuk tidak mendukakan hati Allah semampu yang dapat kita lakukan. Kita mau bersih dari apa yang melukai hati Tuhan. Kita harus menjauhi hal yang membuat Tuhan tidak nyaman. Kita harus bersedia meninggalkan percintaan dunia. Jangan berpikir ada sesuatu yang bisa membahagiakan kita, kecuali Tuhan dan Kerajaan-Nya. Yang akhirnya membuat kita akan terus haus dan lapar akan kebenaran. Tuhan pasti memimpin kita bagaimana mengatur hidup dengan baik. Kita mau berjuang mengubah wajah batiniah kita.
Teriring salam dan doa,
????????. ???????????????????????????? ????????????????????????????
INI ADALAH MISTERI KEHIDUPAN YANG DIUNGKAPKAN OLEH ALKITAB BAHWA ALLAH SEMESTA ALAM, ALLAH BAPA KITA YANG MENYIMPAN DAN MEMUAT BERJUTA MISTERI, BERKENAN MENYATAKAN DIRI DAN ADA BAGIAN-BAGIAN DALAM DIRI-NYA YANG BISA ATAU BOLEH KITA KENALI.
Surat Gembala Senior 30 Juni 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SERAKAH
2024-07-14 18:16:44
Saudaraku,
Tuhan tidak berkenan atas orang-orang yang serakah (greedy), orang yang maunya selalu banyak, limpah, yang tidak puas dengan jumlah sedikit. Tuhan pasti tidak berkenan. Pada umumnya manusia di dunia memiliki gairah itu; sejak masa kanak-kanak, memasuki masa pra-remaja, memasuki masa remaja, pemuda dan seterusnya, sampai tua. Biasanya orang serakah mau punya banyak, lebih dari yang lain. Dan itu yang menjadi belenggu, itu yang menjadi ikatan, sampai pada titik tertentu orang tidak bisa tidak serakah. Uang mau banyak, harta mau berlimpah, pangkat mau setinggi-tingginya, kekuasaan mau seluas-luasnya. Dan hal itu membelenggu manusia menjadi rantai Setan yang menariknya masuk ke dalam api kekal.
Seharusnya, kita serakah yang lain; kita tidak serakah untuk perkara-perkara dunia, bukan serakah untuk hal-hal materi, kekayaan, pangkat, gelar, kekuasaan. Tapi kita mau banyak dalam arti berkenan kepada Tuhan; bagaimana kita bisa mencapai puncak setinggi-tingginya dalam hal berkenan kepada Tuhan, bagaimana kita bisa menjadi manusia yang sebanyak-banyaknya menyerap berkat rohani yang membuat kita sempurna seperti Bapa, memiliki kecerdasan rohani yang di dalam segala hal yang kita lakukan presisi, tepat seperti yang Allah kehendaki. Kita tidak mau sedikit dan kita tidak mau menunda lama-lama; secepat-cepatnya, sebanyak-banyaknya kita menyerap berkat rohani dari Tuhan dan menjadi orang-orang yang benar-benar berkenan kepada Tuhan. Dengan demikian kita tidak akan mengingini dunia, apalagi menjadi serakah, tidak akan; serakah untuk hal-hal materi, serakah untuk hal-hal duniawi.
Kita membakar hati kita, bagaimana kita bisa mencapai puncak kesucian di hadapan Allah, puncak keberkenanan di hadapan Allah. Kita membakar diri kita, bagaimana kita menjadi orang-orang yang berkenan di antara manusia di sekitar kita, berkenan di hadapan Allah, di antara manusia di sekitar kita. Inilah yang dimaksud Alkitab dalam Ibrani 12:1, “Perlombaan yang wajib.” Orang berlomba untuk menjadi orang paling kaya, punya harta sebanyak-banyaknya, kehormatan sebanyak-banyaknya, pangkat setinggi-tingginya, kekuasaan seluas-luasnya; tapi kita memilih, bagaimana kita menjadi anak-anak Allah yang benar-benar berkenan. Ibrani 12:1-2; bagaimana kita bisa mencapai ketaatan yang sempurna atau iman yang sempurna seperti Tuhan kita Yesus Kristus.
Jadi kita tidak menunda besok atau nanti. Saat ini juga. Kalau kita dosa, ada kesalahan, kita minta ampun kepada Tuhan. Setelah itu kita berusaha untuk menjaga pikiran, hati, perkataan, perbuatan kita agar tidak melanggar kehendak Allah, agar tidak bertentangan, agar tidak bertabrakan dengan pikiran dan perasaan Allah. Yuk, kita bakar. Kita buat membara. Betapa indahnya hidup seorang yang menyenangkan hati Allah, yang berkenan di hati Allah. Banyak masalah yang kita hadapi. Tetapi hal itu tidak boleh mengganggu perjuangan kita untuk berkenan kepada Allah. Perjuangan untuk berkenan kepada Allah menjadi sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus haruslah hal utama, apa pun yang terjadi dalam hidup kita tidak boleh menjadi persoalan. Persoalan kita adalah bagaimana kita dapat mengerti kehendak Allah untuk kita lakukan, rencana Allah untuk kita penuhi.
Banyak orang Kristen tidak diberkati, karena Tuhan tahu kalau berkat jasmani melimpah, dia tambah serakah. Dia menjadikan itu berhala. Sehingga orang-orang seperti ini tidak bisa dipercayai Allah. Hidupnya akan selalu di dalam kekurangan dan kemiskinan, karena karakter, wataknya pasti buruk. Kalau watak orang baik, diberkati dengan berkat jasmani, dia gunakan itu untuk kemuliaan Allah, untuk pekerjaan Tuhan. Tuhan pasti memercayainya. Ini bukan berarti kalau orang banyak uang, hartanya melimpah, pasti orang yang dipercayai Tuhan. Belum tentu. Bisa dipercayai Iblis supaya lebih cepat meluncur masuk neraka. Tetapi kalau orang Kristen yang benar, kita tidak akan dibuat Tuhan susah, tidak akan dibuat Tuhan menyusahkan orang lain. Pasti Tuhan memberkati agar dia menjadi berkat bagi orang lain.
Itulah sebabnya, yang harus kita lakukan bagaimana terus membenahi diri, bagaimana menjadi manusia yang berkenan di hadapan Tuhan. Sikap hati, pikiran, ucapan, perbuatan kita harus benar-benar kudus. Kita hidup hanya untuk kesukaan hati Allah. Maka Tuhan akan memercayakan kita berkat-berkat-Nya. Dan Tuhan akan memercayakan kepada kita pekerjaan Tuhan untuk memenuhi rencana Allah di bumi ini. Jangan keraskan hati, jangan sombong, jangan malas. Ayo, kita bertekun mencari Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Surat Gembala Senior 23 Juni 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ATMOSFER KEKEKALAN
2024-06-23 15:43:38
Saudaraku,
Harus Saudara tahu bahwa atmosfer hidup yang ada di sekitar kita itu tergantung kita. Apakah kita membuka lorong hidup kita untuk Tuhan, agar dialiri atmosfer surgawi, atau kita membuka lorong hidup kita untuk atmosfer dunia? Saya mengajak Saudara untuk memilih membuka lorong hidup kita untuk Kerajaan Surga saja, dan itu indah sekali. Kita tidak bisa diliputi atmosfer dunia, lalu setelah meninggal, kita masuk surga, tidak bisa. Atmosfer yang melingkupi hidup kita sekarang, itulah yang menjadi atmosfer kekekalan kita. Jelas, kalau atmosfer dunia yang melingkupi seseorang, maka orang itu akan masuk ke dalam api kekal bersama dengan kuasa kegelapan, karena firman Tuhan mengatakan, "Dunia ini, dengan segala keinginannya, bukan berasal dari Allah."
Kita harus berani melabèli, apa pun yang tidak rohani adalah setan. Kita mungkin dianggap ekstrem, namun tidak ada pilihan. Maka jangan menangkap atmosfer dari dunia. Walaupun kita hidup di tengah-tengah dunia, kita harus menutup pintu untuk semua pengaruh dari dunia yang masuk melalui telinga dan mata kita, yang salurannya begitu banyak; lewat televisi, lewat gadget, lewat pergaulan, dan lain sebagainya. Roh Kudus akan menjagai kita, memberikan peringatan. Kalau kita serius untuk sungguh-sungguh membuka lorong Kerajaan Surga mengairi kita, maka kita harus seekstrem-ekstremnya. Ibarat handphone, kita on terus dengan Tuhan, ada koneksi dengan Kerajaan Surga setiap saat. Kita memisahkan diri dari dunia, tidak ada percakapan yang tidak kudus lagi, tidak ada lagi tontonan yang sia-sia yang mengisi pikiran kita.
Selalu kita baca Alkitab, sehingga kita akan bisa mendengar Roh Kudus bicara. Bukan tidak boleh dengar berita, namun ada batasnya. Ingat, kita punya proyek koper, berkemas-kemas. Bukan mau sombong, namun kita tidak mau main-main lagi karena ini soal kekekalan. Jangan main-main, sebab racun yang masuk ke dalam pikiran kita, sedikit demi sedikit merusak kita. Biar orang kata apa tentang kita, kita sudah terlanjur memilih jalan ini. Kalau kita sungguh-sungguh memburu hari ini, maka kita akan melihat hari esok, Allah hadir dalam hidup kita. Sekarang belum nyata karena kita belum membuktikan kesetiaan kita, dan hidup kita juga belum bersih-bersih benar.
Mari kita tinggalkan dunia dengan segala kesenangannya. Kalau kita tidak matikan, maka kita tidak bisa terbang, tidak bisa sampai di hadirat Allah. Dan Allah dalam integritas-Nya yang sempurna berkata, "Kuduslah kamu, sebab Aku Kudus." artinya, kudus itu kekudusan Allah. Tidak bisa 90% kudus, 95% pun tidak cukup, 99% pun tidak cukup. karena kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Kalau kita menghormati Tuhan, kita mau melakukan apa pun yang Tuhan kehendaki. Kalau kita sungguh-sungguh menghormati Tuhan, kita mau hidup bersih, kudus, dan konsisten. Dan tidak ada cara lain untuk itu kecuali mati.
Kalau kita tidak mati, kita akan jadi sampah, tidak berguna, karena setan yang akan menghidupkan semua gerak kita. Setan hidup di dalam diri kita. Kita akan meratap dengan ratapan yang tidak pernah kita bisa bayangkan hari ini, dan itu mengerikan sekali. Kita mau membuka lorong Kerajaan Surga dalam hidup kita. Kita harus tinggalkan dunia. Rupanya selama ini kita terlalu kompromi dengan dunia sehingga kekristenan menjadi murahan. Sejatinya, Kristen yang benar itu menakutkan, karena akan merenggut hidup kita. Kalau Kristen tidak menakutkan, berarti ada yang salah.
Teriring salam dan doa,
????????????. ????????. ???????????????????????????? ????????????????????????????
ATMOSFER YANG MELINGKUPI HIDUP KITA SEKARANG, ITULAH YANG MENJADI ATMOSFER KEKEKALAN KITA.
Surat Gembala Senior 09 Juni 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENYATU DENGAN TUHAN
2024-06-09 09:53:40
Saudaraku,
Kalau pergumulan hidup kita ibarat gelombang setinggi 0,5 meter, kita masih bisa sinkron dengan Tuhan. Tapi kalau gelombangnya setinggi 2 meter, apakah kita masih sinkron dengan pikiran Tuhan? Bagaimana kalau gelombangnya 4 meter, apa kita masih bisa sinkron dengan Tuhan? Maka kalau gelombangnya 0,5 meter tersebut kita sudah cukup puas bahwa kita punya moralitas, kesucian yang baik, maka kita berhenti sampai di situ sehingga harmonisasi keintiman kita dengan Tuhan tidak bertumbuh.
Jadi ketika kita melihat perasaan Tuhan, pikiran Tuhan, dan kita tidak merasa cukup puas dengan kehidupan rohani yang kita capai, kita harus bertanya, “Apa lagi Tuhan?” Tuhan pasti membawa kita ke gelombang yang lebih tinggi. Kalau orang beragama, dia akan dibuat melekat dengan hukum dan agamanya, tetapi orang percaya akan melekat dengan pribadi Tuhan. Sebab urusan kita bukan pada huruf-huruf hukum, melainkan dengan perasaan Allah yang tidak bisa ditulis di atas kertas, tidak bisa diwakili oleh hukum, tapi dirasa oleh batin.
Maka ketika gelombang kita setinggi 0,5 meter, kita tetap setia kepada Tuhan, kita melihat perasaan Tuhan, kita masih bisa sinkron. Namun ketika gelombangnya 4 meter, kita masih bisa sinkron, maka keintiman kita pasti bertambah. Ketika kita punya masalah kecil, dimusuhi orang, tapi orang tersebut tidak sampai mengkhianati, memfitnah, kita masih bisa sinkron dengan Tuhan. Kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, karena kita tahu perasaan Tuhan, yaitu Ia mau kita mengampuni musuh. Tapi kalau sampai dia memfitnah, merusak nama baik, apakah kita masih punya ketepatan sinkron dengan Tuhan? Maka, jangan puas dengan kehidupan rohani yang kita sudah capai.
Firman mengatakan, "Allah bekerja dalam segala hal, mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi." Masalahnya, seberapa kita mengasihi Tuhan? Atau kalimat lain, seberapa kita ingin mencapai kesucian? Kesucian bukan hanya keadaan tidak bersalah. Kesucian adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Masalahnya, kondisi yang bagaimana kita bisa sepikiran dan seperasaan dengan Allah? Kalau hanya menghadapi gelombang setengah meter tadi, kita mungkin bisa. Tapi bagaimana kalau sampai kita dihina, difitnah, apakah kita masih bisa sepikiran dan seperasaan dengan Allah?
Kalau Tuhan Yesus dikhianati begitu rupa, mati di kayu salib, dan di atas penderitaan yang begitu hebat, Yesus bisa berkata, "Ampuni mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," ini sinkronnya dengan Bapa luar biasa, maka hubungan harmonisasi-Nya, hubungan keintiman-Nya juga luar biasa. Jadi kuncinya adalah jangan merasa puas. Ayat lain mengatakan, "Berbahagialah orang yang haus dan lapar akan kebenaran." Jadi kita akan terus mau bertumbuh dan berkata, "Tuhan, bagaimana aku bisa semakin melekat dengan Engkau?” Dan ingat, “seorang yang mengikatkan diri dengan Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia” (1Kor. 6:17). Sampai tingkat itu, kita berkata, "Hanya Engkau yang kuingini."
Pada zaman Henokh, tidak ada orang yang begitu tertarik berurusan dengan Allah, kecuali Henokh. Di tengah-tengah dunia kita yang jahat seperti ini, maukah kita bersama dengan saya berkata, "Tekadku, tidak ada yang kuingini selain Tuhan, dan melakukan kehendak-Nya.” Tuhan akan melihat kesungguhan kita untuk memiliki kesucian. Ini bukan hal sederhana, ini bukan omong kosong, ini fakta kehidupan. Supaya kita melihat peluang-peluang besar untuk menyatu dengan Tuhan, menjadi kekasih Tuhan, maka kita akan dibawa ke gelombang-gelombang yang lebih tinggi, yang lebih radikal. Dan kita tetap mengatakan, "Aku memilih Engkau, Tuhan." Dan asik kalau kita menjalani kehidupan seperti ini, luar biasa.
Masing-masing individu kita itu unik. Bagaimana Tuhan menggalang sebuah hubungan yang unik, yang tidak sama dengan yang lain, itu luar biasa, harus ada subjektivitas. Dan kalau kita mau berurusan dengan Tuhan, kita akan disambut, karena: pertama, kita adalah ciptaan-Nya. Kedua, karena kita adalah anak-Nya. Ketiga, karena Tuhan tahu kita tidak bisa hidup tanpa Dia. Keempat, karena Tuhan mau menikmati cinta kita.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SUPAYA KITA MELIHAT PELUANG-PELUANG BESAR UNTUK MENYATU DENGAN TUHAN, MENJADI KEKASIH TUHAN, MAKA KITA AKAN DIBAWA KE GELOMBANG-GELOMBANG YANG LEBIH TINGGI, YANG LEBIH RADIKAL.
Surat Gembala Senior 02 Juni 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PROGRESIVITAS
2024-06-02 20:11:26
Saudaraku,
Ada satu sikap yang salah yang dimiliki oleh banyak orang, yaitu mereka merasa puas dengan pengalaman rohani yang telah dicapainya; merasa puas dengan kehidupan iman yang telah dimiliki; merasa puas dengan Tingkat kerohanian yang telah dia capai. Godaan seperti ini semua kita miliki. Dengan bersikap seperti ini, seakan-akan Tuhan tidak memiliki bahan lagi untuk dikenali, seakan-akan Tuhan tidak memiliki lagi berkat rohani yang dapat diberikan. Dampak dari kesalahan ini mengerikan, Saudaraku. Kita harus menghayati bahwa kita adalah organisme yang hidup. Ya, hidup kita ini sebuah organisme iman, organisme rohani yang tidak boleh statis. Harus progresif, harus bertumbuh terus di dalam iman.
Bicara soal progresivitas, saya harus menyampaikan kepada Saudara-saudara sekalian bahwa hidup kekristenan kita tidak boleh berhenti, harus bertumbuh. Tuhan mengizinkan ada banyak hal yang terjadi dalam hidup kita yang bisa memadamkan api, gairah, api semangat kita bertumbuh, dan seakan-akan Tuhan toleransi terhadap keadaan kita itu. Entah karena masalah ekonomi, atau masalah kesehatan, entah karena masalah rumah tangga, dan lain sebagainya. Seakan-akan dengan masalah yang mendera hidup kita, maka kita seperti ditolerir oleh Tuhan kalau kita tidak bertumbuh. Jadi kalau pengalaman kita dengan Tuhan tidak progresif lagi, seakan-akan Tuhan menolerir itu. Mestinya, justru situasi hidup yang kita alami harusnya menjadi pemicu atau penggerak kita bertumbuh terus atau bahkan bisa lebih cepat bertumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Tuhan menyediakan berkat rohani, berkat pertumbuhan iman, kedewasaan rohani, sama dengan kesempurnaan, sama dengan kesucian hidup, sama dengan kehidupan yang tak bercacat cela, sama dengan kodrat ilahi, dan pertumbuhan kodrat Ilahi kita tidak boleh berhenti, sepanjang umur hidup kita, sampai kita menutup mata. Ada banyak wilayah atau kawasan rohani yang mestinya kita masuki, atau kita harus bergerak ke level yang lebih tinggi. Maka jangan merasa puas karena Saudara sudah memiliki pengalaman rohani tertentu, telah memiliki perjalanan iman tertentu. Godaan ini besar, khususnya atas hamba-hamba Tuhan yang telah berprestasi di dalam pelayanan. Dia merasa bahwa prestasi yang telah dicapai cukup membuat ia bisa memiliki kehidupan yang dibawa terus sampai kepada kematian.
Setan menipu banyak orang, Saudaraku. Kalau seseorang sudah berhenti dari pertumbuhan iman, maka ia pasti memiliki fokus kepada yang lain. Di sini kita harus memiliki tekad yang kuat, yang terus kita update. Apa pun tidak boleh menjadi kesenangan kita, termasuk di dalamnya pelayanan. Pelayanan pun tidak boleh membuat kita merasa puas diri bahwa kita telah melayani Tuhan. Jangan kita juga merasa puas dengan kesucian yang telah kita capai, Saudaraku. Moralitas hidup yang telah kita capai, bukan tidak mungkin adalah moralitas kita sudah tinggi dibanding orang lain, tetapi yang kita mau capai bukanlah moralitas, namun bagaimana kita bisa menjangkau perasaan Tuhan.
Moralitas bukanlah standar kesucian kita. Standar kesucian kita adalah Tuhan sendiri, yaitu bagaimana dalam segala hal yang kita lakukan itu benar-benar sinkron dengan pikiran dan perasaan Allah. Kalau orang beragama, yang dilihat itu hukum. Dia bergaul dengan hukum, dia bersentuhan dengan hukum, bersentuhan dengan agama. Dan bukan tidak mungkin orang-orang seperti ini bisa fanatik terhadap agamanya, fanatik terhadap hukumnya. Tetapi di dalam kekristenan, hukum kita itu Tuhan. Yang kita intip itu perasaan Tuhan, yang kita lihat itu pikiran Tuhan. Dan dinamika hidup ini akan terus bergerak dan berubah.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA HARUS MENGHAYATI BAHWA KITA ADALAH ORGANISME YANG HIDUP, MAKA KITA HARUS MENGALAMI PROGRESIVITAS; HARUS BERTUMBUH TERUS DI DALAM IMAN.
Surat Gembala Senior 26 Mei 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - RENCANA ALLAH TIDAK BERUBAH
2024-05-26 12:32:18
Saudaraku,
Mengamati perjalanan panggilan hidup dan iman Abraham, sebagai bapa orang percaya, nampak sekali bagaimana sesungguhnya Allah tidak berubah. Tidak berubahnya Allah bukan hanya pada kuasa dan mukjizat-Nya saja, tetapi justru yang harus diperhatikan adalah rencana besar-Nya atau rencana utama-Nya yaitu menyiapkan umat yang layak bagi Dia di Kerajaan Surga. Hal ini sudah dirintis sejak Allah memanggil Abraham untuk menjadi nenek moyang bangsa yang melahirkan Mesias. Adapun kalau kemudian anak cucu Abraham tidak mengerti bagaimana menjalani hidup Abraham, nenek moyangnya, sebab ada selaput yang menutup mata hati dan pikiran mereka (2Kor. 3:14-18). Pikiran mereka masih tertutup untuk dapat melihat kemuliaan Injil, karena pikiran mereka tertuju kepada perkara-perkara duniawi.
Kalau sekarang ada orang-orang Kristen menjadikan kehidupan bangsa Israel sebagai model hidup orang percaya, ini suatu kesalahan fatal. Hal ini bisa dikatakan penyesatan. Sebab orang percaya bisa kehilangan tujuan dan isi imannya. Percaya orang Kristen harus mengacu pada iman Abraham. Bangsa Israel hanya menjadi alat untuk melahirkan Mesias. Untuk itu Tuhan memelihara kelangsungan hidup mereka. Kelangsungan hidup mereka hanya menjadi sarana Tuhan memenuhi rencana penyelamatan seluruh umat manusia. Itulah sebabnya Tuhan menyatakan bahwa dari keturunan Abraham semua kaum dan bangsa akan diberkati (Kej. 12:1-3).
Selain Israel menjadi alat Tuhan melahirkan Mesias, bangsa itu juga harus menjadi salah satu saksi. Saksi pertama adalah orang percaya kepada Tuhan Yesus untuk menunjukkan jalan keselamatan, bagaimana manusia dikembalikan ke rancangan semula dilayakkan masuk Kerajaan Allah. Saksi kedua adalah bangsa Israel untuk menunjukkan bahwa Allah yang benar adalah Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Sampai akhir zaman nanti, bangsa Israel yang sebenarnya harus punah bersama dengan bangsa Moab, Amon, Filistin, Median, Amalek dan bangsa Kanaan lain, ternyata masih tetap ada. Bangsa yang meninggalkan negerinya selama lebih dari 2000 tahun bisa kembali membangun negaranya. Jika dihitung sejak pembuangan, selama lebih dari 2500 tahun, tidak pernah ada suatu kerajaan atau negara yang pernah berdiri di wilayah tersebut. Bangsa Israel membangun kembali negaranya pada tanggal 14 Mei 1948, tiga setengah tahun setelah usai perang dunia kedua. Ini merupakan keajaiban Allah Israel. Dengan hal ini mata dunia dicelikkan terhadap kenyataan siapakah Allah yang benar.
Saudaraku,
Pada akhirnya, orang Kristen yang hanya menjadikan kekristenannya sekadar agama akan menunjukkan kehidupannya yang tidak berbeda dengan orang yang tidak mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus. Mereka adalah orang-orang yang sudah puas memiliki kebaikan moral umum, pergi ke gereja mengikuti liturgi dan melakukan berbagai kegiatan rohani lainnya. Tetapi mereka tidak sungguh-sungguh mau belajar mengenal Tuhan. Padahal, pengenalan tersebut sangat menentukan kesucian hidupnya dan bisa luput dari hawa nafsu dunia yang membinasakan (2Ptr. 1:3-4). Untuk bisa menghindarkan diri dari pengaruh dunia yang jahat ini, tidak bisa tidak, orang percaya harus sungguh-sungguh mengenal Tuhan dengan benar, peka terhadap kehendak Tuhan dan berlatih untuk dapat melakukannya.
Karakter seseorang sangat ditentukan oleh keyakinan agama serta hukum yang dipahaminya. Orang percaya seharusnya diwarnai oleh karakter Tuhan sebagai hukumnya, sebab orang percaya harus menjadikan Tuhan sebagai hukumnya, artinya selalu hidup dalam kehendak-Nya. Inilah keistimewaan keselamatan dalam Yesus Kristus. Yesus adalah perlengkapan senjata terang. Hukum tidak bisa menopang manusia menjadi baik, tetapi kehidupan yang dimatikan dari keinginan duniawi dan dosa, dan selanjutnya mengenakan kehidupan Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan terhindar pengaruh dunia yang jahat. Demi keselamatan umat, gereja harus mengajarkan kebenaran ini dengan jelas. Gereja tidak boleh hanya menjadi tempat menyelesaikan masalah-masalah fana seperti kemiskinan, sakit penyakit dan problem-problem lainnya.
Problem terbesar dalam kehidupan ini adalah ketika seseorang tidak mengenal kebenaran. Sebab dengan kebutaan terhadap kebenaran, seseorang berjalan dalam gelap. Mereka pasti menjadi sama dengan dunia ini. Menjadi sama dengan dunia ini berarti menjadi anak dunia. Dalam hal ini jelas apakah seseorang anak Tuhan atau anak dunia, sangat nampak dari cara hidupnya. Seseorang bisa saja mengaku anak Tuhan, tetapi kalau gaya hidupnya tidak berbeda dengan lingkungannya berarti ia anak dunia yang sama dengan anak setan. Itulah sebabnya dibutuhkan pembaharuan pikiran yang mengubah seseorang untuk menjadi sama seperti Tuhan, bukan sama seperti dunia ini. Rencana Allah yang kekal inilah yang harus kita selesaikan, menyiapkan umat yang layak di Kerajaan Surga.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TIDAK BERUBAHNYA ALLAH BUKAN HANYA PADA KUASA DAN MUKJIZAT-NYA SAJA, TETAPI JUSTRU YANG HARUS DIPERHATIKAN ADALAH RENCANA BESAR-NYA ATAU RENCANA UTAMA-NYA YAITU MENYIAPKAN UMAT YANG LAYAK BAGI DIA DI KERAJAAN SURGA.
Surat Gembala Senior 19 Mei 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PANGGILAN YANG MENGUBAH
2024-05-19 09:18:27
SAUDARAKU,
Iman seperti yang dimiliki Abraham adalah modal awal iman yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya. Kalau modal awal saja tidak dimiliki, bagaimana memiliki iman yang bertumbuh dalam standar umat Perjanjian Baru? Iman menuntut perjuangan dan keteguhan hati. Abraham mempertahankan imannya melalui perjuangan yang sangat berat. Ujian demi ujian imannya dilalui dengan baik, sampai ia pantas disebut sebagai bapa orang percaya. Iman bukan sesuatu yang seakan-akan bisa datang dengan sendirinya atas seseorang oleh penentuan Tuhan. Iman adalah perjuangan untuk mengerti keinginan Tuhan dan melakukannya serta memenuhi rencana-Nya. Itulah isi yang terkandung dalam percaya Abraham.
Orang-orang yang terhisap sebagai anak-anak Abraham wajib hidup seperti dia dalam ketaatannya kepada Allah yang memanggilnya. Allah memanggil untuk mengubah Abraham dan membawanya ke dalam suasana hidup yang baru sebagai musafir, hal ini sama dengan orang percaya. Allah memanggil orang percaya untuk mengubah mereka dan membawanya pada suasana baru sebagai musafir di bumi ini. Kalau seseorang mengaku percaya kepada Tuhan, ia harus mengerti apa yang dikehendaki oleh Tuhan dan melakukannya. Namun ironis, ternyata banyak orang Kristen yang sebenarnya belum percaya kepada Tuhan.
Jadi sangatlah jelas, bahwa percaya adalah tindakan untuk melakukan kehendak dan rencana dari ‘Sang Objek’ (dalam hal ini Tuhan) yang dipercayai. Abraham setia melakukan perintah Tuhan sebagai musafir dengan meninggalkan Ur-Kasdim. Ketaatannya membuka mata imannya melihat apa yang orang lain tidak melihatnya, yaitu tanah air surgawi (Ibr. 11:13-16). Walau ia belum menginjak negeri itu, tetapi ia telah melihatnya dari jauh. Ketaatan Nuh juga dapat membuka imannya terhadap bencana banjir yang akan melanda bumi. Seakan-akan ia telah melihat banjir itu telah melanda bumi. Itulah sebabnya dengan yakin ia memberitahu kepada orang-orang pada zamannya mengenai hukuman itu (2 Ptr. 2:5).
Orang percaya harus belajar kebenaran Injil dengan benar dan sepenuh hati berani mempercayai segala sesuatu yang dikatakan oleh firman Tuhan, maka ia akan melihat apa yang orang lain tidak lihat. Paulus sebagai contohnya; ia memperhatikan apa yang tidak kelihatan (2 Kor. 4:18). Itulah sebabnya ia berani berkata bahwa perjalanan hidupnya bukan karena melihat, melainkan karena percaya (2Kor. 5:1-7). Inilah iman yang sejati; iman dalam tindakan yang mengubah hidup.
Saudaraku,
Allah memanggil Abraham sebab Ia sedang mengupayakan manusia untuk memperoleh jalan keluar dari keadaannya yang menuju kebinasaan karena dosa. Tuhan memilih Abraham sebagai sahabat-Nya sebab dari Abraham lahir suatu bangsa, yaitu bangsa Yahudi. Dari bangsa ini lahir seorang Juruselamat atau Kristus (Yoh. 4:22). Itulah sebabnya sebagai yang mengawali iman umat pilihan, Abraham harus memiliki kehidupan iman yang mengarah kepada Kerajaan Surga. Abraham hidup di bumi hanya memenuhi panggilan untuk menemukan negeri surgawi (Ibr. 11:8-16). Ia adalah manusia rohani yang harus menjadi teladan bagi semua orang yang mengaku sebagai anak-anak Abraham.
Kehidupan Abraham telah menunjukkan bagaimana seharusnya orang percaya menjalani hidupnya. Abraham begitu ekstrem terhadap Tuhan. Apa pun yang diperintahkan Tuhan, ia lakukan, termasuk untuk “menyembelih” anaknya sendiri sebagai korban bakaran. Iman seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya. Jadi kalau berbicara mengenai iman Abraham, harus mengerti benar pergumulan hidup Abraham dalam memercayai Allah. Iman Abraham adalah tindakan yang ekstrem dalam memercayai Allah tanpa batas. Percaya Abraham bukan hanya sebuah aktivitas pikiran atau pengaminan akali, melainkan tindakan konkret. Kalau mengaku sebagai orang percaya dan bagian dari anak-anak Abraham, maka kita harus memiliki iman seperti dia. Kalau hendak memiliki berkat Abraham, berarti kita juga harus memiliki sikap ekstrem terhadap Tuhan.
Dalam Perjanjian Baru, untuk mengerti apa yang dikehendaki dan direncakan oleh Tuhan, haruslah kita membedah semua isi Alkitab yang berepisentrum atau berpusat pada Injil. Semua yang tertulis dalam Alkitab berpusat pada Pribadi Tuhan Yesus, yaitu apa yang diajarkan dan dilakukan oleh-Nya. Dengan memahami apa yang diajarkan dan dilakukan Tuhan Yesus, kita baru mengerti apa yang harus kita lakukan sesuai dengan keinginan-Nya. Jadi, kalau seseorang tidak belajar untuk mengerti apa yang diajarkan dan dilakukan Tuhan guna memahami kehendak dan rencana-Nya, berarti tidak percaya kepada Tuhan. Betapa naifnya, banyak orang Kristen yang merasa sudah percaya kepada Tuhan tetapi sebenarnya belum percaya dengan benar. Iman mereka bukanlah iman yang menyelamatkan. Iman adalah tindakan nyata dalam melakukan kehendak Allah.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Surat Gembala Senior 12 Mei 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BELUM DAPAT DIMENGERTI
2024-05-19 09:19:04
SAUDARAKU,
Dalam psikologi terdapat penyakit yang disebut ‘delusi.’ Ini adalah semacam gangguan jiwa mengenai keadaan pikiran atau pandangan yang tidak berdasar (tidak rasional), pendapat yg tidak berdasarkan kenyataan; khayal. Hal ini biasanya berwujud dalam sifat kemegahan diri atau perasaan dikejar-kejar. Abraham pada zamannya bisa dipandang seperti ini. Ia mencari negeri yang lebih maju dan modern di banding Ur Kasdim. Negeri itu dibangun oleh “Allah” yang disebut Yahweh. Negeri yang dipandang lebih megah dari segala negeri yang pernah ada pada waktu itu. Kejiwaan Abraham tidak akan dapat dimengerti oleh semua orang pada zamannya. Ia seperti mengidap penyakit jiwa “skizofrenia,” yaitu ganguan berpikir yang membuat seseorang bertindak di luar kewajaran.
Orang percaya pun dalam taraf tertentu juga bisa dipandang demikian (1Ptr. 4:1-4). Seperti misalnya Paulus, ia dipandang gila oleh penguasa yang bernama Perkius Festus, seorang prokurator Kekaisaran Romawi tahun 59-62. Prokurator adalah administrator yang bertindak atas nama Kaisar dan dipekerjakan pada kedutaan, juga dapat diartikan sebagai gubernur yang bekerja di wilayah Kerajaan Roma. Festus memimpin wilayah Yudea yang mengadili Paulus bersama dengan Raja Agripa (Kis. 26:25-26). Orang-orang pada zamannya tidak mengerti apa yang diperjuangkan Paulus. Ia meninggalkan kemegahannya sebagai pemimpin agama Yahudi dan sebagai seorang terpelajar yang terhormat. Inilah contoh dari keadaan orang-orang yang mengenal kebenaran yang hidupnya diubah Tuhan. Mereka memiliki orientasi berpikir dan cara hidup yang sangat berbeda dengan lingkungannya. Itulah sebabnya orang percaya yang benar dipandang aneh.
Tidak bisa tidak, inilah akhirnya tujuan hidup orang percaya, bahwa orang percaya tidak sama atau tidak serupa dengan dunia ini. Tidak menjadi serupa dengan dunia berarti menjadi serupa dengan yang lain. Keserupaan dengan yang lain itu adalah keserupaan dengan pribadi dan kehidupan Tuhan Yesus Kristus. Inilah hal tersulit dalam kehidupan orang percaya hari ini, bagaimana menemukan “spirit hidup Tuhan Yesus” di tengah-tengah dunia yang semakin fasik. Bila kita belum menemukan dan melakukan, berarti kita belum menemukan jalan hidup atau belum menemukan kekristenan yang sejati. Perjalanan hidup kekristenan kita harus terobsesi dengan hal ini terus menerus, yaitu mengenal jalan hidup Tuhan Yesus dan mengikuti-Nya. Inilah yang disebut haus dan lapar akan kebenaran.
Saudaraku,
Memahami pengertian “percaya yang benar” perlu kita memperhatikan kehidupan Abraham, yaitu bagaimana ia memercayai Allah. Abraham percaya kepada Allah bukan hanya percaya bahwa Allah itu ada, tetapi ia melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah; yang dalam hal ini meninggalkan Ur-Kasdim untuk menemukan negeri yang memilki dasar yang direncakan dan dibangun oleh Allah sendiri (Ibr. 11:8-10). Walaupun sampai mati ia tidak melihat secara kasat mata negeri tersebut, tetapi ia tetap pada pendiriannya menemukan negeri tersebut (Ibr. 11:13-16). Abraham tidak pernah menoleh ke belakang walaupun memiliki kesempatan untuk kembali ke negeri yang telah ditinggalkannya. Perintah Tuhan untuk menemukan negeri tersebut seakan omong kosong. Dan nyatanya, sampai ia menutup mata, ia tidak melihat negeri tersebut dengan mata jasmaninya.
Alkitab mencatat bahwa dalam iman, mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini (Ibr. 11:13). Kata melambai-lambai adalah aspazomai (ἀσπάζομαι), artinya to greet, welcome, pay one’s respects to (menyapa, menyambut, memberi penghargaan kepada sesuatu). Tentu dalam perjalanan tersebut, bisa terjadi Abraham mengalami suatu keraguan terhadap janji Tuhan tersebut, sebagaimana Abraham juga pernah meragukan bahwa keturunannya akan seperti bintang di langit. Oleh karena tidak kunjung memiliki anak, maka Abraham menerima bujukan istrinya mengambil salah seorang budak untuk melahirkan keturunan bagi keluarganya.
Namun demikian, akhirnya Abraham tetap percaya bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa dan menemukan negeri yang dijanjikan itu. Keyakinannya membuat ia dapat melihat negeri yang dijanjikan oleh Allah kepada Abraham, yaitu negeri surgawi. Seperti ketika Abraham diperintahkan untuk mempersembahkan Ishak anak tunggalnya, tanpa ragu-ragu ia melakukannya, demikian pula sampai mati ia tetap memercayai bahwa Allah yang menjanjikan negeri itu adalah Allah yang setia yang akan memenuhinya. Dalam hal ini percaya adalah menuruti apa yang diperintahkan Tuhan, walau hari ini perintah itu belum dapat dimengerti. Bahkan sering perintah itu seakan-akan tidak menghasilkan sesuatu yang baik atau menyengsarakan. Percaya berarti menerima apa pun resiko yang harus dipikul akibat percayanya.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Surat Gembala Senior 05 Mei 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SESUAI KOMANDO-NYA
2024-05-05 10:29:32
SAUDARAKU,
Inilah hal yang terpenting dalam hidup, yaitu mengasihi sesama. Sebab dengan melakukan perbuatan baik—sesuai dengan komando-Nya—sejatinya seseorang mengukir keindahan dalam hidupnya. Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa inilah hukum yang kedua—yang dikatakan sama dengan hukum yang pertama—yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat. 22:37-40). Oleh sebab itu kita tidak boleh memandang rendah perbuatan baik seseorang hanya karena dihubungkan dengan teks Alkitab bahwa perbuatan baik tidak menyelamatkan. Banyak orang tidak mengerti firman tersebut, oleh sebab itu kita tidak boleh mengenakannya pada mereka. Kita harus adil dan fair, tidak boleh mengukur orang dengan ukuran kita.
Sebagai umat pilihan yang mengenal Allah yang benar, haruslah kita mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi. Kasih kepada Allah ini diwujudkan dengan melakukan hukum-Nya. Jiwa dari hukum adalah kasih, yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan. Bukan hanya sekadar berbuat baik sesuai hukum yang dikenal manusia pada umumnya, melainkan selalu melakukan segala sesuatu sesuai dengan “komando” Tuhan. Kalau hanya berbuat baik, belumlah standar anak-anak Allah yang harus berjalan seirama dengan Dia. Bagi mereka yang tidak mengenal Juru Selamat, asal dapat memperlakukan sesamanya dengan baik, itu sudah cukup, sebab perbuatan mereka terhadap sesamanya yang membutuhkan pertolongan, itu sama dengan perbuatan terhadap Tuhan sendiri (Mat. 25:31-46; Rm. 2:12-15).
Kesalahan banyak orang Kristen adalah tidak memahami hal ini tetapi menggantikannya dengan hanya percaya kepada anugerah dalam Tuhan Yesus Kristus, seakan-akan dengan memercayai fakta sejarah pengurbanan Tuhan Yesus Kristus sudah memperkenan hati Tuhan. Dalam hal ini seakan-akan Tuhan cukup dipuaskan kalau seseorang menjadi pengikut Kristus dengan memercayai sejarah-Nya. Hal ini didasarkan pada pernyataan kitab suci bahwa keselamatan bukan karena perbuatan baik (Ef. 2:1-10). Ayat-ayat ini harus dipahami dengan benar, supaya slogan “only by grace” (Latin. sola gratia) tidak disalahartikan. Perbuatan baik tidak menyelamatkan, sebab memang hanya kurban Kristus yang memikul dosa semua manusia yang dapat menyelamatkan kita. Tetapi setelah mengenal kurban Kristus, orang percaya harus sempurna seperti Bapa. Sempurna seperti Bapa berarti bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Menolak berusaha untuk melakukan kehendak Bapa berarti menolak keselamatan.
Saudaraku,
Dalam suratnya kepada jemaat Efesus, Paulus sendiri mengakui bahwa dirinya adalah orang jahat (Ef. 2:1-3), padahal dalam tulisannya yang lain ia mengaku bahwa ditinjau dari hukum taurat dirinya “tidak bercacat” (Flp. 3:6). Bagaimana kita memahami hal ini? Kita harus memahami bahwa tulisan Paulus di Efesus 2:1-10 bukan menyangkut hukum taurat yang tertulis, melainkan sikap hati yang tidak sesuai dengan kesucian Tuhan. Jadi, kalau ditinjau dari perbuatan baik menurut hukum memang ia tidak bercacat, tetapi kalau ditinjau dari kesucian Tuhan maka ia seorang “pendosa” atau bahwa keadaannya masih meleset dari standar kesucian Tuhan. Setelah ia mengenal “cara Allah menyelamatkan” manusia, maka ia menyadari bahwa perbuatan baiknya tidak menyelamatkan (Ef. 2:8-9). Kebaikan menurut taurat bukanlah kebaikan yang memenuhi kesucian Allah yang ideal. Tuhan Yesus telah mati di kayu salib menebus dosa, artinya walau manusia orang berdosa tetapi diterima sebagai anak-anak Allah tanpa mempersoalkan keadaannya yang tidak memenuhi standar kesucian Tuhan.
Kita diselamatkan oleh karena iman. Kata iman di sini berarti memercayai cara Allah menyelamatkan manusia, bukan melalui perbuatan baik, sebab perbuatan baik tidak bisa menebus dosa. Setelah hidup dalam “percaya” terhadap cara Allah menyelamatkan, maka selanjutnya kita harus berusaha dan terus belajar untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah. Tentu apa yang dikehendaki oleh Allah lebih dari sekadar melakukan hukum. Sebagai contoh, Abraham yang diperintahkan menyembelih anaknya, ia melakukannya dengan patuh. Sejatinya, itulah yang disebut iman (Yak. 2:21). Selanjutnya, Yakobus juga menulis bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati (Yak 2:26).
Setelah beriman seseorang harus melakukan apa yang diingini oleh Tuhan atau melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah; bukan sekadar melakukan hukum; suatu kebaikan sesuai dengan selera Tuhan (Ef. 2:10). Perhatikan kalimat “untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Perbuatan baik yang dikehendaki oleh Allah adalah perbuatan baik yang dipersiapkan Tuhan. Kata “yang dipersiapkan” adalah proetoimazo (προετοιμάζω), artinya perbuatan baik yang inginkan oleh Allah dalam standar-Nya. Hal ini menunjuk pada kualitas perbuatan seperti tindakan Allah sendiri.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Surat Gembala Senior 28 April 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) -
2024-04-28 10:14:46
Saudaraku,
Waktu berjalan terus, tidak ada yang dapat menghentikannya kecuali Tuhan. Waktu yang sudah berjalan dan berlalu tidak dapat berulang atau kembali lagi. Dan waktu di bumi ini barulah bisa berhenti ketika Tuhan Yesus datang kedua kali. Realitas ini seharusnya menggetarkan jiwa kita, sebab seiring dengan berjalannya waktu berlangsung pula lawatan Tuhan dan kesempatan-kesempatan besar yang Tuhan sediakan untuk mengubah kita. Bila kesempatan itu berlalu, maka tidak ada kesempatan yang memiliki kualitas yang sama dapat terulang.
Jadi, kalau seseorang mengabaikan hal ini, maka banyak harta abadi yang terbuang dengan sia-sia. Sekarang ini banyak orang tidak menyadari betapa ruginya menyia-nyiakan berkat rohani pembentukan Tuhan tersebut, tetapi suatu hari nanti di kekekalan hal ini pasti akan diratapi. Ini adalah sebuah kecerobohan. Kepada orang-orang yang ceroboh ini Tuhan Yesus berkata, "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu” (Luk. 19:42).
Seperti penduduk Yerusalem yang ditangisi oleh Tuhan, demikian pula dengan banyak orang Kristen hari ini yang tidak tahu apa yang perlu untuk damai sejahteranya. Pikiran mereka telah dibutakan oleh keindahan dunia dan cara hidup anak-anak dunia yang akan binasa. Tetapi mereka merasa bahwa mereka telah menjadi orang Kristen yang baik-baik. Sementara itu, rasanya semakin hari perjalanan waktu terasa menjadi lebih cepat, padahal satu hari masih 24 jam dan satu jam masih 60 menit. Mengapa demikian?
Hal ini disebabkan manusia memiliki kesibukan semakin padat. Banyak hal yang harus diselesaikan secara cepat. Tuntutan hidup pun semakin banyak. Hal ini akan membuat manusia bermanuver dengan kecepatan lebih tinggi. Manusia modern lebih cenderung mengerjakan segala sesuatu lebih cepat dan kalau bisa instan. Terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar. Tanpa sadar manusia tergulung dalam berbagai kesibukan dan tuntutan pekerjaan sehingga waktu hidupnya semakin terkikis, padahal setiap kita memiliki porsi waktu tertentu. Harus selalu diingat bahwa usia manusia telah dipatok batasnya; bagaimanapun, masa hidup setiap orang ada akhirnya. Kesempatan untuk mengubah diri semakin sempit sampai pada suatu titik tidak ada kesempatan lagi sama sekali.
Kalau seseorang tidak memanfaatkan kesempatan tersebut, berarti ia membawa diri ke pembantaian abadi yang sangat mengerikan; terpisah dari Allah selamanya. Sementara waktu bergulir terus, manusia tanpa sadar semakin mendekati penghakiman Allah. Tanpa disadari pula kuasa kegelapan membuat manusia terlena dalam berbagai kegiatan, sehingga tidak memiliki sikap berjaga-jaga. Tuhan Yesus berkata dalam Injil bahwa orang percaya harus berjaga-jaga, sebab kita tidak tahu akan hari maupun akan saat kedatangan Tuhan atau hari kematian kita masing-masing (Mat. 25:13). Sikap berjaga-jaga artinya mengusahakan diri agar setiap saat bersedia dan dapat memberi pertanggungjawaban bila diminta oleh Tuhan.
Tuhan Yesus mengatakan hal berjaga-jaga ini setelah Ia memaparkan perumpamaan mengenai lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh (Mat. 25:1-12). Kehidupan orang percaya dapat digambarkan seperti lima gadis yang bodoh dan lima gadis yang bijaksana. Pada intinya, kelebihan gadis bijaksana dari gadis bodoh adalah mereka memikirkan kelangsungan hidup pelita mereka. Lima gadis bijaksana memiliki persediaan minyak, sedangkan yang bodoh tidak. Persediaan minyak bisa menunjuk persiapan orang percaya menghadapi kekekalan, yaitu kesiapan mempertanggungjawabkan diri di hadapan Tuhan.
Orang-orang seperti ini agak langka dan semakin langka. Pada umumnya, banyak orang hanya memusingkan dirinya dengan kehidupannya sekarang, hari ini di bumi ini. Tidak heran kalau mereka tenggelam dengan berbagai kesibukan hidup sehingga sebenarnya tidak siap mempertanggungjawabkan diri di hadapan Tuhan. Betapa berbahayanya keadaan manusia seperti ini. Ironis, banyak orang Kristen berkeadaan seperti ini tanpa menyadarinya. Untuk itu setiap orang percaya harus belajar mempertanggungjawabkan diri di hadapan Tuhan. Setiap hari seseorang harus menyediakan waktu yang cukup untuk menghadap Tuhan guna mempertanggungjawabkan setiap lembar harinya.
Dalam hal ini setiap hari ada jam pertanggungjawaban di hadapan Tuhan. Bila hari itu melakukan suatu pelanggaran atau dosa, mohon pengampunan dan melakukan pemberesan. Dengan demikian setiap hari kita menyelesaikan persoalan dosa dan pelanggaran di hadapan Tuhan. Seperti seorang pelajar yang tidak belajar mendadak sebelum ujian, ia sudah belajar jauh-jauh hari dan tidak menumpuk tugas. Penyelesaian tugas dari Tuhan harus diselesaikan dari hari ke hari.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
SETIAP HARI SESEORANG HARUS MENYEDIAKAN WAKTU YANG CUKUP UNTUK MENGHADAP TUHAN GUNA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN SETIAP LEMBAR HARINYA.
Surat Gembala Senior 21 April 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PRAJURIT YANG BAIK
2024-04-21 10:02:13
SAUDARAKU,
Paulus menasihati Timotius untuk menjadi prajurit yang baik. Prajurit artinya orang yang bertugas sebagai abdi suatu negara atau kerajaan untuk membela kepentingan suatu negara atau kerajaan dalam peperangan. Dalam pertumbuhan pendewasaan yang benar, seseorang akan sampai pada taraf dapat dipercayai Tuhan menjadi prajurit-Nya. Tentu saja tidak semua orang Kristen bisa menjadi prajurit Kristus. Orang yang menjadi prajurit Kristus memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah prajurit Tuhan dan berusaha untuk menemukan tempat untuk berjuang bagi kepentingan-Nya dengan pertaruhan yang tidak terbatas.
Ciri prajurit yang baik adalah sedang dalam perjuangan dan tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, serta berusaha untuk bisa berkenan kepada komandannya (2Tim. 2:4). Pertanyaan pertama yang kita ajukan kepada diri sendiri adalah perjuangan apakah yang sedang kita lakukan sekarang? Apakah kita sedang berjuang dalam perjuangan untuk kepentingan Kerajaan Allah atau tidak? Betapa terhormat dan membanggakan kalau kita mengerti kepentingan Kerajaan Allah dan berjuang untuk Kerajaan itu. Tetapi sayang sekali, sangat sedikit orang yang berjuang untuk kepentingan Kerajaan Allah.
Pada umumnya orang berjuang hanya untuk kepentingan kerajaannya sendiri. Kalau ada yang berjuang untuk kepentingan pekerjaan Tuhan atau Kerajaan Allah, mereka hanya memberikan dukungan ala kadarnya. Orang-orang seperti ini bukanlah prajurit tetapi penonton. Seharusnya semua orang percaya hanya hidup untuk kepentingan Kerajaan Allah, sebab seorang yang ditebus oleh darah Tuhan Yesus harus terlibat dalam perjuangan bagi kepentingan Kerjaan Allah. Orang percaya yang benar harus selalu sedang ada dalam perjuangan bagi kepentingan Kerajaan Allah.
Harus dicatat dalam hal ini bahwa tidak pernah ada “genjatan sejata” melawan kuasa kegelapan, sebab selama bumi berputar dimana Iblis belum dihukum, selalu ada peperangan melawan oknum ini. Jadi, kalau seseorang tidak sedang berjuang untuk kepentingan Kerajaan Allah berarti ia sedang ada dalam posisi di luar jalur. Dalam kehidupan orang percaya tidak ada wilayah di mana kita tidak hidup untuk kepentingan Kerajaan Allah. Firman Tuhan berkata, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1Kor. 10:31).
Prajurit yang baik tidak “tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupan” (2Tim. 2:4). Kalimat ini dalam teks aslinya berarti tidak memiliki bisnis atau urusan untuk dirinya sendiri. Hal ini sangat bisa dimengerti sebab doktrin prajurit pada zaman dahulu memang demikian. Mereka tidak boleh menikah dalam usia tertentu. Dalam masa bertugas atau musim perang tidak boleh pulang ke rumah. Hidup mereka telah tergadai atau terjual di bawah kekuasan suatu dinasti atau pemerintahan. Nyawa mereka menjadi tidak berharga demi membela kepentingan negara atau kejayaan kerajaan dan kemuliaan serta kebesaran raja atau kaisarnya.
Jadi, menjadi prajurit berarti telah mati bagi keluarganya, kampung halamannya, orang tua dan semua kaum handai taulannya bahkan terhadap diri sendiri. Keluarga pun harus melupakan ayah dan anak-anak mereka yang maju ke medan perang, supaya kalau yang pulang hanya nama saja keluarga tidak terlalu terpukul. Oleh sebab itu keluarga harus berani menganggap mereka sudah mati. Lebih tepat lagi kalau berprinsip lebih baik pulang hanya nama daripada pulang masih hidup sebagai pengkhianat.
Betapa beruntungnya kalau kita sebagai anak-anak Allah bisa diperlakukan oleh Tuhan Yesus sebagai prajurit-Nya. Untuk itu kita harus sungguh-sungguh memercayai dengan benar bahwa Tuhan Yesus adalah Raja yang akan memerintah di kekekalan. Memercayai di sini bukan hanya mengakui dengan mulut bahwa Dia adalah raja, namun menunjukkan tindakan konkret untuk membela kepentingan Kerajaan-Nya serta kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. Selama orang masih memiliki kerajaan sendiri, berusaha untuk membela kepentingan diri sendiri dan mencari kejayaan bagi diri sendiri, maka ia tidak dapat dipercayai Tuhan untuk menjadi prajurit-Nya.
Banyak orang yang mengaku bahwa Tuhan Yesus adalah Raja, tetapi pernyataan tersebut tidak memiliki implikasi sama sekali dalam kehidupannya. Ini berarti belum menerima Dia sebagai Raja, sebab penerimaan terhadap Tuhan Yesus sebagai Raja harus dinyatakan dalam tindakan yang konkret, yaitu menjadi prajurit-Nya. Tentu prajurit yang baik, bukan pengkhianat seperti Yudas. Ada orang-orang baik dalam gereja yang sebenarnya seperti Yudas, tidak sungguh-sungguh mengabdi kepada Tuhan, malahan tidak sedikit yang menggunakan kegiatan pelayanan untuk mencari kehormatan dan berbagai keuntungan untuk diri sendiri.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG MENJADI PRAJURIT KRISTUS MEMILIKI KESADARAN BAHWA DIRINYA ADALAH PRAJURIT TUHAN DAN BERUSAHA UNTUK MENEMUKAN TEMPAT BERJUANG BAGI KEPENTINGAN-NYA DENGAN PERTARUHAN YANG TIDAK TERBATAS.
Surat Gembala Senior 14 April 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PENGERTIAN MENYEMBAH
2024-04-14 09:16:13
Saudaraku,
Kalau kita melihat dengan jujur, maka pujian dan penyembahan yang dilakukan oleh banyak gereja hari ini lebih bersifat seremonial, semacam upacara agama seperti yang dimiliki bangsa Israel dan semua agama di dunia. Padahal kekristenan bukan agama, melainkan jalan hidup, artinya bagaimana menjalani hidup seperti yang dijalani oleh Tuhan Yesus. Inilah isi dan makna kekristenan yang orisinal atau yang sejati. Dalam kitab Perjanjian Baru, para rasul dan Tuhan Yesus sendiri tidak pernah merumuskan liturgi dan segala tata cara ibadah yang bersifat seremonial.
Betapa menyimpangnya kalau hari ini liturgi tersebut disamakan sebagai ibadah atau kebaktian kepada Tuhan. Padahal ibadah atau kebaktian adalah penggunaan semua potensi jasmani maupun rohani secara sengaja untuk kepentingan Tuhan (Rm. 12:1). Hal ini justru membuat banyak orang Kristen semakin jauh dari penyembahan yang benar atau tidak mengenal penyembahan yang sesungguhnya. Ibadah atau kebaktian yang benar adalah mengubah diri terus menerus untuk menjadi seperti Tuhan Yesus dan membantu orang lain berbuat hal yang sama. Kesalahan ini harus dibongkar agar orang percaya dibawa kepada kekristenan yang adalah jalan hidup.
Kata menyembah dari terminologi Alkitab Perjanjian Baru tidak menunjuk pada seremonial sama sekali, tetapi lebih pada sikap hati dan sikap hidup atau gaya hidup. Dalam Lukas 4:8 Tuhan Yesus berkata bahwa orang percaya harus menyembah Tuhan Allah. Menyembah di sini berarti memberi nilai tinggi Tuhan dengan penghargaan yang pantas (Yun. proskuneo). Hal ini jelas menyangkut sikap hati dari pengertian yang benar mengenai Dia. Konteks perkataan Tuhan Yesus ketika berbicara mengenai menyembah adalah ketika Tuhan Yesus ditawari keindahan dunia. Tuhan Yesus menolak sebab Ia menghormati Bapa di surga lebih indah, lebih penting dan lebih utama dari memiliki keindahan dunia ini.
Jadi, orang yang masih menghargai dunia ini lebih dari Tuhan (orang yang materialistis) tidak mungkin bisa menyembah Tuhan. Mulutnya menyembah Tuhan, tetapi hatinya tidak menyembah. Orang yang menghargai dunia ini berarti tidak mengasihi Bapa atau tidak menghormati-Nya (1Yoh. 2 :15-17). Mereka adalah orang-orang yang dikategorikan sebagai musuh Allah (Yak. 4:4). Bagaimana musuh Allah dapat menyembah?
Tidak mungkin seseorang bisa menyembah Allah tanpa memiliki pengertian yang benar mengenai Dia. Kekaguman terhadap apa yang dilakukan Tuhan bagi kita akan membangun sikap menghargai dan menghormati Tuhan. “Yang dilakukan Tuhan” bukan hanya berkat jasmani; seperti kesehatan, keberhasilan studi, keberhasilan karir, rumah tangga yang bahagia, anak-anak yang sukses dan lain sebagainya yang bersifat sementara di bumi atau duniawi.
Yang dilakukan Tuhan adalah proses keselamatan yang luar biasa. Dimulai dari pengurbanan-Nya di kayu salib, pemberian Injil dan Roh Kudus dan penggarapan-Nya melalui segala peristiwa kehidupan. Melalui fasilitas keselamatan tersebut Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan Allah semula. Kita bisa mengenal satu-satunya Allah yang benar dan bersekutu dengan Dia. Kita diperkenan dan dijadikan anak-anak abadi-Nya yang akan bersama dalam Kerajaan Surga. Kesabaran-Nya menuntun kita yang selalu gagal untuk mencapai level yang diingini-Nya.
Sementara hidup di dunia, Tuhan pasti memelihara kita dan memberi damai sejahtera yang melampaui segala akal; tidak sama seperti yang diberikan dunia. Semua itu membangkitkan kekaguman dan ucapan syukur kita yang membuat pujian dan penyembahan kita berkualitas di atas landasan yang benar. Kalau kekaguman kepada Tuhan didasarkan pada pemenuhan berkat jasmani seperti bangsa Israel—seperti yang terdapat di banyak ayat dalam Perjanjian Lama—maka pujian dan penyembahan belum memenuhi standar umat Perjanjian Baru.
Ironis, pujian dan penyembahan yang dilakukan gereja selama ini masih standar umat Perjanjian Lama. Landasannya adalah berkat jasmani, bersifat seremonial dan sarat dengan penekanan unsur sarana alat musik dan teknis pujian dan penyembahan (tepuk tangan, menggunakan rebana, kecapi dan lain sebagainya). Inilah penyembahan standar agama. Hal ini bukan berarti tidak boleh melandaskan pujian penyembahan pada berkat jasmani, tetapi itu bukanlah landasan primer, melainkan landasan sekunder.
Bukan landasan major, melainkan minor. Juga bukan berarti tidak boleh menggunakan sarana dan teknisnya. Kalau yang sekunder menjadi primer atau sebaliknya dan yang minor menjadi mayor atau sebaliknya maka berarti sebuah penyimpangan. Inilah yang terjadi dalam liturgi di lingkungan gereja dewasa ini. Ini bukan berarti yang teknis diabaikan. Kalau seseorang mengasihi dan menghormati Tuhan, maka ia akan memberi yang terbaik bagi Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TIDAK MUNGKIN SESEORANG BISA MENYEMBAH ALLAH TANPA MEMILIKI PENGERTIAN YANG BENAR MENGENAI DIA.
Surat Gembala Senior 7 April 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ALLAH YANG TEGAS
2024-04-07 10:10:48
Saudaraku,
Dalam beberapa bagian di Perjanjian Baru, kita menemukan ketegasan Tuhan sebagai Raja dengan prinsip dan keputusan-Nya yang tidak dapat diubah. Hal ini sangat berbeda dengan penggambaran mengenai Tuhan yang sering kita dengar melalui banyak pembicara di mimbar-mimbar gereja dan persekutuan doa. Tuhan hanya digambarkan sebagai sosok yang sabar, lemah lembut, penuh kasih dan pengertian. Tuhan tidak digambarkan secara utuh. Mereka hanya menekankan satu aspek dari hakikat Tuhan. Sehingga secara permanen terbentuk suatu gambaran mengenai Tuhan yang tidak utuh atau tidak lengkap.
Ini sebenarnya sebuah penyesatan atau penipuan, sebab kebenaran adalah pengetahuan atau pengertian yang utuh atau lengkap; sebagian data atau pengungkapan sebagian fakta bukanlah kebenaran. Sesungguhnya, Tuhan juga adalah sosok Pribadi yang tegas, berdaulat penuh atas semua keputusan-Nya tanpa dipengaruhi pihak mana pun. Tuhan adalah Pribadi yang tidak kompromi terhadap apa yang bertentangan dengan prinsip keadilan, kesucian dan kebenaran-Nya.
Dalam Nahum 1:2-3 dilukiskan mengenai keberadaan Allah yang cemburu dan pembalas. Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya. Ia panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Dalam Matius 7:21-23, ketika Tuhan menolak orang-orang yang merasa sudah melakukan sesuatu yang dianggapnya bernilai, Tuhan menunjukkan ketegasan-Nya.
Ia sama sekali tidak mempertimbangkan pikiran, anggapan, keyakinan atau dugaan manusia. Tuhan kokoh atas keputusan-Nya yang tidak dapat diganggu gugat. Fakta ini seharusnya membuat kita gemetar terhadap Tuhan. Kalau di dunia ini, dengan uang seseorang bisa memutar balikkan fakta, membuat keputusan melalui palu hakim, membeli kekuasaan, mengatur aparat keamanan dan lain. Tanpa disadari hal ini membuat seseorang menjadi sombong, meremehkan fakta kekekalan. Kemudahan hidup dapat membutakan mata seseorang terhadap realitas hakikat Allah yang dahsyat atau karena ia tidak belajar kebenaran sehingga tidak mengenal hakikat Allah dengan benar. Ia tidak sadar bahwa suatu saat nanti di hadapan Hakim yang Maha Agung, seseorang tidak berdaya sama sekali.
Semua kekuasaan, kemampuan dan relasinya dengan orang-orang kuat di dunia tidak ada artinya sama sekali. Memahami hal ini, hendaknya kita mulai merendahkan diri di hadapan Tuhan untuk bertobat. Banyak orang merasa pasti dikenal oleh Tuhan dan diterima di kemah abadi atau Kerajaan-Nya, tetapi ternyata tidak. Mereka ditolak oleh Allah pada saat mana tidak ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Hal ini terjadi disebabkan oleh pikiran, anggapan, keyakinan dan dugaan yang salah. Pada akhirnya apa yang mereka yakini atau duga bertolak belakang dengan kenyataan yang mereka alami.
Mereka adalah orang-orang yang merasa diri sudah benar karena sudah berbuat sesuatu bagi Tuhan. Mereka sudah mengusir roh-roh jahat, mengadakan banyak mukjizat dan bernubuat atau memberi sejumlah besar uang kepada gereja. Ternyata segala sesuatu yang telah dilakukan mereka tidak cukup membuat mereka diterima oleh Tuhan. Sebab yang dipersoalkan bukan prestasi pelayanan gerejani (mengusir roh-roh jahat, bernubuat dan mengadakan banyak mukjizat) atau tindakan amal manapun, melainkan apakah seseorang sudah melakukan kehendak Bapa (Mat 7:21). Mereka diusir dari hadapan-Nya sebab tidak melakukan kehendak Bapa.
Harus direnungkan, bahwa mereka yang yakin akan diterima Tuhan di kemah abadi-Nya ternyata ditolak, apalagi yang tidak melakukan. Dalam hal ini, memang sebaiknya kita ragu-ragu supaya lebih serius berusaha untuk mengerti kehendak Tuhan dan terus bertumbuh untuk memiliki kehidupan yang berkenan kepada Allah, daripada mereka yang memiliki keyakinan atau dugaan yang salah; tetapi ternyata tidak diterima oleh Tuhan. Orang yang memiliki keyakinan yang salah ini disebabkan karena tidak mengenal Allah dengan baik, mereka hanya melihat satu aspek dari hakikat Allah atau karena sudah terbiasa angkuh dengan meremehkan sesamanya, Tuhan pun juga diremehkannya.
Perhatikan pernyataan Tuhan dalam Matius 7:23, “Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan.” Betapa tegasnya pernyataan ini. Pengusiran ini berarti Tuhan dengan tegas dan tega menyerahkan manusia yang tidak melakukan kehendak-Nya ke dalam kebinasaan, artinya terpisah dari hadirat Tuhan selamanya. Semua ini terjadi sebab mereka sudah merasa sudah dikasihi Tuhan, merasa sudah menjadi anak kesayangan dan kesukaan Tuhan, juga merasa bahwa anugerah keselamatan “all in” secara otomatis menghindarkan mereka dari api kekal.
Padahal yang menghindarkan mereka dari api kekal adalah kehidupan yang melakukan kehendak Bapa, dan untuk dapat melakukan kehendak Bapa dibutuhkan anugerah keselamatan. Jadi, dengan anugerah keselamatan orang percaya belajar dan terus berusaha melakukan kehendak Bapa.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TUHAN ADALAH PRIBADI YANG TEGAS, BERDAULAT PENUH ATAS SEMUA KEPUTUSAN-NYA TANPA DIPENGARUHI PIHAK MANA PUN.
Surat Gembala Senior 31 Maret 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PENGHARAPAN KEBANGKITAN
2024-04-07 10:07:38
Saudaraku,
Pada dasarnya yang hendak dicapai oleh Tuhan Yesus dalam seluruh pengurbanan-Nya adalah Ia dibangkitkan dari antara orang mati. Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa Ia taat kepada Bapa sampai mati (Flp. 2:8). Kalau Ia tidak taat, maka Ia tidak akan dibangkitkan (Ibr. 5:7). Kalau Tuhan Yesus tidak bangkit berarti tidak akan ada kebangkitan orang mati. Dengan demikian sia-sia kita memercayai Tuhan Yesus (1Kor. 15:16-17). Itu juga berarti Tuhan Yesus gagal menjadi Juruselamat. Kalau Ia gagal menjadi Juruselamat, maka pemerintahan dunia ini dan surga tidak ada dalam tangan Tuhan Yesus, tetapi di tangan Iblis atau Lusifer yang jatuh.
Dan Tuhan Yesus tidak bisa berkata bahwa segala kuasa di surga dan di bumi ada di tangan-Nya. Tuhan Yesus tidak bisa mengklaim diri-Nya sebagai Bintang Timur yang gilang gemilang. Inilah sebenarnya yang dicita-citakan oleh Lusifer yang jatuh, ia menjadi kepala pemerintahan seperti Tuhan. Ia ingin menyamai yang Maha Tinggi. Ia ingin mengatasi segala bintang. Terpujilah nama Tuhan. Tuhan Yesus telah memperjuangkan adanya kebangkitan itu dengan ketaatan-Nya sepenuh kepada Allah Bapa. Jadi harga kebangkitan Tuhan Yesus adalah ketaatan-Nya kepada Bapa.
Dalam hal ini, Tuhan Yesus harus memperoleh atau “membeli” kebangkitan tersebut dengan ketaatan yang sempurna kepada Allah Bapa. Tentu saja kebangkitan adalah nilai yang sangat tinggi bagi Tuhan Yesus, sebab Ia memperjuangkan itu dengan memberi nyawa-Nya dan dalam doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan (Ibr 5:7). Jika demikian, maka seharusnya kita juga menghargai kebangkitan dan memperlakukan-Nya sebagai Harta Abadi yang tidak ternilai. Adalah aneh kalau ada orang Kristen yang tidak merindukan kebangkitan dan menganggapnya bukan sesuatu yang penting.
Dalam Perjanjian Baru, justru nampak bahwa kebangkitan adalah salah satu pokok pengajaran yang sangat penting. Tetapi banyak orang Kristen yang sama sekali tidak pernah berpikir mengenai kebangkitan. Mengapa bisa demikian? Jawabnya adalah karena orang Kristen sudah menjadi sangat duniawi dan tidak mengerti kebenaran. Sehingga filosofinya seperti orang yang tidak mengenal Allah, yaitu kehidupan hari ini semata-mata (makan dan minum). Mereka bukan menghadirkan pemerintahan Allah (Kerajaan Surga), melainkan pemerintahan setan yang difasilitasi oleh kekayaan dunia atau materi di bumi ini.
Saudaraku,
Jika tidak ada kebangkitan berarti tidak ada manusia yang hidup. Tidak ada manusia yang berdaging secara fisik seperti rencana semula Allah menciptakan manusia menurut rupa dan gambar-Nya yang terbuat dari debu tanah (Kej. 1:26-27; 2:7). Tuhan Yesus dengan tubuh kebangkitan yang diperagakan berkata, “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku" (Luk. 24:39). Tubuh kebangkitan diperagakan oleh Tuhan Yesus sebagai tubuh fisik atau daging yang dapat disentuh dan bisa berinteraksi dengan alam fisik dunia materi. Ia juga makan dan minum setelah kebangkitan-Nya. Ia tidak berubah jadi hantu atau roh.
Dalam hal ini kita memperoleh kesimpulan betapa berharganya sebenarnya alam materi ini, sebab semua diciptakan sungguh amat baik untuk dinikmati oleh daging atau tubuh fisik (Kej. 1:31). Jadi, keliru sekali kalau orang memandang alam materi itu jahat sebab alam materi diciptakan Tuhan untuk dinikmati. Surga adalah alam materi. Kita tidak menjadikan materi di bumi ini menjadi tujuan. Tujuan hidup kita adalah materi di langit baru dan bumi yang baru.
Kalau Tuhan Yesus tidak dibangkitkan, maka rencana Allah menciptakan makhluk manusia dari debu tanah menjadi gagal total. Inilah yang diusahakan oleh Lusifer yang jatuh, merusak tatanan dan rencana Allah. Ini berarti rencana Allah menciptakan bumi yang sempurna secara fisik menjadi gagal. Ia tidak bisa menjadi Allah orang hidup, sebab tidak ada manusia yang hidup. Padahal Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup (Mat. 22:32; Mrk. 12:27; Luk. 20:38). Dengan kebangkitan Tuhan Yesus, manusia memiliki pengharapan kebangkitan dari antara orang mati. Inilah yang seharusnya membahagiakan hati kita, yang oleh karenanya kebangkitan Tuhan Yesus dirayakan, sebab kita diingatkan bahwa kita memiliki hidup yang penuh pengharapan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
DENGAN KEBANGKITAN TUHAN YESUS, MANUSIA MEMILIKI PENGHARAPAN KEBANGKITAN DARI ANTARA ORANG MATI.
Surat Gembala Senior 24 Maret 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENYANGKAL DIRI
2024-03-31 09:35:23
Saudaraku,
Tidak ada yang lebih membanggakan dan membahagiakan hati Allah Bapa selain kesediaan menyangkal diri dan memikul salib seperti yang Tuhan Yesus kehendaki (Mat. 10:38; 16:24; Mar. 8:34; Luk. 9:23; 14:27). Menyangkal diri artinya bersedia memiliki cara hidup yang berbeda dengan dunia. Untuk ini seseorang perlu belajar sungguh-sungguh dengan tekun dan makan waktu yang tidak singkat. Selanjutnya juga memikul salib, artinya bersedia menderita demi kesukaan hati Allah Bapa. Inilah sebenarnya inti Injil itu. Kabar baik sungguh-sungguh menjadi kabar baik kalau orang percaya bersedia menyangkal diri dan memikul salib.
Tuhan sendiri yang mengajarkan dan menunjukkan hidup baru yang tidak bisa dimiliki oleh manusia mana pun. Ini hanya untuk mereka yang percaya kepada Tuhan Yesus dan bersedia mengikuti jejak-Nya. Memikul salib adalah kesadaran penuh untuk membunuh atau mematikan setiap keinginan yang tidak dikehendaki oleh Allah. Hal ini dimulai dari renungan hati pikiran, perkataan yang diucapkan dan segala perbuatan. Sungguh, ini bukan sesuatu yang mudah. Sebab ketika kita menggiring diri kita kepada suasana hidup seperti ini, kita seperti membawa diri ke kuburan. Kalau kita benar-benar meninggal dunia, dimana kita tidak lagi bisa meraih dan menikmati keinginan daging, dunia dengan segala keindahannya, maka tidak lagi diperlukan penyangkalan diri. Tetapi kalau masih hidup, dimana kita masih bisa meraih dan menikmati keinginan daging, dunia dengan segala keindahannya, namun harus menolaknya, ini adalah sesuatu yang benar-benar berat.
Proses menyangkal diri dan memikul salib adalah proses memperluas wilayah hidup untuk dimiliki oleh Tuhan sampai seluruh wilayah hidup kita dikuasai sepenuhnya oleh Tuhan Yesus Kristus sebagai Penebus. Seseorang yang menolak memasuki proses menyangkal diri dan penyaliban diri berarti tidak bersedia dimiliki oleh Tuhan (Gal. 5:24-25). Itu berarti hidupnya dimiliki oleh kuasa kegelapan, yang akhirnya tidak bisa diklaim sebagai milik Allah. Inilah orang-orang yang menjual diri kepada dunia atau kepada setan; orang-orang yang kawin dengan dunia sampai distempel oleh Iblis. Orang-orang seperti ini disebutkan oleh Alkitab sebagai pezina (Yun. moikhalides; μοιχαλίδες), orang-orang yang tidak setia, yang menjadikan dirinya sebagai musuh Allah (Yak. 4:4).
Paulus menangisi orang-orang Kristen seperti ini yang ditulis dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus” (Flp. 3:18). Jangan kita berpikir bahwa kita adalah sahabat Allah padahal kita menjadikan diri sebagai musuh-Nya. Betapa mengerikan keadaan tersebut. Tulisan kepada jemaat Filipi tersebut tidak ditujukan kepada orang kafir, tetapi kepada orang Kristen yang tidak mau mendengarkan kebenaran Tuhan. Oleh karenanya Paulus menganjurkan mereka untuk meneladani kehidupannya, seperti ia telah meneladani kehidupan Tuannya (Gal. 2:19-20). Jika seseorang tidak meneladani kehidupan Tuhan Yesus, berarti ia menjadikan dirinya musuh salib.
Saudaraku,
Kalau sekarang Tuhan masih memberi kesempatan seorang Kristen untuk bertobat, menyangkal diri dan memikul salibnya, berarti masih ada peluang untuk itu. Tetapi kalau seluruh wilayah hidupnya belum diserahkan kepada Tuhan atau dalam stadium tertentu sudah banyak dikuasai oleh diri sendiri, ini sama dengan mempersembahkan hidup bagi Iblis. Maka, ia tidak pernah dimiliki oleh Allah selamanya. Ketika berhadapan dengan Tuhan nanti, mereka akan mendapat perlakukan seperti yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Lukas 19:27, "Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku."
Tuhan Yesus akan bersikap tegas terhadap mereka yang tidak tunduk kepada-Nya, yaitu mereka yang tidak memberikan wilayah hidupnya bagi Tuhan. Mereka seperti penguasa yang menolak memberi upeti kepada Raja yang menaklukkannya. Ketika seseorang menyangkal diri dan memikul salibnya, ia belajar memberikan upeti kepada Tuhan, dari jumlah kecil sampai seluruh hidupnya tanpa batas. Jika demikian, maka barulah ia bisa diklaim sebagai milik Tuhan. Sampai tingkat ini seseorang tidak bisa dimiliki lagi oleh kuasa manapun.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
SESEORANG YANG MENOLAK MEMASUKI PROSES MENYANGKAL DIRI DAN PENYALIBAN DIRI BERARTI TIDAK BERSEDIA DIMILIKI OLEH TUHAN.
Surat Gembala Senior 17 Maret 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MEMIKUL SALIB
2024-03-17 05:34:28
Saudaraku,
Selama ini kalau kita memandang salib Tuhan Yesus di bukit Golgota, pikiran kita hanya ditujukan kepada pengurbanan-Nya yang menebus kita dari dosa, sehingga kita dapat menjadi milik Allah dan diselamatkan. Kadang-kadang disertai dengan perasaan sentimentil, sedih merenungkan penderitaan-Nya yang hebat. Puaskah Tuhan dengan sikap kita itu? Mestinya ketika seorang Kristen semakin dewasa, ia harus menemukan bahwa salib memancarkan tantangan berat yang harus disikapi atau harus ditindaklanjuti secara nyata. Sebenarnya salib juga menunjukkan bahwa kehidupan manusia dengan pola dan gayanya, harus diakhiri. Salib di bukit Kalvari juga membawa pesan bahwa Allah berkenan memberikan hidup baru bagi mereka yang bersedia mengikuti jejak Tuhan Yesus.
Bila tidak memahami tantangan tersebut dan tidak bersedia mengikuti jejak Tuhan Yesus, maka kuasa salib menjadi sia-sia. Kuasa salib di sini maksudnya adalah maksud dan tujuan salib diadakan. Namun faktanya, banyak orang Kristen yang percaya bahwa salib tidak memiliki kehidupan yang istimewa yang dibawa oleh Tuhan Yesus. Mereka belum memiliki kehidupan yang berdamai dengan Allah, belum bersekutu dan belum menjadi sahabat dan anak-anak Allah yang benar. Padahal, inilah hidup baru yang dikehendaki oleh Allah untuk dimiliki orang percaya, sebuah kehidupan yang berkualitas. Itulah sebabnya Tuhan Yesus selalu menyatakan bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia harus menyangkal diri dan memikul salib. Tidak ada orang yang mengaku Kristen yang bisa tidak menyangkal diri dan tidak memikul salib. Itulah sebabnya kekristenan sebenarnya bukanlah agama untuk kebanyakan orang (Luk. 13:23-24).
Dalam tulisannya, Paulus mengatakan bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6). Penyaliban diri dimaksudkan agar dosa tidak berkuasa atas tubuh kita yang fana ini. Pengalaman hidup seperti ini terus terang jarang dialami oleh orang Kristen, sebab mereka memandang terlalu mahal harganya atau terlalu sulit untuk dilakukan. Tetapi justru inilah keunggulan anak-anak Allah. Jadi, orang percaya bukan saja harus melakukan hukum-hukum Tuhan, melainkan juga melakukan segala sesuatu yang Tuhan inginkan. Jika tidak demikian, berarti seseorang menjadi hamba dosa.
Saudaraku,
Untuk ini dibutuhkan kesungguhan dan keberanian untuk menjadi hamba Tuhan. Untuk ini pula kita harus merasa sebagai orang yang dieksekusi hukuman salib supaya kita masuk proses penyaliban. Memikul salib bukan sesuatu yang enak atau mudah dilakukan. Mematikan keinginan daging dimana ada natur dosa adalah proses yang paling sulit dalam kehidupan orang percaya dan hampir mustahil dilakukan. Banyak mereka yang menghindarinya, bahkan berusaha menjauh. Mereka merasa memiliki hak untuk mengatur hidupnya sesuai dengan selera dan keinginannya sendiri.
Salib bagi mereka adalah ancaman kebahagiaan atau dipandangnya sebagai pola hidup tidak normal. Tetapi bagi yang mengerti kebenaran, salib adalah jalan kehidupan. Salib mengandung kekayaan yang tidak terhingga. Salib adalah alat transaksi menerima kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:17). Tidak ada kehidupan dan kemuliaan tanpa kematian. Tidak ada kekristenan sejati tanpa salib. Kehidupan kekristenan tanpa salib adalah kepalsuan. Inilah kekristenan produk Iblis yang menipu banyak orang, tetapi laku keras di pasaran.
Sejujurnya, tidak ada orang yang selalu berhasil dalam proses menyangkal diri dan memikul salib. Kadang-kadang atau bahkan sering seseorang meletakkan salibnya dan menikmati keinginan daging dengan segala keindahannya seperti anak-anak dunia menikmatinya. Pada waktu itu proses penyaliban daging terhambat, bahkan berhenti. Kalau Tuhan memberikan pukulan atau dengan berbagai cara mengingatkan kita untuk kembali ke jalan salib, kita tidak boleh mengabaikannya. Sebab kalau kita tidak memedulikannya, maka bisa tidak akan ada peringatan lagi. Ini berarti kerugian yang tiada tara.
Jika kesempatan memikul salib berlalu, berarti kesempatan untuk menerima keselamatan juga hilang. Sebab salib merupakan cara Allah mengajarkan bagaimana mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (Flp. 2:12); yaitu bagaimana seseorang memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Kalau Tuhan Yesus mengalami penyaliban secara fisik, orang percaya harus menyalibkan natur dosanya (Ibr. 12:2-4). Itulah sebabnya kekristenan tidak boleh menjadi sekadar sambilan dalam kehidupan ini. Kekristenan harus menjadi seluruh kehidupan kita. Kita harus rela memiliki kehidupan yang disita untuk belajar memikul salib.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TIDAK ADA ORANG YANG MENGAKU KRISTEN YANG BISA TIDAK MENYANGKAL DIRI DAN TIDAK MEMIKUL SALIB.
Surat Gembala Senior 10 Maret 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PENGAKUAN DOSA YANG BENAR
2024-03-17 05:28:18
PENGAKUAN DOSA YANG BENAR
Saudaraku,
Firman Tuhan mengatakan, “jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (1 Yoh. 1:8). Ayat ini menunjukkan bahwa sejak zaman para rasul, ada orang-orang yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki dosa atau salah. Tetapi ironis, mereka mengaku orang kudus. Mereka adalah pendusta yang tidak bisa dipercayai. Mereka adalah orang-orang “nekad’ yang mencari penghargaan dan nilai diri di mata manusia lain. Biasanya mereka adalah moralis-moralis yang suka menghakimi sesama, mencela dan mengutuk orang lain karena kejahatan yang disangkakannya atau dinilai secara naif.
Mereka juga adalah orang-orang yang mau menunjukkan bahwa dirinya lebih hebat dari orang lain. Hal ini dilakukan sebab tanpa sadar mereka memandang atau merasa bahwa orang lain adalah saingannya. Inilah kesombongan rohani yang ditentang oleh Allah. Bisa dipastikan mereka belum mengenal Injil Tuhan Yesus Kristus yang tuntutan-Nya adalah sempurna seperti Bapa. Dan bisa dipastikan bahwa mereka tidak mengenal kebenaran yang menekankan sikap dan nilai-nilai bathiniah. Kesucian hanya mereka ukur dari tindakan lahiriah secara hukum.
Hari ini pun banyak orang Kristen berpikir dan beranggapan, kalau sudah mengaku bahwa dirinya telah melakukan berbagai kejahatan yang melanggar hukum dan mohon pengampunan-Nya, maka mereka merasa sudah menerima pengampunan dan meyakini semua masalah dosanya sudah selesai. Mereka merasa tidak lagi memiliki tanggung jawab mengenai masalah dosa. Ini adalah suatu pandangan yang keliru. Sebab Tuhan mengampuni dosa, dan setelah itu Ia menyucikan kita dari segala kejahatan (1Yoh. 1:9).
Biasanya orang-orang Kristen yang berpikir demikian tidak mengalami kemajuan dalam kehidupan kesucian hidupnya alias tidak bertumbuh. Kekristenannya hanya menjadi sekadar keberagamaan kosong atau semu. Gaya hidup mereka tidak berbeda dengan anak-anak dunia. Mereka mengkhianati panggilan sebagai saksi Tuhan. Sebab Tuhan bukan hanya mengampuni dosa kita, melainkan juga membersihkan hati dari niat atau kodrat dosa. Dengan kalimat lain, Tuhan membentuk sikap hati yang benar. Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk berjuang memiliki sikap hati yang benar tersebut, sebab hal ini tidak bisa terjadi secara otomatis.
Saudaraku,
Jadi, maksud ayat ini bukan sekadar agar kita mengaku bahwa kita orang berdosa. Titik. Namun harus dipersoalkan, dosa apa? Kalau hanya dosa-dosa moral umum sesuai standar hukum Taurat, maka akan ada orang yang berani mengaku bahwa dirinya tidak berdosa. Seperti misalnya, orang muda kaya dalam Matius 19:16-26, juga Paulus sebelum bertobat menyatakan bahwa dirinya tidak bercacat (Flp. 3:6). Keberdosaan di sini tidak boleh diukur sekadar melanggar hukum Taurat. Kalau kita memperhatikan tulisan selanjutnya, maka dapat diperoleh ukuran kesucian sekaligus ukuran keberdosaan.
Ukuran itu antara lain: menuruti semua perintah-Nya (1Yoh. 2:3). Tentu saja perintah di sini berkenaan dengan hukum Taurat atau hukum moral umum. Ukuran lainnya, hidup seperti Tuhan Yesus hidup (1Yoh. 2:6), mengasihi saudara (1Yoh. 2:9-11) dan tidak mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya—yaitu keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup (1Yoh. 2:15-16). Semua ini merupakan panggilan yang harus ditunaikan. Dengan demikian pada akhirnya setiap orang percaya benar-benar berfungsi sebagai saksi bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat, Dia adalah Mesias yang dijanjikan dan bahwa Bapa-Nya adalah satu-satunya Allah yang benar, yang mengutus Putra Tunggal-Nya (Yoh 17:3).
Standar kesucian hidup orang percaya inilah yang menjadi ukuran kesucian sekaligus keberdosaan. Oleh sebab itu, dosa dalam konteks kehidupan orang percaya tidak boleh dipahami sekadar melanggar moral atau melanggar hukum Taurat. Dengan kehidupan yang berkualitas tinggi, orang percaya tidak menjadikan Tuhan menjadi pendusta (1Yoh. 5:10). Sebab sejatinya, kehidupan orang percaya adalah reputasi Allah; surat terbuka yang dibaca setiap orang. Orang percaya menjadi surat Tuhan bagi dunia ini. Kehidupan orang percaya menyampaikan pesan-pesan yang berharga dari Tuhan kepada lingkungannya. Untuk ini orang percaya harus berjuang dengan serius.
Pengakuan dosa ini bukan hanya menyangkut kesalahan moral atau pelanggaran umum yang telah dilakukan, melainkan keberadaan kesucian hidup belum seperti yang Tuhan kehendaki. Kalau seseorang tidak mengaku dirinya berdosa, berarti ia menipu dirinya sendiri. Sebab ia merasa bahwa dirinya tidak berdosa, padahal keberadaannya jauh dari standar kesucian Tuhan. Itulah sebabnya tidak ada perasaan krisis dalam dirinya untuk bergumul keluar dari kejahatan (Yun. adikia) tersebut. Orang seperti ini adalah orang yang tidak mengenal kebenaran. Dengan keadaan ini banyak orang Kristen yang sebenarnya jalan tiada arah. Mereka menyesatkan dirinya sendiri oleh karena kebodohannya.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
PENGAKUAN DOSA BUKAN HANYA MENYANGKUT KESALAHAN MORAL ATAU PELANGGARAN UMUM, MELAINKAN KEBERADAAN KESUCIAN HIDUP YANG BELUM SEPERTI YANG TUHAN KEHENDAKI.
Surat Gembala Senior 03 Maret 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEBODOHAN
2024-03-10 09:42:35
Saudaraku,
Hampir tidak ada orang yang berani hidup tanpa memperoleh kebahagiaan dari dunia ini. Bagaimanapun dan dengan cara apa pun pada umumnya orang akan berusaha memperoleh sesuatu yang bisa dinikmati dalam hidup ini dari dunia dan manusia sekitarnya. Itulah sebabnya semua orang pasti pernah terjerat percintaan dunia; keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (1Yoh. 2:15-17). Hal ini sudah menjadi kodrat yang tidak bisa disangkal dan tidak bisa dihindari, yang melekat dalam kehidupan setiap insan. Fakta ini terjadi juga karena didorong suatu pemikiran—sadar atau tidak sadar—bahwa hidup hanya satu kali di dunia ini. Seakan-akan tidak ada lagi kehidupan yang sama seperti di dunia ini setelah kematian. Itulah sebabnya semua orang tidak mau kehilangan kesempatan untuk “hidup” di bumi dengan cara dan keadaan yang sama yang dimiliki orang lain.
Setelah kita mendengar Injil seharusnya kita memiliki pemahaman yang berbeda dengan mereka. Kita tahu bahwa dunia ini bukan satu-satunya dunia yang manusia arungi. Masih ada dunia atau bumi lain yang Tuhan sediakan bagi kita (Yoh. 14:1-3). Dunia atau bumi kita sekarang ini bukanlah bumi ideal yang dikehendaki oleh Allah. Ini adalah bumi yang sudah rusak, produk gagal oleh karena manusia itu sendiri yang tidak bertanggung jawab atas anugerah yang diberikan kepadanya. Dengan pengertian ini maka kita tidak mengharapkan lagi kebahagiaan dari dunia ini. Kita hidup untuk dipersiapkan masuk dunia lain, yaitu langit baru dan bumi yang baru di mana tidak ada dosa dan air mata duka cita.
Namun, kekristenan bukan agama untuk orang kebanyakan, artinya bahwa kekristenan adalah jalan hidup yang hanya bisa dikenakan oleh segelintir orang yang tidak berharap kebahagiaan hidup di dunia. Dan memang kebahagiaan dunia sangat terbatas. Maka, jika untuk hal yang bersifat temporal atau bernilai sementara tetapi harus mengorbankan yang abadi, adalah suatu kebodohan. Tidak berharap kebahagiaan hidup di dunia bukan berarti tidak bahagia, justru Tuhan akan menggirangkan kita dengan segala hal yang ada pada kita. Memang pada dasarnya kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang.
Saudaraku,
Ketika seorang penduduk desa bisa memiliki sebuah sepeda yang dapat membawa kayu bakar dari rumah ke pasar untuk dijualnya, hal itu sudah sangat membahagiakan. Sebaliknya, ketika seorang pengusaha di kota besar bisa membeli mobil mewah tetapi ia tidak merasa puas, maka mobil mewahnya tidak membahagiakan hatinya. Kebahagiaan tergantung cara seseorang memandang hidup. Kalau cara pandang hidup sudah salah, menganggap yang dapat membahagiakan hatinya adalah sesuatu yang menjadi target, maka ia akan diperbudak oleh sesuatu itu.
Sejatinya, penduduk desa tersebut sebenarnya juga diperbudak oleh sepeda, karena sepeda itulah yang dapat membahagiakan hatinya. Untung hanya sepeda yang kekuatan sosial ekonominya rendah. Kalaupun ada korban, kecil korbannya. Bagaimana kalau targetnya adalah pesawat pribadi, kapal pesiar, rumah mewah dan lain sebagainya yang memiliki kekuatan sosial ekonomi besar, maka akan makan korban dalam jumlah yang lebih besar juga. Manusia yang sudah terbelenggu oleh filosofi hidup yang salah akan terus terbelit oleh filosofinya tersebut sampai ia membunuh dirinya sendiri dan membunuh banyak orang. Orang seperti ini tidak dapat mengikut Tuhan Yesus.
Selama orang masih berharap bahwa dunia bisa memberikan hidup yang lengkap, utuh, bahagia, aman dan nyaman, maka ia tidak akan pernah mengenakan kekristenan yang sejati. Kekristenan yang dikenakan pasti palsu. Tetapi inilah kodrat manusia pada umumnya. Hal ini diwariskan oleh orang tua kepada kita dan yang kita serap dari lingkungan sekitar. Kurban Tuhan Yesus di kayu salib hendak menebus kita dari cara hidup yang salah ini (1Ptr. 1:18). Cara hidup yang benar adalah menyiapkan akal budi, tetap waspada, tidak mengikut jalan dunia, dan meletakkan pengharapan seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepada orang percaya pada waktu penyataan Yesus Kristus (1Ptr. 1:13). Itu berarti, lebih dari menggumuli mencapai segala hal yang diharapkan dapat membahagiakan diri, seorang anak Tuhan harus hidup dalam ketaatan kepada Allah Bapa dan menjadi kudus dalam seluruh kehidupannya (1Ptr. 1: 14-16).
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
ADALAH SUATU KEBODOHAN JIKA UNTUK HAL YANG BERSIFAT TEMPORAL ATAU BERNILAI SEMENTARA NAMUN KITA HARUS MENGORBANKAN YANG ABADI.
Surat Gembala Senior 18 Februari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERTUMBUH MELALUI PENGALAMAN HIDUP
2024-03-03 09:15:31
Saudaraku,
Seberapa besar ruangan hati dan hidup seseorang yang harus disediakan bagi Tuhan? Harusnya adalah tanpa batas. Tepatnya, tidak ada tempat yang disediakan bagi siapa pun dan apa pun kecuali bagi Tuhan. Setelah seseorang ditebus oleh darah Tuhan Yesus, maka tidak boleh ada ruangan yang diisi oleh apa pun dan siapa pun tanpa seizin Tuhan. Mengapa? Sebab ruangan hati dan hidup adalah milik Tuhan sepenuhnya. Kehadiran seseorang atau sesuatu dalam hidup dan hati kita, seharusnya untuk kesukaan-Nya.
Jadi, kalau seseorang memiliki orang tua, pasangan hidup, anak dan sahabat-sahabat serta segala kekayaan dunia, semua itu dihadirkan untuk kepentingan-Nya. Bukan sebaliknya, memanfaatkan Tuhan untuk kepentingan manusia. Ini namanya memperdaya dan memanfaatkan Tuhan. Kadang sampai pada sikap memanipulasi Tuhan. Dalam hal ini kita bergumul setiap hari untuk membersihkan ruangan hati kita dari sampah-sampah yang tidak disukai oleh Tuhan. Kalau seseorang itu adalah pasangan hidup atau anak atau orang tua bukan berarti kita harus membenci dan membuang mereka, tetapi sikap hati kita yang harus diubah. Kalau sesuatu itu adalah harta, bukan berarti kita membuang harta kita, melainkan sikap kita terhadap harta tersebut yang harus benar. Sikap hati yang salah merupakan sampah yang melukai hati Tuhan.
Kadang-kadang bisa terjadi seseorang atau sesuatu yang Tuhan tidak kehendaki ada di hati harus dibuang dan tidak boleh dihadirkan dalam hidup kita. Ketika harus mencabut sesuatu atau seseorang dari hati dan kehidupan kita ini, maka ada penderitaan atau sakit yang dirasakan. Tetapi melalui proses ini seseorang mencangkul hatinya untuk menumbuhkan cinta yang membara kepada Tuhan. *Komitmen untuk mengasihi Tuhan dimatangkan melalui peristiwa kehidupan setiap hari* (Rm. 8:28-29). Dengan pengalaman seperti itu kasih yang benar dan tulus kepada Tuhan akan tertanam kuat. Dalam hal ini kasih kepada Tuhan membutuhkan proses pertumbuhan.
Dalam kenyataan hidup dapat dibuktikan bahwa kasih kepada Tuhan bertumbuh melalui peristiwa dan pengalaman hidup yang dialami seseorang. Itulah sebabnya mengasihi Tuhan tidak bisa ditumbuhkan dalam sehari. Pengalaman-pengalaman hidup juga merupakan latihan untuk mengasihi Tuhan secara konkret dan membuktikan apakah kita benar-benar mengasihi Dia. Dalam perjalanan menumbuhkan kasih kepada Tuhan itulah terjadi pengalaman berkasih-kasihan dengan Tuhan. Semakin banyak pengalaman belajar mengasihi Tuhan dan membuktikan kasih itu, maka pertumbuhan kasih kepada Tuhan semakin cepat. Hal ini akan menciptakan suatu perasaan bahwa kita tidak bisa hidup tanpa Tuhan.
Mengasihi Tuhan adalah bagian dari tujuan iman seperti yang dikatakan oleh Petrus dalam suratnya, “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu” (1Ptr. 1:8-9). Dengan demikian orang yang benar-benar beriman menurut Alkitab adalah orang-orang yang rela mempertaruhkan apa pun dalam hidup ini demi kepentingan Tuhan dan kemuliaan nama-Nya. Mereka pasti mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan, apa pun bentuknya, yang memberkati orang lain.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
DALAM KENYATAAN HIDUP DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA KASIH KEPADA TUHAN BERTUMBUH MELALUI PERISTIWA DAN PENGALAMAN HIDUP YANG DIALAMI SESEORANG.
Surat Gembala Senior 18 Februari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENGGERAKKAN HATI MENGASIHI TUHAN
2024-02-18 09:10:00
Saudaraku,
Ada satu hal yang tidak akan dilakukan oleh Allah atas hidup manusia, yaitu memaksa seseorang untuk mengasihi Dia. Hal tersebut bertentangan dengan hakikat-Nya. Ketika Tuhan Yesus mengajarkan dengan perkataan, “Kasihilah Tuhan Allahmu ...” (Mat. 22:37-40), di sini Tuhan menghendaki agar seseorang menggerakkan hatinya sendiri untuk mengasihi Tuhan. *Menggerakkan hati untuk mengasihi Tuhan harus dibangun dari kesadaran bahwa memang manusia diciptakan untuk mengasihi Dia.* Inilah panggilan atau tanggung jawab yang harus dipenuhi tanpa syarat.
Manusia diberi kehendak bebas untuk mengasihi Tuhan atau tidak mengasihi Dia. Jadi, kalau seseorang tidak mengasihi Tuhan dan menciptakan suatu warna hidup yang tidak membahagiakan hati Tuhan, itu adalah kesalahannya sendiri. Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang tidak mengasihi Tuhan adalah orang yang terkutuk (1Kor. 16:22). Dalam hal ini tidak ada orang yang bisa berdalih ketika ia terkutuk karena tidak mengasihi Tuhan bahwa Tuhan tidak menggerakkan hatinya untuk mengasihi Dia. Kita tidak dapat menggerakkan hati Tuhan dan mengontrol serta mengendalikan-Nya untuk mengasihi kita. Tetapi sungguh besar anugerah-Nya, Tuhan mengasihi kita.
Sekarang dari pihak manusia, apakah mengasihi Tuhan atau tidak, itu ada dalam kebebasan dan kontrol serta kendali masing-masing individu. Bukan Tuhan. Ini salah satu misteri dan rahasia kehidupan. Sekaligus di sini kita mendapatkan, betapa hebat makhluk manusia dengan perasaan dan kehendak yang diberikan oleh Tuhan yang harus digunakan dengan bijaksana, yaitu ditujukan bagi Tuhan. Dalam kisah Adam di Eden, tentu Adam tahu bahwa melanggar kehendak Allah akan mendukakan-Nya. Sebab kematian bukanlah kehendak dan rancangan Allah. Kalau Adam berniat untuk mengasihi Tuhan dengan benar, ia tidak akan melanggar perintah-Nya. Tetapi ternyata Adam memilih tidak mengasihi Tuhan. Akhirnya ia terhukum atau sama dengan terkutuk.
Ini terjadi karena kesalahan Adam sendiri, berdasarkan keputusan dan kehendaknya tidak mengasihi Tuhan dengan benar. Tuhan Yesus pun mengalami pergumulan yang sama, apakah mau mengasihi Allah Bapa atau tidak. Tetapi Tuhan Yesus memilih untuk mengasihi Allah Bapa. Karena kasih-Nya kepada Bapa, maka Ia tidak ingin melukai hati-Nya. Itulah sebabnya Ia berusaha untuk taat kepada Allah Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib. Kalau Tuhan Yesus tidak mengasihi Bapa, pasti Ia tidak akan melakukan kehendak Bapa dengan sempurna. Hal ini memberi pelajaran yang sangat mahal bagi kita, yaitu agar kita dengan sadar dan sengaja mengasihi Tuhan.
Harus diakui tidak banyak orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dengan kasih yang pantas. Kalau untuk pasangan hidup, anak-anak, orang tua dan objek lain dalam hidup, seseorang bisa mengasihi secara limpah, mestinya untuk Tuhan bisa diberikan secara lebih berlimpah. Tetapi faktanya, sering Tuhan hanya diberi remah-remahnya, bukan kasih yang tulus dalam porsi yang pantas untuk pribadi yang telah memberikan diri-Nya untuk menyelamatkan kita. Manusia (termasuk di dalamnya banyak orang kristen) telah terbiasa dengan irama mengasihi apa yang kelihatan, yang bisa dirasakan secara jiwani dan fisik.
Irama ini kalau sudah menyatu kuat di dalam diri seseorang, maka ia tidak akan pernah bisa lepas sampai menutup mata. Ini berarti ia tidak pernah mengasihi Tuhan secara pantas. Betapa malangnya. Kalau pun ia bisa menyatakan mengasihi Tuhan dengan mulutnya, sebenarnya ia belum mengerti apa yang dimaksud dengan mengasihi Tuhan itu. Kasihnya kepada Tuhan hanyalah manipulasi perasaan yang dibuat-buat sesaat. Dalam hal ini Tuhan sering dipermainkan dalam liturgi kebaktian. Tuhan menerima pengakuan, pujian dan penyembahan yang bernilai semu; hanya fantasi. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun, sampai seseorang tidak mengenali antara ketulusan dan kepura-puraan.
Sejatinya, pengalaman “berkasih-kasihan dengan Tuhan” adalah pengalaman terindah dalam hidup ini. Seharusnya berkenaan dengan hal ini setiap kita mencapai level yang ideal dalam berkasih-kasihan dengan Tuhan. Untuk ini kita harus menetapkan hati untuk mengasihi Dia dan berusaha mewujudkannya dengan perjuangan yang serius. Harus disadari bahwa kekuatan musuh juga berusaha menarik hati orang untuk memberikan cintanya bagi yang lain. Objek lain ini bisa siapapun dan apa pun. Kalau ada sesuatu atau seseorang yang menarik perhatian, memikat dan berharga lebih dari Tuhan berarti itu adalah berhala; sebuah ketidaksetiaan. Biasanya orang seperti ini mencari Tuhan karena mau memanfaatkan-Nya.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
MENGGERAKKAN HATI UNTUK MENGASIHI TUHAN HARUS DIBANGUN DARI KESADARAN BAHWA MEMANG MANUSIA DICIPTAKAN UNTUK MENGASIHI DIA.
Surat Gembala Senior 11 Februari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TIDAK MENGASIHI DIRI SENDIRI
2024-02-11 09:39:43
Saudaraku,
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dengan memiliki perasaan seperti Tuhan yang juga memiliki perasaan. Ini adalah keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Kalau pun binatang memiliki fenomena seperti manusia seakan-akan memiliki perasaan, tetapi tidak akan sama kualitasnya dengan manusia. Dengan perasaan ini manusia bisa membangun jembatan hubungan dengan manusia lain atau sebaliknya. Dengan perasaan, manusia bisa saling membahagiakan atau sebaliknya saling menyakiti. Dengan perasaan manusia pasti mencari obyek untuk dicintai dan menjadi obyek untuk dicintai. Tanpa perasaan hidup menjadi tawar tanpa keindahan. Manusia harus waspada dengan keberadaan ini, sebab manusia harus bertanggung jawab atas perasaan yang dimilikinya.
Tentu saja perasaan diciptakan oleh Penciptanya agar bisa dinikmati oleh Penciptanya sendiri. Allah sebagai Pencipta manusia yang meletakkan perasaan di dalam diri manusia tentu saja harus menjadi Pribadi pertama dan utama yang harus dicintai atau dikasihi. Lebih tepatnya adalah Pribadi satu-satunya yang harus dicintai. Kalau seseorang melakukan segala sesuatu, maka harus dilakukan demi cintanya kepada Penciptanya tersebut. Pernyataan ini bisa dianggap berlebihan oleh kebanyakan orang yang tidak memahami kebenaran mengenai hidup, sebab pada umumnya orang sudah terbiasa bebas dengan penggunaan perasaannya.
Mereka juga tidak mengenal Tuhan serta tidak mengalaminya, bagaimana bisa menujukkan cinta kasihnya kepada Tuhan secara demikian? Tetapi sejatinya inilah kebenaran yang dimengerti dan dikenakan dalam kehidupan. Kalau seseorang tidak membiasakan diri membangkitkan cinta kasih kepada Tuhan sebagai objek satu-satunya, maka ia tidak pernah mengalami pengalaman seperti ini. Ini berarti ia gagal sebagai manusia. Perasaannya menjadi tumpul untuk Tuhan. Jika demikian lebih baik ia tidak pernah menjadi manusia. Sebab seseorang yang tidak mengasihi Tuhan pasti tidak dapat menghormati-Nya secara pantas. Ia akan lebih menghargai nafsu dagingnya, keinginan mata dan kehormatan diri (1Yoh. 2:15-17).
Ketika seseorang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, maka ia akan berhenti dari segala pencarian dan pengembaraan hidup. Tidak ada lagi yang menarik dalam hidup ini yang menjadi keinginannya, selain berusaha menyenangkan hati Tuhan. Tuhan seperti magnet yang sangat kuat menarik hidup dan segala kegiatannya. Segala sesuatu yang dilakukan pasti ditujukan bagi Dia. Hal ini tidak akan pernah bisa dijelaskan dengan lengkap dan tidak akan pernah bisa dimengerti sampai seseorang benar-benar mengalaminya sendiri. Mengalami hal ini berarti seseorang menemukan kekayaan hidup atau menemukan hidup itu sendiri.
Jangan berpikir seseorang bisa memiliki kehidupan yang berarti tanpa mengasihi Tuhan dengan benar, sebab ia akan menjadi sampah abadi dan binasa dalam api kekal. Hal ini sama dengan di-“terminate” (diakhiri, dihentikan) atau dirusak untuk ditiadakan. Jangan merasa sudah memiliki anugerah hanya karena merasa sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Ingatlah, keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan semula, dalam hal ini rancangan semula-Nya adalah menjadikan manusia sebagai pribadi yang mengasihi Tuhan dengan segenap hidup. Belum mencapai ini berarti anugerah belum dimiliki. Tuhan menebus kita supaya kita keluar dari cara hidup yang sia-sia (1Ptr. 1:17-18), dengan berusaha menjadi manusia seperti yang dikehendaki-Nya.
Menjadi manusia seperti yang dikehendaki Allah adalah bersekutu dengan Dia, bukan untuk bisa memanfaatkan Tuhan dalam menjalani hidup dengan caranya sendiri. Melainkan menjadi pribadi yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi sehingga melakukan segala sesuatu demi kepentingan Tuhan semata-mata. Jadi, orang yang tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi berarti ia tidak mengasihi diri sendiri. Hal ini sama artinya dengan membinasakan dirinya sendiri. Banyak orang mengasihi diri sendiri secara salah, yaitu menghiasi diri dengan berbagai perhiasan, memenuhi diri dengan segala fasilitas dan berusaha menarik orang untuk menghormati dirinya. Sikap seperti ini justru mencelakakan dirinya sendiri.
Orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri adalah orang yang tidak akan dapat mengasihi sesama manusia. Sebab mengasihi orang lain dasar atau pijakannya mengasihi diri sendiri. Itulah sebabnya hukum yang kedua yang dikatakan “sama dengan itu” (mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi), mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (Mat. 22:37-40). Tidak mengasihi sesama berarti “pembunuh.” Seorang pembunuh tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga, dan dengan cara inilah seseorang tidak mengasihi diri sendiri.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG TIDAK MENGASIHI TUHAN DENGAN SEGENAP HATI, JIWA DAN AKAL BUDI BERARTI IA TIDAK MENGASIHI DIRI SENDIRI, IA MEMBINASAKAN DIRINYA.
Surat Gembala Senior 04 Februari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEBUTUHAN MUTLAK
2024-02-04 05:14:45
Saudaraku,
Ketika Tuhan Yesus berbicara mengenai hukum yang terutama—yaitu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi—sebenarnya Tuhan hendak menunjukkan kepada manusia apa yang dikehendaki-Nya untuk dilakukan lebih dari segala sesuatu dalam hidup ini (Mat. 22:37-40). Inilah inti kehidupan manusia, hal ini merupakan satu-satunya yang utama dan harus dilakukan atau dikenakan dalam hidup. Lebih mutlak dari segala realitas dan lebih mutlak dari segala kebutuhan. Memandang hal ini, maka tidak ada sesuatu lain yang disebut sebagai kebutuhan mutlak, selain mengasihi Tuhan dengan segenap hidup.
Ketika seseorang mengasihi Tuhan dengan benar, maka segala sesuatu menjadi seperti fatamorgana (pembiasan cahaya melalui kepadatan yang berbeda, sehingga bisa membuat sesuatu yang tidak ada menjadi seolah-olah ada. Fenomena ini biasa dijumpai di tempat panas seperti padang pasir). Memang, pada akhirnya segala sesuatu yang ada di bumi ini akan lenyap. Lenyap sama sekali. Bumi ini adalah padang pasir kehidupan, bukan Firdaus. Betapa dahsyatnya fenomena ini, ketika segala sesuatu lenyap dan berubah menjadi lautan api.
Tanpa mengasihi Tuhan dengan segenap hidup, sebaiknya manusia tidak pernah ada. Sebaiknya tidak pernah ada “kita” kalau tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hidup ini, sebab kita diciptakan untuk berkasih-kasihan dengan Allah. Tidak ada makhluk yang memiliki keberadaan seperti ini. Inilah letak keagungan makhluk Adam yang diciptakan segambar dengan diri Allah sendiri. Diciptakan segambar dengan diri Allah sendiri artinya diberi keberadaan untuk bisa mengimbangi Allah, yaitu bisa berjalan seiring. Seiring untuk membagi perasaan.
Dalam hal ini seakan-akan Allah membuat diri-Nya membutuhkan cinta kasih dari manusia. Maka, betapa terhormat dan agungnya makhluk manusia ini, diperkenan berkasih-kasihan dengan Tuhan. Menolak hal ini berarti menolak Allah dan anugerah-Nya. Betapa celakanya manusia yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti akan hal ini. Mereka membiarkan hatinya direbut oleh kuasa gelap dengan percintaan yang ditujukan kepada dunia ini.
0Mereka yang bersahabat dengan dunia ini dikategorikan sebagai musuh Allah (Yak. 4:4). Manusia telah merusak kehormatannya sendiri dengan cara menggantikan kehormatan sebagai makhluk yang mengasihi Tuhan menjadi makhluk yang mengasihi barang-barang dunia fana demi kehormatan di mata manusia lain. Percintaan dengan dunia dan haus kehormatan atas manusia telah menjadi belenggu, yang menutup hatinya untuk memberi ruang yang pantas bagi Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang tidak terhormat, sebab mereka tidak menghormati Allah.
Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi ini tidak cukup diwujudkan dengan memeluk suatu agama dan membela agama tersebut. Seakan-akan Allah membutuhkan seseorang untuk berpihak kepada-Nya dan berjuang demi agamanya, supaya ditegakkan serta mencari sebanyak mungkin pengikut. Betapa miskinnya alah seperti ini. Biasanya kelompok ini rela melakukan kekerasan demi kepentingan agamanya, seakan-akan Allah merestui tindakan kekerasan demi kepentingan-Nya.
Dalam kekristenan, terdapat orang-orang yang mengupayakan sebanyak mungkin orang beragama lain menjadi orang Kristen. Mereka berkeyakinan, bahwa dengan mengaku percaya secara akali kepada Tuhan Yesus, maka mereka diselamatkan dan terhindar dari neraka. Selain itu, selama hidup di dunia diberkati dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan perlindungan-Nya. Dalam pengertian ini, seakan-akan Tuhan sudah cukup merasa puas banyak orang menjadi Kristen, tidak pergi ke dukun terlibat dengan praktek okultisme. Orang Kristen yang naif berpikir, bahwa Tuhan berusaha mencari pengaruh dengan menunjukkan mukjizat dan berbagai tanda ajaib, supaya diri-Nya unggul dalam berkompetisi dengan agama-agama lain dan kuasa-kuasa dunia. Sebenarnya ini adalah pikiran yang salah.
Kita harus memformat ulang kekristenan dan pelayanan gereja yang salah ini. Kekristenan harus fokus pada penyempurnaan pribadi terlebih dahulu. Lebih dari kegiatan menyiarkan agama seperti yang dijelaskan di atas, orang percaya dipanggil terlebih dahulu untuk mengasihi Tuhan dengan tidak menghargai dunia. Harus sungguh-sungguh menyadari bahwa dunia dengan segala keindahannya adalah fatamorgana. Harta dunia adalah mamon yang tidak jujur dan tidak bisa dipercayai, artinya untuk sementara saja harta tersebut bisa menopang. Untuk itu suasana jiwanya harus mulai diubah, bahwa yang dapat membahagiakan hatinya bukan fasilitas, tetapi pengharapan suatu hari akan bertemu dengan Tuhan (1Ptr. 1:3-5).
Selanjutnya mulai berusaha mengaktifkan nuraninya untuk mengetahui apakah yang dilakukan benar-benar menyenangkan hati Tuhan atau sebenarnya untuk menyenangkan diri sendiri. Bukan tidak mungkin ketika seseorang melakukan pelayanan gereja, sebenarnya ia sedang mencari keuntungan pribadi. Hal ini sudah terbukti, tidak sedikit kegiatan pelayanan adalah usaha mencari nafkah. Pelayanan selain untuk kesenangan pribadi juga menjadi kebanggaan memperoleh nilai diri di mata manusia. Orang seperti ini biasanya tidak terlalu peduli apakah yang dilakukan melukai orang lain, sebab baginya yang penting bisa menjalankan kegiatan pelayanannya.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TIDAK ADA SESUATU LAIN YANG DISEBUT SEBAGAI KEBUTUHAN MUTLAK, SELAIN MENGASIHI DIA DENGAN SEGENAP HIDUP.
Surat Gembala Senior 28 Januari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - POLUSI PERKATAAN
2024-02-04 05:09:39
Saudaraku,
Kalau seseorang hanya cakap mengendalikan lidah, maka ia menjadi licik dan munafik. Orang yang tidak banyak bicara belum tentu memiliki ucapan yang bijaksana, tetapi memang lebih sedikit membawa dampak negatif daripada orang yang tidak bijaksana tetapi banyak bicara. Akhirnya, bagaimanapun suatu saat akan nampak apakah hati seseorang lurus atau bengkok. Tuhan Yesus berkata, _“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan_ (Mat. 23:25). Hal ini juga bisa menunjuk fenomena di mana bagian dalam hidup manusia tidak digarap, tetapi bagian luarnya (lidah) digerakkan manis.
Untuk menjadi bijaksana seseorang harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Hal inilah yang sulit. Tetapi kalau diupayakan dengan sungguh-sungguh, pasti bisa. Upaya yang harus dilakukan adalah selalu berusaha mengalami pembaharuan pikiran melalui firman-Nya setiap hari. Target yang harus dicapai untuk memiliki kebijaksanaan adalah seperti Tuhan Yesus atau sempurna seperti Bapa. Dengan kebijaksanaan ini seseorang akan dengan sendirinya bisa menempatkan kata dan sikap yang memberkati orang lain. Dalam hal ini dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras serta waktu yang cukup untuk memiliki hati yang bijaksana.
Dengan kebijaksanaan, maka ia tidak akan mengucapkan kata-kata yang tidak perlu untuk diucapkan. Kalau ia mengucapkan perkataan, maka perkataannya akan memberkati orang yang mendengarnya. Orang bijaksana tidak diharapkan diam saja, sebab perkataannya akan memberkati orang lain. Di ayat yang lain Tuhan Yesus berkata bahwa bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang (Mat. 15:11). Pernyataan ini sering digunakan untuk membela argumentasi bahwa apa saja yang dimakan halal. Padahal dalam konteks Yahudi ada banyak jenis makanan yang dilarang untuk dikonsumsi dan mereka sangat ketat melakukannya. Tuhan Yesus pun menjunjung tinggi dan menghargainya agar Tuhan Yesus tidak menjadi batu sandungan.
Jadi konteks ayat tersebut bukan soal jenis makanan, melainkan mengenai adat istiadat harus mencuci tangan sebelum makan (Mat. 15:1-2). Mencuci tangan pun sebenarnya juga bukan sesuatu yang salah, sebab mencuci tangan sebelum makan sangat higienis. Tentu Tuhan Yesus tidak melarangnya. Tetapi Tuhan menentang adat istiadat tersebut bila dijadikan standar kesucian hidup, seakan-akan adat istiadat sejajar dengan firman Allah. Pada kesempatan itu Tuhan Yesus menunjukkan ada hal lain yang lebih besar, yaitu apa yang keluar dari mulut. Keluar dari mulut ini bukan muntahan dari perut, melainkan perkataan yang keluar dari perbendaharaan hatinya.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaan hatinya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya (Luk. 6:45), dan apa yang keluar dari mulutnya menajiskan orang (Mat. 15:11). Kata menajiskan dalam teks aslinya adalah _kionoo_ (κοινόω) yang bisa berarti _to make common, to make unclean, desecrate_ (membuat umum; menajiskan, membuat tidak suci, menodai, polusi). Perkataan yang sia-sia tidak akan membuat dampak yang baik secara luar biasa, tetapi hanya bernilai biasa-biasa saja (to make common).
Padahal betapa hebat kuasa perkataan itu kalau ditempatkan pada tempat yang tepat dengan isi yang berkualitas. Tentu untuk memiliki isi yang berkualitas seseorang harus memiliki kebjaksanaan yang tinggi. Perkataan yang sia-sia akan menajiskan atau membuat kotor (polusi) suatu persahabatan atau hubungan dengan sesama. Perkataan yang tidak bijaksana membuat orang lain sakit hati, kecewa, marah dan merencanakan sesuatu yang jahat. Hal inilah yang dimaksud Tuhan Yesus dengan menajiskan. Fakta yang bisa terjadi karena sakit hati seseorang memutuskan persahabatan, menyimpan dendam sampai membunuh. Jadi, betapa berbahaya perkataan, namun juga betapa mulianya perkataan jika digunakan dengan bijaksana. Allah memberikan mulut untuk bisa menyampaikan pesan-pesan Tuhan atau hikmat Allah. Oleh sebab itu mulut yang sama untuk memuji Tuhan, tidak boleh untuk mengutuk orang.
Teriring salam dan doa,
Assct. Prof. Dr. Erastus Sabdono
PERKATAAN YANG SIA-SIA AKAN MENAJISKAN ATAU MEMBUAT POLUSI SUATU PERSAHABATAN ATAU HUBUNGAN DENGAN SESAMA.
Surat Gembala Senior 21 Januari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERUCAP BIJAK
2024-01-21 09:17:57
Saudaraku,
Pada umumnya kita semua sudah tahu betapa besar peran perkataan atau ucapan dalam kehidupan. Banyak buku yang ditulis dan khotbah yang disampaikan mengenai hal ini. Faktanya, mari kita jujur, tidak banyak pengaruh nasihat dan buku yang ditulis mengenai lidah tersebut. Tidak banyak orang berubah bisa berucap dengan bijaksana walau sudah membaca buku dan mendengarkan khotbah mengenai penggunaan lidah. Seakan-akan mereka tidak pernah mengerti bahwa lidah berperan besar seperti kemudi kecil di kapal besar dan lidah bisa berbahaya seperti api. Jelas sekali Alkitab mengatakan bahwa lidah bisa merupakan dunia kejahatan di antara anggota tubuh yang sukar dijinakkan (Yak. 3:4-8).
Mengapa hal ini bisa terjadi
Jawabnya adalah karena menganggap sepele hal penggunaan lidah sehingga seseorang tidak pernah berhasil menguasainya. Oleh sebab itu, satu hal yang harus diperhatikan untuk bisa berucap bijak adalah memperlakukan lidah sebagai bagian hidup yang bisa sangat berbahaya dan merusak atau menghancurkan. Bisa berbahaya bukan berarti jahat, hal itu tergantung bagaimana mengelolanya. Sama seperti api bisa menjadi sarana untuk mendatangkan bencana, tetapi juga bisa mendatangkan keuntungan atau kebaikan. Oleh karena besarnya peranan lidah dalam kehidupan manusia, maka penggunaan lidah harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan (Mat. 12:36).
Mengapa Alkitab secara khusus memberi perhatian kepada lidah? Mengapa bukan bagian tubuh yang lain? Sebab lidah bisa sangat berbahaya kalau tidak dikelola dengan baik. Dengan memahami hal ini, kita harus menganggap lidah sebagai suatu ancaman yang membahayakan kalau tidak dikelola dengan baik. Dalam kitab Yakobus 3 dikatakan bahwa binatang buas bisa dijinakkan, tetapi lidah tidak mudah. Ini memberi suatu pesan agar kita menjinakkan lidah. Persoalannya adalah dengan cara bagaimana kita bisa menjinakkan lidah? Tentu dengan membiasakan diri tidak mengucapkan kata-kata yang tidak membawa dampak positif bagi orang lain. Dalam hal ini perkataan seperti sebuah peluru yang ditembakkan. Kita harus cakap menggunakan senapan tersebut, yaitu lidah kita. Kapan menarik picu dan dengan peluru apa.
Kita harus mulai belajar mengendalikan lidah dengan memperhitungkan setiap perkataan yang kita ucapkan. Mengucapkan perkataan tidak seperti membelanjakan uang. Uang bisa habis bila dibelanjakan, berbeda dengan perkataan yang memiliki persediaan tanpa batas selama hidup di dunia ini. Justru dengan tanpa batas ini lebih berbahaya, sebab kalau seseorang tidak mampu menjinakkannya, maka ucapan akan mendatangkan bencana kepada banyak pihak.
Sebenarnya lidah hanya sarana saja, bukan pelaku utama. Ada “tokoh intelektual” di balik lidah. Tokoh itu adalah pikiran, perasaan dan kehendak yang menggerakkannya. Kalau ada orang berkata tentang mulut yang manis dan fasih lidah, sejatinya yang manis bukan mulutnya dan yang fasih bukan lidahnya, melainkan “sesuatu” yang menggerakkan lidah tersebut. Jadi, kalau seseorang mau berucap bijak, yang harus dikelola bukan hanya lidahnya secara langsung—sebab lidah hanya robot—namun yang harus dikontrolnya adalah hati atau jiwanya.
Jadi, sangatlah bodoh kalau seseorang hendak memiliki ucapan yang bijaksana hanya berusaha mengendalikan lidah. Lidah memang harus dikendalikan. Kita harus terus menerus berada dalam kesadaran bahwa lidah bisa berbahaya, dalam penggunaannya harus “super hati-hati.” Tetapi mengendalikan lidah dengan prinsip ini belumlah cukup. Kalau seseorang tidak memiliki hati yang bijaksana, pasti lidahnya juga akan digunakan secara salah sehingga tidak berucap bijak; sebaliknya kalau seseorang bijaksana, maka lidahnya pun akan berucap bijaksana.
Teriring salam dan doa,
Assct. Prof. Dr. Erastus Sabdono
KALAU SESEORANG MAU BERUCAP BIJAK, YANG HARUS DIKELOLA BUKAN HANYA LIDAHNYA SECARA LANGSUNG—SEBAB LIDAH HANYA ROBOT— NAMUN YANG HARUS DIKONTROLNYA ADALAH HATI ATAU JIWANYA.
Surat Gembala Senior 14 Januari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEKHAWATIRAN YANG POSITIF
2024-01-14 10:01:59
Saudaraku,
Tidak semua kekhawatiran adalah sebuah pelecehan terhadap Tuhan, seakan-akan karena dengan khawatir seseorang mengatakan bahwa Allah tidak sanggup mengurus hidupnya. Allah sanggup mengurus hidup umat-Nya, tetapi kalau umat-Nya tidak mengurus hidupnya dengan benar, maka pasti hidup dalam kekurangan. Perlu ada kekhawatiran yang positif, yaitu kekhawatiran yang menggerakkan seseorang berjaga-jaga, bekerja keras dan bertanggung jawab. Kekhawatiran yang paling prinsip adalah kekhawatiran terbuang dari hadirat Allah.
Lalu apa maksud Tuhan Yesus mengatakan bahwa hidup lebih penting dari makanan dan tubuh lebih penting dari pakaian? Kata hidup dalam teks ini adalah _psuke_ (ψυχῇ), yang artinya jiwa. Dalam jiwa ada pikiran, perasaan dan kehendak. Di sini Tuhan hendak menunjukkan bahwa pemeliharan pikiran, perasaan dan kehendak—yaitu manusia batiniah—lebih penting dari makanan jasmani untuk pertumbuhan fisik (_nourishment;_τροφῆς).
Dengan pernyataan ini Tuhan Yesus hendak menunjukkan bahwa manusia hidup bukan hanya dari roti saja. Maksudnya, jangan karena makanan jasmani (roti) seseorang mengabaikan pemeliharaan manusia batiniah yang lebih penting sebab membawa dampak abadi. Manusia mengusahakan segala sesuatu demi kepuasan jasmaninya. Hal ini seperti orang-orang Roma yang gelojoh. Mereka makan sekenyang-kenyangnya kemudian dimuntahkan dan makan lagi.
Tuhan juga hendak menunjukkan bahwa orang percaya tidak boleh khawatir karena kurang banyak atau kurang puas dengan makanan yang tersedia. Bapa pasti memelihara lebih dari burung di udara. Kekhawatiran di sini adalah kekhawatiran kurang banyak seperti orang kaya dalam Lukas 12:16-21. Apa yang dikemukakan oleh Tuhan Yesus sinkron dengan yang dikemukakan Paulus, asal ada makanan dan pakaian cukup. Hidup bukan untuk makan, namun makan untuk hidup.
Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa tubuh lebih penting dari pakaian. Kata tubuh di sini adalah soma (σῶμα) dan pakaian dalam teks aslinya adalah endumatos (ἐνδύματος) yang artinya jubah luar (outer robe). Dalam hal ini Tuhan mengingatkan kepada manusia yang tidak menggunakan tubuhnya dengan benar. Mereka lebih mendandani dengan jubah luar yang megah dalam pemandangan mata manusia tetapi tidak menggunakan tubuh untuk kemuliaan Allah. Inilah yang dilakukan oleh manusia sejak zaman dahulu, demi penampilan mereka mengusahakan segala sesuatu, bukan bertujuan mengabdi kepada Allah melainkan demi dirinya sendiri.
Jadi kekhawatiran di sini adalah kekhawatiran karena kurang berpenampilan menarik. Padahal Tuhan pasti memelihara tubuh yang adalah milik-Nya demi kemuliaan nama-Nya dan kepentingan Kerajaan Allah. Tuhan Yesus menunjukkan bahwa bunga di padang didandani lebih dari Salomo, maka orang percaya pasti dipelihara lebih dari semua itu. Kalau kekhawatiran orang percaya didasarkan karena tidak bisa bermegah dalam penampilan, maka berarti ia tidak mengumpulkan harta di surga.
Pemeliharaan Allah memiliki jangkauan yang lebih panjang dan lebih mulia. Sayang sekali, banyak orang Kristen yang berpikir dangkal, mereka memandang Matius 6:30 sekadar janji bahwa Tuhan akan memelihara kehidupan mereka di bumi dengan sempurna (makan dan minum serta pemenuhan kebutuhan jasmani), tetapi mereka tidak melihat rencana Allah di balik pemeliharaan jasmani tersebut. Pemeliharaan Allah atas kehidupan jasmani anak-anak Tuhan dimaksudkan agar mereka bisa menyelenggarakan maksud dan tujuan hidup sebagai orang percaya, yaitu mengumpulkan harta di surga dan mendahulukan Kerajaan Allah tanpa gangguan atau tanpa hambatan (Mat. 6:19-21; 33).
Dengan demikian pemenuhan kebutuhan jasmani bukanlah tujuan atau goalnya. Dalam hal ini orang percaya harus bisa diajak sepikiran atau sevisi dengan Allah, yaitu untuk tidak fokus pada hal-hal duniawi. Itulah sebabnya Tuhan Yesus tegas berkata agar orang percaya tidak mengumpulkan harta di bumi, tetapi agar orang percaya mengumpulkan harta di surga. Allah tidak menghendaki manusia dibuang ke dalam lautan api (Why. 20:15). Kalau pengertian seseorang tumpul atau pengertiannya gelap (Mat. 6:22), maka mereka tidak menangkap maksud Tuhan di balik kalimat dalam Matius 6:30 tersebut. Mereka hanya menganggap Tuhan berurusan dengan makan dan minum serta pakaian jasmani. Padahal perspektif Tuhan memandang hidup adalah kekekalan.
Teriring salam dan doa,
Acct. Prof. Dr. Erastus Sabdono
KEKHAWATIRAN YANG POSITIF ADALAH KEKHAWATIRAN YANG MENGGERAKKAN SESEORANG BERJAGA-JAGA, BEKERJA KERAS DAN BERTANGGUNG JAWAB.
Surat Gembala Senior 07 Januari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEKHAWATIRAN YANG SALAH
2024-01-07 10:04:37
Saudaraku,
Dalam khotbah di Bukit, Tuhan Yesus menyinggung mengenai hal kekhawatiran (Mat. 6:25-34). Dari teks-teks tersebut disimpulkan agar kita tidak khawatir. Kekhawatiran menjadi kata yang selalu berkonotasi negatif. Mengapa demikian? Sebab hal ini terjadi karena banyak orang tidak memperhatikan konteks ketika Tuhan Yesus berbicara mengenai kekhawatiran tersebut. Konteks percakapan pada waktu itu adalah agar orang percaya jangan mengumpulkan harta di bumi, dan memindahkan hati di Kerajaan Surga, sebuah nasihat bahwa kekayaan bisa menggelapkan pengertian dan puncaknya adalah agar setiap orang mengabdi hanya kepada Tuhan saja atau tidak sama sekali. Direlasikan dengan konteks tersebut, maka segala kepentingan harus ditiadakan selain mempersiapkan diri memasuki kehidupan yang sesungguhnya nanti di surga, dengan mempertajam pengertian untuk mengenal kebenaran dan kepentingan untuk mengabdi kepada Tuhan. Tentu saja Tuhan sendiri akan mendukung penuh kehendak-Nya ini terwujud dalam kehidupan orang percaya.
Jadi, apa sebenarnya kekhawatiran itu? Kekhawatiran adalah perasaan terancam oleh sesuatu hal atau oleh sesuatu yang bisa atau akan terjadi menimpa dirinya sehingga menimbulkan ketidaktenangan dalam hati. Bisa terjadi artinya bisa benar-benar terjadi atau tidak. Jika demikian berarti kekhawatiran bisa membuat seseorang bereaksi menghindarkan diri dari ancaman tersebut. Jadi, kalau tidak ada kekhawatiran sama sekali membuat seseorang menjadi tidak waspada terhadap suatu keadaan yang bisa terjadi menimpa diri seseorang. Tuhan Yesus berkata, “Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” (Mat. 6:25)
Ini bukan berarti kekhawatiran selalu negatif. Harus diingat bahwa kekhawatiran akan membangkitkan kewaspadaan dan sikap berjaga-jaga yang benar. Kalau dilihat konteksnya agar orang percaya mencari nafkah, makanan dan pakaian bukan demi makanan dan pakaian itu sendiri, melainkan demi agar maksud Tuhan menempatkan manusia sebagai orang percaya diwujudkan, sehingga dalam hal ini seseorang tidak boleh memiliki target duniawi atau jasmani. Targetnya adalah mengumpulkan harta di surga, membangun pengertian untuk mengenal kebenaran dan mengabdi sepenuhnya kepada Tuhan (Mat. 6:19-24). Kekhawatiran yang salah adalah perasaan terancam terhadap sesuatu lebih dari kekhawatirannya tidak memiliki harta surgawi dan terbuang dari hadirat Allah. Orang-orang yang memiliki kekhawatiran yang salah tidak akan menghargai nilai-nilai kekekalan atau nilai-nilai rohani.
Maka, adalah suatu kesalahan kalau dikesankan secara terselubung atau terang-terangan kepada jemaat bahwa Tuhan pasti memelihara hidup orang percaya, tetapi di lain pihak mengabaikan tanggung jawab untuk bekerja keras memenuhi kebutuhan. Seakan-akan dengan pernyataan Tuhan Yesus agar tidak khawatir merupakan janji bahwa Dia akan memenuhi segala kebutuhan. Dalam hal ini pengertian agar orang percaya tidak khawatir harus dipahami dengan benar. Dalam Matius 6:25-34 Tuhan Yesus sama sekali tidak mengajarkan bahwa orang percaya boleh “percaya saja” (aktivitas pikiran), maka Bapa akan memelihara tanpa syarat. Hal ini akan merusak kinerja dan mental orang percaya. Atmosfer seperti ini adalah atmosfer agama non-Kristen di mana umat berurusan dengan dewa yang mereka sembah untuk memperoleh kemudahan menjalani hidup. Perjalanan hidup orang percaya akan sukar sebab harus mengumpulkan harta di surga dan mengabdi sepenuh kepada Allah Bapa.
Tuhan Yesus menunjuk burung di langit dan bunga bakung di ladang sebagai contoh. Burung di langit adalah burung yang pergi mencari nafkah dan bunga bakung di ladang adalah bunga hidup yang terus menyerap makanan tak berhenti bekerja. Tuhan hendak mengajarkan bahwa ada wilayah yang harus dipenuhi oleh manusia, seperti burung terbang di langit mencari makanan dan seperti bunga bakung yang menyerap makanan. Berkenaan dengan hal ini Tuhan Yesus berkata, “Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Mat. 6:27).
Orang percaya harus memenuhi bagiannya dengan tekun, adapun hal yang tidak bisa ditanggulangi oleh manusia sebab di luar kemampuannya, itu menjadi bagian Tuhan. Hendaknya kita menghindarkan jemaat dari salah pengertian, seakan-akan nasihat jangan khawatir melegalkan orang percaya tidak perlu terlalu giat bekerja dan mengesankan bahwa Tuhan akan menopang segala sesuatu, walaupun anak Tuhan tersebut tidak giat dan tekun bekerja.
Teriring salam dan doa,
Assct. Prof. Dr. Erastus Sabdono
KEKHAWATIRAN YANG SALAH ADALAH PERASAAN TERANCAM TERHADAP SESUATU LEBIH DARI KEKHAWATIRANNYA TIDAK MEMILIKI HARTA SURGAWI DAN TERBUANG DARI HADIRAT ALLAH.
Surat Gembala Senior 31 Desember 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MERAIH LEBIH
2024-01-14 10:07:39
Saudaraku,
Kegagalan banyak manusia—di mana di dalamnya termasuk orang Kristen—adalah tidak menghayati dirinya sebagai makhluk kekal. Dalam ajaran kebatinan di Jawa diyakini bahwa seseorang di dunia ini hanya mampir minum, sehingga banyak yang berkelakuan luar biasa indahnya karena mereka percaya adanya kehidupan setelah kematian. Dalam kehidupan banyak orang Kristen, irama hidup yang dimiliki sudah terlanjur seirama dengan anak-anak dunia yang buta terhadap realitas ini. Sehingga sulit sekali menyadarkan orang yang mata hatinya sudah tertutup terhadap kebenaran siapa sesungguhnya dirinya itu.
Dunia sudah terbiasa menunjukkan suatu pemandangan bagaimana merawat fisik yang kelihatan daripada manusia batiniah yang memang tidak kelihatan. Cara hidup yang salah itu sudah kuat mengakar dalam diri banyak orang, sehingga yang mereka kejar adalah apa yang dapat disediakan dan diberikan oleh dunia hari ini. Tetapi orang yang menghayati bahwa dirinya adalah makhluk kekal akan berusaha meraih apa yang lebih dari kehidupan ini. Dan yang lebih dari kehidupan ini adalah Tuhan dan Kerajaan-Nya.
Dengan demikian sebagai dampaknya, pertama, ia akan berusaha untuk tidak terikat dengan kekayaan dunia. Kedua, ia berusaha untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela, sehingga ia akan lebih mudah meninggalkan dosa. Ketiga, ia akan berusaha semaksimal mungkin melayani Tuhan untuk membawa orang lain ke langit baru dan bumi yang baru. Hidup yang sesungguhnya adalah nanti di dunia yang akan datang. Hidup sekarang ini hanyalah persiapan untuk memasuki kehidupan nanti.
Oleh sebab itu, orang yang mempersiapkan diri untuk kehidupan yang akan datang tidak akan mempersoalkan hal-hal duniawi yang bertujuan untuk nilai diri. Dalam hal ini seseorang harus mengambil keputusan untuk memilih; Kerajaan Tuhan atau kerajaannya sendiri yang akhirnya ada di bawah koordinasi setan. Berkenaan dengan hal ini kita bisa mengerti Paulus mengatakan bahwa dirinya tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal (2 Kor. 4:18).
Paulus dapat memiliki tiga ciri di atas, orang yang menghayati bahwa dirinya adalah makhluk kekal, yaitu tidak terikat keindahan dunia, berusaha hidup berkenan kepada Tuhan dan melayani Dia tanpa batas. Jika seseorang menghayati dirinya sebagai makhluk kekal, maka ia akan memiliki penampilan yang sangat berbeda dengan mereka yang fokusnya masih pemenuhan kebutuhan jasmani. Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang yang dari bumi akan berkata-kata dalam bahasa bumi (Yoh. 3:31) bahwa orang-orang yang belum menyadari dirinya adalah makhluk kekal tidak akan bisa berkata-kata mengenai kekekalan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG MENGHAYATI BAHWA DIRINYA ADALAH MAKHLUK KEKAL AKAN BERUSAHA MERAIH APA YANG LEBIH DARI KEHIDUPAN INI; YAITU TUHAN DAN KERAJAAN-NYA.
Surat Gembala Senior 24 Desember 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENJUAL DIRI
2023-12-24 09:44:36
Saudaraku,
Menjadi kodrat manusia pada umumnya untuk mencari harkat dan martabat yang dibangun di atas penghormatan dan penilaian manusia. Hal ini sama artinya bahwa pada umumnya setiap orang memasang tarif dan menjual dirinya terhadap dunia ini. Menjual diri maksudnya berusaha agar dirinya mendapat penghormatan atau penilaian yang sesuai dengan apa yang diingininya, biasanya seiring dengan atribut-atribut lahiriah yang dimiliki (pangkat, gelar, penampilan, kekayaan dan lain-lain). Segala sesuatu yang diusahakan adalah usaha untuk menaikkan nilai diri di mata manusia, bukan di mata Allah.
Tetapi pada umumnya orang tidak menyadari hal tersebut, mereka menganggapnya wajar. Tentu dengan demikian berarti mereka tidak berusaha untuk mencari penghormatan dan penilaian dari Allah. Sebab kalau seseorang sudah mencari penghormatan dan penilaian dari manusia, maka ia pasti tidak akan mencari kehormatan dari Allah. Berkenaan dengan hal ini Tuhan Yesus berkata, “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?” (Yoh. 5:44). Dari pernyataan ini, Tuhan menunjukkan bahwa seorang anak Tuhan harus berusaha mencari hormat yang datang dari Allah, bukan dari manusia. Hal itu merupakan ekspresi dari percayanya kepada Tuhan.
Jadi, kalau orang masih mencari hormat dari manusia berarti ia belumlah menjadi orang percaya yang benar. Tuhan Yesus sebagai teladan hidup kita menyatakan bahwa Diri-Nya tidak mencari hormat dari manusia (Yoh. 5:41). Ia mengosongkan diri menjadi manusia yang dalam segala hal disamakan dengan manusia biasa. Bahkan Ia mati di kayu salib dengan sangat terhina (Flp. 2:5-7). Dengan cara inilah Ia memuliakan Allah Bapa di surga. Dan karena Ia memuliakan Allah Bapa, maka Ia pun juga dimuliakan (Yoh. 8:54).
Menjadi orang percaya berarti menjadi pribadi yang akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Dengan demikian standar hidup yang harus dimiliki oleh orang percaya adalah standar hidup yang dikenakan oleh Tuhan Yesus. Sungguh sangat menyedihkan, kalau perjalanan hidup yang dijalani banyak orang hanya untuk mencari kehormatan bagi dirinya sendiri dari dunia. Kemiskinan cara berpikir dan gaya hidup ini juga berjangkit dalam kehidupan para pelayan jemaat; pendeta-pendeta yang berebut kursi pimpinan dalam lingkungan sinode gereja. Sehingga di gereja terdapat praktik-praktik seperti kegiatan politik sekuler. Semua itu disebabkan karena ambisi mau menjadi orang terhormat di antara pendeta lain. Kalau pemimpin gereja terjebak dalam kubangan tersebut, lalu bagaimana dengan jemaat?
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
MENJUAL DIRI MAKSUDNYA BERUSAHA AGAR DIRINYA MENDAPAT PENGHORMATAN ATAU PENILAIAN YANG SESUAI DENGAN APA YANG DIINGININYA.
Surat Gembala Senior 17 Desember 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENUNTUT HARKAT TINGGI
2023-12-17 22:38:58
Saudaraku,
Pada umumnya manusia hidup membutuhkan pengakuan dari manusia lain atau dari dunia sekitarnya. Dari pengakuan kelas sederhana sampai pada sanjungan dan pujian bahkan pemujaan. Pengakuan sederhana adalah pengakuan terhadap dirinya, bahwa ia pantas mendapat tempat sekecil apa pun dalam ruangan kehidupan ini. Dengan kata lain, setiap insan menuntut untuk dimanusiakan. Betapa abstraknya hal ini, sebab pengertian dimanusiakan itu sangat relatif. Seseorang akan sangat terluka dan sakit hati, bahkan terbangkitkan kemarahannya, bila merasa harkatnya diinjak-injak. Harkat di sini maksudnya adalah derajat (kemuliaan); nilai diri, harga diri dan sama dengan martabat. Harkat hidup seseorang sangat relatif, tergantung bagaimana seseorang memberi nilai terhadap dirinya.
Semakin memberi nilai tinggi terhadap dirinya, maka semakin seseoramg menuntut harkat dirinya dihargai. Hal ini juga berkaitan dengan status yang dimiliki seseorang; status darah (bangsawan atau rakyat jelata); status sosial, tingkat pendidikan, status pergaulan, pendidikan dan lain sebagainya. Orang yang mulai biasa bergaul dengan pejabat tinggi atau orang-orang dari kalangan tertentu yang terhormat akan mengeskalasi harkatnya, seakan-akan pergaulannya dengan mereka bisa mengangkat harkatnya. Demikian pula dengan soal pendidikan, seseorang menaikkan tingkat pendidikan dan keahlian bukan sekadar supaya memiliki suatu keahlian guna mengabdi kepada masyarakat, melainkan gelar yang disandangnya menaikkan harkatnya.
Seorang yang jumlah kekayaan bertambah juga akan menaikkan harkat dirinya. Itulah sebabnya orang mau menjadi kaya, selain karena mendapatkan rasa aman dan bahagia, juga harkat ini. Pengakuan, pujian, sanjungan dan pemujaan akan dituntut dan diharapkan oleh orang-orang yang memiliki nilai lebih di mata manusia lain; seperti seorang artis yang terkenal, berprestasi dalam ilmu pengetahuan yang dikagumi manusia, pengusaha yang berhasil mengumpulkan banyak kekayaan, seorang yang berhasil di gelanggang politik dan menjadi penguasa dalam pemerintahan.
Secara otomatis dan pada umumnya, mereka merasa bahwa harkatnya telah naik, maka ia menaikkan harga harkatnya. Itulah sebabnya banyak orang berjuang keras untuk berhasil dalam berbagai bidang. Dengan kondisi ini manusia digiring menuju kegelapan abadi. Dan banyak orang Kristen juga ikut tergiring tanpa mereka sadari. Sebagai anak-anak Tuhan, pujian yang harus kita cari dan gumuli adalah pujian dari Tuhan (1Kor. 4:5; 1Ptr. 1:7). Hal ini tidak mudah, sebab manusia biasanya mau merasakan pujian dari yang kelihatan sekarang di bumi, sedangkan Tuhan tidak kelihatan dan pujian yang diberikan barulah nanti di langit baru dan bumi yang baru.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
SEMAKIN SESEORANG MEMBERI NILAI TINGGI TERHADAP DIRINYA, MAKA SEMAKIN IA MENUNTUT HARKAT DIRINYA DIHARGAI ATAU DINAIKKAN.
Surat Gembala Senior 10 Desember 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PENGHORMATAN MANUSIA
2023-12-10 09:40:33
Saudaraku,
Selama seseorang masih mencari dan menuntut penghormatan dari manusia, ia tidak akan pernah menjadi orang percaya yang benar atau tidak dapat mengenakan kekristenan yang sejati. Ini berarti ia tidak akan menjadi orang terhormat di hadapan Allah dan tidak akan menerima kehormatan dalam keabadian. Di dunia Tuhan masih bisa memberikan kehormatan demi kepentingan pekerjaan-Nya atau kemuliaan nama-Nya. Kalau Tuhan menjadikan atau mengizinkan seorang anak Tuhan terhormat—baik disebabkan prestasi pendidikan, ekonomi, kekuasaan dan lain sebagainya—itu harus digunakan untuk kepentingan-Nya.
Hal ini sejajar dengan Tuhan Yesus Kristus yang menjadi Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa (Flp. 2:11). Ia menjadi Tuhan bukan untuk kemuliaan-Nya sendiri, melainkan bagi kemuliaan Allah. Dalam hal ini setiap anak Tuhan wajib mengembangkan semua potensi yang dimiliki demi memperoleh kehormatan yang kemudian digunakan untuk kepentingan Allah. Tetapi kenyataan yang terjadi, banyak usaha yang dilakukan hanya tertuju kepada kepentingan kehormatan, prestise dan harga diri sendiri. Secara natural ini terjadi dalam kehidupan setiap individu, seakan-akan sudah menjadi kodrat yang tidak bisa dilepaskan.
Keselamatan dalam Tuhan Yesus mengajarkan seseorang menanggalkan hasrat untuk dihormati manusia dan beralih untuk mencari penghormatan dari Allah dengan cara melakukan segala sesuatu untuk kepentingan-Nya. Inilah yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Ia melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan Allah Bapa dengan melakukan kehendak dan menyelesaikan pekerjaan yang Bapa percayakan kepada-Nya. Walau untuk itu Ia harus dihina dan disiksa.
Dalam hal ini, kalau kita memberi kemuliaan bagi Tuhan, berarti bukan hanya memuji nama Tuhan dengan nyanyian, melainkan mengusahakan agar rencana Allah dalam kehidupan kita digenapi. Artinya setiap individu menjadi seorang yang memiliki karakter seperti Kristus (menjadi corpus delicti) dan mengusahakan orang lain juga menjadi seperti Kristus. Inilah pelayanan yang sesungguhnya. Firman Tuhan mengatakan bahwa barangsiapa melayani Tuhan Yesus, ia harus mengikut Dia dan di mana Tuhan Yesus berada, di situ pun pelayan-Nya akan berada. Barangsiapa melayani Dia, ia akan dihormati oleh Bapa (Yoh. 12:26).
Dengan demikian, maka segala sesuatu yang dilakukan ditujukan untuk kepentingan Tuhan Yesus, yaitu menggenapi rencana Bapa tersebut. Berkenaan dengan ini Paulus mengatakan bahwa baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain harus dilakukan untuk kemuliaan Tuhan. Itulah pelayanan yang sesungguhnya bagi Tuhan Yesus. Hal ini tidak bisa digantikan dengan sekadar menjadi orang Kristen yang rajin pergi ke gereja, menjadi aktivis atau bahkan menjadi pendeta.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
SELAMA SESEORANG MASIH MENCARI DAN MENUNTUT PENGHORMATAN DARI MANUSIA, IA TIDAK AKAN PERNAH MENJADI ORANG PERCAYA YANG BENAR ATAU TIDAK DAPAT MENGENAKAN KEKRISTENAN YANG SEJATI.
Surat Gembala Senior 03 Desember 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TANPA PUKULAN
2023-12-03 09:32:21
Saudaraku,
Konsep seseorang mengenai apa yang dapat membahagiakan hidup bisa menjadi seperti sebuah ruangan di mana ia mengunci diri. Misalnya ia berpikir bahwa fasilitas materi yang dapat membuat dirinya merasa lengkap, utuh dan bahagia. Ruangan itu juga bisa menjadi penjara yang membelenggu sampai ia tidak bisa keluar dari situ. Mereka bisa berhati-hati melewati hidup dengan tetap bermoral baik, tetapi mereka tidak bisa menjadi pengikut Kristus yang sejati. Oleh sebab itu selagi masih bisa keluar dari ruangan tersebut, ia harus berusaha cepat keluar. Tetapi kalau ia membiarkan dirinya terus merasa nyaman di ruangan tersebut, maka ia tidak pernah bisa keluar dari penjara tersebut.
Mengapa seseorang tidak mau keluar dari ruangannya? Sebab ia sudah merasakan kenyamanannya. Baginya, atmosfer ruangan hidupnya itulah atmosfer yang paling enak dan satu-satunya yang bisa dinikmati. Ia tidak berpikir dan tidak percaya ada tempat lain yang lebih baik. Kalau diibaratkan dengan cita rasa lidah terhadap masakan, ia sudah terkunci oleh salah satu jenis rasa masakan. Ia merasa hanya masakan jenis itu saja yang enak, yang lain tidak diyakini bisa memuaskan cita rasa lidahnya. Cita rasa lidahnya adalah dunianya yang terbatas. Ia tidak akan meninggalkan dengan mudah cita rasa lidahnya tersebut, kecuali dalam keadaan terpaksa.
Demikian pula dalam kehidupan orang Kristen, dalam kondisi tertentu seseorang sudah tidak bisa lagi keluar dari ruangan kamar hidupnya, kecuali ketika ada goncangan-goncangan besar dalam hidupnya. Ini menunjuk masalah kehidupan yang terjadi. Ibarat ruangan, maka ruangan kamarnya sudah tidak menjadi nyaman. Ia akan mulai melihat kemungkinan ruangan hidup lain yang bisa memberikan kebahagiaan. Hal ini gambaran dari kehidupan seseorang yang diizinkan mengalami kegagalan bisnis, rumah tangga, karir, kesehatan dan berbagai prahara lain dalam hidup ini. Ia mulai melihat kemungkinan ada dunia lain yang lebih baik menjadi ruangan hidupnya.
Sejatinya, Tuhan tidak perlu membuat goncangan-goncangan dalam hidup ini agar seseorang mencari ruangan-Nya; Kerajaan-Nya. Dengan kesadaran oleh firman Tuhan dan kerelaan, seseorang sudah harus mengarahkan diri ke Kerajaan-Nya, tanpa pukulan Tuhan. Untuk bisa melakukan hal ini seseorang harus mengubah konsep hidupnya dengan kebenaran Injil yang murni. Hal ini juga akan mengubah cita rasa jiwanya secara bertahap, tetapi pasti. Tidak sedikit orang Kristen yang tidak akan pernah berpindah dari ruangan hidupnya disebabkan oleh konsep-konsep mengenai hidup yang sudah lama mengakar kuat. Sehingga membuat mereka tidak bisa diubah, ini adalah keadaan yang sangat membahayakan dan mengerikan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
DENGAN KESADARAN OLEH FIRMAN TUHAN DAN KERELAAN, SESEORANG SUDAH HARUS MENGARAHKAN DIRI KE KERAJAAN-NYA, TANPA PUKULAN TUHAN.
Surat Gembala Senior 26 November 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MASUK DALAM PEKERJAAN ALLAH
2023-11-26 10:14:03
Saudaraku,
Setelah kita tekun sejauh ini, pasti banyak hal yang sudah kita peroleh. Salah satunya adalah Tuhan mengajarkan kita untuk mengalami Allah yang hidup. Allah yang kita sembah adalah Allah yang hidup, bukan Allah yang mati. Namun kebanyakan orang mengalami Allah yang seakan-akan mati, bahkan tidak jarang dalam hidup kita juga merasakan bahwa Allah itu mati. Allah seakan-akan tidak ada, padahal Allah ada di setiap musim hidup kita dan Allah hidup. Jadi, ketekunan kita adalah untuk menghidupkan Allah di dalam hidup kita. Bagaimana hal ini bisa terjadi dalam hidup kita? Jawabnya adalah kita harus masuk ke dalam rencana pekerjaan Allah.
Salah satu contoh yang bisa kita lihat dari Alkitab adalah kisah Musa. Musa berada di padang Midian, dia tidak melihat kedahsyatan Allah Israel dan tidak mengalami kedahsyatan itu. Musa adalah gambaran hamba yang setia, dan hal itu ditunjukkan melalui perilaku kepada Allah. Misalnya pada waktu di mana Allah memanggil Musa untuk datang kembali ke Mesir guna membawa umat Allah ke Kanaan. Ini rencana Allah yang harus dipenuhi oleh Musa. Dari sekian banyak peristiwa yang Musa alami bersama umat Israel selama proses pembebasan itu, yang menjadi sorotan kita adalah bagaimana Allah menurunkan sepuluh tulah untuk Firaun. Bahkan kesepuluh tulah yang diberikan Allah kepada Firaun pun tidak disaksikan langsung oleh Musa.
Musa sekali lagi tidak melihat kedahsyatan Allah yang teracung atas Mesir, kalau Musa tidak keluar dari Midian. Jika saja Musa tidak masuk ke dalam rencana Allah dan tidak masuk ke dalam pekerjaan Allah, maka Musa tidak akan pernah melihat kemuliaan yang dahsyat itu. Bukan hanya itu, Musa membawa sekitar 2,5 juta orang Israel keluar dari tanah Mesir. Keajaiban sekali lagi ditunjukkan melalui peristiwa terbelahnya Laut Kolsom atau yang lebih kita kenal sebagai Laut Teberau. Jika Musa tidak mengambil bagian dari rencana yang dahsyat ini, maka Musa tidak akan menghidupkan Allah. Allah menjadi begitu nyata dan begitu konkret di dalam kehidupannya.
Berabad-abad gereja tidur, hanya berteori, memanggil Bapa namun Bapa seperti tidur. Banyak gereja yang hanya mempercakapkan Allah dalam karya-karya teologi dan menjadikannya karya ilmiah. Hal ini terjadi karena pekerjaan Allah sudah menjadi pekerjaan manusia. Banyak orang, banyak pendeta, banyak teolog yang bekerja untuk gereja, bukan bekerja untuk Tuhan. Inilah yang terjadi di kehidupan yang sudah jahat ini, yaitu fokus mencari Tuhan diganti menjadi mencari kalimat dan ilmu, tanpa mengalami Tuhan. Sama halnya seperti orang yang pandai berhitung, tetapi tidak pernah berdagang. Belajar mesin, tetapi tidak menyentuh mesin itu secara langsung. Seperti perenang yang hanya belajar teori berenang, tetapi tidak pernah menyentuh air atau tidak pernah berenang.
Maka dari itu, marilah kita mengerjakan pekerjaan Allah dengan serius. Pekerjaan ini bukan untuk mencari keuntungan dan kesenangan pribadi, tetapi bagaimana kita mengubah manusia untuk dapat melihat Tuhan sebagai Tuhan yang hidup. Tentunya, semua pekerjaan yang kita lakukan berkat pertolongan Tuhan untuk mengubah kodrat manusia berdosa menjadi manusia yang berkodrat ilahi. Menyelamatkan orang-orang dari masa muda yang kelam menjadi orang-orang muda yang berkarakter seperti Kristus. Mari kita lebih lagi bekerja keras, meletakkan pikiran kepada beban untuk mengubahkan orang-orang menjadi manusia-manusia Allah.
Pertaruhkanlah segenap hidup kita untuk pekerjaan Allah yang dahsyat ini. Semakin berat masalah kita, maka semakin besar juga kemuliaan Allah yang dapat kita lihat. Iblis pasti akan membangkitkan laskar-laskarnya untuk melawan kita, tetapi jangan lupa, Tuhan juga akan melindungi kita dari segala pencobaan. Cukup bergantung kepada Allah dan bangkitkan Allah dalam hidup kita. Dan jangan lupa belajar untuk memahami Allah.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JIKA SAJA MUSA TIDAK MASUK KE DALAM RENCANA ALLAH DAN PEKERJAAN ALLAH, MAKA MUSA TIDAK AKAN PERNAH MELIHAT KEMULIAAN YANG DAHSYAT; DEMIKIAN JUGA KITA.
Surat Gembala Senior 19 November 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DUNIA YANG SEMAKIN JAHAT
2023-11-19 11:27:53
Saudaraku,
Seperti kita ketahui bersama bahwa banyak negara di dunia yang memiliki keindahan alam yang menakjubkan. Namun dari negara-negara yang kita nilai indah tersebut, ternyata menyimpan banyak keburukan, karena semakin hari dunia yang kita pijak ini adalah dunia yang semakin kejam. Kejadian-kejadian yang mengerikan banyak terjadi di negara-negara yang kita lihat dari pandangan mata indah. Jika kita lihat di televisi, berita yang ada di media sosial, dan berbagai informasi yang dapat kita temukan pada saat ini, kebanyakan dari berita itu adalah berita tentang kehancuran dunia.
Terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina, di mana kota-kota menjadi porak-poranda. Bahkan pada saat orang miskin diungsikan ke tempat yang lebih layak, penduduk setempat yang merasa cemburu karena perhatian pemerintah lebih berpusat kepada mereka, sehingga mereka lari dari pengungsian dan menjadi gelandangan. Sejatinya, tidak heran jika kita menemukan hal-hal yang aneh di kehidupan zaman ini, karena dunia tidak bertambah menjadi lebih baik. Dunia malah berubah menjadi hunian yang jauh dari ekspektasi kita yang ingin memiliki kehidupan yang baik-baik saja. Sehingga muncul dalam pikiran kita dan bertanya-tanya, apakah indahnya kehidupan dulu bisa kita rasakan di hari-hari mendatang? Sementara kenyataan yang kita temui, dunia semakin hari semakin jahat. Betapa banyak orang menderita karena kerusakan ini.
Dari kejadian rusaknya dunia ini, harusnya kita bisa mengalihkan pandangan kita jauh ke kehidupan kita berikutnya, yaitu kehidupan di Kerajaan Surga. Dengan gairah yang tidak padam, kita hendaknya menularkan hal serupa dengan orang lain. Karena kematian tidak memandang umur, siapa pun bisa dijemput ajalnya pada waktu yang sudah ditentukan. Mari kita mempunyai keinginan untuk terus memandang langit baru dan bumi yang baru. Sejatinya, setelah banyak hal yang telah kita lalui di kehidupan ini, setidaknya hal ini bisa membuat kita sadar bahwa kehidupan yang kita miliki sekarang ini adalah kehidupan yang jahat. Pelajaran-pelajaran yang telah kita dapatkan harusnya menjadi bekal kita untuk dapat hidup berkenan di hadapan Tuhan. Bekal ini yang akan membuat kita memandang bahwa kehidupan kita harus suci dan kudus agar menyenangkan hati Tuhan.
Yesus berfirman, “di mana ada hartamu, di situ hatimu berada, kumpulkan harta di surga.” Sedangkan Paulus menuliskan, “carilah perkara yang di atas bukan yang ada di bumi.” Maka pesan yang disampaikan dari Tuhan Yesus dan Paulus kiranya mengajak kita untuk sungguh-sungguh memikirkan perkara yang ada di atas, merindukan Kerajaan Surga, merindukan langit baru dan bumi yang baru, merindukan untuk bertemu dengan Tuhan Yesus, dan membuat kita merindukan hidup serupa dengan Tuhan Yesus. Jika hal-hal itu dapat kita laksanakan, maka kita akan menjadi anak-anak Bapa yang setia, menjadi mempelai Kristus yang setia. Kita tidak akan dipermalukan dan tidak akan menjadi miskin.
Mari kita melakukan hal-hal demikian dengan mempraktikkannya dalam hidup kita, melalui doa-doa dan persekutuan-persekutuan yang kita lakukan untuk memuliakan nama Tuhan. Contohnya, seperti mengikuti doa pagi dengan tekun. Terutama untuk laskar-laskar Tuhan yang menyuarakan langit baru dan bumi baru. Hendaklah melalui ketekunan kita, kita dapat takut akan Allah dan menjadi orang yang bekerja dengan keras. Orang-orang yang mengarahkan hati kepada Tuhan adalah orang-orang memikirkan perkara langit baru dan bumi baru. Semoga banyak di antara kita menjadi orang-orang yang taat kepada Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KENYATAAN YANG KITA TEMUI, DUNIA SEMAKIN HARI SEMAKIN JAHAT, MAKA KITA HARUS MENGALIHKAN PANDANGAN KITA JAUH KE KEHIDUPAN KITA BERIKUTNYA, YAITU KEHIDUPAN DI KERAJAAN SURGA.
Surat Gembala Senior 05 November 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KERASUKAN
2023-11-06 09:18:02
Saudaraku,
Satu hal yang selalu Tuhan ingatkan kepada kita bahwa tanpa disadari kita bisa—bahkan seringkali—kerasukan Iblis. Memang kedengarannya dianggap berlebihan, tetapi apakah benar bisa begitu? Di Alkitab kita diberi contoh dari salah satu murid Tuhan Yesus, yaitu Petrus. Suatu kali, Tuhan Yesus menyampaikan firman yang berisikan tentang tujuan Allah Bapa yang harus digenapi oleh-Nya, yaitu Ia harus pergi ke Yerusalem, mati disalib, dan bangkit pada hari ketiga. Namun Petrus segera menarik tangan Yesus dan berkata, “Guru, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali tidak menimpa Engkau!”
Menurut kisah ini, Petrus seakan-akan tidak menyetujui apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus dan menganggap bahwa Yesus sudah salah. Padahal sebenarnya apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus merupakan suatu amanat yang agung dari Allah Bapa yang telah mengutus-Nya ke dunia. Kemudian, apa reaksi Yesus mengenai Petrus? Yesus dengan tegas berkata: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mat. 16:21-23). Namun, ketika kita membaca kejadian sebelumnya, Petrus mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias yang diutus oleh Allah (Mat. 16:16-17). Jika kita membaca kisah ini, terjadi perpindahan yang cepat, tetapi inilah yang dikatakan kerasukan.
Kerasukan bukanlah sesuatu hal yang dapat diartikan seseorang berteriak-teriak, menjerit, bahkan bermanifestasi ekstrem. Bahkan Petrus juga mengalami kerasukan tanpa ia sadari. Inilah kerasukan Iblis yang sering tidak kita sadari. Hal ini bisa sering terjadi kepada pelayan-pelayan Tuhan dan pemberita firman Tuhan, yaitu baru saja mengucapkan firman, kemudian berbicara mengenai hal lain yang tidak mengandung kebenaran. Sebagai pemberita firman Tuhan, ia selalu menjadi sorotan penting bagi para jemaat karena di sanalah ia diuji. Diuji menurut perkataan yang diucapkannya di atas mimbar. Maka dari itu, pemberita firman Tuhan harus menyaring perkataan yang keluar dari mulutnya, sehingga dari saringan perkataan itu, tidak bertujuan untuk mengangkat diri, menyerang orang, ataupun perkataan sembrono lainnya yang dapat mendukakan hati Allah.
Bukan hanya pemberita firman Tuhan yang harus menyaring perkataannya, melainkan kita juga. Jangan berpikir bahwa orang yang kerasukan Iblis hanya orang-orang yang melakukan perilaku biadab, tetapi orang-orang yang terlihat baik menurut pandangan dunia, bahkan menganggap dirinya baik, bisa saja kerasukan Iblis dan mengganggu pekerjaan Tuhan. Semua dari kita bisa melakukan kesalahan, tetapi mari kita belajar untuk menyeleksi pikiran kita, apakah ini sebenarnya berasal dari Allah atau tidak. Namun, jika kita tidak menyadari kesalahan yang kita lakukan, maka kita akan terus melakukan keinginan dan pikiran dari Iblis. Pada akhirnya, orang yang hanya mengikuti pikiran Iblis, akan membelenggu dirinya oleh kuasa kegelapan dan mengganggu pekerjaan Tuhan.
Apa yang harus kita lakukan untuk menghindari hal-hal yang membuat kita bisa kerasukan Iblis? Yang harus kita lakukan adalah tidak banyak bicara. Karena dalam Yakobus 3:2 dikatakan bahwa “Orang yang tidak salah dalam perkataannya, ia adalah sempurna.” Jika kita adalah pemberita firman Tuhan dan merasa apa yang kita ucapkan itu bukan berasal dari tuntunan Tuhan, maka jangan diucapkan. Kita harus menyaring apa yang harus kita ucapkan, karena seringkali kita menjadi gegabah dan mengucapkan hal-hal yang tidak perlu untuk diucapkan. Namun, sekali lagi, pesan ini bukan hanya tertuju kepada pemberita firman Tuhan yang berdiri di mimbar, melainkan teruntuk kita orang-orang yang dipimpin oleh Roh Kudus dan merasa sudah melakukan kebaikan dalam hidup. Oleh sebab itu, kita harus mengarahkan hati kita kepada Tuhan dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya, setia doa pagi agar menjadi lebih peka dalam menyadari apa yang dipikirkan oleh Allah. Teruslah belajar untuk menjadi sempurna seperti Yesus dan hidup berkenan sesuai dengan kehendak Allah. Selamat berjuang!
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JIKA KITA TIDAK MENYADARI KESALAHAN YANG KITA LAKUKAN, MAKA KITA AKAN TERUS MELAKUKAN KEINGINAN DAN PIKIRAN DARI IBLIS; KERASUKAN IBLIS.
Surat Gembala Senior 29 Oktober 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MANUSIA YANG BERKUALITAS
2023-10-29 10:41:04
Saudaraku,
Doa kita akan menjadi lebih berkualitas kalau kita menjadi manusia-manusia yang menyembah Allah. Manusia yang menyembah Allah itu bukan hanya bisa berbahasa roh; ingat banyak bahasa roh palsu. Manusia yang berkualitas itu bukan seorang yang cakap menyanyi, hafal syair lagu-lagu rohani, bisa mengucapkan kalimat penyembahan dengan fluktuasi nada. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang benar-benar mengasihi Allah. Pertanyaannya, rindukah kita menjadi manusia yang mencintai Allah? Sampai Bapa itu merasa kalau kita mencintai Dia dengan sungguh-sungguh.
Betapa beruntungnya kita menjadi orang yang mengasihi Allah melebihi cinta kita kepada siapa pun dan apa pun. Sesuai dengan firman-Nya dalam Matius 22:37-40, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan.” Ingat, identitas kita adalah sebagai anak-anak Allah yang juga mempelai wanita Tuhan Yesus, seperti yang dikatakan dalam 2 Korintus 11:2. Kita juga menjadi sahabat dan menjadi kekasih-Nya. Kalau sampai kita bisa mencintai Tuhan lebih dari mencintai apa pun dan siapa pun dan Allah merasakan itu, maka kita tidak perlu mengeluh minta ini dan itu, Bapa tahu apa yang kita butuhkan, Allah tahu apa yang kita perlukan.
Namun, tanpa kita sadari, sering kita membawa diri kita di luar pagar, di luar rumah. Mestinya kita ada dalam rumah dan masuk hati Allah. Kita mungkin punya banyak masalah, tetapi kalau kita datang kepada Tuhan, maka kita tidak akan sibuk membawa masalah hidup kita, tetapi sibuk memperkarakan bagaimana kita bisa masuk di hati Tuhan. Dan ini harus menjadi sebuah pengalaman nyata, bukan fantasi yang diteorikan, bukan hanya sesuatu yang dipercakapkan. Menjadi mempelai itu sebuah realitas di mana kita bisa memiliki hubungan dengan Dia.
Kita bisa tidak memiliki siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa, tetapi kalau kita menjadi mempelai Tuhan Yesus, kita punya pegangan. Punya pegangan itu bukan hanya beragama Kristen, ke gereja, menjadi aktivis, atau menjadi seorang pendeta tetapi hati yang melekat sehingga nama kita diukir di telapak tangan Tuhan. Dan kalau sampai nama kita terukir di telapak tangan Tuhan, mau apa? Siapa yang bisa lawan Tuhan, Saudaraku? Tetapi kalau kita memiliki banyak kekasih, kita membangkitkan kecemburuan hati Allah karena berarti kita menghargai harta, pangkat, kehormatan, lebih dari menghargai Tuhan. Dan kita merasa tidak cukup dengan apa yang ada pada kita. Orang yang menjadi kekasih Tuhan, yang menjadi mempelai-Nya, akan berkata, “Yesus cukup bagiku.”
Pasti bukan hanya satu orang, melainkan ada banyak juga yang berpikir bahwa dirinya tidak dipedulikan Tuhan. Mereka tidak terus terang marah kepada Tuhan, tapi mulai kurang ajar, dan menganggap Tuhan itu tidak ada atau tidak perlu ada. Biasanya mereka menjadi sembarangan hidup, tidak benar-benar mau hidup suci, bergantung pada kekuatan manusia. Sejujurnya, semua kita mengalami kebodohan-kebodohan seperti itu, namun sekarang jangan lagi. Kita tidak mau sama seperti kemarin. Oleh sebab itu perhatikan kualitas hidup kita ini; bagaimana kita mengasihi Allah. Dengan hati yang mengasihi Allah, kita akan bisa menemukan hubungan sebagai kekasih, dan kita bisa hidup suci karena kita membutuhkan hidup suci. Bukan karena terpaksa, melainkan karena kebutuhan.
Kalau kita mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh, kita bisa ledakkan dalam diri kita, goreskan dalam diri kita, dan berkata, “aku mencintai Engkau Tuhan, aku mau mencintai Engkau Tuhan.” Dan Tuhan akan merasa bahwa kita mencintai Dia. Dia akan membuat berbagai masalah dalam hidup kita supaya cinta kita menjadi bulat, tapi Dia akan melindungi kita dari semua bahaya. Dia tidak akan memanggil kita pulang sebelum kita siap, karena kita adalah kekasih-Nya.
Ketika kita meninggal dunia, hati kita yang mencintai Tuhan secara utuh, akan kita bawa. Kita tidak membawa harta, pangkat, gelar, kedudukan, penampilan, apa pun, tapi hati yang mencintai Tuhan akan kita bawa dan Tuhan akan berkata, “ini yang Kutunggu.” Bukan hanya kita yang ingin memandang wajah Tuhan Yesus, Dia pun rindu memandang wajah kita. Betapa berbahagianya kita ketika Tuhan Yesus membawa kita di antara orang-orang saleh di surga dan para malaikat yang perkasa dan agung. Kita masih punya kesempatan, jangan sia-siakan kesempatan ini.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
MANUSIA YANG BERKUALITAS ADALAH MANUSIA YANG BENAR-BENAR MENGASIHI ALLAH.
Surat Gembala Senior 22 Oktober 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - EKSTREM BERKEMAS-KEMAS
2023-10-22 20:17:06
Saudaraku,
Kalimat berkemas-kemas sudah menjadi begitu biasa di telinga kita dan di mulut kita yang ada di lingkungan Suara Kebenaran, atau di dalam sinode GSKI. Pertanyaannya, seberapa kita serius berkemas-kemas? Sejujurnya, kita menyadari kalau kita kurang ekstrem berkemas-kemas. Dan kurang ekstremnya itu disebabkan karena fokus kita mulai bergeser. Kita membagi ekstrem kita untuk hal-hal tertentu. Dan hal-hal itu mengandung unsur kepentingan pribadi kita. Walaupun hal-hal itu bukan hal-hal dunia, artinya bukan hal duniawi yang salah atau yang ada di luar lingkungan gereja, melainkan hal-hal yang ada di lingkungan gereja.
Tetapi di dalam kegiatan itu ada unsur kepentingan pribadi; kepuasan diri, kehormatan. Sekecil apa pun, ada. Maka tidak heran jika banyak orang jangankan menyelesaikan tugas yang Bapa berikan, mengetahui tugasnya apa saja, tidak tahu. Karena mereka telah mengisi hari-hari hidupnya hanya untuk kesenangan diri sendiri. Dan itu membuat langkah kita berkemas-kemas menjadi tidak tajam, tidak ekstrem. Apalagi kalau itu sudah menyangkut hobi, atau kesenangan. Apalagi dosa, pasti membuat tumpul langkah berkemas-kemas kita. Jadi kalau kita masih bisa salah untuk hal-hal tertentu, kita harus menangisi dan meratapi kelemahan tersebut, dan jangan mengulanginya lagi.
Padahal, kita semua setiap saat bisa menghadapi kematian, dan betapa mengerikan realitas ini. Inilah yang selalu saya ingatkan kepada Saudara-saudara sekalian, jangan anggap remeh hal ini. Di dalam Ibrani 9:27 firman Tuhan mengatakan, “dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” Kata “ditetapkan” di sini ini luar biasa. Tidak bisa tidak, dan tidak ada manusia bisa menghindarinya. Pengkotbah 3:2,
“ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam.” Kalau kita menghayati dan menerima dengan benar, maka kita juga bisa menerima kalau kematian itu bisa menjumpai kita kapan saja.
Fenomena yang berlangsung dalam hidup kita kiranya membangunkan kita untuk mengukur seberapa kita ekstrem berkemas-kemas. Kita melihat betapa rusaknya kekristenan di Indonesia khususnya dan di seluruh dunia pada umumnya. Banyak orang yang mengisi media sosial dengan isian yang tidak pantas. Mereka melempar kalimat-kalimat yang tidak patut; yang untuk orang salah saja tidak patut, apalagi orang yang belum tentu salah. Belum lagi foto dan video yang tidak bernuansa anak-anak Bapa di surga.
Betapa tidak santunnya dan betapa rusaknya moralitas hidup kekristenan hari ini. Tapi kiranya hal itu membuat kita semakin melekat kepada Tuhan. Jangan sampai nanti ketemu Tuhan, kita juga didapati bobrok. Jadi, kita tidak boleh menunda untuk menjadi bunga yang cantik dan semerbak harum di hadapan Tuhan. Tidak usah menunggu besok, saat ini, kalau kita busuk, minta ampun. Minimal dinetralkan. Baru kita melangkah untuk hidup benar, menyenangkan Tuhan.
Saudaraku
Kematian bukanlah keadaan gelap gulita, tetapi keadaan di mana kita akan mendapatkan kemuliaan. Dan karena kita tidak bisa menghindari kematian, realitas ini harus kita hadapi dengan mempersiapkan diri menghadapi realitas itu. Maka, mari kita berkemas-kemas secara ekstrem. Terserah orang menilai apa, kita tunggu nanti di pengadilan. Makanya kita tidak boleh menunda berkemas-kemas secara ekstrem ini. Kalau hari ini kita meninggal dunia, kita disambut Tuhan. Jangan ada dosa.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KURANG EKSTREM BERKEMAS-KEMAS DISEBABKAN KARENA FOKUS KITA MULAI BERGESER; APALAGI DOSA, PASTI MEMBUAT TUMPUL LANGKAH KITA BERKEMAS-KEMAS.
Surat Gembala Senior 15 Oktober 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MEWUJUDKAN TUHAN DI DALAM HIDUP
2023-10-15 09:11:09
Saudaraku,
Tidak ada hal yang lebih besar, tidak ada hal yang lebih mulia, dari mewujudkan Allah di dalam hidup ini. Sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada, tapi selalu ada walaupun sangat sedikit orang yang bertekad kuat untuk mewujudkan Allah di dalam hidupnya. Standar yang dimiliki orang pada umumnya adalah standar yang sangat jauh, rendah, bahkan belum bisa dikatakan berkualifikasi sebagai ber-Tuhan. Mewujudkan Allah di dalam hidup artinya benar-benar mengalami Tuhan. Bukan secara teori, melainkan di dalam pergumulan nyata dengan Tuhan.
Tokoh-tokoh iman Perjanjian Lama tidak dipandu oleh buku rohani mana pun bahkan Kitab Suci belum ada, tetapi mereka mengalami Tuhan dan mewujudkan Tuhan secara nyata di dalam hidup mereka. Ini yang membuat kita mestinya berambisi merindukan kehidupan semacam itu, terutama kehidupan Tuhan Yesus, Juruselamat, Penebus dosa kita, yang memiliki pergaulan dengan Bapa. Tiada henti Bapa tinggal di dalam Dia dan Dia tinggal di dalam Bapa. Kesaksian yang dikemukakan oleh Yang Mulia Tuhan Yesus, apa yang dikerjakan Yesus, itu karena melihat Bapa.
Kita mestinya malu—khususnya para teolog—begitu banyak teori, tetapi tidak mengalami Tuhan. Bagaimana hal itu bisa dilihat? Ketika kita memiliki banyak kesenangan, apalagi hanyut dalam kesenangan tertentu, hanyut dalam hobi tertentu, pasti kita tidak mewujudkan Tuhan dalam hidup. Pasti tidak mengalami Tuhan. Orang yang mengalami Tuhan akan memiliki kehidupan yang begitu asyik dengan Tuhan. Tuhan benar-benar menjadi kebahagiaannya. Walaupun tidak memiliki harta, teman hidup, anak, gelar, pangkat, bahkan tidak dihargai oleh manusia lain, tidak masalah, sebab Tuhan adalah kebahagiaannya. Makanya kita harus mengalami Tuhan, bukan hanya berteori tentang Tuhan.
Saudaraku,
Kalau seseorang mewujudkan Tuhan dalam hidupnya, tidak mungkin dia hidup dalam dosa. Memang masih saja bisa salah, tapi dia tidak mungkin hidup di dalam dosa. Makin hari dia makin hidup kudus. Benar, kita masih memiliki nafsu yang merayap di dalam daging kita, masih ada rekaman-rekaman ambisi dan berbagai perasaan negatif di dalam diri kita, tapi kalau kita mengalami Tuhan, serius mewujudkan Tuhan di dalam hidup kita, maka dosa tidak akan bertahan di dalam diri kita. Kita tidak bisa berbuat dosa.
Dan tentu orang-orang yang mewujudkan Allah dalam hidupnya, pasti menjadi orang-orang istimewa Tuhan. Dan orang-orang yang istimewa ini, pasti mendapat perlakuan khusus dari Allah. Selama di dunia pasti terpelihara, walaupun banyak masalah, tantangan, tekanan, Tuhan pasti pelihara 100%. Dan kalau kita meninggal, Tuhan mengutus malaikat-malaikat kudus-Nya untuk menjemput kita pulang ke surga. Tidak ada kehidupan yang lebih indah, lebih agung, lebih mulia, dari orang yang mewujudkan Allah di dalam hidupnya. Ayo, kita mulai sungguh-sungguh mewujudkan Allah di dalam hidup kita.
Karenanya kita harus terus merenungkan dan menghayati kehadiran Allah dalam hidup kita setiap saat, bahwa kita hidup di wilayah Tuhan; di mana Tuhan sebagai Tuan Rumah, Pemilik Kehidupan dan Tuhan mau kita sungguh-sungguh berurusan dengan Dia. Maka kita harus benar-benar nekat dan ekstrem. Kalau tidak, tidak mungkin kita bisa mewujudkan Allah dalam hidup kita. Dunia kita satu-satunya haruslah Tuhan. Kalau kita berkata, “Dipermuliakan nama-Mu,” artinya kita membuat Tuhan paling berharga, paling mulia di dalam hidup ini. Kita pikirkan dan renungkan itu setiap waktu.
Roh Kudus akan menolong kita mewujudkan Allah yang tidak kelihatan di dalam hidup kita masing-masing. Dan inilah cara berkemas-kemas yang benar. Jika suatu saat kita meninggal dunia, maka di hadapan takhta pengadilan Tuhan, kita tahan berdiri karena memang kita sudah biasa bergaul dengan Allah. Dan di mata Allah kita tidak asing di mata-Nya, karena kita bergaul dengan Allah setiap hari, mewujudkan Allah setiap hari.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU SESEORANG MEWUJUDKAN TUHAN DALAM HIDUPNYA, TIDAK MUNGKIN DIA HIDUP DALAM DOSA.
Surat Gembala Senior 08 Oktober 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP YANG DINAMIS
2023-10-08 08:58:40
Saudaraku,
Tanpa disadari banyak orang menjalani hidup hanya karena memang harus menjalaninya. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, mereka menggulirkan hari hidupnya hanya demi menjalaninya. Hidup seperti ini, kasihan. Sejujurnya, itulah yang dulu kita lakukan. Memang di dalam menjalani hari-hari hidup itu mungkin kita ada di dalam kegiatan gereja atau pelayanan, tetapi arahnya tidak jelas. Dan itu yang terjadi dalam banyak orang.
Mestinya kita menjalani hari dengan satu arah yang jelas. Dan arah hidup kita hanya satu, yaitu Kerajaan Surga. Makin hari kita makin dekat dengan Kerajaan Allah. Semakin hari kita makin masuk ke dalam hadirat-Nya, ke dalam persekutuan dengan Tuhan. Karenanya kita makin hari makin kudus, makin melepaskan dosa, makin meninggalkan ketertarikan kita dengan dunia. Memang tidak bisa satu kali, harus lewat proses. Tetapi kita harus melakukannya dengan serius. Dan inilah yang kita nikmati.
Kalau kita hidup hanya karena kita mau menjalaninya, itu ibarat orang sedang mengadakan perjalanan, maka di sepanjang perjalanan kita akan banyak mampir ke tempat-tempat yang menarik hati. Jangan-jangan sampai menginap. Mestinya kita jangan berhenti, harus terus jalan. Jangan mampir, apalagi menginap. Kalau sudah mampir, menginap, nanti arahnya bisa berubah. Bukannya menuju langit baru bumi baru, tapi dunia yang akan binasa.
Saudaraku, kita yang sudah bersama-sama ada di truth.id, di dalam sinode GSKI, kita mau lebih sungguh-sungguh, lebih all out. Bukan hanya bicara, melainkan kita benar-benar mewujudkan prinsip-prinsip kebenaran yang kita pelajari di GSKI ini dalam kehidupan setiap hari. Memang sangat berat hidup dalam kekudusan, masuk dalam gerakan hidup 24 jam di hadirat Allah. Karena banyak hal yang bisa menarik perhatian kita dan yang membuat kita keluar dari lingkaran hadirat Allah.
Ketika kita sibuk dengan satu hal di mana Allah tidak ikut masuk dalam kesibukan itu, kita keluar dari hadirat Allah; ketika menyenangi sesuatu, melihat sesuatu, menikmati sesuatu, yang Allah tidak ikut menikmati; kita keluar dari hadirat Allah. Dan itu kita sering lakukan. Bersyukur kalau Tuhan garap kita, sehingga makin hari kita makin tidak keluar dari hadirat Allah, sampai kita menutup mata kita tetap berada di lingkaran hadirat Allah.
Saudaraku,
Ini harus kita perjuangkan. Artinya, kita tidak boleh hanya berkata, “ya, amin, saya tahu, saya percaya,” tetapi harus kita perjuangkan. Dan kita harus ingat, ingat, dan ingat terus bahwa kita punya komitmen jalan menuju langit baru bumi baru. Kita harus menembus batas. Kita sudah terlalu lama hidup di dalam ketidakpastian. Sekarang kita mau ada di puncak kutub kekudusan. Kita tidak memilih dunia lagi. Kita sembelih daging kita, walaupun sakit. Kita sembelih nafsu-nafsu dan hasrat kita. Memang berat, tetapi oleh pertolongan Bapa di surga, oleh pertolongan Tuhan kita Yesus Kristus dalam Roh Kudus yang ada di dalam diri kita, kita dimampukan untuk itu.
Kita menjadi manusia lain, manusia yang berbeda dengan manusia yang ada di sekitar kita. Kita menjadi manusia yang benar-benar sedang menuju langit baru bumi baru. Kita benar-benar mewujudkan hidup sebagai seorang musafir. Kalau kemusafiran Abraham waktu itu menempuh jarak, meninggalkan Ur-Kasdim, maka kita menempuh perubahan. Dari satu perubahan ke perubahan berikut dalam pimpinan Roh Kudus yang berkenan kepada Allah.
Kita harus berurusan dengan Allah Bapa dengan sangat serius. Kita harus melepaskan semua hal yang tidak patut kita lakukan, kita lihat, kita dengar, kita baca. Kita mengarahkan diri sepenuh kepada Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh firman, “Pisahkan dirimu dari dunia ini.” Sehingga kita memiliki dinamika hidup yang indah setiap hari. Begitu kita bangun tidur kita berjalan dengan Tuhan dan kita terus hidup di hadirat Allah.
Perjalanan bersama Tuhan itu indah sekali. Kita bukan hanya mengisi hari hidup kita karena memang harus menjalani, tapi kita dalam perjalanan yang benar-benar indah, dinamis, menuju langit baru, bumi baru. Kehidupan yang indah dinamis dengan pengharapan kita akan menyaksikan padang hijau yang tak bertepi membentang, masuk Istana Bapa di surga yang indah. Kalau kita dianggap mungkin kurang waras atau dianggap terlalu fanatik, tidak masalah. Jalani hidup dengan dinamis menuju Kerajaan Surga dan jadikan Tuhan satu-satunya tujuan hidup ini. Dan Tuhan akan tuntun kita bagaimana hidup suci. Dan Tuhan akan tunjukkan proyek-proyek yang menjadi bagian kita sebelum kita menutup mata.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JALANI HIDUP DENGAN DINAMIS MENUJU KERAJAAN SURGA DAN JADIKAN TUHAN SATU-SATUNYA TUJUAN HIDUP INI.
Surat Gembala Senior 01 Oktober 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PENUNDUKAN DIRI YANG BENAR
2023-10-02 10:20:16
Saudaraku,
Menundukkan diri di hadapan Tuhan merupakan seni kehidupan yang luar biasa, yang berkualifikasi tinggi dan di sinilah letak puncak dari kualitas hidup. Ini telah dijalani oleh Tuhan Yesus dan Ia berhasil. Tetapi ini berat, sangat berat. Penundukan diri yang benar membuat kita kehilangan diri kita sendiri. Keinginan kita, hasrat kita, kita sembelih, kita matikan. Dimulai dari hal-hal yang sangat kecil, hal-hal yang sangat sederhana; dari apa yang mau kita utarakan atau apa yang kita mau katakan, kita pertimbangkan, apakah ini berkenan di hadapan Tuhan atau tidak? Kita menjadi sangat berhati-hati.
Dan kalau kita terus berlatih, maka akhirnya nanti menjadi irama tetap, di mana kita melakukan apa yang hanya berkenan kepada Tuhan. Tidak ada sesuatu yang kita lakukan yang tidak berkenan di hadapan Bapa. Tuhan Yesus Kristus pada waktu memakai tubuh daging seperti kita, bertumbuh dalam kehidupan yang makin bekenan di hadapan Allah. Alkitab mengatakan dalam Lukas 2:52, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Jadi berproses, tidak instan berkenan.
Waktu muda kita melewati hari, minggu, bulan, tahun-tahun, di mana kita sembarangan, kita sembrono dalam menjalani hidup. Mau bicara apa, mau lakukan apa, mau beli apa, mau pergi kemana, suka-suka kita. Kita merasa itu tidak melanggar hukum. Memang tidak melanggar hukum, tapi tidak berkenan di hadapan Bapa, artinya tidak menyenangkan Tuhan. Bagi mereka yang bukan umat pilihan, hal itu tidak mengganggu perasaan Bapa. Karena memang mereka standarnya hanya menjadi manusia baik. Tetapi bagi umat pilihan standarnya adalah ketepatan bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Dan ini membutuhkan waktu panjang untuk berlatih.
Dan Roh Kudus akan melatih kita sampai kita pada puncak ketaatan, puncak kekudusan, puncak kesucian, dan barulah kita sampai pada puncak pengabdian. Yesus telah menjalaninya dan Yesus berhasil. Inilah inti dari kekristenan. Kekristenan bukan hanya soal menyanyi lagu rohani, ke gereja, aktif dalam kegiatan pelayanan, bahkan tidak cukup jadi pendeta melainkan kehidupan pribadi kita harus selalu tepat. Jadi tidak boleh sembarangan kita bicara. Tidak boleh kita sembarangan bertindak. Segala sesuatu yang kita lakukan harus di dalam ketepatan bahwa memang Allah menghendaki demikian.
Di situ kita memiliki banyak kesempatan untuk menyenangkan Tuhan. Setiap menit ada kasus-kasus yang Tuhan izinkan kita alami untuk kita jalani. Itulah kesempatan atau momentum menyenangkan Tuhan atau menyenangkan diri sendiri. Dan kita bersyukur kita masih boleh hidup dengan tubuh yang bisa kita gerakan, tubuh yang sehat atau paling tidak walaupun tidak sempurna Kesehatan kita, masih bisa menggerakkan hidup ini. Dan itu kita gerakkan untuk Tuhan. Kita tidak gerakkan untuk kesenangan kita, tapi kita gerakkan untuk Tuhan.
Setiap kita bisa meleset, sibuk dalam kegiatan pelayanan, sibuk dalam visi-visi yang memang kelihatannya seakan-akan untuk Tuhan, tapi bisa berpulang untuk kepentingan diri sendiri. Ini bahaya. Makanya dari hal kecil, hal sederhana, kita setia, kita bersih, kita benar. Tuhan akan mengantar kita pada visi dan misi besar Allah yang kita tunaikan. Kesempatan ini tidak akan terulang. Ketika seseorang menutup mata, baru menyadari betapa Mulia-Nya Allah, betapa Agung-Nya Allah. Betapa layaknya Allah menerima hormat kita, cinta kita, ketaatan kita, pengabdian kita, ketertundukan kita.
Maka kita tidak boleh puas dengan level kehidupan rohani yang telah kita capai. Kita mau selalu makin benar, makin berkenan, makin benar, makin berkenan. Banyak orang tidak peduli dengan tingkat kehidupan rohani yang dijalaninya. Sebab fokus mereka hanyalah uang, fasilitas dan berbagai kesenangan dunia. Mereka tidak akan memikirkan hal-hal semacam ini. Tapi kita memilih untuk memikirkan hal-hal ini dan mengarahkan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan dan Kerajaan Surga. Selagi masih ada kesempatan, selagi pintu anugerah Tuhan masih terbuka, selagi Tuhan bisa kita temui, kita temui, kita cari Dia
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KEHIDUPAN YANG BERKUALITAS ADALAH HIDUP DALAM KETERTUNDUKAN KEPADA TUHAN.
Surat Gembala Senior 24 September 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TERKOREKSI
2023-09-24 10:20:34
Saudaraku,
Mestinya tidak ada satu detik pun kita keluar dari hadirat Allah. Kita harus membiasakan diri dan menghayati bahwa kita hidup di hadirat Allah. Dunia ini bukan milik kita, kehidupan ini bukan milik kita; kita hanya menumpang. Seperti yang dikatakan dalam 1 Petrus 1:17, “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.” Tentu, Petrus menuliskan ayat ini karena ia memperoleh ilham dari Roh Kudus. Ini Firman Tuhan, ini suaraTuhan.
Dan inilah yang kita mohon kepada Tuhan, kita memiliki hati yang takut akan Allah sebagaimana seharusnya kita takut. Dulu kita merasa sudah punya hati yang baik di hadapan Allah, karena kita tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran secara umum atau secara Hukum Taurat. Kita merasa tidak berdosa berat, sehingga kita tidak menghayati bahwa kita hidup di hadirat Allah. Bukan hanya dalam kekudusan di mana standarnya adalah tidak melanggar hukum, melainkan kekudusan sesuai dengan kekudusan Allah. Itu berarti benar-benar semua yang kita pikirkan, renungkan, ucapkan, dan lakukan selalu sesuai dengan kehendak Allah.
Jadi kita membiasakan diri merenungkan dan menghayati bahwa kita hidup di hadirat Allah. Sehingga kita nanti tidak perlu dengan sengaja mau menghayati bahwa kita hidup di hadirat Allah, tetapi dengan sendirinya kita sudah ada selalu dalam penghayatan kita hidup di hadirat Allah. Inilah yang akan membuat kita gentar akan Dia. Dan Roh Kudus menolong kita bagaimana takut akan Allah sebagaimana mestinya kita takut.
Hidup di hadirat Allah itu indah sekali. Detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, hari demi hari, ketika kita semakin bisa menghayati hidup di hadirat Allah, maka hobi dan kesenangan kita terhadap sesuatu akan gugur dengan sendirinya. Kesukaan jiwa kita akan berubah. Kalau dulu kita menyenangi banyak hal, maka sekarang apa pun akan menjadi luruh atau gugur. Dan hati kita makin tergantung pada Tuhan. Artinya suasana jiwa kita tergantung pada Tuhan. Di situlah kita baru bisa mengerti bahwa kita membutuhkan Dia lebih dari nafas dan darah kita. Itulah sebabnya kita memaksa diri untuk hidup di hadirat Allah 24 jam. Setiap saat. Yang nanti akan berlanjut di kekekalan.
Orang yang tidak hidup di hadirat Allah selama ia di bumi, tidak mungkin hidup di hadirat Allah selama-lamanya. Ironis, banyak orang Kristen, termasuk kita dulu, menggulirkan hari hidup tanpa menghayati bahwa dirinya hidup di hadirat Allah. Mereka adalah orang baik-baik, Kristen baik-baik, rajin ke gereja—pendeta, aktivis, majelis-majelis yang terhormat yang ikut membantu gembala—tetapi mereka tidak hidup di hadirat Allah. Ini kita dulu. Kita tidak melakukan pelanggaran moral umum. Kita dulu merasa sudah baik, sudah benar; ternyata kita belum hidup di hadirat Allah secara benar. Belum.
Kita belum takut akan Allah sebagaimana mestinya kita takut. Kita masih punya kesombongan-kesombongan. Kita memiliki kebencian-kebencian dan dendam terhadap orang-orang yang menyakiti kita. Walaupun mulut kita berkata, "tidak apa-apa, tidak apa-apa, aku ampuni, aku maafkan," tapi hati kita ada dendam, kebencian dan tidak terkoreksi. Belum hal-hal lain. Ketidaktulusan, diplomasi yang dibuat-buat, berpolitik di dalam pergaulan, apalagi di pelayanan. Tetapi ketika kita hidup di hadirat Allah, maka akan terkoreksi hal-hal yang Tuhan tidak berkenan sekecil apa pun dosa itu, sehalus apa pun kesalahan itu.
Dan ini pengalaman yang tidak bisa dibagikan dengan lengkap, sebab setiap orang harus mengalami secara langsung dan menghayati bagaimana hidup di hadirat Allah. Mari, Saudara, kalau kita serius benar-benar berkemas-kemas, kita serius mau masuk surga, kita serius menujukan hidup kita di langit baru bumi baru, kita membiasakan diri hidup di hadirat Allah, selalu menghayati kita ada di hadirat Allah. Mata Tuhan melihat bukan hanya apa yang kelihatan oleh mata jasmaniah, melainkan juga gerak pikiran dan perasaan kita, semua hal di dalam diri kita. Dan kalau kita hidup di hadirat Allah, itu luar biasa. Hati kita akan makin merindukan Kerajaan Surga. Kita makin menghayati bahwa dunia ini bukan rumah kita.
Jangan karena kenyamanan dan kebahagiaan di dunia ini atau kebahagiaan duniawi membelenggu, mencengkeram sehingga kita tidak merasa membutuhkan siapa-siapa, bahkan tidak membutuhkan Tuhan. Sejak sekarang ini, kita mau mengembangkan hidup di hadirat Allah. Dan itu sebenarnya adalah persiapan kekekalan. Sehingga kita membiasakan diri hidup di hadirat Allah, membiasakan diri ada di dalam atmosfer Kerajaan Surga. Sukacita dunia, hobi-hobi makin luruh, dosa-dosa kita terkoreksi. Kita bisa makin menghayati dunia bukan rumah kita, lalu kita mengarahkan diri ke surga.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KETIKA KITA HIDUP DI HADIRAT ALLAH, MAKA AKAN TERKOREKSI HAL-HAL YANG TUHAN TIDAK BERKENAN, SEKECIL APA PUN DOSA ITU DAN SEHALUS APA PUN KESALAHAN ITU.
Surat Gembala Senior 17 September 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DI DALAM DAN MELALUI KITA
2023-09-18 05:24:41
Saudaraku,
Pernahkah kita memperkarakan, seandainya Yesus ditempatkan oleh Bapa hidup di zaman kita, bagaimana perilaku-Nya? Bagaimana Yesus menjalani hidup di dunia kita hari ini dengan segala dinamikanya? Maka Tuhan akan menjawab begini: "Itulah sebabnya Aku menempatkan kamu. Itulah sebabnya Aku memanggil kamu untuk menjadi pengikut-Ku, sebab kamulah orang yang harus memperagakan hidup-Ku di zamanmu." Entah kita dikelompokkan sebagai orang Kristen Protestan, Kharismatik, Pentakosta, Katolik atau apa pun, tidak penting. Yang penting adalah pengakuan dari Tuhan bahwa kita mengenakan hidup-Nya Yesus, gairah-Nya. Karena Bapa di surga sangat mengingini hal ini.
Tuhan Yesus rindu untuk menghadirkan diri-Nya di tengah-tengah dunia hari ini, di dalam dan melalui kita. Seberapa dalam, seberapa tinggi pengetahuan kita tentang Tuhan menjadi tidak ada artinya jika dibandingkan dengan bagaimana kita bisa memperagakan hidup Tuhan di dalam diri kita. Di situlah, setiap orang harus mengenal Tuhan secara khusus dalam konteks hidup orang tersebut yang sangat khusus, sangat khas yang tidak bisa dimengerti orang lain.
Ironi, kita hanyut dengan berbagai kesibukan—bagi para pendeta, sibuk dengan berbagai kegiatan pelayanan gereja, pelayanan rohani—sampai kita lupa apakah kita memakai jubah spirit dan gairah Tuhan Yesus atau tidak. Dan tanpa sadar, kita sering hanya mewarisi gerak pelayanan, gerak kehidupan rohani yang kita terima dari pendahulu kita. Tidak takutkah kita kalau suatu hari Tuhan memeriksa hidup kita? Lalu Tuhan berkata, "Aku tidak mengenal kamu, sebab kamu tidak melakukan kehendak Bapa." Kehendak Bapa dalam hidup kita pribadi, bukan dalam hidup orang lain.
Jangan kita memperkarakan orang lain. Perkarakan diri kita sendiri dalam hidup kita sendiri. Maka, pertanyaannya adalah apakah hidup kita benar-benar sudah berkenan di hadapan Tuhan? Hati kita itu licik, Saudaraku. Seringkali kita melakukan kegiatan-kegiatan yang di dalamnya kita punya kesenangan, ada sesuatu yang kita mau nikmati, tapi kita tidak pernah memikirkan apakah Tuhan menikmatinya atau tidak. Dan yang kita lakukan sering dibungkus atas nama pelayanan, pengabdian kepada Tuhan, tapi di situ kita punya agenda. Mungkin memang bukan agenda besar, melainkan agenda terselubung. Seharusnya, setiap gerak hidup kita sekecil apa pun, kita perkarakan; “Apakah yang kulakukan ini bisa membuat Tuhan senang?”
Kalau kita sungguh-sungguh mau memperkarakan bagaimana kita memperagakan hidup Yesus, maka hal-hal yang tidak patut sekecil atau sehalus apa pun itu, kita tidak lakukan. Sebab kita mau menjadi saksi-saksi Kristus di mana pun kita berada. Orang akan menemukan Yesus dalam hidup kita bukan dari perkataan kita saja. Justru bukan dari cakap bicara kita, melainkan dari sikap hidup kita, di mana semakin orang mendekati hidup kita semakin mereka menemukan keagungan Allah. Bapa dibahagiakan oleh kehadiran manusia-manusia yang mengenakan Pribadi Putra Tunggal-Nya, sehingga Bapa bisa mengatakan, “Ini anak-Ku yang Kukasihi kepadanya Aku berkenan.”
Ayo, kita berjuang. Tinggalkan dunia, artinya jangan kita melihat apa yang tidak membangun iman, dan jangan bergaul dengan orang-orang yang tidak membangun iman. Hidup kita harus rela diambil oleh Tuhan. Tuhan kita, Yesus Kristus, menundukkan diri, taat sampai mati bahkan mati di kayu salib. Demikian pula, kita jangan bikin perusahaan di dalam perusahaan. Kita hidup di perusahaan Tuhan dan mengabdi bagi perusahaan-Nya, Kerajaan-Nya, agar tidak punya kerajaan di dalam Kerajaan. Itu seperti spirit Lusifer. Kita mau mengibarkan bendera Tuhan di dalam hidup kita. Yang mana itu menggetarkan kuasa kegelapan, menakutkan bagi kuasa kegelapan, karena orang-orang seperti ini akan mempercepat kedatangan Tuhan. Maka, jangan lupa waktu untuk bertemu Tuhan secara pribadi.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TUHAN YESUS RINDU UNTUK MENGHADIRKAN DIRI-NYA DI TENGAH-TENGAH DUNIA HARI INI, DI DALAM DAN MELALUI KITA.
Surat Gembala Senior 10 September 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - YANG BERNILAI
2023-09-11 09:48:27
Saudaraku,
Apa pun yang bernilai di mata manusia dalam hidup ini, tidak ada nilainya jika tanpa Tuhan. Kalimat ini tentu bukan kalimat yang asing Saudara dengar, tentu kalimat ini kalimat yang sudah cukup biasa kita dengar. Tetapi, apakah kita benar-benar menghayati bahwa satu-satunya nilai hidup itu hanya Tuhan? Tidak ada nilai atas apa pun—termasuk diri kita—tanpa Tuhan. Ingat perkataan Yang Mulia, Tuhan kita, Yesus Kristus, “Tidak ada yang baik selain Allah.” Jadi, kalau kita belum sungguh-sungguh menemukan Allah, jangan berhenti.
Penyesatan yang terjadi atas banyak orang Kristen dari abad ke abad adalah merasa sudah menemukan Tuhan ketika beragama Kristen, ketika ke gereja. Dan itu diilhami oleh para teolog dan pendeta yang merasa sudah menemukan Tuhan karena bisa berbicara tentang Tuhan atau memiliki pengetahuan tentang Tuhan. Dan tanpa disadari, Tuhan menjadi komoditas untuk para pendeta, para pemimpin rohani Kristen, sampai banyak pemimpin Kristen buta total. Dimana, semakin tua, semakin tidak mengenal Allah; semakin tua, Allah hanya menjadi fantasi, wacana semata. Sedangkan nilai yang dianggap sebagai “sesuatu” adalah doktrin teologi gereja, jumlah jemaat, megahnya gedung gereja, dan banyak lagi.
Kesalahan yang telah mengakar di dalam jiwa dan daging kita, tidak mudah dicabut. Harus ada proses yang menyakitkan. Kita akan mengalami kejutan-kejutan seperti sengat listrik. Dari 10 watt, naik menjadi 100 watt, sampai 200 watt, tapi itu membuka mata kita. Ternyata nilai kehidupan hanya satu, Tuhan. Lalu masalahnya, bagaimana kita menemukan Dia? Kita tidak bisa menemukan Dia tanpa memiliki karakter-Nya. Jadi, satu hal yang pasti, yaitu orang yang menemukan Tuhan pasti berkarakter Tuhan. Dan ini adalah satu hal yang mutlak. Mau sehebat apa pun doktrin dan prestasi dalam pelayanan, kalau Saudara tidak berkarakter Tuhan, Saudara belum menemukan Tuhan.
Kita bisa dipenuhi oleh pikiran dan perasaan-Nya lewat rhema, firman yang kita dengar, dan melalui pertemuan dengan Tuhan (doa) di mana Tuhan mengimpartasikan spirit-Nya di dalam hidup kita. Betapa indahnya memiliki karakter Tuhan. Maka sekarang tugas kita adalah bagaimana memperagakan karakter Bapa di dalam hidup kita. Untuk itu kita menyadari bahwa kita masih harus berjuang masuk jalan sesak, karena banyak orang berusaha, tapi tidak bisa masuk. Inilah yang kita harus perjuangkan dan untuk itu pertaruhan kita adalah segenap hidup. Kita tidak bisa hidup wajar lagi. Maka kita bisa mengerti mengapa Tuhan Yesus di Lukas 14:33 berkata, “kalau kamu tidak melepaskan dirimu dari segala milikmu kamu tak dapat jadi murid-Ku.”
Namun sejujurnya, kadang muncul keraguan dalam hati kita. Apakah harus seekstrem ini? Apalagi kalau kita melihat orang lain hidup dalam banyak kemudahan tanpa mencari Tuhan. Sebaliknya, masalah kita juga tidak kunjung selesai walau kita sudah mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Dan menembus keraguan ini tidak mudah. Untuk menembus keraguan, kita harus berlutut, Saudara. Ketika kaki berlutut, hati menjadi kuat.
Coba kita melihat kisah Daud. Di kota Ziklag, istri, anak-anak, dan harta milik Daud dirampas oleh orang Amalek. Daud, sebagai pelarian, diikuti oleh orang-orang setianya. Mereka mau membela raja Filistin dan berperang melawan Israel sendiri. Tapi raja-raja Filistin meragukan Daud yang diperkirakan akan berpihak kepada bangsa Israel! Maka mereka kembali lagi ke Ziklag. Sesampainya di sana, mereka dapati kalau istri, anak-anak, dan seluruh harta mereka habis. Mereka menangis sampai tidak bisa menangis lagi karena begitu kerasnya. Mereka menangis dengan pedih hati. Orang-orang mau melempari Daud dengan batu.
Namun, di tengah kondisi yang begitu menjepitnya, Daud menguatkan percayanya kepada Allah. Hidup kita singkat, Saudara. Kiranya sebelum kita menghadap Tuhan, kita sudah membuat hidup kita jadi berarti. Namun ingat! Tuhanlah satu-satunya yang punya nilai. Jadi sebelum kita berlalu, apa pun yang Dia perintahkan, kita lakukan. Seberat apa pun. Ini pekerjaan-Nya, bukan reputasi kita, Tuhan pasti bela.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
APA PUN YANG BERNILAI DI MATA MANUSIA DALAM HIDUP INI, TIDAK ADA NILAINYA JIKA TANPA TUHAN.
Surat Gembala Senior 03 September 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DIMENSI PENYEMBAHAN
2023-09-03 10:27:49
Saudaraku,
Penyembahan itu sebenarnya memiliki tingkatan atau dimensi. Waktu kita menjadi Kristen, kita menyanyikan lagu-lagu rohani dengan dimensi orang beragama—hal ini menyangkut kualitas hidup kita—dengan atmosfer orang beragama. Kita bisa menangis dan bisa menghayatinya juga. Agama lain juga memiliki dimensi ini; ada pujian, ada penyembahan bagi “Yang disembah.” Tetapi seiring berjalannya waktu, ketika seseorang makin dewasa, maka dimensi penyembahannya meningkat.
Tetapi sebenarnya, tidak banyak orang yang sungguh-sungguh mengalami peningkatan ini. Seiring dengan berjalannya waktu ketika seseorang menjadi lebih dewasa, kualitas penyembahannya meningkat; dan sebenarnya, itu seiring dengan bertumbuhnya kecintaan kepada Tuhan dan bertumbuhnya pengertian yang dia miliki mengenai kebenaran. Dimensi berikutnya adalah ketika dia lebih mencintai Tuhan, ketika dia makin tidak mengingini dunia.
Namun sejujurnya, kita tidak bisa mengukur, karena ini bukan nominal angka secara harafiah atau lahiriah. Tapi ada tingkatan-tingkatan sampai titik di mana kita bisa berkata kepada Tuhan, “Yang kuingini, Engkau saja.” Itulah penyembahan yang berkualitas. Ketika kita tidak menoleh ke belakang lagi sampai tidak dapat menoleh ke belakang, berarti hati kita telah dipindahkan ke Kerajaan Surga dan tidak ada sesuatu yang menarik lagi di dunia ini.
Dan itu bertumbuh seiring dengan kesucian hidup. Semakin suci, semakin tak bercacat tak bercela, semakin naik. Kalau kita sudah naik, karunia Roh juga akan diberikan. Maka kita harus meninggalkan percintaan dunia. Jangan ada yang menarik dari dunia ini, jangan ada yang kita harapkan dari dunia ini. Jangan berpikir kalau punya jodoh, punya anak atau cucu, punya rumah, punya penghasilan yang lebih besar, maka kita lebih bahagia.
Itu gejala kita berkhianat kepada Tuhan. Sejatinya, kita harus berkata, “Tidak ada yang kunantikan, selain Tuhan. Hanya Dia kebahagiaanku.” Di sini kita menyanjung Tuhan. Kalau kita masih menikmati dosa dalam bentuk batiniah—kesombongan, keangkuhan, dendam—dan kita mengecap sesuatu yang kita nikmati di dalam daging, maka roh kita mati. Paling tidak padam. Sebab, tidak mungkin orang yang hidup dalam dosa bisa meningkatkan dimensi kualitas penyembahannya. Dia bisa nyanyikan lagu-lagu rohani, dia masih bisa menangis dalam berdoa, tapi bukan dari roh, melainkan dari daging.
Di dalam pikiran kita dan daging kita ini, ada catatan dari apa yang kita peroleh selama puluhan tahun. Dan ini yang berbicara menjadi nyanyian hidup, gerak dan perilaku kita. Kita harus mengganti itu dengan gairah baru; kebenaran firman yang murni, kesediaan kita meninggalkan kesenangan-kesenangan itu. Supaya daging kita menjadi powerless, tidak berdaya. Dia selalu mau mendesak kita. Namun kita bisa memerintahkannya untuk diam. Selanjutnya, kita mengizinkan Tuhan berbicara dan menguasai hati kita. Skrip tulisan-tulisan yang baru kita tumbuhkan di dalam diri kita. Dalam berperilaku, kita menyesuaikannya dengan kehendak Allah. Itulah yang dimaksud, Allah bergerak di dalam kita. Jadi dimensi penyembahan kita tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita setiap hari.
Tinggalkan dosa. Tuhan tahu, kita adalah manusia. Tuhan tahu, kita membutuhkan makan, minum, rumah, tempat tinggal, mobil, keluarga yang sehat dan banyak hal lain. Dan Tuhan tidak egois. Tuhan tidak akan berkata, “Ayo, senangkan Aku. Yang penting Aku senang. Soal kamu senang atau tidak, nomor sekian.” Itu bukan Tuhan yang benar. Tapi Tuhan berkata, “Aku tidak butuh apa-apa. Aku hanya ingin keadaanmu baik-baik.” Tuhan tidak mencari keuntungan apa-apa. Jangan anggap sepele, jangan hidup sembrono. Isi hidup kita untuk mencari Tuhan. Sampai tidak ada dunia lain dalam hidup kita. Dunia kita hanya satu, Tuhan dan Kerajaan-Nya. Kita mau menjadi komunitas yang benar-benar disisakan Tuhan untuk memindahkan hati di Kerajaan Surga dan kita berkemas-kemas.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TIDAK MUNGKIN ORANG YANG HIDUP DALAM DOSA BISA MENINGKATKAN DIMENSI KUALITAS PENYEMBAHANNYA.
Surat Gembala Senior 27 Agustus 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ATMOSFER KEKUDUSAN ALLAH
2023-09-03 10:29:22
Saudaraku,
Seiring dengan berjalannya waktu di mana kita setiap hari berdoa, maka kualitas pujian dan penyembahan kita pun juga meningkat. Kita tidak berurusan dengan manusia—walau tentu bagaimanapun kita terkait—tetapi urusan kita adalah dengan Tuhan. Jika kita tetap setia berdoa, sepanjang hari kita menjaga kesucian—menjaga hati kita agar tidak terikat dengan percintaan dunia, materi dan keindahan dunia—maka kualitas pujian dan penyembahan kita akan meningkat. Kalau orang berkata, “Allah mencari penyembah dan pemuji,” itu bukan sekadar mencari orang yang bisa nyanyi atau yang bisa mengikuti liturgi ibadah, melainkanTuhan mencari orang yang hatinya pecah. Dan hati bisa pecah kalau ia benar-benar dalam kesucian setiap saat.
Kita tidak bisa menjadi suci dalam sekejap atau hanya sesaat. Ketika kita menjaga kesucian hidup, di situ kita terus mengobarkan cinta kita kepada Tuhan. Kita hidup suci, bukan karena kita mau diberkati dengan berkat-berkat jasmani, melainkan karena kita mau menyenangkan hati Allah. Sampai kesucian hidup itu menjadi atmosfer yang membahagiakan kita, di mana kita bisa hidup dan menikmatinya. Kalau kita meleset, kalau kita melakukan sesuatu yang Tuhan tidak kehendaki, kita akan merasakan atmosfer asing dan itu menyakitkan. Kita harus membiasakan diri selalu berada di dalam atmosfer kekudusan Allah. Ini hal yang tersulit dalam hidup, tetapi ini satu-satunya tujuan hidup. Sebab, kalau orang tidak hidup dalam atmosfer kekudusan Allah, tidak mungkin dia bisa masuk surga.
Sebab, surga dipenuhi dengan atmosfer kekudusan. Tidak ada atmosfer yang lain. Jadi kalau kita berkata, “Datanglah Kerajaan-Mu,” itu berarti kita menghadirkan atmosfer kekudusan Allah. Jadi ketika kita tidak membuka diri terhadap dosa berarti kita menghadirkan atmosfer kekudusan Allah, sampai kita terbiasa hidup di dalam atmosfer itu dan bisa menikmatinya. Sampai kita menjadikan atmosfer kekudusan Allah itu sebagai habitat dan itu adalah habitat kekekalan. Atmosfer kekudusan itu harus kita jaga dan perlu kecakapan, yang karenanya kita perlu latihan. Sebab, mungkin kita tidak lagi meleset dalam perbuatan yang melanggar hukum atau yang hina, tetapi kita masih meleset untuk hal-hal yang kelihatannya itu bukan kesalahan, tapi di mata Tuhan hal itu merupakan “ketidaktepatan.”
Kita harus mengalami bahwa Allah itu hidup dan maha hadir. Tapi ironis, sangat sedikit orang yang mengalami hadirat Allah. Dan tiket untuk menghampiri hadirat Allah adalah darah Yesus. Tetapi kelayakan untuk masuk di hadirat Allah, kita yang harus bayar. Masalahnya, banyak orang Kristen berpikir bahwa Yesus telah bayar tiketnya. Sehingga dengan gratis kita menghadap Allah. Akses itu gratis, pintu terbuka. Tetapi apakah kita layak masuk di situ, kita harus bayar tiketnya, yaitu dengan kesucian hidup. Atmosfer kekudusan Allah bisa dihadirkan kalau kita membayar harganya, yaitu kesucian hidup.
Dan orang yang benar-benar menikmati hadirat Allah, mengerti hadirat Allah, tidak mungkin tidak tergetar. Air mata merupakan bahasa perasaan yang tersentuh. Jadi, kita harus ada di atmosfer kekudusan Allah setiap hari. Dan terkait dengan hal ini, maka kita tidak tertarik lagi dengan keindahan dunia. Tidak ada lagi tempat yang membuat kita nyaman, karena kita selalu mau ada di hadirat Allah. Ke mana pun kita melangkah, kita membawa hadirat Allah. Kita akan takut pergi ke tempat-tempat yang tidak patut untuk kita. Kita tidak akan berbuat dosa karena kita takut dan mulai ada kesadaran. Selain hadirat Allah, kesadaran adanya malaikat-malaikat kudus bersama kita, itu sudah cukup membuat kita malu berbuat dosa. Kita tidak memberi lagi ruangan untuk siapa pun dan apa pun. Kita hanya memberikannya untuk Tuhan.
Ketika hati kita pecah di hadapan Tuhan, maka kita baru bisa mengecap manisnya madu Tuhan. Kenapa orang tidak bisa berdoa, tidak tahan berdoa lama-lama, tidak suka ke gereja? Sebab dia belum mengecap manisnya madu Tuhan. Allah memang tidak kelihatan, tapi Dia bisa dinikmati. Jika tidak, pasti tidak ada Firman Tuhan yang mengatakan, “Kecaplah…” Kita bisa menikmati Tuhan. Jadi, selagi kita masih memiliki kesempatan untuk menikmati Tuhan, jangan sia-siakan kesempatan itu. Selagi kita memiliki kesempatan untuk hidup di hadirat Allah, ada di habitat kekudusan Allah, kita biasakan sehingga kita pasti layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ATMOSFER KEKUDUSAN ALLAH BISA DIHADIRKAN KALAU KITA MEMBAYAR HARGANYA, YAITU KESUCIAN HIDUP.
Surat Gembala Senior 20 Agustus 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENGANDALKAN TUHAN
2023-08-20 10:12:39
Saudaraku,
Banyak orang membutuhkan pegangan. Rasanya, tidak ada orang hidup tanpa pegangan. Beragama di mana seseorang ber-Tuhan, maka Tuhan menjadi pegangannya. Ada orang-orang yang tidak yakin Tuhan itu ada, maka yang menjadi pegangannya adalah sesuatu yang lebih nyata. Sebab baginya, Tuhan kurang nyata. Kuasa kegelapan—dukun, ‘orang pintar’—dinilai lebih nyata. Artinya, dukun bisa menolong lebih cepat dan sesuai keinginannya, sehingga bisa menjadi pegangan. Dan orang modern yang tidak percaya kepada hal-hal yang tidak masuk akal (termasuk Tuhan maupun kuasa kegelapan), atau hal-hal yang tidak bisa dibuktikan secara ilmu pengetahuan, maka mereka bergantung dengan logika.
Logika mengatakan: Kamu bisa mengatur hukum kalau kamu punya uang banyak; kamu akan berkuasa dan menaklukkan apa pun kalau kamu memiliki kekuasaan. Apalagi kenyataan atau pengalaman membuktikan, uang itu berkuasa. Uang dibutuhkan, uang penting, tapi bukan segalanya. Maka, pertanyaan yang harus kita perkarakan adalah apa pegangan hidup kita? Banyak orang Kristen yang pikirannya campur aduk karena terpengaruh oleh lingkungan. Kita pasti tahu, bahwa pegangan yang paling kuat dan paling aman itu Tuhan. Tetapi masalahnya, Tuhan tidak kelihatan dan Tuhan tidak bisa diatur oleh kita. Sedangkan uang bisa diatur, dukun pun bisa diatur.
Tuhan memberi yang terbaik. Sejujurnya, apakah kita mau mendapatkan jawaban doa sesuai dengan keinginan kita atau mau mendapat yang terbaik? Firman Tuhan mengatakan, “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” Yaitu mereka yang menjadikan Tuhan sebagai pegangan hidupnya. Dan ingat, menjadikan Tuhan sebagai pegangan itu tidak mudah. Yang pertama, kita harus mengenal Dia. Mengenal lewat firman, dan lewat perjumpaan langsung dalam doa. Maka, orang yang tidak berdoa, tidak mungkin berani mengandalkan Tuhan. Ciri orang yang belum menjadikan Tuhan sebagai pegangan dengan benar adalah hidup dalam ketakutan, kekhawatiran, dan cemas.
Kedua, memiliki karakter yang baik. Orang yang berkarakter buruk, tidak layak mengandalkan Tuhan. Kalau seseorang minta tolong kepada setan atau kuasa gelap, maka setan tidak akan menanyakan karakternya. Karena dia tidak peduli. Tapi kalau Tuhan, Dia peduli kita. Kita yang mudah marah, tersinggung, tidak jujur, main judi, selingkuh, tidak bisa mengandalkan Tuhan. Jadi, waktu hidup kita tidak benar, tidak bersih, kita pasti takut dan tidak bisa mengandalkan Tuhan. Tapi kalau hidup kita benar, tidak menjahati orang, jujur, mengalah, maka kita bisa mengandalkan Tuhan dan Tuhan melindungi kita. Kita menjadi biji mata Tuhan.
Kalau kita hidup benar, hal itu menyenangkan Tuhan dan kalau kita menyenangkan Tuhan, tidak mungkin Tuhan melukai kita. Mari, hidup suci, jangan jahat. Tuhan tahu kamu membutuhkan berbagai fasilitas selama hidup di bumi ini. Tuhan tidak akan mempermalukan kita. Tuhan kalau sayang kita, itu tidak main-main. Tapi masalahnya, Saudara sayang Tuhan tidak? Jangan melukai hati-Nya. Lihat waktunya Tuhan bertindak, tidak mungkin Allah tidak bertindak. Maka jangan coba-coba melawan orang yang mengandalkan Tuhan, sebab ada kekuatan besar di belakang dia, yaitu Tuhan. Jangan main-main. Maka, kita harus menjadi orang yang dikasihi Tuhan, karena kita mengasihi Tuhan. Ini bukan gambling, spekulasi, atau untung-untungan; ini pasti. Kalau karakter kita baik, kita terlindungi.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG TIDAK BERDOA, TIDAK MUNGKIN BERANI MENGANDALKAN TUHAN.
Surat Gembala Senior 13 Agustus 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERTAHAN SAMPAI AKHIR
2023-08-14 09:15:29
Saudaraku,
Beberapa kali saya kemukakan bahwa kita benar-benar harus memiliki ketekunan. Kuasa kegelapan dengan segala pengaruhnya berusaha agar kita menjadi tawar hati dan kendor. Dan banyak hal yang bisa menjadi penyebab, menjadi kausalitas kita menjadi kendor dan menjadi lemah. Firman Tuhan mengatakan bahwa hanya mereka yang setia sampai akhir atau yang bertahan sampai pada kesudahannya, akan selamat (Mat. 24:13). Yang bertahan sampai kesudahannya sama dengan yang setia sampai akhir, yang di dalam bahasa Yunani kita menemukan kata hupomeinas (ὑπομείνας), dari akar kata hupomeno. Jadi, orang yang bertahan terus dalam tekanan, dalam penderitaan, diselamatkan. Namun ironis, ada doktrin atau pengajaran yang mengesankan bahwa keselamatan itu gampang atau mudah. Dirumuskan bahwa keselamatan itu telah ditentukan untuk orang-orang tertentu. Dan banyak orang Kristen yang merasa sudah ditentukan selamat sehingga mereka tidak memiliki perjuangan secara proporsional. Mereka meyakini bahwa nanti pada akhirnya, mereka pasti selamat. Dan sekaligus dengan meyakini bahwa Allah itu setia.
Allah pasti setia, tetapi kita juga harus setia. Karena firman Tuhan mengatakan, yang setia sampai akhir yang selamat. Allah setia namun kalau umat tidak setia, bagaimana keselamatan itu bisa terjadi atau terpenuhi? Artinya bagaimana kita bisa layak masuk ke dalam Rumah Bapa menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah kalau keadaan kita tidak setia? Tidak ada orang jahat, orang yang suka menyakiti atau melukai sesama, orang yang pelit, orang yang tidak peduli terhadap penderitaan orang lain, yang sewenang-wenang terhadap sesama bisa masuk Kerajaan Surga.
Dewasa ini makin banyak orang yang banyak bicara dan merasa dirinya sudah benar. Dengan media sosial yang terbuka lebar, hal itu mengkondisi orang untuk banyak bicara, lalu meyakini dirinya benar. Sebab kalau seseorang sudah melemparkan satu ide—salah atau benar—maka dia harus membela idenya tersebut. Akhirnya, dia terjebak di dalam kebodohan. Apalagi bagi mereka yang bermaksud untuk tampil. Gagal studi, gagal karir, tidak produktif dalam hidup setiap harinya; maka satu jalan yang masih ada adalah di media sosial. Kalau bisa, mereka akan bicara sekeras-kerasnya melawan orang-orang yang sudah menjadi berita, tanpa hormat. Ironis, mereka menjadi ceroboh, bahkan terkondisi menjadi jahat.
Saudaraku,
Kita jangan ikut-ikutan. Kita diam, jaga mulut, jaga mata, jaga telinga, jaga diri. Sejatinya, untuk hidup suci saja setengah mati, lalu bagaimana kita mau mengurusi orang? Untuk menjaga diri agar kita tidak melakukan perbuatan yang salah saja sulit. Kesucian bukan hal yang mudah karena pengaruh jahat sekitar kita, manuver kuasa gelap yang kuat dan tiada henti, dan juga manusia lama di dalam diri kita yang masih bisa menjadi pangkalan dan banyak hal lain yang kita hadapi yang membuat kita bisa menjadi tawar hati. Jangan kita terpengaruh oleh keadaan dunia sekitar kita. Jangan ikut-ikut terbawa melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.
Kita harus bertahan; jaga mulut dalam percakapan-percakapan. Ketika kita bertemu dengan orang di meja makan, di restoran, di pergaulan; jaga perkataan. Belum lagi adanya godaan-godaan dosa lain yang datang silih berganti yang dengan mudahnya kita lakukan dan kita nikmati. Kita bertekad tidak mau menyentuh dosa. Dan untuk itu, dibutuhkan ketekunan untuk hidup suci. Menahan mulut, menahan jari-jari menulis sesuatu di media sosial, jaga hati dari emosi kemarahan dan dendam. Namun, pasti ada saja orang melukai dan ada saja kesempatan kita membalas dendam, selalu ada.
Sekecil apa pun reaksi kita untuk membela diri, membalas dendam, selalu ada. Maka kita harus dapat menguasai diri. Ingat, hanya mereka yang tekun sampai akhir akan selamat. Jadi, semua kita harus bertekun. Banyak hal yang bisa membuat kita tawar, lemah, kecewa, putus asa, marah, bahkan berbuat dosa. Banyak penyebab, tapi kita memilih untuk setia, memilih tekun, memilih taat kepada Bapa di surga. Sebab mereka yang bertahan sampai akhir akan diselamatkan!
Teriring salam dan doa.
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG BERTAHAN DALAM TEKANAN DAN PENDERITAAN SAMPAI AKHIR, DISELAMATKAN.
Surat Gembala Senior 06 Agustus 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PERCAYA, BERTINDAK DAN MENGALAMI
2023-08-06 09:50:06
Saudaraku,
Kita harus berani berprinsip dan melangkah. Kita percaya, lalu bertindak, maka kita akan mengalami atau melihat bukti. Dalam berurusan dengan Tuhan, kita tidak bisa melihat bukti dulu baru percaya dan bertindak. Berulang-ulang saya mengatakan bahwa Dia layak dipercayai, walaupun keadaan tidak mendukung percaya kita tapi kita tetap percaya kepada Tuhan. Walaupun tidak ada tanda-tanda kehadiran-Nya, tidak ada tanda-tanda Tuhan mengulurkan tangan, bahkan kadang-kadang membiarkan kita seperti terseok-seok dibiarkan sulit, tidak ada jalan keluar dan seakan-akan Tuhan tidak peduli bahkan meninggalkan kita, namun kita harus tetap percaya. Percaya kita kepada Tuhan bukan hanya memercayai kuasa-Nya, atau kasih-Nya dan juga bukan hanya memercayai pertolongan yang akan Tuhan berikan kepada kita, melainkan kita memercayai apa yang Dia kehendaki untuk kita lakukan.
Sebab yang terbaik, yang terindah dan yang paling mulia dalam hidup ini adalah mengerti apa yang Dia kehendaki dan melakukannya. Bahkan mestinya kita bisa mengabaikan seakan-akan kita tidak memiliki persoalan, kebutuhan, atau masalah, kecuali kita mau mengerti kehendak Tuhan dan melakukan apa yang Dia kehendaki. Mungkin tidak banyak orang tahu ketika pemazmur berkata, “sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya,” merupakan pengakuannya setelah di ayat-ayat sebelumnya ia mengungkapkan kepedihan dan penderitaan yang dialami pemazmur. Dalam penderitaan, kebingungan dan frustasi, pemazmur menemukan bahwa duduk diam di kaki Tuhan, adalah hal terbaik sampai akhirnya dia bisa berkata, “siapa gerangan ada padaku, di surga selain Engkau, selain Engkau tidak ada yang kuinginkan.”
Saudaraku,
Saya mengajak kita untuk bergerak ke tingkatan yang lebih tinggi. Mungkin kita masih menunggu kapan Tuhan mengangkat kita naik ke level yang lebih tinggi; kapan kita bisa masuk ke kawasan yang lebih tinggi. Berbulan, bertahun rasanya Tuhan tidak menjawab, karena ternyata untuk bergerak naik ke level yang lebih tinggi, kita yang harus menggerakkan diri kita sendiri. Allah pasti menyediakan fasilitasnya, tapi kita sendiri yang harus melangkah untuk naik ke level yang lebih tinggi. Maka kita harus bisa mengesampingkan apa pun, lalu melangkah untuk mengerti apa yang Dia inginkan guna kita lakukan dan rencana-Nya guna kita penuhi. Jika kita serius melakukan hal itu, berarti kita mengangkat diri kita pada level lebih tinggi. Tidak banyak orang yang berani. Tuhan sangat baik, Tuhan ingin keadaan kita baik-baik, Tuhan mau bawa kita ke dalam kemuliaan-Nya.
Kita percaya dan kita bertindak untuk itu. Tuhan pasti akan membawa kita kepada kesucian hidup. Apa yang Tuhan inginkan dalam hidup kita tidak muluk-muluk. Hal itu dimulai dari kehidupan kita dari menit ke menit yang benar-benar kita jaga, agar tidak ada dosa sekecil apa pun yang kita lakukan. Dari setiap perkataan, pikiran, perasaan dan tindakan, kita jaga. Termasuk juga respons atau reaksi kita terhadap setiap keadaan yang terjadi dan berlangsung dalam hidup di sekitar kita. Jadi, dalam setiap keputusan dan pilihan kita, selalu mempertimbangkan perasaan Allah. Dari menit ke menit, sampai kemudian kita bisa membuktikan bahwa kesucian seperti yang Allah kehendaki, bisa kita capai.
Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, “baik kau makan atau minum, atau melakukan sesuatu yang lain lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Jadi, tidak ada tindakan yang kita lakukan dari kita sendiri, tapi semua harus mengalir dari Roh kudus. Kalau kita percaya, kita bertindak. Barulah kemudian, “hidupku bukan aku lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”. Kita menjadi surat yang terbuka, menjadi firman yang diperagakan, barulah kita bisa menjadi anak-anak Allah yang memancarkan kemuliaan Allah. Jangan takut, jangan curiga apa bisa ini kita lakukan, tapi bertindaklah!
Sejatinya, banyak orang percaya yang terbelenggu dalam keraguan; keraguan sama dengan ketidakpercayaan. Kita percaya Tuhan tidak akan memberikan kita perintah yang tidak bisa kita lakukan, semua yang Tuhan perintahkan pasti bisa kita lakukan. Betapa indahnya kehidupan seseorang yang dari menit ke menit melakukan kehendak Allah. Nanti kita bisa menjadi mulut-Nya Tuhan, tangan-Nya Tuhan, mata-Nya Tuhan untuk menyentuh orang di sekitar kita. Capailah kesucian setinggi-tingginya, kekudusan setinggi-tingginya. Lepaskan diri kita dari segala ikatan dunia, bertindaklah. Baru kita bisa mengalami—bukan fantasi yang dirumuskan dengan kata-kata—bahwa hidup suci itu bisa kita lakukan. Sebab ketika kita nanti menghadap takhta pengadilan, Bapa tidak akan bertanya kita dari gereja mana, doktrin kita apa, jabatan kita di gereja apa, tetapi Bapa ingin menemukan Pribadi Anak-Nya tergelar dalam hidup kita, itu saja.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
LEPASKAN DIRI KITA DARI SEGALA IKATAN DUNIA, BERTINDAKLAH, MAKA KITA BISA MENGALAMI BAHWA HIDUP SUCI ITU BISA KITA LAKUKAN.
Surat Gembala Senior 30 Juli 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - IMPARTASI SPIRIT
2023-08-06 09:50:57
Saudaraku,
Bapa di Surga ingin agar hubungan kita dengan Tuhan semakin hari semakin eksklusif. Eksklusif artinya hubungan yang istimewa, yang khusus, yang tiada duanya. Kalau ada hubungan dengan seseorang atau sesuatu dalam hidup kita yang lebih eksklusif dari hubungan kita dengan Tuhan, itu berarti ketidaksetiaan. Ada yang salah di dalam hidup kita. Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan, "Jika kamu tidak membenci ayahmu, ibumu, saudaramu laki-laki dan perempuan, bahkan nyawamu sendiri, kamu tidak layak bagi-Ku" (Luk. 14:26). Apa maksudnya ini? Di balik pernyataan itu, Tuhan mau agar hubungan kita dengan Tuhan adalah hubungan yang paling eksklusif, paling intim, paling indah, paling lekat, paling dekat.
Maksud Tuhan “membenci ayahmu, ibumu” di sini bukan berarti kita mengupayakan penderitaan, kesulitan atau mendatangkan celaka bagi mereka. Tetapi maksud Tuhan adalah agar kita memiliki hubungan dengan Tuhan yang melampaui hubungan kita dengan siapa pun, termasuk dengan orangtua, keluarga, saudara-saudara kita di dunia ini. Jika kita melakukan hal ini, sesungguhnya kita belajar mencintai orang-orang yang harus kita cintai secara proporsional. Kita harus mengasihi mereka, benar, tetapi secara proporsional. Dan cinta kita kepada keluarga, orangtua, saudara, anak, dan sesama, haruslah merupakan ekspresi dari cinta yang Tuhan taruh di dalam diri kita.
Hubungan eksklusif dengan Tuhan akan membuahkan impartasi spirit dari Tuhan kepada kita. Itulah sebabnya, mulailah menanggalkan segala kesenangan yang tidak perlu kita miliki. Pasti ada kesenangan-kesenangan, hobi-hobi tertentu yang tidak perlu kita nikmati. Ada hal-hal yang membuat Tuhan cemburu, ini bahaya. Kita pasti dipimpin Roh Kudus untuk mengetahuinya. Tuhan tidak mungkin diam-diam saja, lalu pada saatnya kita dipukul, dihajar, dan dihukum. Tidak mungkin Tuhan bertindak demikian. Kalau ada sesuatu yang salah dalam hidup kita, pasti Tuhan tegur, pasti Tuhan ingatkan. Roh Kudus pasti tegur, Roh Kudus pasti mengingatkan.
Kepada umat pilihan, Tuhan pasti akan memberikan petunjuk setepat-tepatnya, sedetil-detilnya, selengkap-lengkapnya, agar kita memiliki sikap hati yang benar di hadapan Tuhan. Dan Tuhan sebagai Arsitek Jiwa, Tuhan tahu bagaimana membentuk jiwa kita menjadi agung dan mulia seperti yang Tuhan rancang. Nanti kalau suatu hari kita memandang kemuliaan Tuhan, merasakan kemuliaan Bapa di surga dan memandang Tuhan Yesus Kristus yang agung sebagai Raja, kita bersyukur kalau sejak di bumi, kita telah memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, hubungan yang eksklusif dengan Tuhan. Dan betapa celakanya orang yang mengisi harinya dengan berbagai kesenangan yang Tuhan tidak ikut menikmati di dalamnya. Betapa mengerikan. Mereka akan menyesal dan banyak orang akan meratap dengan ‘ratap tangis, kertak gigi’ di api kekal.
Sebaliknya, kalau sejak di bumi kita sudah belajar untuk mencintai Dia, menjadikan Dia termulia dalam hidup ini, menjadikan Tuhan benar-benar istimewa, kita tidak menyesal. Kita diterima di Kemah Abadi sebagai mempelai-mempelai Tuhan yang cantik di mata Bapa di Surga. Oleh sebab itu, ubahlah rutinitas hidup kita. Kita berkomitmen untuk mencintai Tuhan, mencintai Dia saja, tidak ada yang lain. Kita berkomitmen untuk bersedia tidak memiliki siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa, kecuali Tuhan. Kalaupun kita punya banyak—artinya punya materi berlimpah dan keluarga yang sejahtera—jangan perhitungkan itu sebagai kebahagiaan. Siapa pun dan apa pun tidak bisa menjadi landasan sumber kebahagiaan kita. Hanya Tuhan menjadi sumber kebahagiaan kita. Tuhan menjadi kehormatan kita. Tuhan menjadi kemuliaan kita.
Jika kita lakukan itu, maka hubungan kita akan eksklusif, makin eksklusif. Dan hal itu ditandai dengan kerinduan kita bertemu muka dengan muka, dan tidak ada perasaan takut sama sekali menghadapi kematian. Sebaliknya, kematian menjadi saat yang kita nantikan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
HUBUNGAN EKSKLUSIF DENGAN TUHAN AKAN MEMBUAHKAN IMPARTASI SPIRIT DARI TUHAN KEPADA KITA.
Surat Gembala Senior 23 Juli 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DENGAN SENGAJA, SADAR DAN RELA
2023-07-23 10:17:57
Saudaraku,
Sungguh sangat beruntung kalau kita bisa sungguh-sungguh merindukan Allah. Dan Tuhan pasti bisa merasakan bahwa kita merindukan Dia. Sebagai manusia, kita senang kalau seseorang merindukan kita karena cinta kasih yang tulus. Allah juga demikian. Allah akan merasa kalau kita merindukan Dia. Dan Allah disenangkan, disukakan dengan kerinduan yang kuat terhadap diri-Nya. Masalahnya adalah, bagaimana kita bisa memiliki kerinduan yang kuat, yang tulus kepada Allah? Inilah yang Tuhan ajarkan: kita harus melepaskan semua keinginan, semua kesenangan, semua hobi, kecuali satu: Tuhan. Jadi, tidak muluk-muluk kalau Pemazmur mengatakan, "Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi" (Mzm. 73:25). Itu fakta yang bisa terjadi dalam hidup anak manusia. Paulus mengatakan dengan kalimat lain, "Bagiku hidup adalah Kristus" (Flp. 1:21).
Jadi, kita bisa memiliki kehidupan yang sungguh-sungguh merindukan Allah. Kalau hewan hanya mengingini kebutuhan jasmani, memuaskan kebutuhan jasmani, tentu kita jangan seperti hewan yang hanya mencari kesenangan-kesenangan pemenuhan kebutuhan jasmani dan kesenangan-kenangan jiwa yang tidak sesuai dengan pikiran, perasaan Allah. Maka selagi masih memiliki kesempatan untuk bisa berubah, kita yang harus dengan sengaja melepaskan semua keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Harus dengan sengaja, sadar dan rela! Harus dengan keinginan dari diri sendiri yang kuat, "aku hanya mau menyenangkan Tuhan saja."
Proses ini harus terjadi atau berlangsung dalam hidup kita. Kita sendiri yang mengadakannya. Jangan menunggu ada saat di mana kita bisa menyenangkan Tuhan. Saat itu jangan kita tunggu, saat itu kita yang ciptakan. Dan setiap hari kita memiliki komitmen yang terus kita perbaharui, komitmen untuk mengubah diri. Selalu kita berkata, "Tuhan, hari ini jadikan hari yang baru bagiku, hari di mana aku menjadi lebih berkenan di hadapan-Mu dari hari kemarin. Tuhan, biarlah aku mencapai apa yang belum pernah aku capai di waktu-waktu yang lalu. Pencapaian rohani yaitu, hati yang hanya melekat pada Tuhan dan semakin melekat.”
Dan kita benar-benar bisa melihat hal-hal apa yang mengikat hati kita. Kita lepaskan, walaupun itu sakit dan berat. Tetapi kita bisa melepaskannya kalau kita sungguh-sungguh mau melepaskannya. Kalau kita tidak sungguh-sungguh mau melepaskan, tidak akan pernah bisa. Abraham, bapa orang percaya, memberikan kita teladan iman, bagaimana dia hanya fokus kepada Tuhan, pada panggilan yang Bapa Elohim Yahweh berikan. Dia hanya terus mengisi hari hidupnya untuk memenuhi dengan apa yang Allah kehendaki, Allah rencanakan. Ia harus menemukan negeri yang Tuhan tunjukkan, dan dia harus menjadi moyang dari orang percaya, umat pilihan yang jumlahnya seperti pasir di lautan dan bintang-bintang di langit. Ini adalah hal-hal yang benar-benar harus menjadi realita dalam hidup kita, bagaimana Abraham fokus kepada Tuhan, sampai pada titik di mana dia rela melepaskan apa pun demi kesenangan Allah, seperti ketika dia harus mempersembahkan anaknya, Ishak. Dan itu bukti dari iman yang benar.
Iman yang benar ditandai dengan kerelaan kita melepaskan segala sesuatu. Jadi Tuhan Yesus ketika mengatakan, "Jika kamu tidak melepaskan dirimu dari segala milikmu, kamu tak layak bagi-Ku,” atau “kamu tak dapat menjadi murid-Ku”
(Luk. 14:33), itu jelas mengisyaratkan bahwa kita harus rela tidak memiliki apa pun selain Tuhan. Kita mengosongkan diri untuk dipenuhi Tuhan. Kita fokus ke langit baru bumi baru. Kita bukan tanpa tujuan untuk masuk ke fokus ketiadaan, dan itu dianggap kebahagiaan. Bukan. Fokus kita jelas, "Tuhan dan Kerajaan-Nya." Dan kalau kita mengosongkan diri, kita mengosongkan diri demi supaya Dia hidup di dalam diri kita.
Tetapi kita tidak bisa menghidupkan Tuhan dalam hidup kita kalau kita masih menyimpan gairah-gairah dunia, kesenangan dunia, dan terikat dengan segala hiburan dunia ini. Dan inilah risiko dalam mengikut Tuhan Yesus. Maka Tuhan berkata, "Hitung dulu anggarannya kalau mau membangun menara"_
(Luk. 14:28). Dan Tuhan akan memberi kita kesanggupan untuk bisa melakukan. Betapa bahagianya kita kalau mau memenuhi hal ini. Hidup kita menjadi pekerjaan Allah. Kapan pun, di mana pun kita bisa bersukacita karena Tuhan pasti pelihara, jaga, lindungi kita dengan sempurna. Dan orang yang mengosongkan diri agar Tuhan hidup di dalam dirinya, adalah orang yang pasti dilindungi Bapa, diistimewakan oleh Allah, karena dia adalah anggota keluarga Kerajaan yang suatu hari akan dijemput Tuhan untuk dibawa masuk ke dalam Rumah Bapa.
Kita bersyukur ada di komunitas yang setiap hari menyediakan diri mencari hadirat Tuhan dan wajah Tuhan. Kita bersyukur kita mau menghabiskan sisa umur hidup kita ini hanya untuk hidup di hadirat Allah, menyenangkan hati Tuhan, melakukan kehendak-Nya, memenuhi rencana-Nya. Dan itulah keindahan kehidupan. Itulah kemuliaan dan kehormatan kita. Bukan pada kekayaan, harta, gelar, pangkat. Kita bisa memiliki semua itu dan mencapainya, tapi semua kita persembahkan kepada Tuhan. Gelar, pangkat, harta dan apa pun yang ada pada kita, tidak menjadi kesenangan yang mengikat, melainkan menjadi alat untuk mengabdi dan melayani Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
SELAGI MASIH MEMILIKI KESEMPATAN UNTUK BISA BERUBAH, KITA YANG HARUS DENGAN SENGAJA MELEPASKAN SEMUA KEINGINAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLAH. HARUS DENGAN SENGAJA, SADAR DAN RELA!
Surat Gembala Senior 16 Juli 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERLINDUNG DALAM KEKUDUSAN
2023-07-16 12:06:49
Saudaraku,
Percaya kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan, berlindung kepada Tuhan, tidak bisa dipisahkan dari: pertama, hidup dalam penurutan terhadap kehendak-Nya. Seseorang tidak bisa percaya kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan, bergantung kepada-Nya dan berharap pertolongan-Nya jika tidak hidup di dalam kesucian Tuhan, jika tidak hidup di dalam kebenaran-Nya. Yang kedua, terlepas dari kesenangan dunia. Dua hal ini sebenarnya tidak bisa dipisahkan. Sebab kalau seseorang masih hidup dalam dosa, dia pasti mencintai dunia. Orang yang mencintai dunia, pasti tidak hidup di dalam kekudusan. Orang seperti ini tidak bisa percaya kepada Tuhan dengan benar, ia juga tidak bisa dan tidak layak berlindung kepada Tuhan, dan tidak pantas menerima perlindungan Tuhan.
Kita harus sampai pada penghayatan—ketika kita berkata, "aku perlu Kau, Tuhan”—bahwa kita tidak bisa hidup dalam kehidupan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Kesadaran itu harus muncul di dalam diri kita. Sehingga kita juga bisa menghayati bahwa kita tidak bisa hidup dalam dosa, tidak bisa hidup dalam percintaan dunia. Penghayatan ini bisa dimiliki oleh orang-orang yang hatinya lurus, yang bertumbuh dalam kedewasaan, yang nuraninya bersih, yang hatinya tidak bengkok. Tetapi kalau hati kita bengkok, tidak lurus, tidak dewasa, nuraninya tidak bersih, kita tetap bisa berkata kepada Tuhan, "lindungi aku, tolonglah aku, Tuhan,” namun sementara itu kita masih hidup dalam dosa, masih hidup dalam percintaan dunia. Sebenarnya orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang memperdaya Tuhan. Tentu mereka tidak menghormati Tuhan dan tidak menyembah Tuhan.
Dulu, ketika kita belum dewasa, kita ada di dalam sikap hati dan sikap hidup seperti itu. Kita begitu manipulatif, memanfaatkan Tuhan. Kita berdoa mohon pertolongan Tuhan sementara kita masih memuaskan keinginan kita sendiri. Kita tidak sungguh-sungguh hidup di dalam kesucian. Kita tidak sungguh-sungguh hidup dalam percintaan dan kecintaan kepada Tuhan, tetapi percintaan dengan dunia. Itu, dulu. Kini kita sadar itu kesalahan, naif, kekanak-kanakan, dan tentu itu tidak membuat hati Tuhan disenangkan. Maka kita terus bertumbuh dewasa. Kita mulai bisa menanggalkan percintaan dunia, melepaskan hobi-hobi, tidak terikat hiburan dunia, kita mulai menjaga pikiran, perkataan, dan perbuatan kita untuk hidup dalam kekudusan.
Sementara itu, Tuhan perhadapkan kita dengan masalah-masalah yang kadang lebih berat dari masalah-masalah yang pernah kita hadapi supaya kita bergantung, kita berlindung kepada Tuhan. Masalah-masalah yang tidak bisa kita selesaikan, kecuali oleh pertolongan Tuhan. Dan kita layak menerima pertolongan Tuhan kalau kita hidup di dalam kesucian. Dari pengalaman itu, maka lahirlah kesaksian hidup dan kebenaran, bahwa menyelesaikan masalah-masalah berat hanya dengan satu cara: kesucian hidup. Mungkin dalam hati kita bertanya, "apa hubungannya masalah ekonomi, masalah rumah tangga, masalah hukum, masalah polisi, dengan kesucian?" Sepertinya tidak nyambung. Ini sangat berkaitan. Hadapi, lawan masalahmu dengan kekudusan! Buktikan, bagaimana tangan Tuhan yang kuat akan melindungi, menjagai kita.
Dan ketika kita masuk pada pengalaman ini, hidup kita akan melimpah dengan kecintaan kepada Tuhan. Dan ketika hati kita melimpah dengan kecintaan atau dalam kecintaan dengan Tuhan, kita rela berbuat apa pun untuk Tuhan. Dan ketika kita rela berbuat apa pun untuk Tuhan, Tuhan akan memercayakan proyek-proyek pekerjaan Tuhan. Tuhan mau pekerjaan-Nya dilakukan oleh orang-orang yang sungguh-sungguh haus dan rindu menyenangkan hati Tuhan. Orang-orang yang sudah rela melepaskan segala sesuatu yang ada padanya untuk Tuhan.
Dalam kehidupan orang percaya yang benar, ia bisa menghayati bahwa tanpa kesucian, ia tidak layak minta perlindungan Tuhan. Orang-orang yang terus bertumbuh dalam kecintaan kepada Tuhan dan Tuhan akan memercayai orang-orang ini dengan pekerjaan-pekerjaan Allah yang besar. Di sinilah Tuhan bisa dihibur, bisa disukakan oleh anak-anak Allah yang berperilaku seperti ini. Ayo, kita bertumbuh terus. Dan orang-orang yang sungguh-sungguh sampai pada level ini, tidak bisa hidup tanpa doa. Ia akan terus berkerinduan untuk mencari Tuhan, untuk duduk diam di kaki Tuhan. Penyembahannya makin tulus. Kebergantungannya kepada Tuhan makin tulus dan makin kuat. Inilah kehidupan anak-anak Allah yang berbau harum di hadapan Tuhan.
Semua harus lewat proses, tahap demi tahap. Ini tidak bisa dicapai dalam satu bulan atau satu tahun; lewat perjalanan yang panjang. Dan pada akhirnya, orang percaya yang benar-benar menghayati bahwa ia tidak bisa berlindung kepada Tuhan tanpa kekudusan, akan merindukan pulang ke surga, dan benar-benar bisa merasakan bahwa dunia ini bukanlah rumahnya. Kiranya kita sampai pada level ini, bahwa kita tidak bisa berlindung kepada Tuhan tanpa kekudusan. Ketika kita berlindung kepada Tuhan, kita baru bisa menghayati bahwa kita harus hidup di dalam jalan Tuhan, dalam kebenaran-Nya, tidak terikat dengan dosa, tidak terikat dengan percintaan dunia. Kiranya Tuhan menolong kita untuk mencapai level ini. Dan kita sungguh-sungguh bisa hidup menjadi anak-anak Allah yang menyenangkan hati-Nya sejak di bumi sampai selama-lamanya nanti di surga.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
ORANG PERCAYA YANG BENAR-BENAR MENGHAYATI BAHWA IA TIDAK BISA BERLINDUNG KEPADA TUHAN TANPA KEKUDUSAN, AKAN MERINDUKAN PULANG KE SURGA, DAN BENAR-BENAR BISA MERASAKAN BAHWA DUNIA INI BUKANLAH RUMAHNYA.
Surat Gembala Senior 09 Juli 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MERENDAHKAN DIRI
2023-07-10 09:25:20
Saudaraku,
Firman Tuhan mengatakan, _
"Barangsiapa merendahkan diri, akan ditinggikan"_
(Mat. 23:12). Tentu merendahkan diri, yang pertama, di hadapan Tuhan. Lalu berikutnya, kita bisa rendah hati di hadapan manusia. Merendahkan diri di hadapan Tuhan atau bersikap rendah hati di hadapan Tuhan ternyata bukan sesuatu yang mudah. Tuhan dapat merasakan apakah kita sungguh-sungguh merendahkan diri di hadapan Tuhan atau tidak. Kita pun juga bisa merasa bagaimana kita merendahkan diri di hadapan Tuhan. Ini perlu sebuah pergumulan hidup dalam perjumpaan dengan Tuhan setiap hari. Ketika kita dalam perjumpaan dengan Tuhan setiap hari—tentu dilengkapi dengan pengertian mengenai karya Tuhan yang luar biasa, kasih Tuhan, kemurahan Tuhan—maka kita dapat menyadari betapa kecilnya kita ini di hadapan Allah. Betapa besar dan mulia Allah, dan betapa kecilnya kita. Di situ kita bisa bersikap rendah hati dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Apalagi kalau kemudian kita juga mengingat siapa kita dulu.
Kita adalah orang-orang berdosa, benar-benar sering bersikap kurang ajar terhadap Tuhan dengan berbagai perilaku dan tindakan kita. Kita adalah orang yang pernah bersikap semena-mena terhadap perasaan Tuhan. Kita lakukan apa yang kita mau lakukan, asal kita merasa puas dan senang. Kita ucapkan apa yang kita mau ucapkan, asal kita senang. Kita membeli barang apa yang kita merasa perlu beli untuk menyenangkan kita. Dan kita tidak memperhitungkan bagaimana perasaan Tuhan atas tindakan-tindakan, pilihan-pilihan, dan keputusan-keputusan kita. Sungguh, kita telah berdosa kepada Tuhan. Kita telah semena-mena terhadap Yang Mulia, Allah Bapa di Surga.
Tetapi puji Tuhan, Bapa yang baik menerima kita kembali dengan mengampuni dan melupakan dosa-dosa kita. Dan kita diterima sebagai anak, bahkan diperlakukan seakan-akan belum pernah atau tidak pernah terjadi perbuatan-perbuatan salah yang kita lakukan tersebut. Maka, yang pertama, kita semakin menyadari betapa mulia, betapa kudus dan suci-Nya Tuhan, dan betapa rendahnya kita ini; betapa kecilnya, betapa rusaknya, betapa tidak berarti. Dan sebenarnya betapa tidak layaknya kita di hadapan Tuhan. Di sini kita bisa merasa bahwa Allah Maha Besar, sementara kita bukanlah siapa-siapa dan bukan apa-apa; betapa kecilnya kita. Maka, kita di situ bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan. Dan kita bisa rendah hati.
Yang berikutnya, sadari berkat pemeliharaan Tuhan yang tiada henti yang dilimpahkan kepada kita, dan kita memperoleh apa yang sebenarnya tidak layak kita peroleh—kita diberkati Tuhan, bahkan Tuhan mengangkat kita dari lumpur dosa dan tidak jarang kita juga menjadi orang-orang yang terhormat di mata manusia lain—semua ini karena kebaikan dan kemurahan Tuhan. Kita bukan siapa-siapa. Kita berhutang kehidupan, kita berhutang kebaikan. Jadi, kalau kita menyadari hal ini, barulah kita bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan dan rendah hati.
Dan terakhir, renungkan betapa agung Tuhan semesta alam di dalam Kerajaan Surga. Berlaksa-laksa malaikat menyembah, penghuni surga semua menyembah. Betapa agung mulia Elohim Yahweh, Allah Israel, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Dan kalau suatu saat—hal pasti bagi yang setia—kita masuk ke dalam Rumah Bapa dan menyaksikan keagungan Allah yang begitu dahsyat, kita akan gemetar. Betapa mulia Allah, betapa dahsyat. Renungkan hal itu, hayati hal itu sehingga kita bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan dan bersikap rendah hati. Dialah yang Empunya Kerajaan, kuasa dan kemuliaan kekal selama-lamanya. Allah yang ada dari kekal sampai kekal. Betapa di dalam kemuliaan, di terang Yang Maha Tinggi, di tempat yang tak terhampiri, betapa mulia Allah, Bapa, Allah semesta alam ini. Kita hayati ini.
Dalam doa kita sampaikan, "ajarlah aku bersikap santun di hadapan-Mu, bersikap pantas di hadapan-Mu, Bapa" Sebab, siapa kita ini? Bumi ini kecil dibandingkan jagat raya ini, dan kita ini debu di dalam debu, maka betapa kecilnya kita. Kita hayati ini, sehingga kita bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan dan kita bersikap benar, taat kepada Allah yang hidup, Allah Yang Maha Hadir. Kiranya nasihat ini, memberkati dan mengubah kita untuk menjadi orang-orang yang bisa merendahkan diri dengan benar di hadapan Tuhan dan bersikap rendah hati di hadapan Allah. Hal ini memang tidak cukup hanya untuk dimengerti, tetapi harus dirasakan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA MENYADARI BAHWA KITA BUKAN SIAPA-SIAPA—BAHKAN KITA BERHUTANG KEHIDUPAN DAN KEBAIKAN KEPADA-NYA—BARULAH KITA BISA MERENDAHKAN DIRI DENGAN BENAR DI HADAPAN TUHAN DAN BERSIKAP RENDAH HATI.
Surat Gembala Senior 02 Juli 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) -SUDUT PANDANG KEKEKALAN
2023-07-02 10:28:28
Saudaraku,
Kalau kita mengingat kebaikan Tuhan, maka hal itu menyadarkan bahwa kita berhutang kehidupan, berhutang kebaikan. Bagi orang-orang Kristen yang tidak dewasa (seperti kanak-kanak), mereka tidak merasa berhutang. Sebagaimana anak-anak tidak merasa berhutang kepada orangtua; yang ada malah sebaliknya, orangtua seperti berhutang kepada anak, "Jangan lupa loh Mama, minggu depan saya tahun.” Itu anak-anak. Ironis, banyak gereja di akhir zaman, masih di level itu. Memang mereka memuji kebaikan Tuhan, bersyukur atas berkat-Nya, tapi setelah itu mereka menuntut Tuhan. Sekarang, kalau kita mengingat kebaikan Tuhan, rasanya seperti ada pistol yang ditodongkan di leher kita; “celaka aku, kalau aku tidak menghargai kebaikan Tuhan!" Maka dengan tulus kita nyanyikan,
Dengan apa kubalas kebaikan-Mu, Tuhan
Serta segala kemurahan-Mu
Kini aku serahkan segenap hidupku
Ku mau mengabdi pada-Mu Tuhanku
Sikap seperti ini sering tidak dimengerti orang lain; bukan hanya oleh orang non-Kristen melainkan juga oleh orang Kristen yang tidak dewasa. Mereka mungkin berpikir kita keterlaluan, _lebay._ Mereka tidak bisa mengerti bahwa kita mau mengakhiri hidup kita dengan menghabiskan apa yang ada pada kita untuk Tuhan. Tentu untuk kebutuhan keluarga yang merupakan tanggung jawab, harus kita penuhi. Tetapi ada perkara-perkara lain di luar urusan keluarga atau urusan pribadi kita yang di situ kita mau memenuhi atau menggenapi rencana Allah. Mereka tidak akan bisa dimengerti. Jadi kalau saya mengatakan “jangan menyisakan untuk dirimu,” artinya kita harus mengklaim semua yang ada pada kita adalah milik Tuhan, dan kita bersedia melepaskannya kapan pun Tuhan mau. Hal ini bukan berarti selalu untuk gereja. Tentu yang pertama untuk orangtua, keluarga besar, masyarakat sekitar, siapa pun. Tergantung Roh Kudus pimpin. Tentu gereja juga.
_Saudaraku,_
Betapa mengerikan masa depan kekristenan di tengah dunia yang semakin jahat ini. Jadi kalau orang tidak mengerti mengapa kita menggeliat, itu karena mereka tidak tahu kita mau finishing well. Belum lagi kalau kita lihat dari sisi Pendidikan anak. Kalau agama lain, mereka mendidik anak-anak sejak dini, dikungkung dalam pendidikan agama yang kuat. Anak-anak kita, main gadget tiap hari. Coba, jadi apa anak-anak ini kelak? Mereka yang di daerah, tiap hari pergi untuk belajar agama; anak-anak kita seminggu sekali untuk Sekolah Minggu pun belum tentu. Sambil ketawa-ketawa, mereka main gadget, tidak sungguh-sungguh. Mau jadi apa anak-anak seperti itu?
Kita bukan mau cari apa-apa, kita bukan orang yang sudah sempurna atau sudah sempurna, tapi kita serius mau mengakhiri sisa umur hidup kita. Kita berhutang kepada Tuhan. Oleh karena itu, kalau seseorang belum bisa memandang hidup dari sudut kekekalan, tidak mungkin bisa hidup benar. Maka, yang pertama,kita harus sempurna seperti Bapa. Kesucian yang sungguh.
Yang kedua, kita harus memandang hidup dari perspektif kekekalan. Kalau tidak, tidak bisa benar. Kalau tidak demikian, kita jatuh. Jadi, jaga kesehatan, kerja keras, belajar rajin, berkompetisi
Apa yang saya sampaikan, ini merupakan pesan Tuhan untuk kita semua. Betapa krisis dan kritisnya Indonesia. Kita berdoa agar negeri ini diberkati Tuhan, dan kekristenan tetap bisa memiliki tempat untuk 3kekristenannya dengan baik. Bukan mengkristenkan orang lain, bukan mau berperang dengan agama lain, tapi bisa eksis untuk mempersiapkan diri menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Karena memang tidak semua terpilih menjadi anggota keluarga Kerajaan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU SESEORANG BELUM BISA MEMANDANG HIDUP DARI SUDUT KEKEKALAN, TIDAK MUNGKIN BISA HIDUP BENAR.
Surat Gembala Senior 25 Juni 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PENGHARAPAN
2023-06-25 10:32:29
Saudaraku,
Hidup ini tragis. Sebenarnya kita bersyukur kalau kita bisa menghayati tragisnya hidup ini, sebab dengan menghayati tragisnya hidup ini, mekar bunga hati kita untuk memandang kehidupan yang akan datang. Yang tadinya hanya kuncup, tapi setelah menghayati tragisnya hidup, menjadi mekar. Kita menatap kehidupan yang akan datang sebagai pengharapan. Kita tidak lagi mengharapkan ada sesuatu dari dunia ini yang dapat membahagiakan kita. Kita tidak lagi menaruh harapan kita memperoleh dan menikmati Firdaus di bumi.
Dan ini sebuah keuntungan, kalau benar-benar kita memiliki hati yang menatap kehidupan yang akan datang dan meletakkan seluruh pengharapan kita di kehidupan yang akan datang itu. Ini bukan sesuatu yang tidak normal, justru inilah yang normal bagi anak-anak Allah. Sebab firman Tuhan mengatakan, “letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus,” 1 Petrus 1:13, artinya kita tidak memberikan ruang untuk mengharapkan kebahagiaan dari manapun, tetapi pengharapan kita hanya di Kerajaan Surga.
Tetapi pengharapan kita adalah nanti ketika Tuhan Yesus menyatakan diri. Jadi apa pun yang bisa muncul dan datang dari dunia ini, bukanlah pengharapan kebahagiaan kita. Mungkin ada di antara kita yang berkata di dalam hati, “kalau suamiku/istriku bertobat, betapa bahagianya aku.” Saudaraku, bukan tidak bahagia kalau suami/istri kita bertobat. Tetapi seandainya suami/istri bertobat—dan tentu diharapkan suami bertobat—itu bukanlah kebahagiaan kita. Itu harus menjadi kebahagiaan Tuhan, di mana Tuhan menghendaki setiap orang bertobat dan diselamatkan. Yang karenanya, kita ikut bahagia.
Jadi, kita tidak akusentris, “Suamiku/istriku bertobat demi aku. Tapi suamiku/istriku bertobat demi kemuliaan, kesukaan hati Allah.” Karenanya, kita harus berjuang mengubah diri. Jangan cerewet, jangan bengis, jangan kejam, jangan rapuh; harus kokoh, tidak banyak bicara, menampilkan kesucian hidup, tidak memberontak, tidak melawan, diam dan menyerahkan semua ke dalam tangan Hakim Yang Agung, Tuhan kita. Yang penting kita bisa menjalani hari hidup kita. Dan sementara kita menjalani hidup ini, kita mengalami proses perubahan untuk menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus, demi kita layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah.
Memindahkan hati dengan menaruh pengharapan sepenuhnya pada penyataan kedatangan Tuhan di mana kita memperoleh kebahagiaan bersama Tuhan di langit baru bumi baru, bukan sesuatu yang mudah. Banyak orang sudah terlanjur hatinya terbelenggu oleh dunia. Pengharapannya tidak ditujukan pada Tuhan, pengharapannya tidak ditujukan pada penyataan kedatangan Tuhan di dunia yang akan datang. Orang-orang seperti ini akan cenderung putus asa, kecewa, merasa gagal, tidak memiliki kepuasan. Hidupnya jadi kompleks, rumit.
Mestinya kita tidak demikian. Ketika kita meletakkan pengharapan kita di dalam Kerajaan Surga, hal itu mengurangi stres kita. Menyederhanakan keputusan-keputusan kita. Menyederhanakan hidup kita. Jadi kita tidak macam-macam; “Apa pun yang terjadi, terjadilah. Yang penting aku semakin berubah, berkenan di hadapan Tuhan.” Kalau kita memiliki prinsip seperti ini, kita kokoh.
Dan kita akan merasakan kemerdekaan, ketika kita mengalihkan pengharapan Saudara ke Kerajaan Surga, di mana ada harta kekayaan yang tidak ternilai; yang dikatakan tidak dapat binasa, tidak dapat cemar, dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di surga. Sanggupkah kita memercayai hal ini? Kalau kita tidak mau memindahkan hati di Kerajaan Surga, tidak berani menaruh pengharapan kita kepada penyataan kedatangan Tuhan Yesus, berarti kita tidak percaya kepada-Nya.
Sementara kita hidup, kita memenuhi tugas dan kewajiban kita sebaik-baiknya. Tentu kita harus hidup suci, bekerja keras, memaksimalkan potensi, karena semua itu kita lakukan untuk Tuhan. Jadi, kita menjalani hidup ini menjadi simpel. Apa pun yang kita alami, kita jalani.
Jangan harap tidak ada badai, jangan harap tidak ada topan; selalu ada. Tetapi kita percaya bahwa badai, gelombang, ombak sebesar apa pun tak dapat menenggelamkan kita, karena kita sedang menuju satu pelabuhan; pelabuhan surgawi. Dan Tuhan pasti melindungi kapal atau perahu hidup kita. Sebab kalau kita memancangkan perhatian kita ke langit baru bumi baru, meletakkan pengharapan kita sepenuhnya di dunia yang akan datang, maka kita dituntun. Kita adalah anak-anak Allah, calon penghuni Rumah Bapa yang tentu saja Tuhan akan perlakukan kita sebagai orang-orang istimewa karena kita juga mengistimewakan Tuhan.
Dan justru di tengah badai, kita bisa menikmati kehadiran Tuhan. Oleh sebab itu, Saudara-saudaraku,
percayalah bahwa semua penderitaan hidup akan berakhir. Dan ternyata penderitaan itu akan membuat kita memiliki hati mekar untuk memandang langit baru bumi baru.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KETIKA KITA MELETAKKAN PENGHARAPAN KITA DI DALAM KERAJAAN SURGA, HAL ITU MENYEDERHANAKAN HIDUP KITA DAN MEMBUAT KITA KOKOH.
SURAT GEMBALA SENIOR 18 Juni 2023 - TETAP DI DEKAT-MU
2023-06-18 10:09:14
Saudaraku,
Persoalan hidup dapat seperti sebuah belenggu atau ikatan yang membuat hidup tidak nyaman. Tetapi kita harus mengerti dan menerima bahwa tidak semua masalah dapat diselesaikan secara cepat. Ada masalah-masalah yang memang Tuhan izinkan terjadi di mana jalan keluar atau penyelesaiannya datang di waktu ke depan yang cukup lama. Seperti misalnya Abraham, ia mendapat janji akan memiliki banyak keturunan. Tetapi Abraham menunggu kenyataan janji itu hampir selama seperempat abad. Lama sekali. Juga negeri yang Tuhan janjikan, sampai menutup mata, Abraham tidak menemukan negeri itu.
Tetapi firman Tuhan mengatakan di Ibrani 11:13, dari jauh Abraham melihat dan melambai-lambai. Artinya, dia melihat dengan mata iman bahwa memang negeri itu ada; di langit baru bumi baru. Jadi, ini bukan hal yang sepele. Ini masalah penting dan serius yang harus dipahami dan diterima. Bahwa pergumulan dan persoalan-persoalan kita, tidak harus selesai dalam waktu singkat. Tidak diizinkan Tuhan selesai dalam waktu pendek, tetapi bisa panjang dan seakan-akan berlarut-larut. Di balik keadaan ini, Tuhan sebenarnya mengajar kita untuk membuktikan kasih setia Tuhan bahwa memang pada akhirnya Tuhan akan menolong.
Di dalam Ratapan 3:22-23 tertulis, “tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habis rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi. Besar kesetiaan-Mu.” Selalu baru tiap pagi, artinya setiap hari ada berkat baru yang Tuhan sediakan. Nah, kalau masalah yang kita hadapi ternyata tidak segera kunjung selesai, berkat baru apa yang kita terima? Saudara, Tuhan memproses kita, Tuhan mendewasakan kita melalui pergumulan, persoalan, kesulitan, masalah-masalah hidup. Ketika masalah-masalah hidup kita belum selesai, sebenarnya dari masalah itu muncul berkat-berkat rohani. Persoalannya mungkin sama, tapi berkat rohaninya beraneka ragam. Misalnya masalah ekonomi yang berlarut-larut. Masalahnya sama, tidak kunjung selesai, tidak terurai, tidak ada solusi, tidak ada jalan keluar. Tetapi dari masalah itu, lahir kebenaran-kebenaran. Dimunculkan oleh Tuhan, dilahirkan, ditelurkan pelajaran-pelajaran rohani yang berharga di dalam kehidupan.
Maka, di sini perlunya seseorang berjalan dengan Tuhan, bergaul dengan Tuhan. Selalu dekat Tuhan. Dengan dekat Tuhan, kita mendapat nasihat Tuhan. Seperti yang dikatakan dalam Mazmur 73:21-22, “ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu.” Ini keadaan di mana seseorang ada masalah besar; masalah yang menyakitkan, dan dia tidak tahu apa maksud Tuhan di balik ini. Ayat 23-24, “…tetapi aku tetap di dekat-Mu, Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-Mu, Engkau menuntun aku dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan.”
Jadi di tengah-tengah pergumulan dan persoalan hidup yang tidak kunjung selesai, tetaplah dekat dengan Tuhan dan tetaplah berdoa. Di situlah Tuhan akan memberi nasihat. Dan pasti nanti kita mendapatkan penyelesaiannya. Kita harus memercayainya. Berhenti menyalahkan keadaan, berhenti menyalahkan manusia walaupun dia penyebabnya. Percuma kita mempersalahkan dan menghakimi. Kembalikan ke Tuhan. Apalagi jangan sampai kita marah terhadap Tuhan. Janganlah kecewa. Tetaplah tenang, mendekat pada Tuhan, dan minta Tuhan memimpin. Pasti ada berkat yang mengalir lewat keadaan sulit itu; “Selalu baru setiap pagi, besar kesetiaan-Mu.”
Kita harus dewasa. Kita percaya Tuhan memberikan kita berkat-berkat yang tak terukur, tak ternilai melalui kejadian tersebut. Yuk, kita bersyukur dalam segala keadaan, seperti yang firman Tuhan katakan, “Mengucap syukurlah dalam segala sesuatu,” karena memang segala sesuatu yang diizinkan Tuhan terjadi dalam hidup kita, ada berkat di dalamnya. Jadi kalau kita tidak mendekat kepada Tuhan, kita tidak akan mendengar nasihat Tuhan, dan tidak menemukan berkat rohani di dalamnya.
Dengan masalah yang kita hadapi tersebut, kita diajar untuk tidak memiliki kebahagiaan dari dunia. Dunia penuh dengan masalah, banyak sumber kecemasan, sumber kekhawatiran, sumber stres. Jadi kalau kita bertumpu pada dunia ini, kita tidak akan pernah menikmati damai sejahtera. Damai sejahtera kita tidak bertumpu pada dunia, tetapi Tuhanlah yang menjadi kebahagiaan kita. Di Ratapan 3:24-25, firman Tuhan mengatakan, “TUHAN adalah bagianku, kata jiwaku. Oleh sebab itu, aku berharap kepada-Nya. Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.”
Jadi keadaan sulit itu menyelamatkan kita. Kalau orang selalu nyaman, tidak pernah punya masalah atau kalau ada masalah, cepat selesai, maka biasanya orang-orang seperti ini tidak mencintai Tuhan. Tidak terjadi proses penyempurnaan, proses persiapan untuk menjadi anak-anak Allah. Kasihan. Kehidupannya memang tidak jahat di mata manusia—memang dia beradab, santun di mata manusia—tetapi sesungguhnya dia tidak berkualifikasi, tidak berkualitas sebagai anak-anak Allah. Jangan sampai kita merasa diberkati dengan keadaan kita yang nyaman, tidak mengalami kesulitan, punya banyak hal—uang, kedudukan, kehormatan—tetapi kita tidak pernah menjadikan Tuhan sebagai kebahagiaan kita.
Nantikan pertolongan Tuhan. Hadapi persoalan hidup. Bertanggung jawab atas setiap persoalan hidup yang kita alami, dan tidak meminta segera dapat jalan keluar, tetapi belajar menemukan kebenaran, hikmah melalui persoalan itu, dan kita bertumbuh menjadi dewasa. Ini yang Tuhan kehendaki atau Tuhan inginkan, Saudaraku. Sampai kita kemudian menjadikan Tuhan kebahagiaan kita sampai kita bisa berkata, “kalaupun masalah ini belum selesai, tidak apa-apa, Tuhan. Aku tetap bersyukur, karena aku tahu dari persoalan ini muncul berkat-berkat rohani yang aku terima. Terima kasih, Tuhan.”
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
DI TENGAH-TENGAH PERGUMULAN DAN PERSOALAN HIDUP YANG TIDAK KUNJUNG SELESAI, TETAPLAH DEKAT DENGAN TUHAN DAN TETAPLAH BERDOA.
Surat Gembala Senior 11 Juni 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - AMBISI
2023-06-18 09:50:01
Saudaraku,
Kita harus memiliki satu-satunya ambisi untuk menjadi manusia istimewa di mata Allah. Bukan istimewa di mata manusia. Untuk itu, setiap kita harus memperkarakan hidup kita di hadapan Allah. Melakukan perjumpaan dengan Tuhan setiap hari adalah hal yang mutlak. Kita membawa hidup kita di hadapan Tuhan dan memperkarakannya; apakah hidup kita sungguh-sungguh telah memuaskan hati Allah atau belum. Dalam proses pembentukan kita, bukan hanya Allah melalui Roh Kudus yang berperan, kita juga berperan. Dan sebenarnya, ini lebih harus membuat kita terpacu untuk memberi diri dibentuk Tuhan, karena indah tidaknya lukisan hidup kita tidak ditentukan oleh Allah semata-mata namun juga ditentukan oleh kita.
Satu hal yang Saudara harus ingat, Roh Kudus itu lembut, dia tidak memaksa. Kalau Roh Kudus membentuk kita atau Tuhan melalui Roh Kudus membentuk kita, lalu kita menolak pembentukkan-Nya, Roh Kudus bisa diam dan tidak meneruskan. Tetapi kalau kita memberi diri dibentuk, pasrah, menyerah, maka Roh Kudus leluasa membentuk kita. Perjumpaan kita dengan Tuhan setiap hari harus memperkarakan, apakah ada langkah-langkah kita yang membuat Roh Kudus terhambat dalam membentuk kita, sehingga kita belum indah di mata Tuhan. Kita yang harus memperkarakan dan mempertanyakan, “Apa yang kurang dalam hidupku, Tuhan? Apa yang harus aku perbuat, Tuhan?”
Batin hati kita itu kompleks sekali. Jadi benar kata Alkitab, “Betapa liciknya hati manusia. Tidak ada yang lebih licik dari hati.” Tetapi kalau kita benar-benar memperkarakan hati, batin, hidup kita di hadapan Allah dengan sungguh-sungguh, Tuhan akan membuat pengertian atau pikiran kita terbuka terhadap hal-hal yang tidak patut di dalam batin kita. Yang mana hal itu menghambat pertumbuhan kesempurnaan kita.
Paulus mengatakan dalam 2 Korintus 4:16, “Manusia lahiriahku semakin merosot, namun manusia batiniahku semakin indah.” Apa yang dikatakan oleh Paulus memberikan pesan kepada kita bahwa seseorang bisa mengenali dirinya (tentu oleh petolongan Roh Kudus), seberapa dia indah di mata Allah atau bagian-bagian apa di dalam hidupnya yang belum indah di mata Allah.
Saudaraku, Roh Kudus tidak memaksa kita. Kita yang harus berambisi. Bukan hanya ambisi kita besar, melainkan satu-satunya ambisi kita, bagaimana kita menjadi seorang yang istimewa di mata Allah, yang memuaskan hati Allah. Betapa indahnya, nanti di pengadilan Tuhan ketika sejarah kehidupan berakhir— di hadapan takhta pengadilan Allah di mana semua orang harus mempertanggungjawabkan kehidupannya—Tuhan berkata kepada kita, “Engkau karya terbaik.”
Semua kita punya kesempatan untuk menjadi yang terbaik, Saudaraku. Namun untuk sampai puncak itu, kita harus berani menyembelih semua keinginan dan selera-selera hidup; dan itu bisa kita lakukan, kalau kita mau. Khususnya bagi para hamba Tuhan, kita harus jadi korban bakaran yang diremukkan, dihabisi supaya Tuhan bisa mengalir lewat hidup kita. Ambisi kita harus besar dan satu-satunya, bagaimana menjadi anak-anak Allah yang istimewa, jadi karya yang terbaik. Terbaik di lingkungan kita, terbaik di komunitas kita. Bukan untuk kesombongan, melainkan untuk kesenangan Tuhan.
Suatu hari nanti, ketika sejarah dunia ini berakhir, waktu di bumi tidak bergulir, baru orang menyadari betapa berharganya kesempatan-kesempatan ini. Sudahkah kita berjuang untuk mencapainya?
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KITA HARUS MEMILIKI SATU-SATUNYA AMBISI UNTUK MENJADI MANUSIA ISTIMEWA DI MATA ALLAH.
Surat Gembala Senior 04 Juni 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - EUTHANASIA
2023-06-04 10:10:43
Saudaraku,
Dalam ilmu kedokteran, ada istilah dalam bahasa Yunani, yaitu euthanasia. Kata eu artinya “indah” atau “bagus.” Thanasia dari kata thanatos berarti mati, kematian, death. Jadi euthanasia berarti kematian yang indah; mercy killing, pembunuhan yang beranugerah. Tahukah Saudara bahwa dalam kehidupan Kristen, kita harus sampai pada pengalaman pergumulan euthanasia; pergumulan harus mencabut nyawa atau menghentikan kehidupan demi untuk kepentingan yang lebih besar. Tapi jarang orang sampai pada wilayah atau stadium ini.
Sejatinya, orang Kristen harus sampai level ini. Kalau tidak sampai pada level ini, pasti kita tidak menemukan kekristenan yang sejati. Setiap kita harus mengalami kematian yang indah itu, sebelum tubuh kita tidak bisa beroperasi, sebelum tubuh kita tidak bisa bergerak, sebelum tubuh kita tidak bisa merespons dunia luar atau bereaksi terhadap kehidupan alam sekitar kita. Artinya, sebelum kita mati secara jasmani, kita harus mengalami kematian indah; euthanasia. Setiap orang punya hak hidup, tapi juga punya hak mati. Hak hidup di dunia, tetapi kita memilih hidup bagi Tuhan.
Kalau kita tidak sampai pada tingkat hidup Kristen ini, berarti kita gagal menjadi orang Kristen. Di dalam Alkitab, banyak ayat yang senada tentang hal tersebut. Dalam Kolose 3, ditulis begini: “sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Kristus yang adalah hidup kita menyatakan Diri kelak, maka kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.” Ini adalah pilihan. Orang memiliki hak hidup, tapi juga memiliki hak mati, ini pilihan. Kita mau mati atau mau hidup; mati untuk siapa, hidup untuk siapa, itu adalah hak kita. Tapi di dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang diutus Bapa Elohim untuk menjadi Juruselamat, yang untuk-Nya menjadi utusan Kristus, saya menyatakan bahwa kalau Saudara tidak memilih hidup bagi Kristus, Saudara tidak akan pernah dimuliakan bersama Dia.
Kita tidak akan pernah hidup dalam dan bagi Kristus, kalau kita tidak rela mengalami kematian indah. Ini bukan kalimat filosofis yang hanya perlu direnungkan, melainkan satu kebenaran harus teruji lewat kehidupan. Kebenaran yang murni, yang benar, itu menuntut untuk dilakukan. Kebenaran itu harus mengubah hidup. Yang bicara kebenaran, harus mau mati bagi dirinya sendiri, tapi hidup untuk Allah. Kalau masih ada “si aku,” lalu debat, senang dipuji, bisa menjatuhkan orang, kamu tidak kenal kebenaran. Orang yang suka mencela orang lain, entah orang itu celaannya benar atau tidak, pasti bukan kebenaran, karena Tuhan tidak pernah mengajarkan kita mencela orang lain.
Mari kita meneguk kebenaran yang mengubah, dan itu membuat kita mati indah; mati dari semua percintaan dan kesenangan dunia. Tidak ada lagi harapan kita menantikan dunia ini membahagiakan kita. Yang menikah jangan mikir, “Aduh, kalau punya anak, bagus, ya.” Punya anak, tidak punya anak, tidak masalah. Yang belum menikah, jangan berpikir, “Wah, kalau menikah, indah.” Menikah, indah; tidak menikah pun indah, sebab indahnya hanya pada Tuhan. Tidak ada kehidupan yang bernilai, tidak ada kehidupan yang indah selain hal ini, Saudaraku. Oleh sebab itu dibutuhkan hati yang benar-benar mencintai Tuhan. Kalau sudah cinta, apa pun kita berikan, Saudara. Itu misteri cinta.
Kita bisa menggerakkan hati kita ini kepada siapa pun, tapi kita hanya mau menggerakkannya untuk Tuhan. Firman Tuhan mengatakan, “sekalipun seluruh margasatwa engkau jadikan kurban bakaran, dan semua kayu libanon kau pakai untuk kurban, tidak cukup untuk korban bagi-Ku” (Yesaya 40:16). Lalu apa yang Tuhan kehendaki? Hati kita, yang bisa kita berikan tanpa batas, seperti Allah tanpa batas mencintai kita.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
SEBELUM KITA MATI SECARA JASMANI, KITA HARUS SUDAH MENGALAMI KEMATIAN INDAH; EUTHANASIA.
Surat Gembala Senior 28 Mei 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PRODUCT KNOWLEDGE
2023-05-28 10:01:19
Saudaraku,
Pasti kita mengenal istilah ‘product knowledge’; pemahaman produk. Kalau satu perusahaan atau pabrik memproduksi suatu barang, maka bagian penjualan harus memiliki product knowledge yang mumpuni, menguasai produk dari perusahaan atau pabrik tersebut. Tahukah Saudara bahwa setiap gereja sebenarnya menawarkan Allah atau Tuhan sesuai dengan product knowledge yang mereka miliki? Kalau barang yang bisa kelihatan, yang nyata; mudah untuk dibuktikan kualitasnya, walaupun ada barang yang juga sulit dibuktikan apakah ini barang palsu atau barang aslinya. Seperti obat kalau bungkus atau kemasannya mirip sekali sampai tidak bisa dibedakan, ini asli atau palsu. Sampai obat itu harus dikonsumsi, lalu baru kelihatan dampaknya. Dan biasanya yang dipalsukan itu obat-obat yang mahal dan laku.
Sebagai hamba Tuhan, kita punya tanggung jawab untuk memiliki product knowledge, karena ini menentukan ‘keaslian’ Tuhan yang kita tawarkan. Dan masing-masing pendeta bisa mengklaim bahwa product knowledgenya itu paling benar. Dan masing-masing punya hak untuk itu. Yang mengerikan, Tuhan diam. Jadi pendeta-pendeta, gereja-gereja menawarkan dengan _product knowledgenya_ masing-masing; Tuhan itu begini, yang lain Tuhan itu begitu. Maka betapa besar tanggung jawab seorang pendeta untuk memiliki product knowledge yang benar supaya Tuhan yang ditawarkan adalah benar-benar yang murni, yang original, yang genuine, yang benar.
Maka yang harus kita lakukan adalah mencari dan menemukan Tuhan. Sehingga Yesus yang benar yang kita tawarkan. Jangan sampai yang ditawarkan itu namanya Yesus, tapi bukan Yesus yang Alkitab ajarkan. Yang di 2 Korintus 11:4 dikatakan, “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain daripada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain daripada yang telah kamu terima atau Injil yang lain daripada yang telah kamu terima.” Demikian pula di dalam Galatia 1:6-10 juga dikemukakan, adanya Injil yang sebenarnya bukan Injil;
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.”
Ini keras! Sebab dampak dari Injil yang palsu itu ngeri, sehingga harus dapat ganjaran, 'terkutuklah dia.' Apa hubungannya antara Injil yang benar dan injil yang tidak benar? Dengan pernyataan Paulus, "Apakah aku cari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Apakah aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia atau tidak? Jika aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia aku bukanlah hamba Kristus," artinya Injil yang benar membuat banyak orang tidak suka. Dan Paulus harus konsekuen memberitakan Injil yang murni, walaupun orang tidak suka; "Sebab kalau aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia (kompromi), aku bukanlah hamba Kristus."
Sekarang kita harus memilih, pendeta mana, gereja mana yang kita anggap memiliki product knowledge yang benar tentang Allah atau tentang keselamatan atau tentang Alkitab. Jika seorang hamba Tuhan kita pandang memiliki product knowledge yang benar, yang bisa menjadi obat menyembuhkan, menjadi kebenaran yang menyelamatkan—ayo kita dengarkan dia. Tentu kita harus cari Tuhan mati-matian atau gila-gilaan, harus! Jadi kita juga tidak perlu mengurusi pandangan orang, itu product knowledge masing-masing.
Dengan hal ini, kita bertanggung jawab untuk mengenal Allah dengan benar, bukan berdasarkan buku atau hasil studi. Sehingga yang kita perkenalkan adalah Allah yang hidup, Allah yang berperasaan, Allah yang berpribadi. Maka, temui Dia! Jangan hanya teori, begini begitu. Semua orang juga mengaku bahwa dirinya benar. Tapi kita harus membuktikan apakah product knowledge kita itu benar. Dan itu diuji dengan kehidupan kita berubah!
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KITA HARUS MEMBUKTIKAN BAHWA PRODUCT KNOWLEDGE KITA TENTANG ALLAH ADALAH BENAR; DAN ITU DIUJI DENGAN KEHIDUPAN KITA BERUBAH.
Surat Gembala Senior 21 Mei 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DIPERHITUNGKAN
2023-05-28 10:02:13
Saudaraku,
Mestinya, mempersembahkan sesuatu bagi Tuhan adalah suatu anugerah, suatu kehormatan. Jadi kalau kita bisa mempersembahkan sesuatu bagi Tuhan—apakah pikiran, tenaga, perasaan, harta, apa pun—hal itu harus kita pandang sebagai kehormatan. Syukur, Bapa mau menerimanya. Sebab sejatinya Allah tidak membutuhkan apa-apa. Apalagi diri kita yang adalah ciptaan-Nya. Segala sesuatu yang ada pada kita semua adalah milik Tuhan. Firman Tuhan mengatakan, "Segala sesuatu dari Dia, oleh Dia dan bagi Dia." Kalau seseorang terus bertumbuh dalam kedewasaan rohani, bergaul dengan Tuhan, makin mengerti kebenaran-kebenaran Tuhan, maka ia bisa menghayati bahwa kalau kita bisa berbuat sesuatu bagi Tuhan, kita bisa mempersembahkan hidup kita, itu adalah suatu kehormatan. Jadi jangan memberi sebagian hidup bagi Tuhan; 99% pun tidak cukup. Tapi kita mempersembahkan 100%, segenap hidup kita untuk Tuhan.
Memang, sekalipun kita memiliki keberanian dan komitmen untuk itu, kita juga tidak sekaligus bisa melakukannya karena telah mengalir dalam jiwa dan daging kita ini naluri manusia berdosa, egois, yang merasa berhak dihormati, merasa berhak memiliki kesenangan-kesenangan sesuai dengan seleranya. Tidak mudah untuk bisa mempersembahkan segenap hidup bagi Tuhan, tidak mudah. Tetapi kalau kita bertumbuh dewasa, kita mengenal kebenaran, kita bergaul dengan Tuhan, kita bisa melakukannya dan kita melakukannya dengan sukacita. Kita bisa berkata dengan tulus, "Tuhan, ambil hidupku. Tuhan buat aku dengan sukacita mempersembahkan hidup bagi-Mu." Di sinilah kita baru bisa menghayati apa artinya Tuhan satu-satunya alasan kita hidup. Kita mendedikasikan hidup kita sepenuhnya bagi Elohim Yahweh, Allah yang Mahabesar.
Dan di hadapan Tuhan nanti baru kita dengan sempurna menyadari betapa dahsyat, mulia dan agung Sang Khalik langit dan bumi, Elohim Yahweh. Apa pun yang kita persembahkan bagi Dia, belumlah mencukupi apa yang pantas bagi Tuhan. Itulah sebabnya, segenap hati kita harus kita persembahkan bagi Tuhan. Itu persembahan yang berkenan; mencintai Tuhan dengan segenap hati, merindukan hidup sebagai anak-anak Bapa yang menyukakan hati-Nya. Di tengah-tengah dunia yang gelap ini, kita menjadi penghiburan bagi Allah. Jangan lagi bersikap seperti kanak-kanak atau menjadi orang Kristen yang tidak dewasa. Yang harus didorong-dorong untuk mempersembahkan hidup bagi Tuhan, harus dipaksa-paksa, harus diiming-imingi berkat, "kalau engkau berikan sepuluh, kamu dapat seratus, enam puluh, atau tiga puluh kali lipat." Di mana itu bukan ajaran yang benar bagi umat Perjanjian Baru.
Bagi umat Perjanjian Baru, prinsip hidup kita jelas, "bagiku hidup adalah Kristus." Jadi tidak ada ruangan untuk siapa pun dan apa pun di dalam hati dan kehidupan kita, kecuali untuk Tuhan. Dan itulah yang pantas, itulah yang layak. Tuhan tidak akan bertakhta dalam kehidupan seseorang yang hatinya masih memberi tempat bagi dunia. Tuhan mau agar ruangan hati kita seluruhnya dimiliki dan dikuasai oleh Tuhan. Oleh sebab itu hal-hal yang selama ini kita pandang sebagai kesukaan, kebahagiaan, harus kita tanggalkan dan kita berprinsip bahwa hanya Tuhan kebahagiaan kita, hanya Tuhan sukacita kita; entah kita sekarang dalam kondisi limpah secara materi atau kekurangan, dalam kondisi terpuruk atau apa pun yang sedang kita alami, jangan mengganggu penyerahan hidup kita kepada Tuhan.
Dan di dunia yang gelap dan jahat ini, kita menjadi penghiburan bagi Elohim Yahweh. Seperti Nuh pada zamannya di tengah-tengah dunia yang jahat, di tengah-tengah dunia yang memberontak kepada Elohim Yahweh, Nuh satu-satunya orang yang masih mendapat kasih karunia. Dia menjauhi kejahatan. Inilah yang kita harus lakukan. Apa yang kita lakukan untuk Bapa Yahweh—di mana kita mempersembahkan hidup berupa pikiran, tenaga, perasaan, uang, harta kita—pasti semua diperhitungkan. Kalau satu kata yang kita ucapkan harus kita pertanggungjawabkan, maka setiap lembar rupiah, setiap desah nafas untuk Tuhan, diperhitungkan, dinilai, dihargai, ada upahnya. Walaupun tentu bukan karena upah itu kita mengabdi dan melayani Tuhan.
Roh Kudus akan menolong kita memiliki kehidupan yang unggul, yaitu hidup yang benar-benar kita persembahkan bagi Tuhan. Dan kita memandangnya bukan sebagai kewajiban, melainkan sebagai kesukaan dan kehormatan. Jadi kita mengerti sekarang bahwa:
Martabat kita adalah ketika kita melayani Tuhan dengan mempersembahkan segenap hidup kita kepada-Nya tanpa batas.
Kebahagiaan kita adalah ketika kita membahagiakan Tuhan.
Kesenangan kita adalah ketika kita menyenangkan hati-Nya.
Kesukaan kita adalah ketika kita menyukakan hati Tuhan.
Penghiburan kita adalah kalau hidup kita menjadi penghiburan bagi Elohim Yahweh, Allah Bapa di surga.
Betapa indahnya kehidupan yang berinteraksi dengan Allah. Di mana kita mempersembahkan hidup kita untuk mengabdi dan melayani bagi Tuhan. Tidak semua orang memiliki kesempatan seperti ini. Tidak semua orang menjadi umat pilihan. Tidak semua mengenal Injil yang sejati. Terpujilah nama Tuhan semesta alam yang telah memberkati kita dengan kebenaran yang indah pada kesempatan ini.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
APA YANG KITA LAKUKAN UNTUK BAPA YAHWEH—DI MANA KITA MEMPERSEMBAHKAN HIDUP BERUPA PIKIRAN, TENAGA, PERASAAN, UANG, HARTA KITA—PASTI SEMUA DIPERHITUNGKAN.
Surat Gembala Senior 14 Mei 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TERKOYAK
2023-05-14 10:28:33
Saudaraku sekalian,
Satu hal ini kita harus mengerti, benar-benar ingat, dan kita hayati bahwa pemilihan Tuhan atas kita sebagai umat pilihan itu, luar biasa. Betapa berharganya dan betapa khususnya kita ini di hadapan Tuhan. Seperti yang tertulis dalam Efesus 1:4-5, _“sebab di dalam Yesus, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.” Tidak semua orang terpilih. Pernahkah kita berpikir mengapa bangsa Israel begitu istimewa di hadapan Allah? Karena mereka menjadi umat pilihan, yang melalui mereka Allah mewariskan pengenalan akan diri-Nya, yang tentu di dalamnya kemuliaan Allah dinyatakan.
Dan melalui bangsa itu, dunia ini diberkati. Karena dari bangsa itu lahir Mesias. Di dalam Efesus 1:3 tertulis, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga.” Kalau dikatakan “berkat rohani,” maksudnya adalah berkat yang hari ini kita tidak lihat. Berkat rohani juga bicara mengenai berkat yang bersifat kekal, yang nilainya lebih tinggi dari berkat duniawi. Jadi kalau pada bangsa Israel, orang menemukan jejak Tuhan—siapa Allah yang benar itu; Elohim Yahweh, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub—tetapi melalui kita, dinyatakan betapa hebat kasih karunia penebusan oleh darah Yesus itu, yang dilimpahkan kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian.
Jadi, di dalam orang percaya harus tampak kemuliaan Allah, hikmat dan pengertian. Maka kiranya Roh Kudus memberi kepada kita kesadaran, betapa mulia menjadi umat pilihan. Kita harus ingat bahwa setiap orang dihakimi menurut perbuatannya. Salib Kristus memikul semua dosa dunia; bukan sebagian orang, melainkan semua orang. Itulah sebabnya dengan adanya salib ini, ada pengadilan. Dan dalam hidup kita, yang berharga hanya satu: keselamatan. Tidak ada yang lebih berharga. Dan untuk keselamatan itu, kita harus mengerjakan keselamatan tersebut. Kita tinggalkan semua kesenangan dunia, dan Tuhan berkata, “kalau kamu tidak melepaskan segala milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku.”
Tanpa Roh Kudus, kita tidak akan bisa berubah sesuai dengan standar Allah; yaitu “supaya hidup kudus, tak bercacat tak bercela.” Betapa istimewanya panggilan ini, sekaligus juga betapa beratnya. Namun kita ini berharga. Kita adalah orang yang dipilih Tuhan untuk bersama-sama dengan Tuhan Yesus mewarisi Kerajaan Surga. Kita percaya apa yang dikatakan Alkitab dan tujuan kita adalah Kerajaan Surga. Maka kita sudah harus memindahkan hati kita ke sana. Dan kita harus membuktikan; kita tidak boleh duniawi, tidak boleh berbuat salah sama sekali. Itu adalah pertaruhan.
Hari ini kita punya masalah, namun jangan masalah menenggelamkan kita, sehingga perhatian kita untuk proses penyempurnaan jadi terhambat. Jangan sampai perasaan kita terkoyak oleh apa yang tidak perlu terkoyak. Sebab kalau perasaan kita terkoyak oleh apa yang tidak perlu kita terkoyak, kita tidak bisa terkoyak oleh Firman. Jadi, hati kita memang hanya diarahkan ke Tuhan. Diarahkan untuk menjadi anak-anak Allah. Agenda hidup kita dari hari ke hari adalah menjadi sempurna seperti Bapa.
Jadi, Saudaraku sekalian, kita harus berani fokus. Dunia bukan rumah kita. Berani hidup tidak wajar. Banyak Saudara yang tidak menyadari betapa berharga diri Saudara. Kalau menyadari betapa berharga dirimu dan bagaimana desain Allah yang luar biasa, yang membuat Saudara menjadi anak-anak Allah, pangeran-pangeran Kerajaan Surga, putri-putri Kerajaan Surga, maka masalah apa pun jadi kecil. Saudara kuat dan fokus untuk Kerajaan Surga.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
JANGAN SAMPAI PERASAAN KITA TERKOYAK OLEH APA YANG TIDAK PERLU TERKOYAK. SEBAB JIKA DEMIKIAN, MAKA KITA TIDAK BISA TERKOYAK OLEH FIRMAN TUHAN.
Surat Gembala Senior 07 Mei 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEBENARAN KEBERADAAN ALLAH
2023-05-14 10:14:52
Saudaraku,
Banyak orang Kristen yang tidak mengerti, sampai tidak sanggup mengenakan hidup kekristenan yang sejati. Padahal, betapa istimewanya kita menjadi umat pilihan. Artinya, menjadi umat yang diberi kesempatan untuk menjadi anak-anak Allah. Bayangkan, selama bertahun-tahun kita berpikir bahwa karena kita mengaku dan merasa percaya Yesus, kita sudah menjadi anak-anak Allah tanpa mempersoalkan apakah kita benar-benar sudah berkeberadaan sebagai anak-anak Allah atau belum. Gereja dan banyak pendeta sangat toleransi—dengan toleransi yang salah—sehingga menjadi bentuk konformisme, bentuk penyesuaian dengan dunia.
Dan kekristenan yang dikenakan adalah kekristenan yang sebenarnya palsu. Tapi dengan berbagai alasan doktrinal, terjadi pembenaran-pembenaran. Kekristenan dirangkai, diformat dalam sistematika, dogmatika. Dan seakan-akan kalau seseorang memahami doktrin yang diakui, diklaim benar, dia sudah jadi Kristen yang benar. Tetapi kalau seseorang tidak memiliki doktrin yang diklaim benar, otomatis dicap sesat; artinya bukan jadi anak-anak Allah. Ukuran yang dipakai hanya sebatas pada penalaran. Betapa miskinnya keadaan ini.
Kekristenan yang sejati tidak demikian, Saudaraku. Kekristenan adalah jalan hidup. Jelas bukan jalan hukum; namun hidup-Nya Yesus. Sampai akhirnya mestinya kita berani berkata, “entah apa yang kamu rumuskan dan pahami tentang Tuhan, tapi perilakumu harus agung seperti Yesus.” Dan perilaku itu harus benar-benar membuktikan bahwa kamu adalah anak-anak Allah, yaitu kehidupan yang tidak bercacat, tidak bercela. Pasti tidak melukai sesama, murah hati, penuh belas kasihan, penuh pengampunan, penuh perhatian kepada sesama. Jangan banyak bicara, tetapi buktikan bahwa perilaku kita adalah perilaku anak-anak Allah.
Karena kebenaran keberadaan Allah harus dibuktikan dari kehidupan orang percaya. Bagaimana Allah yang disembah, hidup di dalam dirinya. Bagaimana menghidupkan Allah di dalam hidup kita. Jangan kita memberi tekanan yang lain, sehingga terjadi penyimpangan, ketidaktepatan, atau kemelesetan. Makanya, bukan sebuah pernyataan yang tidak berdasar bahwa orang harus bersentuhan dengan Allah. Maka sekarang yang kita lakukan adalah mencari Tuhan. Kita tanya pada diri kita sendiri, _‘apakah saya sudah hidup di hadapan Tuhan?’_ Sering kali, kalau kita sudah keluar dari gereja, kita merasa sudah ‘bebas’ dari lingkupan hadirat Allah. Padahal sejatinya, kita harus ada di hadirat Tuhan setiap saat, karena Allah Maha Hadir.
Sebab begitu kita percaya Yesus, kita punya perjanjian dengan Dia, ada covenant.
Perjanjiannya apa? Tinggalkan dunia. Jangan menyenangi dunia, jangan menikmati hiburan dunia, dan jangan berbuat dosa. Tapi kalau kita kompromi, “bolehlah sedikit,” itu yang membuat kita akhirnya tidak bertumbuh secara benar. Ingat, seesorang yang digigit zombie jadi zombie. Jadi kalau kita ‘digigit’ Roh Kudus mestinya kita menjadi anak-anak Allah. Tapi seberapa banyak ‘gigitan’ itu? Seberapa banyak kita menjadi carang yang menempel pada pokok anggur untuk menerima atau meneguk air kehidupan?
Begitu menjadi umat pilihan, tujuan kita hanya satu, yaitu berubah menjadi serupa dengan Yesus, dan tidak boleh menyimpang. Sebab menjadi serupa dengan Yesus artinya bukan hanya hidup kudus tidak bercela, tetapi menjadi anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Maka, kalau kita mengakui bahwa setiap waktu kita adalah milik Tuhan, berarti itu adalah proses pendewasaan. Kita tidak akan pernah menyesal, Saudara. Sebab kehidupan yang sesungguhnya itu adalah kehidupan nanti di langit baru bumi baru, bukan hari ini. Jadi, tidak ada ruangan untuk diri kita sendiri. Semua harus diarahkan untuk Tuhan. Kita harus kerja, bisnis, cari uang sebanyak-banyaknya, tetapi kita harus peka. Untuk apa harta, waktu, tenaga dan pikiran kita? Kita harus mendengar Tuhan bicara, supaya kita memiliki bagian dalam pekerjaan Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KEBENARAN KEBERADAAN ALLAH HARUS DIBUKTIKAN DARI KEHIDUPAN ORANG PERCAYA.
Surat Gembala Senior 30 April 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERBUAH DALAM KETEKUNAN
2023-04-30 09:14:02
Saudaraku,
Persoalan paling penting dalam kehidupan orang percaya adalah apakah ketika menghadap Tuhan ada buah yang dapat dipersembahkan kepada-Nya? Buah itu adalah melakukan dengan baik segala sesuatu yang Tuhan inginkan. Hal ini adalah sesuatu yang mutlak harus dipenuhi, sebab memang manusia diciptakan untuk melakukan kehendak-Nya. Jadi, buah di sini adalah perbuatan, perilaku dan sikap hati yang memberi kepuasan di hati Tuhan, sampai seseorang memiliki hati melakukan kehendak-Nya; memiliki natur melakukan kehendak Tuhan tanpa dipaksa atau ditekan oleh hukum. Inilah ciri dari anak-anak Allah yang telah diperagakan oleh Tuhan Yesus. Selanjutnya, Tuhan memberikan kemampuan untuk bisa berbuah, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa beralasan mengapa tidak berbuah.
Dalam perumpamaan mengenai penabur benih, dikisahkan bahwa tidak semua orang yang mendengar Firman Tuhan bisa bertumbuh dan berbuah (Luk. 8:5-15). Kelompok pertama adalah orang yang walaupun mendengar Injil tetapi tidak pernah menjadi orang percaya (Luk. 8:12). Kuasa antikris telah mengunci mereka sehingga mereka tidak pernah bisa menerima Tuhan Yesus Kristus. Kelompok kedua adalah mereka yang mendengar Injil, menjadi orang Kristen tetapi tidak berani membayar harga percayanya. Pada zaman itu kalau orang berani percaya kepada Tuhan Yesus, mereka akan mengalami aniaya (Luk. 8:13). Banyak orang lebih menyelamatkan nyawanya daripada kehilangan nyawanya.
Kelompok ketiga adalah mereka yang tidak mengalami aniaya, tidak menolak Tuhan Yesus, tetapi masih mencintai dunia. Mereka memang berbuah, tetapi buahnya tidak matang (Luk. 8:14). Kata matang dalam teks aslinya adalah telesphoreo (τελεσφορέω) yang artinya dewasa. Jadi buah yang dihasilkan tidak dewasa. Tuhan menghendaki kedewasaan. Kehendak Tuhan harus dituruti secara mutlak.
Kelompok keempat adalah mereka yang mendengar Firman Tuhan dan menyimpannya dalam hati yang baik, mengeluarkan buah dalam ketekunan (Luk. 8:15). Mengeluarkan buah dalam ketekunan menunjukkan bahwa untuk berbuah, seseorang harus berjuang keras. Kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang dituntut untuk berbuah (Yoh. 15:1-7). Jika tidak berbuah, maka ia akan dipotong. Tetapi yang berbuah akan dibuat semakin lebat buahnya. Sebagaimana ilustrasi yang terdapat dalam Lukas 13:6-7 mengenai perumpamaan seorang peladang yang memiliki kebun anggur, di dalamnya terdapat pohon ara. Ketika dilihatnya pohon ara tidak berbuah, ia mengatakan bahwa percuma pohon itu tumbuh di kebunnya. Ia menghendaki agar pohon itu dikeratnya saja. Dalam perumpamaan ini Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya berbuah yang memuaskan hati-Nya.
Jadi, berbuah artinya memiliki hati yang suka melakukan kehendak-Nya. Tuhan mau menemukan pribadi-pribadi seperti ini, di mana selama hidup di dunia telah memenuhi atau menunaikan apa yang dipercayakan kepadanya. Dalam hal ini setiap orang memiliki keadaan istimewa dan Tuhan memiliki rancangan khusus bagi orang tersebut untuk dipenuhi. Jangan pulang ke Rumah Kekal sebelum tahu persis bahwa dirinya sudah melakukan dengan baik semua rencana Allah dalam hidupnya.
Tentu saja dalam hal ini seorang anak Tuhan harus memiliki kepekaan untuk mengerti kehendak-Nya dan menemukan rencana-Nya dalam hidupnya pribadi. Untuk memiliki kepekaan ini seseorang harus dicerdaskan oleh Firman Tuhan.
Dalam hal ini, mendengar “Suara Kebenaran” barulah langkah pertama untuk bisa berbuah. Sebab akhirnya Tuhan bukan hanya menghendaki kita menjadi pendengar, melainkan juga memberi atau menghasilkan buah. Kalau langkah pertama sudah tidak dilakukan—yaitu mendengar Firman Tuhan yang diajarkan Tuhan Yesus—bagaimana ia bisa berbuah? Ironis, banyak orang Kristen yang tidak mendengar Firman Tuhan yang benar. Sehingga tidak memiliki kepekaan terhadap kehendak dan rencana Tuhan. Bisa dimengerti kalau mereka tidak pernah menghasilkan buah. Memang mereka menjadi orang baik-baik, tetapi hidup ini hanya untuk memenuhi keinginan dan cita-citanya sendiri. Sebelum menutup mata kita harus sudah mengerti apa yang dikehendaki Allah untuk dipenuhi.
Dalam Lukas 8:15, tertulis, “Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”
Kalimat ini menunjukkan bahwa walaupun seseorang mendengar Firman Tuhan yang benar, tetapi kalau tidak bertekun, maka juga tidak akan dapat berbuah. Kata ketekunan dalam teks aslinya adalah hupomone (ὑπομονή). Kata ini berarti dengan sabar, bertahan. Dalam hal ini, untuk bertekun seseorang harus berusaha untuk bertahan terus menerus menghadapi tekanan, sebab Iblis berusaha agar orang percaya tidak berbuah. Salah satu usaha Iblis selain ditutupnya kebenaran Firman yang benar, juga mewarnai jiwa anak-anak Tuhan dengan percintaan dunia.
Oleh sebab itu, setelah memahami kebenaran ini, kita harus mulai mempersoalkan: apakah kita sungguh-sungguh telah memiliki hati yang suka dan rela melakukan keinginan-Nya? Dalam hal ini kualitas buah yang dihasilkan masing-masing orang berbeda, ada yang matang dan tentu ada yang belum matang. Dalam Injil Matius 13 perumpamaan yang sama menunjukkan bahwa buah yang dihasilkan berbeda-beda, ada yang tiga puluh, enam puluh dan seratus kali lipat. Marilah kita mengarahkan hidup kita untuk menghasilkan buah dalam ketekunan. Sehingga kita memenuhi semua keinginan dan rencana-Nya; menghasilkan buah yang matang.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
MENGELUARKAN BUAH DALAM KETEKUNAN MENUNJUKKAN BAHWA UNTUK BERBUAH, SESEORANG HARUS BERJUANG KERAS.
Surat Gembala Senior 23 April 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PEMELIHARAAN BAPA
2023-04-30 09:15:49
Saudaraku,
Kalau orang percaya sungguh-sungguh menghayati keberadaannya sebagai anak-anak Allah, maka ia akan terbebas dari belenggu perasaan negatif, yaitu ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi hidup dengan berbagai persoalannya. Kalau orangtua di dunia ini saja begitu memperhatikan kehidupan anak-anaknya, tentu Bapa di surga jauh lebih memperhatikan kehidupan anak-anak-Nya. Tuhan Yesus mengatakan bahwa _Bapa tahu segala kebutuhan hidup anak-anak-Nya_ (Mat. 6:32). Ketika Tuhan mengatakan hal ini, Ia sedang berbicara mengenai kekhawatiran (Mat. 6:25-31).
Tuhan menyatakan bahwa orang percaya tidak perlu khawatir mengenai apa yang dimakan dan dipakai. Pernyataan Tuhan Yesus ini menunjukkan bahwa Bapa sangat peduli terhadap pemenuhan kebutuhan jasmani. Namun demikian perlu ditambahkan bahwa sekalipun orang percaya tidak perlu khawatir, bukan berarti ia boleh hidup tidak bertanggung jawab. Orang percaya harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Tuhan Yesus mengilustrasikan pernyataan-Nya ini dengan burung di udara sebagai burung yang terbang mencari makan. Walaupun burung tidak memiliki lumbung, tetapi akan selalu ada peluang untuk bisa menemukan nafkahnya (Mat. 6:26).
Penjelasan tambahan ini untuk mengantisipasi kemungkinan kesalahapahaman, bahwa tanpa syarat Bapa akan memelihara orang percaya. Bapa menentukan tatanan bagi semua makhluk secara adil berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani ini (Mat. 5:45). Tuhan menyediakan berkat secara adil kepada semua makhluk. Kalau seseorang bekerja dengan baik, maka pasti ia akan menuai kelimpahan; tetapi kalau malas, maka ia tidak berhak memiliki kelimpahan. Jadi, kalau ada orang Kristen yang hidupnya selalu berkekurangan, harus diperiksa apakah ia sudah menjadi manusia yang bertanggung jawab atau belum. Bapa bukanlah pribadi yang jahat, yang memberkati orang yang tidak bertanggung jawab. Bapa menyediakan berkat bagi mereka yang bertanggung jawab. Kalau Bapa di surga memberkati orang Kristen yang malas dan tidak bertanggung jawab, maka berarti Bapa merusak etos kerja dan mental orang tersebut. Dalam hal ini orang malas yang tidak bertanggung jawab, tidak pantas meminta dan menerima berkat Tuhan.
Ada pembicara-pembicara yang mengesankan bahwa Allah mengistimewakan anak-anak-Nya dalam masalah pemenuhan kebutuhan jasmani, bagaimanapun keadaan mental spiritual anak Tuhan tersebut. Dan agar berkat Tuhan dapat dicurahkan, maka peran pendeta atau hamba Tuhan ditampilkan. Sosok-sosok tersebut dianggap sebagai mediator yang baik. Secara langung atau terselubung, mereka memperkenalkan diri sebagai orang-orang istimewa yang dapat menjadi “distributor dan mediator” berkat Tuhan. Ditambah lagi dengan berbagai sarana untuk memperoleh berkat Tuhan, seperti minyak, sapu tangan pendeta, atau berbagai elemen lainnya. Praktik seperti ini adalah praktik ajaran yang tidak Alkitabiah. Sangat membahayakan iman Kristen yang murni dalam kehidupan umat. Penyimpangan ini merusak rencana Allah untuk menyelamatkan umat-Nya, yaitu mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya semula.
Kalau kita melihat bangsa Israel diistimewakan Allah sedemikian rupa, hal itu terjadi karena bangsa itu memikul rencana Allah, yaitu menyimpan dokumen pengenalan akan Allah dan dari bangsa itu lahir Mesias. Di satu sisi mereka sangat diistimewakan Allah, tetapi di sisi lain jika mereka tidak dengar-dengaran, pukulan atas mereka pun juga dahsyat sekali. Orang percaya tidak boleh menyamakan diri dengan bangsa Israel. Fokus dan orientasi bangsa Israel adalah kehidupan di bumi ini, sedangkan fokus orang percaya adalah kesempurnaan karakter seperti Allah dan menujukan fokus pada dunia yang akan datang. Kalau orang Kristen menyamakan diri dengan bangsa Israel dalam seluruh aspeknya, maka orang Kristen gagal memahami rencana Allah dalam keselamatan melalui Tuhan Yesus Kristus. Bangsa Israel hanyalah alat dalam tangan Tuhan untuk menjadi sarana keselamatan bagi semua umat manusia.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
PEMELIHARAAN BAPA YANG SEMPURNA BUKANLAH TANPA SYARAT, SEBAB SEKALIPUN ORANG PERCAYA TIDAK PERLU KHAWATIR, BUKAN BERARTI TIDAK BERTANGGUNG JAWAB.
Surat Gembala Senior 16 April 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PERTOBATAN YANG BERKUALITAS
2023-04-30 09:15:34
Saudaraku,
Hal yang sudah sering terjadi, kalau seseorang belum dalam satu keadaan yang terjepit, maka ia belum mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Banyak orang ketika dilanda masalah yang berat di luar kemampuannya mengatasi, maka barulah mulai datang ke gereja. Pada hakikatnya orang-orang seperti itu ke gereja mencari Tuhan hanya supaya memperoleh jalan keluar dari persoalan yang dihadapi, bukan karena mencari Tuhan. Ada orang-orang terpidana mati karena kasus-kasus tertentu, sebelum menghadapi eksekusi mereka mulai bersungguh-sungguh beribadah mencari Tuhan. Bagi orang Kristen, ada yang mulai rajin kebaktian dan menyanyikan lagu-lagu rohani. Perubahan mereka yang drastis tersebut sering selalu dianggap sebagai pertobatan yang benar dan murni.
Apakah pertobatan yang dilakukan orang-orang yang dalam kondisi terdesak seperti itu adalah pertobatan yang benar? Tergantung motivasi pertobatannya. Sejatinya, fenomena di atas ini ada dalam kehidupan sebagian masyarakat Kristen sehari-hari. Tidak sedikit orang Kristen yang pertobatannya hanya karena didorong oleh kebutuhan fana atau sementara dunia, yaitu menghadapi masalah-masalah dunia yang berat di luar kemampuannya atau karena kebutuhan jasmani mendesak yang tidak sanggup ia penuhi. Setelah memperoleh jalan keluar dari persoalan-persoalan hidup tersebut, maka ia tidak lagi bertumbuh dalam kedewasaan rohani. Merasa sudah bertobat dan tidak lagi membangun pertobatan yang dewasa atau berkualitas tinggi.
Harus dipahami bahwa pertobatan yang diserukan oleh Tuhan Yesus bukan sekadar perubahan moral, dari moral orang kafir menjadi moral orang beragama. Dan mestinya pertobatan terjadi bukan hanya satu kali. *Pertobatan adalah perubahan pola berpikir* (metanoia). Pada waktu Tuhan Yesus menyerukan pertobatan, bangsa Israel sudah menjadi orang-orang beragama yang santun, bahkan telah diluruskan pula oleh Yohanes Pembaptis.
Sejak manusia jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah, manusia tidak berkeadaan mampu membangun hubungan harmoni atau ideal dengan Allah. Seruan pertobatan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah seruan agar manusia dapat menemukan relasinya dengan Allah sebagai kekasih-Nya. Sebagai kekasih dalam hubungan antara Bapa dan anak dan hubungan sepasang mempelai. Dengan kalimat lain, Tuhan menghendaki adanya hubungan yang istimewa secara riil dengan Allah. Dalam hal ini manusia hendak ditempatkan di tempat sesuai dengan rancangan Allah semula.
Pada umumnya pertobatan yang didorong oleh kebutuhan jasmani tidak melahirkan atau menciptakan hubungan istimewa antara dirinya dengan Tuhan secara pribadi. Pertobatan yang sejati didorong oleh kebutuhan yang kuat, yaitu Tuhan sendiri sebagai kebutuhan satu-satunya. Pertobatan yang hanya perubahan perilaku tidak membuat seseorang dimiliki Tuhan dan memiliki Tuhan sebagai pasangan kekasih. Pertobatan yang sejati akan melahirkan atau membuahkan kehidupan hubungan yang istimewa dengan Tuhan.
Pertobatan yang dewasa atau berkualitas tinggi adalah pertobatan yang didorong oleh suatu kebutuhan yang sangat kuat dalam dirinya, bahwa ada rongga kosong dalam jiwanya yang tidak dapat diisi oleh siapa pun dan apa pun kecuali Allah Anak. Terkait dengan hal ini, harus dijelaskan bahwa pertobatan bukan sekadar terjadi satu kali seperti sebuah titik, tetapi seperti garis panjang yang harus berlangsung setiap hari. Pertobatan adalah perubahan pola berpikir. Memang pertobatan bisa dimulai dari kerinduan untuk memiliki moral yang baik, tidak mendukakan Tuhan dengan perbuatan yang salah, tetapi dalam perkembangannya, ketika seseorang semakin hidup benar, pertobatannya berorientasi pada kesediaan meninggalkan percintaan dunia dan mengasihi Bapa dan Tuhan Yesus Kristus.
Seiring dengan kesediaan meninggalkan percintaan dunia ini, maka seseorang semakin menjadi sempurna di dalam moralnya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa *pertobatan yang benar akan membawa seseorang dalam relasinya yang istimewa atau eksklusif dengan Tuhan.* Dalam hal ini pertobatan berjenjang, dari yang bekualitas semakin berkualitas; dari untuk menyelesaikan masalah jasmani, moral sampai kebutuhan batin yaitu Tuhan sendiri. Pertobatan yang dewasa atau berkualitas adalah langkah berbalik dari mencintai dunia berubah menjadi mencintai Tuhan sepenuhnya. Mencintai Tuhan dengan tulus tanpa ada maksud-maksud tertentu di balik cintanya kepada Tuhan. Cinta yang tulus didorong oleh cinta itu sendiri. Bila hal ini terbangun, maka seseorang memperoleh kepuasan di dalam jiwanya.
Pertobatan yang mengarah menjadi kekasih Tuhan membuat seseorang bukan saja melakukan hukum, melainkan juga melakukan segala sesuatu yang diinginkan Tuhan.* Di sini seseorang barulah menemukan kekasih jiwa abadi. Pertobatan yang benar membawa seseorang tidak lagi dapat digirangkan atau dibahagiakan oleh kekayaan dunia dengan segala keindahannya, tetapi disukacitakan oleh Tuhan. Orang percaya yang mengalami pertobatan yang dewasa memiliki kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan Tuhan. Pertobatannya membawanya menjadi mempelai Tuhan. Umat pilihan yang disebut sebagai mempelai Tuhan Yesus memang dirancang untuk menjadi kekasih Tuhan. Tidak banyak orang yang dipanggil sebagai umat pilihan untuk berkeadaan seperti ini, yaitu memiliki relasi yang istimewa dengan Tuhan. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan iman. Iman yang dimaksud ini adalah iman yang mengacu kepada iman Abraham (Rm. 4:2).
Bagaimana dengan pertobatan kita?
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
PERTOBATAN YANG BERKUALITAS TINGGI ADALAH PERTOBATAN YANG DIDORONG OLEH SUATU KEBUTUHAN YANG SANGAT KUAT DALAM DIRINYA, BAHWA ADA RONGGA KOSONG DALAM JIWANYA YANG TIDAK DAPAT DIISI OLEH SIAPA PUN DAN APA PUN KECUALI ALLAH ANAK.
Surat Gembala Senior 09 April 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - JUAL BELI KEBENARAN
2023-04-30 09:15:22
Saudaraku,
Kisah Yudas menunjukkan kepada kita bahwa jabatan kerohanian tidak serta merta membuat seseorang kebal terhadap dosa. Yudas adalah seorang calon rasul, jabatan yang sangat tinggi. Kedekataannya dengan Tuhan dalam aktivitas sehari-hari tak bisa dipungkiri, namun tak menjamin. Zaman sekarang ini, ternyata tak kurang panjang barisan orang-orang yang mengikut jejak Yudas. Mereka adalah barisan panjang penjual Tuhan Yesus. Kini, tak sedikit orang yang sangat bernafsu menabikan atau merasulkan diri, atas nama ketetapan Tuhan. Tak pula kurang orang berjual beli kebenaran, di mana mereka menjual Yesus dengan memutarbalikkan kebenaran.
Kebenaran dibuat berpusat pada diri sendiri dan menguntungkan diri. Khotbah disampaikan untuk menyenangkan telinga umat, khususnya kaum berduit, untuk memancing duit mereka. “Hamba Tuhan” bajunya, hamba uang hatinya. Istilah ‘salesman Injil’ semakin hari semakin terkenal, seturut terkuaknya gaya hidup banyak ‘pendeta besar’ yang tak kalah dengan selebritis kelas atas. Banyak orang telah mengambil keuntungan besar dengan mengobral Yesus. Celakanya, semua berjalan tepat waktu, karena market juga dipenuhi manusia bermental hati ahli Taurat. Yang mau tampak benar di arena keseharian, tampak rohani, bersih dan berbudi, sekalipun mereka benci terhadap kejujuran dan kesucian.
Karena itu “obral kebenaran” mereka serbu. Mereka suka mengonsumsi produk obral ini, mereka tampak rohani tanpa harus sungguh-sungguh rohani. Cukup dengan kata ‘amin,’ sedikit kegiatan, dan besarnya sumbangan, maka semua menjadi benar dan “dipakai Tuhan” sesuai label yang diberikan; “hamba Tuhan.” Transaksi jual beli terus meninggi, limpahan materi mengalir deras ke pundi-pundi “hamba Tuhan” tersebut. Gaya hidup supermewah mewarnai sepak terjang mereka atas nama berkat Ilahi, padahal hasil menjual kebenaran.
Yesus dijual dengan mengobral berkat besar, dan menutup diri terhadap penyangkalan diri, apalagi memikul salib. Ya, Yesus dijual dengan mengorupsi dan memanipulasi kebenaran, bahkan membangun kebenaran baru atas nama ‘wahyu baru.’ Maka klaim diri semakin meninggi, dan ini akan diikuti dengan “harga jual diri” yang juga semakin tinggi. Namun, lagi-lagi Yesus terjual murah. Dosa akan pesta pora, sukses menggaet banyak pengikut.
Akankah kita pencinta Suara Kebenaran sejati dapat bertahan di tengah polusi jual beli Yesus? Sebuah pertanyaan yang harus dijawab dengan hidup menjalani kebenaran tanpa kompromi. Berani miskin tanpa harus memiskinkan diri, sebaliknya juga berani kaya tanpa harus memperkaya diri, melainkan berkarya penuh dengan pasrah penuh pada berkat Ilahi. Apakah “jual beli Yesus” akan berhenti? Sekali lagi tidak, dan tidak akan! Transaksi akan terus berlangsung, tetapi yang penting kita tak terlibat di sana. Atau, jika sudah terjebak ada di dalam, segera keluar memisahkan diri, jika tak ingin hangus diri. Tapi, semoga Anda dan saya bukan penjual ataupun pembelinya.
Kesempatan Paskah adalah kesempatan yang indah bagi kita untuk mengintrospeksi diri dan menata hati kita kembali. Ada kalanya kita tidak sadar bagaimana dan apa yang ada dalam diri kita, tetapi jika kita mau membuka hati dan mengizinkan Roh Kudus bekerja, maka Ia akan membentuk kita menjadi pengikut-Nya yang setia. Namun tentu ada harga yang harus kita bayar; "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24).
Kita dipanggil untuk mengikuti jejak Yesus. Ketika menjadi manusia, Ia merangkul erat-erat salib-Nya, sehingga Dia mengalaminya sepenuh-penuhnya getirnya penderitaan manusia. Teladan Kristus yang mati untuk kita, kaum pendosa, mengajar kita bahwa kita harus memikul salib, yang dipanggulkan pada bahu semua orang yang mengaku sebagai pengikut-Nya. Mungkin saat ini kita sedang merasakan beratnya salib yang harus kita pikul, mari kita arahkan mata rohani kita pada Kristus, yang dengan tekun memikul salib itu sampai akhirnya Ia meraih kemenangan. Memang tidak mudah, namun dengan kesetiaan dan ketekunan, maka kita akan sanggup. Matius 11:29-30, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
DI TENGAH POLUSI JUAL BELI KEBENARAN, KITA HARUS MENJAWABNYA DENGAN HIDUP MENJALANI KEBENARAN TANPA KOMPROMI
Surat Gembala Senior 02 April 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - AMBISI PRIBADI
2023-04-30 09:15:01
Matius 26:14-16
“Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata: "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus”
Saudaraku,
Yudas adalah salah satu dari dua belas murid Tuhan Yesus yang dipilih langsung oleh Tuhan Yesus untuk menjadi pengikut-Nya yang setia. Tuhan Yesus pasti tidak berniat untuk menjadikan Yudas sebagai pengkhianat. Maka kepada Yudas pun Tuhan memberikan pengajaran-Nya. Nama Yudas hampir sama terkenalnya dengan Petrus dan Yohanes, sebagai muri-murid yang terkemuka, tetapi Yudas memilih akhir hidup yang berbeda. Kisah hidup Yudas ini sungguh tragis. Padahal Yudas seperti murid-murid yang lain, selalu bersama dengan Tuhan Yesus dan mendengar pengajaran-Nya, tetapi kebiasaan Yudas berkhianat membuat dirinya menjadi pengkhianat permanen. Hati nuraninya sudah rusak, sehingga ia tidak sadar bahwa hidupnya penuh tipu daya dan bersatus pengkhianat.
Hal ini juga terjadi atas banyak orang hari ini yang kelihatannya baik-baik, rajin ke gereja, menjadi aktivis jemaat bahkan jangan-jangan menjadi pendeta tetapi hatinya mencintai harta. Alkitab mengatakan bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah. Mereka disebut sebagai tidak setia (Yak. 4:4). Kita harus jujur memeriksa diri, apakah kita mengarah sebagai pengkhianat?
Pertanyaan yang muncul, mengapa orang yang dipilih, dipakai dan dipercaya oleh Yesus bisa jatuh? Apa Tuhan Yesus salah memilih? Tentu saja Tuhan tidak salah memilih, namun ternyata ada ambisi pribadi dalam diri Yudas yang menyebabkan kejatuhannya. Ia adalah seorang pribadi yang cinta uang. Yudas diam-diam mendambakan uang yang lebih besar jumlahnya. Rupanya ia tidak puas dengan jumlah uang yang sudah dikorupsinya selama ini (Yoh. 12:6). Ketika Yudas melihat Yesus tidak segera menjadi Raja, ia berinisiatif menjual Yesus agar Yesus secepatnya menunjukkan keperkasaan-Nya dengan suatu mukjizat dan menyatakan diri-Nya sebagai Raja. Jelas sekali Yudas bertindak karena dorongan ketamakan/cinta uang. Jadi 30 keping perak yang diperoleh dari imam-imam kepala, bukanlah target Yudas. Itu hanyalah pancingan supaya Tuhan Yesus ditangkap dan Tuhan segera bertindak.
Sudah menjadi hukum kehidupan yang tidak bisa dibantah bahwa seseorang tidak mungkin bisa jadi orang jujur dalam waktu singkat, seperti Yudas menjadi pencuri mendadak. Iblis masuk dalam kehidupannya, sehingga ia menjadi seorang pengkhianat (Luk 22:3; Yoh 13:27). Iblis tidak akan masuk dalam kehidupan seseorang kalau tidak diberi peluang atau kesempatan (Ef 4:27). Yudas menyimpan ketidakjujuran dalam dirinya. Ia tidak mengizinkan Firman Tuhan untuk mengubahkan hidupnya. Salah satu parameter kejujuran seseorang dapat dilihat dari bagaimana ia mengurus keuangan. Sikap terhadap keuangan juga menunjukkan bagaimana kasih kita kepada Tuhan. Ketika kasih seseorang makin mendalam kepada TUhan, ia pasti makin suka berkorban.
Yudas mengikuti Yesus dengan ambisi tersembunyi. Bukan berarti kita tidak boleh memiliki “ambisi.” Namun perlu diperkarakan, apakah ambisi kita itu sesuai dengan kehendak-Nya atau tidak? Berbeda dengan Paulus, yang dalam Filipi 3:10 dikatakan, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya." Ambisi Paulus ialah mengenal Yesus Kristus lebih dalam agar ia dapat menjadi serupa dengan-Nya. Kiranya ini menjadi ambisi kita juga dalam mengiring Tuhan Yesus Kristus.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
AMBISI PRIBADI KITA HANYALAH MENGENAL YESUS KRISTUS LEBIH DALAM AGAR KITA DAPAT MENJADI SERUPA DENGAN-NYA.
Surat Gembala Senior 26 Maret 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KAYA DI HADAPAN ALLAH
2023-04-30 09:14:27
Saudaraku,
Pasti Saudara mengerti apa yang dimaksud dengan produktivitas; yaitu kemampuan menghasilkan. Pernahkah Saudara mempersoalkan bagaimana dengan produktivitas kerohanian kita? Apakah kita serius memperhatikan geliat, gerak dari kehidupan keberimanan atau kerohanian kita? Sehingga kita benar-benar menjadi anak-anak Allah yang produktif? Apakah kita sungguh-sungguh memperhatikan kualitas diri kita? Terkait dengan kehidupan keberimanan atau kehidupan rohani kita. Kalau untuk hal-hal sekuler—studi, karier, bisnis, hobi—seseorang bisa mengoptimalkan semua potensi, dan memiliki geliat dan gerak yang menghasilkan sikap produktivitas yang tinggi, namun apakah untuk perkara-perkara rohani kita juga mengoptimalkan kemampuan dan potensi yang ada pada kita untuk menghasilkan kerohanian keberimanan yang baik?
Kenyataan yang kita lihat, Saudaraku, untuk perkara-perkara fana orang bisa mengoptimalkan potensi. Padahal apa pun yang kita capai dalam hidup ini, hanya kita miliki dan nikmati tidak lebih dari 100 tahun. Dan orang bisa mempertaruhkan apa pun demi apa yang disebut keberhasilan atau sukses. Tetapi untuk yang bernilai kekekalan—keberimanan atau kerohanian—kita tidak mengoptimalkan potensi kita. Sebenarnya, sikap itu adalah sikap yang tidak menghormati Tuhan. Tidak menghormati Tuhan artinya tidak menyembah Tuhan. Standar kita terlalu rendah. Kalau istilah kuota, kuota yang kita sediakan untuk memburu perkara-perkara rohani yang memiliki nilai kekal, sangat terbatas.
Tahukah Saudara, kuasa kegelapan bermanuver menyesatkan pikiran dan menanamkan konsep bahwa perkara-perkara rohani bukan sesuatu yang bernilai. Selain abstrak, mungkin juga dianggap tidak jelas. Sedangkan untuk yang namanya gelar dari pencapaian studi, karier dari pencapaian kerja keras di bidangnya, uang dari bisnis, pangkat, semua dipandang lebih bernilai. Dan memang, kalau orang mencapai level atau tingkat tinggi, ia bisa merasakannya hari ini—secara fisik maupun jiwa—kelimpahan materi, dan kehormatan dari manusia. Namun sadarkah Saudara bahwa manusia dibantai oleh kuasa kegelapan di dalam kebodohannya untuk memikirkan perkara-perkara fana dunia ini? Sampai pada usia tertentu, karena sudah begitu lamanya memiliki irama yang salah itu, kita tidak bisa disadarkan lagi. Orang-orang seperti ini masih ke gereja, dan mungkin juga mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan atau bahkan menjadi pendeta, tapi tidak memiliki naluri rohani yang baik, yang proporsional. Tentu mereka bukan orang-orang kaya di hadapan Allah.
Maksud ‘kaya’ di sini berarti dipandang Allah sebagai orang yang berkenan kepada-Nya. Orang kaya di hadapan Allah adalah orang yang mengerti perasaan Tuhan, dan segala sesuatu yang dilakukan menyenangkan Dia. Dan jika itu dilakukan, maka mata pengertiannya dibuka untuk menemukan rencana Allah dalam hidupnya secara spesifik, khas, dan yang tidak bisa dimiliki orang lain, dan dia bisa melakukannya. Tetapi untuk mencapai level ini tidak mudah. Mestinya, kita memiliki tujuan hidup untuk menjadi kaya di dalam Tuhan. Tetapi banyak orang sesat, Saudaraku. Maka kita harus memiliki tekad untuk berubah; tekad yang kuat. Dan betul-betul keras terhadap diri sendiri. Kalau kita tidak keras terhadap diri sendiri, dunia akan keras kepada kita, dan kita tidak berdaya sebab akan terbawa oleh arus dunia. Begitu kita meninggal dunia, kita miskin.
Di dalam Lukas 12:20, “Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah." Orang itu adalah orang kaya secara materi, namun Tuhan memandangnya sebagai orang bodoh. Untuk menjadi kaya di hadapan Allah, kita harus dengar-dengaran dan dengan rendah hati menerima Firman Tuhan, memberikan respons yang positif dengan tekad yang kuat, supaya kita mengalami perubahan. Kalau tidak, kita akan sama dengan orang beragama lain, atau orang Kristen lain yang tidak menghormati Tuhan. Orang yang tidak mengutamakan perkara-perkara rohani adalah orang yang tidak menghormati Tuhan. Sebenarnya, orang-orang seperti ini termasuk melawan Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG KAYA DI HADAPAN ALLAH ADALAH ORANG YANG MENGERTI PERASAAN ALLAH, DAN SEGALA SESUATU YANG DILAKUKAN MENYENANGKAN DIA.
Surat Gembala Senior 19 Maret 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KITA DIPEDULIKAN-NYA
2023-03-19 10:42:39
Saudaraku,
Dalam hidup kita masing-masing, pasti ada banyak pertanyaan. Banyak hal yang terjadi dalam hidup kita yang kita tidak mengerti mengapa hal itu terjadi. Terutama hal-hal yang tidak kita sukai. Hal-hal yang menurut kita menyusahkan, merugikan, tidak membahagiakan. Pasti kita mengalami hal ini. Kita tidak tahu mengapa hal itu Tuhan izinkan atau Tuhan perkenankan. Bodohnya kita, bodohnya banyak orang, adalah tidak mempersoalkan hal itu di hadapan Tuhan dengan serius; tidak membawanya ke hadapan Tuhan dan mempersoalkannya untuk tahu: “Mengapa Kau izinkan hal ini terjadi? Mengapa Kau perkenankan?”
Padahal, kalau kita sungguh-sungguh mempersoalkan, memperkarakan, membawanya kepada Tuhan, tidak mungkin Tuhan tidak menjawab, tidak mungkin Tuhan tidak memberitahu; tidak mungkin. Karena, seperti yang dikatakan di dalam firman Tuhan, “Bapa yang jahat di dunia ini tahu memberi apa yang baik untuk anaknya, sekalipun itu bapa jahat, apalagi Bapa di surga! Pasti memberi apa yang baik.” Kalau kita mengalami suatu kejadian, persoalan, kebutuhan, lalu kita bertanya kepada Tuhan, Tuhan tutup mulut, Tuhan tidak beritahu, betapa jahatnya Tuhan sebab Dia tahu, Dia yang mengizinkan, memperkenankan dan membiarkan hal itu terjadi. Karenanya, tidak mungkin Tuhan tidak menjawabnya. Dan tidak ada satupun kejadian dalam hidup kita yang tidak mendatangkan kebaikan, tak ada.
Roma 8:28, semua ada di dalam kendali, kontrol, pengetahuan dan penguasaan Tuhan untuk kebaikan kita. Bodohnya kita dan banyak orang Kristen, tidak sungguh-sungguh memperkarakan, tidak sungguh-sungguh mempersoalkan; apa maksud Tuhan, apa maunya Tuhan, apa kehendak Tuhan di balik semua ini. Apa yang terjadi? Orang memang tidak langsung marah, memaki-maki atau mengutuk Tuhan, tapi mereka kesal. Dan sering kita tidak jujur, kita kesal kepada Tuhan. Kita memendamnya, tidak mengucapkan, tapi kesal. Padahal firman Tuhan mengatakan, “Ucapkanlah syukur dalam segala hal.” Hal ini bisa kita lakukan karena tahu bahwa semua dalam pengaturan Tuhan dan akan baik pada akhirnya.
Karena tak tahu, kita marah, kesal. Dan akhirnya, kita tidak menemukan jalan Tuhan. Saudara tahu tidak bahwa ini termasuk berjalan dalam gelap? Jadi jangan Saudara berpikir bahwa orang yang berjalan dalam gelap itu hanya mereka yang ada di luar gereja, yang tidak ke gereja, yang hidupnya bergelimpang dengan pelanggaran moral. Kita yang baik begini juga tanpa kita sadari, kita jalan di jalan yang mungkin tidak gelap sekali, tapi remang-remang. Dan akibatnya? Waktu berjalan sia-sia. Mestinya, kita menjadi seorang yang berkenan, menyenangkan hati Tuhan, terbentuk jadi pribadi yang agung/luhur seperti yang Allah inginkan, tapi tidak jadi.
Faktornya memang banyak mengapa mereka marah dan kesal. Yang pertama, mereka tidak yakin Allah itu ada. Kedua, kalau yakin Allah itu ada, tapi mereka tidak yakin bahwa Allah mau berurusan dengan dirinya. Ketiga, kalau yakin Allah mau berurusan, tapi Allah kurang serius. Padahal Allah sangat serius dengan setiap kita. Setiap kita sangat dipedulikan-Nya. Firman Tuhan menulis, “Ada nama yang tertulis dalam Kitab Kehidupan” supaya nanti beroleh kesempatan hidup di Langit Baru Bumi Baru. Dan bagi orang percaya, kita ditarget supaya menjadi anggota keluarga Kerajaan. Lalu bagaimana kita bisa berkata bahwa kita tidak berharga di mata Tuhan? Kita sangat berharga. Belum lagi Firman Tuhan mengatakan, “Rambut di kepalamu pun terhitung.”
Sejatinya, sebagian Saudara ini dalam keadaan terhilang. Tapi Tuhan sabar luar biasa. Bertahun-tahun kita hidup suka-suka sendiri. Tuhan izinkan kejadian terjadi supaya kita berubah. Tapi kita tidak melihat maksud Tuhan, karena gelap atau remang-remang jalan kita. Kita punya waktu 24 jam sehari, masakan 30 menit saja kita tidak bisa datang menghadap Tuhan? Bisa; bahkan 1 jam pun bisa, kalau mau. Dan itu bisnis utama hidup kita, bertemu Tuhan. Jangan sombong! Jangan merasa bisa menyelesaikan semua masalah dengan kekuatan kita. Memang bisa, tapi kita pasti kehilangan berkat-berkat besar.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ALLAH SANGAT SERIUS DENGAN SETIAP KITA, DAN SETIAP KITA SANGAT DIPEDULIKAN-NYA.
Surat Gembala Senior 12 Maret 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BELAJAR MENANTIKAN TUHAN
2023-03-19 10:43:33
Saudaraku,
Karena Allah memiliki pikiran, pasti Dia punya rencana. Apa yang terjadi dalam hidup kita, di mana kita berada, Allah pasti mengingini kita melakukan sesuatu di tempat itu. Tidak mungkin kebetulan. Pasti ada maksud Tuhan mengapa kita ada di satu tempat, kita bertemu siapa, kita harus buat apa untuk orang di sekitar itu. Pasti. Allah itu hidup. Allah itu hadir. Harus kita alami hidup akan bisa kita lewati apa pun yang terjadi, bagaimanapun keadaan kita, kita pasti bisa melewati, Saudaraku. Nah, di sinilah kita belajar menantikan Tuhan. Menantikan Tuhan artinya kita mengharapkan kehadiran Tuhan di dalam segala persoalan kita. Dan itu pasti berakhir baik.
Oleh sebab itu, untuk supaya kita bisa menghayati kehadiran Allah dengan lebih baik, kita harus duduk diam di kaki Tuhan. Biarlah ini menjadi budaya kita, tradisi kita, kebiasaan kita. Saya sudah mengajak Saudara berdoa tiap hari pukul 5 pagi wib. Bertemu Tuhan itu luar biasa! Orang bisa duduk, mendengarkan khotbah, bisa belajar Alkitab berjam-jam, namun berdoa 30 menit belum tentu sanggup. Tapi kalau orang sudah menemukan perjumpaan dengan Allah, sudah connect dengan Tuhan, setengah jam itu singkat sekali. Pada waktu kita tidak ingin berdoa, justru kita harus lawan.
Sebenarnya, menantikan Tuhan berarti mengharapkan kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Tentu hadir-Nya itu bukan hanya waktu kita punya masalah. Waktu tidak punya masalah, Tuhan juga tolong kita. Orang yang menanti-nantikan Tuhan tidak akan dipermalukan. Saya sudah membaca Alkitab soal menanti-nantikan Tuhan. Orang yang menanti-nantikan Tuhan tidak dipermalukan. Jadi, kita harus menjadi manusia yang menantikan Tuhan. Di situ kita benar-benar mengandalkan Tuhan.
Firman Tuhan di Mazmur 33:18 berkata, “Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya.” Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang menghayati Allah hadir di mana-mana. Orang yang meyakini ada kamera Tuhan; maka pasti akan hidup hati-hati. Yang mau mengerti apa yang harus mengerti, “Apa yang Kau kehendaki Tuhan? Mengapa aku ada di sini?” dan untuk itu kita harus punya jam doa, ketemu Tuhan, menantikan Tuhan.
Saudaraku,
Hidup ini melelahkan. Tidak mungkin tidak lelah. Tapi sukacita Tuhan lebih dari kelelahan kita. Ketika mata kita tertuju kepada Tuhan, mata Tuhan tertuju kepada kita. Kalau kita menghayati Tuhan itu ada, hadir, kita jaga perasaan Tuhan, kita berusaha untuk mengerti apa yang Dia kehendaki untuk kita lakukan. Mata kita tertuju kepada Tuhan bukan berarti setiap kali kita berdoa terus ke atas. Tapi sikap hidup yang tadi kita tunjukkan kepada Dia. Ayat selanjutnya mengatakan, "Jiwa kita menanti-nantikan TUHAN. Dialah penolong kita dan perisai kita! Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya. Kasih setia-Mu, ya TUHAN, kiranya menyertai kami, seperti kami berharap kepada-Mu.”
Pasti kita punya persoalan. Apa pun persoalan kita, bagaimanapun keadaan kita, kita bisa melewati bersama Tuhan. 1, 2, 5, 10 atau 20 tahun yang lalu kita punya masalah dan terbukti bisa dilewati, bukan? Ke depan juga bisa. Memang kadang-kadang Tuhan seperti meninggalkan kita. Apalagi waktu kita di dalam keadaan yang kita tidak suka, tapi Tuhan pasti akan membuat kita bisa melewatinya, dan membuktikan kasih setia-Nya. Coba kita pertanyakan, ‘apa sih sulitnya hidup ini kalau kita berjalan dengan Tuhan?’ Kita seperti berjalan di pinggir jurang, sudah mau jatuh-jatuh, tapi kalau Tuhan beserta kita tidak mungkin kita jatuh. Allah yang kita sembah, Elohim Yahweh, itu setia. Jangan takut. Bisa dilewati.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
MENANTIKAN TUHAN ARTINYA KITA MENGHARAPKAN KEHADIRAN TUHAN DI DALAM SEGALA PERSOALAN KITA.
Surat Gembala Senior 05 Maret 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERJALAN BERSAMA TUHAN
2023-03-05 10:05:06
Saudaraku,
Bukan hanya sangat bodoh, melainkan celaka kalau orang tidak mau berurusan dengan Tuhan secara benar. Tetapi kenyataan yang kita lihat dalam kehidupan manusia, sedikit sekali orang yang benar-benar mau berurusan dengan Tuhan. Saudara ke gereja hari ini, belum tentu Saudara sungguh-sungguh mau berurusan dengan Tuhan. Saudara memang mau berurusan dengan Tuhan, tapi tidak sungguh-sungguh atau kurang bersungguh-sungguh. Padahal kalau seseorang berurusan dengan Tuhan, dia tidak bisa tidak sungguh-sungguh. Untuk yang lain Saudara bisa setengah-setengah, ala kadarnya, menjadi sambilan, tetapi kalau urusan dengan Tuhan tidak bisa, tidak boleh sambilan, tidak boleh setengah-setengah.
Dia, Allah dan Bapa kita, Saudaraku. Yang menciptakan langit dan bumi. Yang memelihara kehidupan. Yang mengatur tatanan. 1 detik Allah meninggalkan dunia atau jagad ini, kacau. Allah tetap topang. Itulah sebabnya Alkitab katakan, “Ia memelihara kesetiaan-Nya sampai selama-lamanya, dan tidak pernah meninggalkan perbuatan tangan-Nya.” Dialah yang mestinya menjadi segalanya bagi kita. Artinya, apa pun masalah kita, apa pun keadaan kita, bisa kita lewati kalau kita bersama Tuhan. Hidup ini tidak mungkin tidak bermasalah. Tetapi sebesar apa pun masalah yang kita hadapi, Tuhan lebih besar. Dialah yang mempunyai kuasa, juga kemuliaan, dan Kerajaan kekal selama-lamanya.
Orang ke gereja belum tentu berjalan dengan Tuhan. Orang bisa beragama Kristen, berjalan dalam hidup ini dengan menyandang status beragama Kristen, tapi tidak berjalan dengan Tuhan. Orang bisa jadi aktivis, bahkan bisa jadi pendeta, tapi belum tentu berjalan dengan Tuhan. Berjalan dengan Tuhan artinya setiap saat hidup di hadirat Allah, hidup di hadapan Allah. Dan kita harus terus menghayati, membawa diri pada perenungan setiap saat; bahwa kita ada di hadapan Allah. Bahwa dunia ini diciptakan oleh Allah, dipelihara oleh Allah dan Dia maha hadir. Di mana pun kita berada Allah hadir. Bukan hanya pada waktu kita berdoa, kita berusaha menghayati Allah itu ada. Bukan hanya pada waktu kita di gereja, kita tercengkerami oleh suasana gereja, bahwa Allah ada. Tetapi juga ketika kita keluar dari gereja; ketika kita di kendaraan, di rumah, di restoran, kita selalu di dalam penghayatan bahwa kita ada di hadapan Allah. Bagaimana hal itu bisa kita miliki?
Pertama, penghayatan kesadaran bahwa Allah hadir di mana kita ada harus terus kita suarakan di dalam diri kita sendiri. Kita bisa bicara pada diri kita sendiri, “Allah hidup, Allah hadir, Allah di sini Allah hidup, Allah hadir, Allah ada di sini.”
Kedua, kita harus menjaga perasaan-Nya. Allah bukan seperti satu benda atau sosok yang tidak berperasaan. Allah adalah Allah yang berpribadi; artinya, memiliki perasaan. Kita harus memperhitungkan, apa yang kita lakukan ini menyenangkan Dia atau tidak. Irama itu harus kita miliki sampai akhirnya kita tidak perlu memerintahkan syaraf jiwa kita untuk menghayati Allah itu hadir, sebab tanpa memberikan perintah agar kita menjaga perasaan Allah dengan sendirinya kita sudah terkondisi, jiwa kita terkondisi untuk menghayati bahwa Allah itu mahahadir, Allah beserta, Allah ada di mana kita ada, dan kita selalu menjaga perasaan-Nya.
Di sini kita mengaktifkan iman kita. Kita tumbuhkan iman kita dengan menghayati kehadiran Tuhan. Ingat, ada kamera Tuhan yang tidak pernah rusak. Dia bisa melihat bukan hanya apa yang kita lakukan, melainkan juga apa yang ada di hati dan batin kita. Padahal kita sudah terbiasa menjaga perasaan kita. Kita tidak mau tersinggung, tidak mau dirugikan. Sekarang, kita sudah mesti belajar menjaga perasaan Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
BERJALAN BERSAMA TUHAN ARTINYA SETIAP SAAT HIDUP DI HADIRAT-NYA.
Surat Gembala Senior 26 Februari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERHARGANYA KESEMPATAN
2023-02-26 10:03:42
Saudaraku,
Kita sering berbicara dan mendengar mengenai kesempatan. Kita juga mengerti bahwa kesempatan itu tidak ternilai harganya. Karena kita miliki atau kita memperolehnya hanya pada satu momentum dan bisa tidak pernah terulang. Kalaupun terulang, tentu keadaannya berbeda. Keberhargaan kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita akan lebih bisa kita mengerti dengan sempurna pada waktu kesempatan itu tidak ada lagi. Dan betapa menyesalnya kalau seseorang tidak menggunakan kesempatan itu dengan benar atau dengan baik. Secara teori, orang mengerti kesempatan itu berharga. Tetapi dalam kenyataannya banyak orang tidak menghargai kesempatan tersebut. Suatu hari, ketika tidak ada kesempatan lagi, ketika seseorang ada di hadapan takhta pengadilan Tuhan, ia baru tahu betapa tidak ternilainya kesempatan itu karena terlalu mahal.
Itulah sebabnya, jangan sampai kita menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Kiranya Tuhan membuka mata pengertian kita untuk mengerti betapa bernilainya kesempatan itu. Dan itu harus benar-benar kita hayati, lalu kita membuat satu reaksi, tindakan untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Hari ini Tuhan memberikan kita hari yang baru; Minggu 26 Februari 2023. Dan kita tidak tahu, apakah besok kita masih memiliki hari yang baru. Tetapi kalau Tuhan memberikan kita hari ini, kita mau menggunakan sebaik-baiknya. Kita mau menggunakan kesempatan ini untuk bertumbuh dewasa, untuk benar-benar makin hidup tidak bercacat tidak bercela, tidak terikat dengan percintaan dunia, tidak ada kenikmatan lain selain Tuhan yang menjadi kesukaan dan kebahagiaan kita.
Dan ketika kita sungguh-sungguh mau menjalani hidup dan sudah menjalani hidup dengan benar; kita mengerti bahwa kesucian itu bisa kita capai. Dari perkara kecil, apa yang muncul di pikiran kita, di perkataan kita dalam perbuatan, kita mau sungguh-sungguh perhatikan, jangan ada sesuatu yang salah. Kita mulai periksa hati kita kalau-kalau ada kesenangan atau kebahagiaan yang kita nikmati di mana Tuhan tidak ikut hadir di situ, tidak ikut menikmatinya. Semua hobi sudah saatnya kita buang kecuali sesuatu yang memang mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan. Kesempatan untuk berubah, untuk mengubah diri, untuk digarap Tuhan adalah kesempatan yang tidak ternilai. Setiap hari ada berkat-Nya, setiap hari ada pembentukan Tuhan, setiap hari ada perubahan yang Allah kerjakan dalam hidup kita. Dan itu bisa terjadi kalau kita merespons penggarapan Tuhan, kita merespons didikan Tuhan, kita merespons hajaran Tuhan.
Percayalah setiap hari ada berkat-Nya yang baru. Soal makan minum, kesehatan, kesembuhan dan lain-lain, tentu harus kita kerjakan dengan tanggung jawab. Tetapi yang di luar kemampuan kita, Allah yang akan campur tangan. Kalau kita sudah bertumbuh dalam kedewasaan rohani, kesucian, kekudusan, tidak terikat percintaan dunia, tidak lagi memiliki keinginan-keinginan apa pun selain mau menyenangkan hati Tuhan, maka Tuhan akan memercayakan pekerjaan-Nya kepada kita. Kita bisa sepikiran dan seperasaan dengan Allah dalam mencintai jiwa-jiwa; Allah tidak menghendaki seorang pun binasa. Kalau kita masih dalam dosa, masih ada dosa yang kita lakukan kalau kita masih mencintai dunia, atau ada kesenangan-kesenangan dalam hidup yang Tuhan tidak ikut menikmatinya, kita tidak bisa memiliki pikiran perasaan Allah, tidak bisa merasakan beban keselamatan jiwa-jiwa. Ini yang tidak bisa dimengerti orang ketika kita mengerjakan pekerjaan Tuhan. Kita korbankan apa pun yang kita miliki untuk pekerjaan Tuhan, demi keselamatan jiwa-jiwa karena mereka tidak memiliki beban.
Saudaraku,
Kesempatan ini tidak akan pernah terulang, maka kita harus takut akan Allah. Jangan sampai kita menghadap Bapa di surga nanti, ada pekerjaan-pekerjaan besar yang mestinya bisa kita lakukan, tidak kita lakukan. Jangan sampai ketika kita menghadap takhta pengadilan Tuhan, ada banyak kesempatan di mana kita digarap Tuhan untuk menjadi sempurna seperti Bapa serupa dengan Yesus, berlalu sia-sia sehingga kita tidak mengalami perubahan. Betapa malangnya. Jangan sampai hal itu terjadi. Kita mau bertumbuh dewasa, kita mau sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus.
Kita mau memiliki beban yang juga ada pada hati Bapa, beban terhadap jiwa-jiwa yang terhilang sehingga kita rela melakukan apa pun demi pekerjaan Tuhan. Apa pun kita lakukan untuk pekerjaan Tuhan. Apalagi kita melihat banyak jiwa yang terhilang di sekitar kita. Kita harus mempersiapkan diri menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang diurapi Tuhan, dipercayai Tuhan, maka kita tidak segan-segan terus menghampiri takhta Tuhan; kita berdoa, kita puasa. Mengapa kita ‘memaksa’ seperti ini? Dunia kita jahat sekali. Dan kalau kita tidak serius, kita akan terbawa dalam kejahatan dunia.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KEBERHARGAAN KESEMPATAN YANG TUHAN BERIKAN KEPADA KITA AKAN LEBIH BISA KITA MENGERTI DENGAN SEMPURNA PADA WAKTU KESEMPATAN ITU TIDAK ADA LAGI.
Surat Gembala Senior 19 Februari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PEMALSUAN
2023-02-19 19:19:34
Saudaraku,
Kita harus benar-benar menyadari betapa aktif kuasa kegelapan bekerja. Kuasa kegelapan bekerja dengan senyap, karena oknum ini sangat cerdas. Ia tidak akan terang-terangan menunjukkan aktivitas dan manuver-manuvernya. Ia akan berusaha untuk tidak dikenali, dan gerakannya tidak terdeteksi. Yang membuat banyak orang tidak menyadarinya, sehingga banyak orang tergiring menuju kegelapan abadi. Kalau kita tidak bisa mengenali gerakan kuasa kegelapan di dalam hidup kita pribadi masing-masing, maka kita pun tidak akan mengenali pekerjaan kuasa kegelapan dalam kehidupan keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitar kita. Maka harus dimulai dari kehidupan kita sendiri.
Iblis pasti menarget orang-orang yang berpotensi berguna untuk Kerajaan Allah. Iblis pasti membidik orang-orang yang memiliki komitmen, memiliki tekad untuk menjadi anak-anak Allah yang baik. Ia sangat memedulikan dan membidik orang-orang ini. Jadi kalau Saudara memiliki kerinduan melayani Tuhan, sungguh-sungguh mengikut Tuhan, Iblis tahu. Saudara adalah orang-orang yang ditarget. Hamba-hamba Tuhan yang sungguh-sungguh mau melayani Tuhan dengan benar, yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, itu ditarget. Iblis akan mengerahkan kekuatannya berlipat ganda. Ia akan menggunakan segala cara untuk menjatuhkan kita.
Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengenali pekerjaan kuasa kegelapan di dalam hidup kita? Tidak ada cara lain kecuali kita berkonsultasi dengan Tuhan; dengan Roh Kudus. Kalau tidak, kita tidak akan mengenali. Sehebat apa pun teologi yang Saudara miliki, secerdas apa pun Saudara di Sekolah Tinggi Teologi, tapi kalau Saudara tidak berkonsultasi langsung dengan Tuhan, Saudara tidak akan pernah bisa mengenali pekerjaan Iblis. Iblis tahu bahwa cara kerjanya, yang tertulis di dalam Alkitab, dikenali oleh orang Kristen. Maka dia harus mengemas dengan model berbeda, walaupun esensinya sama. Dia sangat cerdas, melampaui kecerdasan kita. Dia punya pengalaman bukan ribuan tahun, bahkan triliun tahun mungkin. Dia akan mengemas dengan cara yang lain.
Dan kita tidak akan bisa mengenali cara kuasa kegelapan bekerja kalau kita tidak berkonsultasi dengan Tuhan. Jadi, jangan merasa kita sudah mengenali tipu daya kuasa kegelapan itu, Saudaraku. Hanya Roh Kudus yang bisa menolong kita. Roh Kudus akan mengajar kepada kita, memberitahu kepada kita pangkalan-pangkalan di dalam diri kita yang menjadi tempat Iblis bisa bertengger atau bisa memiliki pijakan. Kita memiliki kodrat dosa, dan kita juga telah melakukan banyak hal yang salah di masa lalu, yang menjadi cita rasa jiwa, menjadi kesenangan yang sudah kita nikmati. Dan sejak kita masih muda, Iblis terus bermanuver untuk meletakkan landasan-landasan di dalam diri kita. Dan itu menjadi tempat berpijak. Apa kelemahan kita, Iblis akan membidik itu. Maka firman Tuhan jelas mengingatkan kita dalam Efesus 4:27, “janganlah beri kesempatan kepada Iblis.”
Tetapi Iblis akan bermanuver bagaimana manusia lama kita tetap eksis, dan Iblis memiliki pijakan di situ. Kalau kelemahan kita adalah seks, Iblis akan memberi kesempatan Anda berzina. Kalau kelemahan Anda temperamen, Iblis akan membuat suasana, situasi begitu rupa agar Saudara meledakkan emosi; marah, memaki orang, pukul orang, bahkan sampai bisa membunuh. Karenanya, kita harus sungguh-sungguh berhubungan dengan Tuhan. Kita harus berkonsultasi dengan Tuhan setiap hari, karena Iblis tidak pernah melakukan gencatan senjata. Iblis tidak pernah tidur. Jangan lengah! Dia memerangi kita tiap hari, tidak ada ampun, sampai kita jatuh di titik tidak bisa balik. Kalau sudah sampai titik itu, Iblis sukses.
Maka kita bisa melihat banyak orang sampai pada tingkat tidak bisa diperbaiki lagi. Kalaupun dia orang Kristen, kalaupun dia ke gereja, karakteristiknya bukan karakteristik orang yang layak masuk Kerajaan Surga. Dia tahu keadaan diri kita, karena tiap hari Iblis melihat hidup kita. Dan dia tahu bagaimana menguasai kita, menguasai seseorang dari kekurangan, kelemahannya. Kita mesti bergaul dengan Roh Kudus. Dan Roh Kudus menggarap kita dan menolong kita membuang apa-apa yang tidak patut tersebut, supaya jangan ada pangkalan. Maka, seseorang harus bergaul dengan Tuhan, harus konsultasi dengan Tuhan. Setiap kita harus ada waktu bertemu dengan Tuhan, sebanyak-banyaknya.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
IBLIS MENARGET ORANG-ORANG YANG BERPOTENSI BERGUNA UNTUK KERAJAAN ALLAH.
Surat Gembala Senior 12 Februari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SENYUM TUHAN
2023-02-12 09:55:37
Saudaraku,
Yang paling dibutuhkan Tuhan itu bukan uang, tenaga atau waktu kita untuk pelayanan, melainkan di setiap hari kita membuat Tuhan tersenyum. Jangan melukai Dia dengan perkataan atau perbuatan atau apa pun. Hidup kita harus menyenangkan Tuhan. Dan salah satu yang indah, yang Tuhan ajarkan, yaitu ketika kita punya kesempatan berbuat dosa dan kita tidak melakukan dosa itu. Kita bisa membalas kejahatan orang dengan perbuatan baik, itu menyenangkan Tuhan. Sebagaimana orang tua tidak perlu mesti meminta sesuatu kepada anaknya. Karena sang anak telah tergerak sendiri berbuat sesuatu untuk orang tuanya. Namun jangan karena itu, kita berkata, “Enak loh punya mama tidak nuntut, aman.” Kita bodoh kalau berpendapat begitu.
Demikian juga kepada Tuhan. Kita yang harus mulai berbuat; yaitu dimulai dari tidak berbuat salah. Mulailah dari sini. Setelah itu baru Saudara buat sesuatu; entah memberi persembahan uang, membantu dengan tenaga, atau apa pun. Hal lain menjadi tidak penting, jika dibanding dengan kesucian hidup. Mumpung masih ada kesempatan. Seperti lipatan kertas yang harus diluruskan. Kalau sudah terlanjur melipat lama, tidak bisa lagi diluruskan. Terutama bagi yang sudah berumur, sudah sulit. Tapi bukan tidak bisa; sulit. Maka harus ada perjuangan yang sangat serius.
Jangan transaksional. Harus dengan rela kita dididik oleh Bapa di surga. Karakter diubah dari hari ke hari, sebab tidak ada satupun peristiwa hidup yang di dalamnya Allah tidak mengubah kita. Setiap kejadian, setiap peristiwa itu menjadi sarana Tuhan untuk mengubah kita. Maka di Roma 8:28-29 dikatakan bahwa Yesus menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Ayat sebelumnya dikatakan, “Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan.” Kebaikan-Nya agar kita serupa dengan Dia. Untuk melangkah ke arah itu, ada satu hal yang kita harus lakukan dan ini tergantung kita sepenuhnya. Allah tidak bisa mengerjakannya.
Satu hal ini kita tidak boleh lupa: Bangkitkan cinta kita kepada Tuhan. Kalau anak mencintai orangtua, tidak ada hubungan transaksional. Orangtua sudah mengasihi anak dengan tulus. Tidak ada unsur jual-beli. Anak juga harus berpikir begitu, “Aku harus jadi anak yang baik. Kalau anak manusia pada umumnya, aku harus jadi anak baik seperti apa yang papa-mama mau. Dan aku harus jadi anak yang baik, yang membalas kebaikan orangtua sebisa-bisa yang dapat kulakukan.” Demikian pula dengan Tuhan. Kita harus berkata, “Aku mau menjadi anak baik, sesuai dengan apa yang Bapa kehendaki. Karenanya, aku datang ke gereja ini, dan bertanya: Apa yang harus kulakukan supaya aku jadi anak Tuhan yang baik?”
Maka untuk itu, dengarkan Firman dan lakukan. Maka tahap demi tahap kita akan berubah. Buat hati kita selalu mengasihi Dia. Kita tidak berhadapan dengan pedagang. Allah bukan pedagang. Allah tidak butuh apa-apa dari kita. Seperti konsep banyak agama seakan-akan Allah membutuhkan sesuatu. Kita yang membutuhkan Dia. Allah tidak membutuhkan apa-apa dari kita. Dia hanya mengasihi kita, dan menghendaki kita menjadi anak-anak-Nya yang berperilaku baik, seperti yang diinginkan-Nya, dan kita harus membuat hati kita terbakar mencintai Dia.
Ini yang Saudara harus lakukan, sebab Allah tidak bisa melakukan hal ini. Saudara yang harus meledakkan emosi, cinta dan perasaan ini kepada Tuhan. Lakukan ini, nanti pasti Tuhan akan mengerjakan banyak hal, karena Allah bekerja dalam segala hal hanya bagi orang yang mengasihi Dia.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
YANG PALING DIBUTUHKAN TUHAN ITU BUKAN UANG, TENAGA ATAU WAKTU KITA UNTUK PELAYANAN, MELAINKAN DI SETIAP HARI KITA MEMBUAT TUHAN TERSENYUM.
Surat Gembala Senior 05 Februari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HUBUNGAN
2023-02-05 09:54:14
Saudaraku,
Hubungan kita dengan Pencipta langit dan bumi, Allah semesta alam yang Mahadahsyat adalah hubungan Bapa dan anak. Maka mari kita kembali mengevaluasi, apakah benar dalam berinteraksi antara kita dengan Allah itu adalah interaksi Bapa dan anak? Dalam agama-agama pada umumnya, hubungan antara allah atau dewa yang disembah dan umat yang menyembah sering ada unsur transaksional; unsur jual beli. Dewa atau ilah menginginkan sesuatu, dan umat dituntut untuk memenuhi apa yang diingini oleh sang dewa atau sang allah atau sang ilah. Kalau dipenuhi, maka umat menerima ganjaran, upah, berkat dan perlindungan. Tapi kalau umat tidak memenuhinya, maka dihukum, dikutuk, ditulahi, dilaknati.
Itu adalah hubungan transaksional. Maka tidak jarang umat berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan “korban persembahan” yang diminta sang dewa. Di situ tanpa kita sadari atau tanpa mereka sadari dikesankan, bahwa ilah atau dewa mereka itu membutuhkan sesuatu yang harus dipenuhi oleh umat. Dan bisa juga menimbulkan kesan bahwa itu tidak bisa dilakukan oleh allah atau ilah atau dewa sendiri. Dan tanpa disadari, suasana ibadah seperti itu bisa merasuk dalam hidup kita. Bisa karena orang tua kita dulu bukan orang Kristen, atau bisa juga mereka orang Kristen tapi kita melihat suasana ibadah penyembahan agama-agama di sekitar kita. Ini sangat merugikan dan bisa membahayakan kita.
Coba kita renungkan, bahwa sebelum Allah menciptakan manusia, Ia sudah ada, dari kekal sampai kekal. Tak terhitung berapa triliun abad. Dia tidak membutuhkan siapa-siapa. Dia tidak membutuhkan apa-apa. Ia eksis tanpa diciptakan, tanpa dilahirkan. Itu misteri yang tidak pernah terpecahkan selama-lamanya. Tetapi Dia berinisiatif melahirkan anak. Dan anak pertama yang dilahirkan adalah Adam. Di dalam Alkitab ditulis beberapa kali, bahwa Adam itu anak Allah (Luk. 3:38). Allah menjalin hubungan dengan ciptaan ini dalam hubungan Bapa dan anak. Ini desain awal. Maka Adam dirancang untuk memiliki keberadaan seperti diri-Nya. Segambar: memiliki pikiran, perasaan, kehendak dan kehendaknya bebas.
Dikehendaki untuk serupa. Artinya, Adam bisa memiliki kehendak atau mampu memiliki kehendak yang selalu sesuai dengan Bapa, tanpa dipaksa. Tetapi itu tidak bisa diciptakan oleh Allah secara otomatis dalam diri Adam. Adam harus membangun dirinya sendiri, sehingga menjadi anak yang taat, yang dengar-dengaran. Ujiannya, jangan makan buah yang ada di tengah taman Eden. Adam gagal, Saudara. Sehingga hubungan antara anak dan Bapa itu menjadi rusak. Lalu, Allah melahirkan Anak Kedua. Yesus disebut Adam terakhir. Adam kedua ini, yang melewati ujian tahap demi tahap, lulus. Ibrani 5:7-9 dan Roma 8:28-29 mengatakan bahwa Yesus belajar taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Maka Dia menjadi yang sulung, penggubah.
Mestinya Adam yang pertamalah yang menjadi penggubah, tapi Adam pertama gagal. Jadi, Adam Kedua (Yesus) inilah manusia pertama yang sukses menjadi Anak Allah. Memiliki hubungan dengan Allah sebagai Bapa dan Anak. Nah, kalau sekarang kita percaya Tuhan Yesus, kita menjadi anak-anak Allah, itu dimaksudkan agar kita berkeadaan seperti Yesus yang memiliki hubungan dengan Allah sebagai Bapa dengan anak secara proper, secara benar; tidak ada unsur transaksional. Maka mari kita sekarang memeriksa diri kita: apakah hubungan kita dengan Sang Pencipta itu sudah benar?
Sejujurnya, tidak mudah memiliki hubungan dengan Allah sebagai Bapa dan anak dengan benar. Kesulitannya adalah karaker kita yang buruk, sehingga kita sulit menempatkan diri sebagai anak. Kita punya kecenderungan bersalah. Bersalah atau berdosa dalam bahasa Yunaninya, hamartia (meleset). Kata hamartia itu sendiri secara etimologi, tidak ada unsur kejahatan, hanya meleset. Tapi meleset juga sudah salah. Tidak harus berbuat sesuatu yang melanggar hukum yang dikatakan melanggar moral. Tidak tepat seperti yang Allah Bapa inginkan itu sudah meleset. Nah itulah, sulitnya menjadi anak-anak Allah adalah karena kita cenderung meleset. Kita tidak mencuri, korupsi, berzina, membunuh, atau melanggar hukum secara umum, tapi kalau tidak tepat hidup sesuai pikiran perasaan Allah berarti meleset.
Ayo, kita mau hidup suci. Bapa akan mendidik kita (Ibr. 12:5-8). Saudara harus memberi diri dididik Tuhan. Maka ke gereja, berdoa, mendengar Firman tiap hari tidak boleh absen. Mengubah watak harus diperjuangkan. Kalau tidak, berarti Saudara memang tidak niat menjadi anak-anak Allah. Tanpa sadar kita disesatkan oleh pola pikir agama yang bukan kebenaran Alkitab. Yang penting ke gereja, memberikan persembahan dan mengira Tuhan senang; tidak! Tuhan senang kalau setiap hari kita mengalami proses perubahan karakter, supaya kita bisa memiliki interaksi hubungan dengan Allah seperti hubungan Yesus dengan Bapa.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TUHAN SENANG KALAU SETIAP HARI KITA MENGALAMI PROSES PERUBAHAN KARAKTER, SUPAYA KITA BISA MEMILIKI INTERAKSI HUBUNGAN DENGAN ALLAH SEPERTI HUBUNGAN YESUS DENGAN BAPA.
Surat Gembala Senior 29 Januari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PEMALSUAN
2023-01-29 10:12:01
Saudaraku,
Pencobaan apa yang Saudara alami? Saudara harus selesaikan, tanggulangi, dan menangkan dengan sikap hati sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Ini sekolah kehidupan. Jika Saudara tidak mulai sekarang, Saudara meninggal dunia, Saudara tidak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Ingat ini: kekristenan bukan bagian hidupmu, kekristenan itu seluruh hidupmu. Tidak boleh buat sambilan. Jangan dikurangi.
Firman Tuhan sudah mengingatkan, “Di mana ada hartamu, di situ hatimu berada;” “Carilah perkara yang di atas, bukan di bumi.” Jangan digantung; surga tidak, bumi tidak. “Kamu harus berjalan dalam terang,” terang standar Allah. Setan membunuh spirit, membunuh gairah dengan kebiasaan mengurangi dosis. Lalu metabolisme kehidupan rohani kita yang biasa mengonsumsi Firman yang dikurangi dosisnya, menjadi tidak sehat.
Padahal Kristen yang benar adalah serupa dengan Yesus. Bukan “sedikit serupa, sedikit tidak serupa.” Jangan dikurangi. Filipi 2 mengatakan, “memiliki pikiran dan perasaan Kristus … yang taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib.” Ini yang namanya ketaatan tidak bersyarat. Taat, apa pun keadaannya. Dari hal itu saja, jelas bahwa tidak bisa direduksi. Namun karena kebiasaan selama puluhan tahun bahkan berabad-abad, kekristenan sibuk mendebatkan doktrin, sampai-sampai standar yang mesti harus dicapai, tidak dicapai.
Tuhan Yesus berkata, “kalau kamu berdoa, tutup pintu.” Kalau Tuhan Yesus memberi teladan untuk membuat dialog dengan Bapa, kita juga harus membuat dialog dengan Bapa setiap hari. Kenapa tidak mau sediakan waktu untuk duduk diam bertemu dengan Dia? Jangan tidak berubah. Kalau Anda tidak berubah, Anda selamanya akan tetap seperti ini dan binasa. Jangan direduksi. Dengan pengurangan dosis, terjadi pemalsuan. Personaliti, kepribadian masing-masing kita beda. Tetapi setiap orang harus memperkarakan ini di hadapan Tuhan, bergumul dalam pimpinan Roh Kudus. Sehingga kita menemukan bagaimana personaliti kita yang khas, yang tidak sama dengan siapa pun, tapi memiliki karakter Kristus di dalam hidup kita.
Dan Roh Kudus akan pimpin bagaimana kita harus menangani, menanggulangi, merespons dan bersikap terhadap setiap kejadian yang terjadi dalam hidup kita. Di situ keserupaan dengan Yesus, dapat kita temukan. Kita harus menemukan dinamika hidup kita yang khas. Dinamika seorang yang bergaul dengan Elohim YAHWEH sebagai Bapa; dinamika seorang Kristen yang bergaul dengan Yesus sebagai Guru; dinamika hidup orang percaya yang berinteraksi dengan Roh Kudus sebagai advokat atau pendamping. Dan itu harus merupakan pengalaman riil.
Kalau kita percaya Allah itu ada, Allah itu hidup, bukan hanya karena kita mendengar kata orang, membaca buku, ikut seminar, melainkan harus berangkat dari pengalaman hidup. Dari pengalaman hidup tersebut, terekstrak iman yang sejati. Sehingga orang akan bukan saja percaya Allah itu ada, melainkan juga mengerti dan mengalami bahwa Allah itu ada. Dan harganya seluruh kehidupan. Kalau ini dikurangi, kita tidak pernah bertemu dengan Tuhan. Kalau ini direduksi, dikurangi dosisnya, Anda tidak pernah mengalami Tuhan.
Kalau hal-hal rohani, kita harus utamakan, harus prioritaskan. Alami Tuhan, sehingga kita bisa memiliki sudut pandang kekekalan secara otomatis. Mulai menghayati “aku bukan makhluk fana, aku makhluk kekal. Aku bukan dari dunia ini, dunia bukan rumahku.” Kita bisa menghayatinya. Kalau kita tidak bertumbuh, kita tidak bisa menghayatinya, maka kita akan terikat dengan banyak kesenangan dunia. Dan setan menggiring ke api kekal. Jangan main-main dengan Tuhan. Jangan lawan Tuhan. Ketika engkau mengurangi dosis, engkau tidak meninggikan Dia. Dan itu berarti engkau melawan Tuhan dan itu bisa dikategorikan pemberontakan, bagi Saudara yang sudah saatnya dewasa. Jangan lewatkan hari ini karena hari ini adalah panggilan bagi Saudara untuk bertobat dan dibaharui.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
DENGAN PENGURANGAN DOSIS, TERJADI PEMALSUAN.
Surat Gembala Senior 22 Januari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MEREDUKSI STANDAR
2023-01-22 06:00:08
Saudaraku,
Ada obat-obat yang ketika dikonsumsi, tidak menyembuhkan penyakit bahkan bisa berdampak sangat negatif untuk pasien yang mengonsumsi obat tersebut. Obat itu bukan obat palsu, tetapi obat yang dikurangi dosisnya. Mengurangi dosis bukan hanya bisa berakibat tidak menyembuhkan seseorang, tapi juga bisa berdampak negatif. Tahukah Saudara bahwa kuasa kegelapan dalam kelicikan dan kecerdasannya, mengupayakan bagaimana kebenaran Tuhan yang menyembuhkan jiwa kita, Firman Tuhan yang menyelamatkan jiwa kita, Firman Tuhan yang menguduskan kita, dikurangi dosisnya? Bukan dipalsukan; dikurangi dosisnya. Karena hal itu sudah berlangsung bertahun-tahun bahkan berabad-abad, orang tidak menyadari. Selain dosis dari kebenaran yang dikurangi, standar sehat rohani, standar selamat, standar hidup anak-anak Allah juga direduksi atau dikurangi.
Padahal, di dalam kedaulatan-Nya Allah menghendaki agar orang percaya itu dengar-dengaran, patuh, taat segenapnya. Karenanya firman Tuhan mengatakan, “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan kekuatan.” Bukan 90%, bahkan juga bukan 99%, melainkan 100%. Kurang dari 100%, tidak bisa dikatakan “segenap.” Bisa dikatakan “sebagian,” walaupun “sebagian besar,” tetap “sebagian.” Hal ini sejajar dengan apa yang dikatakan Matius 6:24, “kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.” Harus salah satu. Tidak bisa satu mendapat porsi 80%, yang lain 20%. Yang satu 99%, yang satu 1% pun, berarti dua tuan itu. Walaupun yang satu hanya mendapat satu persen. Tuhan menghendaki hanya satu, Tuhan.
Kita harus menerima Firman Tuhan dengan benar di dalam terang pimpinan Roh Kudus. Kalau dosisnya sudah dikurangi, kesehatan rohani tidak mencapai standar, maka ada new normal. Walaupun sebenarnya abnormal. Ada new standard, padahal ini bukan standar. Dan kalau itu berlangsung belasan tahun, puluhan tahun, sampai pada ratusan tahun, artinya berabad-abad, sukar sekali menyadarkan orang untuk menjelaskan bahwa apa yang selama ini dipahami itu sebenarnya palsu. Kalau kebenaran Firman Tuhan direduksi, dikurangi dosisnya, itu berarti seseorang tidak memuliakan Tuhan, tidak meninggikan Tuhan. Liturgi yang kita lakukan dengan pujian-pujian yang syairnya meninggikan Tuhan, itu menjadi dukacita di hati Allah, karena itu kebodohan, kepura-puraan, kemunafikan.
Kalau kita meninggikan Tuhan dengan benar berarti kita harus mempersembahkan kepada Tuhan porsi yang Tuhan kehendaki. Karena kesalahan ini, maka kata “sempurna” menjadi tidak sakral, karena bisa ditawar. Sempurna artinya lulus; teleoi, teleios, artinya “penuh, lulus, lengkap, menang, memenuhi standar atau tujuan;” perfect. Mendengarkan kata perfect, orang menganggap itu mustahil, lalu seakan-akan bisa direduksi. Setiap usia rohani, ada standarnya. Tapi kalau dikunci dengan pernyataan bahwa “di bumi tidak mungkin sempurna, hanya di surga sempurna,” kita jadi bodoh.
Sempurna juga terkait dengan pergumulan hidup yang dihadapi seseorang; pencobaan-pencobaan yang dialami seseorang, baik jumlah maupun intensitasnya. Kalau masih muda rohani, pencobaannya hanya 5, beratnya hanya 5 kg. Tapi makin dewasa, makin banyak, dan beratnya makin tinggi. Tapi harus lulus, harus mencapai sasaran. Jadi setiap tahapan, ada tujuan. Tujuan jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Dan masing-masing orang memiliki pencobaan, godaan, tantangan yang berbeda-beda. Apa pun godaan, tantangan yang kita alami, kita bisa menaklukkan dan mengalahkannya. Itu sempurna. Jadi jangan kita reduksi, jangan kita kurangi dosisnya.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KEBENARAN FIRMAN TUHAN DIREDUKSI, BERARTI SESEORANG TIDAK MEMULIAKAN TUHAN.
Surat Gembala Senior 15 Januari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PENYEMBAH YANG SEJATI
2023-01-16 13:41:32
Saudaraku,
Firman Tuhan mengatakan, bahwa mata Tuhan menjelajahi bumi dan mencari orang-orang yang takut akan Dia, orang-orang yang menyembah Dia. Allah mencari penyembah-penyembah yang sejati. Tentu penyembah di sini, bukan hanya karena kita bisa menyanyi atau mengucapkan kalimat penyembahan, atau pujian. Penyembah di sini artinya orang yang dalam segala hal menghormati Tuhan lebih dari apa pun dan siapa pun. Yang tidak memberi nilai tinggi, tidak memberi nilai kepada apa pun dan siapa pun. Tetapi memberi nilai tinggi hanya pada Tuhan, “Engkau satu-satunya yang bernilai di dalam hidupku.” Jangan curiga, orang demikian bukan berarti lalu tidak menghargai sesama. Lalu, bukan berarti juga tidak menghargai benda-benda. Pasti dia akan menghargai sesama secara patut dan pasti dia akan menjadi berkat bagi sesama. Sebab, tidak mungkin orang yang menghargai Tuhan itu melukai sesama. Pasti dia tahu menghargai ciptaan Allah, tapi tidak terikat oleh ciptaan itu.
Banyak orang terbalik, mereka lebih menghargai ciptaan daripada Yang menciptakan. Seorang penyembah adalah seorang yang menghormati Allah, mengasihi Allah, dan bersikap santun di hadapan Tuhan. Dan itu harus menjadi doa kita, Saudara. Saya tiada henti menaikkan doa, “Buat aku bersikap sepatutnya kepada-Mu. Buat aku bersikap sepantasnya kepada-Mu. Roh Kudus tolong aku bagaimana aku bersikap sopan di hadapan Bapa.” Selalu saya ucapkan doa itu. Dan itu terus saya hayati. Makanya kita belajar terus, bagaimana kita bisa bersikap santun, bersikap sebagaimana mestinya di hadapan Yang Mahabesar, Allah semesta alam. Ya tentu kita akan takut, tapi bukan takut negatif. Dan itu bisa terjadi jika kita telah melepaskan semuanya, ketika kita tidak lagi terikat oleh apa pun dan siapa pun. Maka kita bisa berani berdiri di hadapan Allah.
Jangan ada yang masih kita genggam. Jadi jangan menyesal kalau Saudara tidak menikah, atau tidak punya anak, tidak memiliki teman hidup karena dikhianati; jangan menyesal apa pun keadaanmu. Seorang penyembah yang sejati akan berkata, “Aku mengasihi Engkau Tuhan, apa pun keadaanku.” Memang kadang-kadang sebagai alat kemuliaan Tuhan, kita dihabisi sama sekali. Sebagaimana Yesus. Tetapi Dia tidak mencurigai Allah. Ia berkata, “Dalam tangan-Mu Aku serahkan nyawa-Ku.” Inilah teladan seorang penyembah yang sejati. Ayub juga begitu, Saudara. Apa pun yang dia miliki, diambil. Tapi Ayub punya landasan kebenaran yang kokoh sehingga ia bisa berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN,” (Ay. 1:21). Dia tidak mencurigai TUHAN.
Seorang penyembah yang benar ditandai dengan mencintai Tuhan, apa pun keadaannya. Ayub seorang penyembah, apa pun keadaannya dia mencintai TUHAN. Maka ia diuji. Tapi tidak ada keraguan sama sekali. Lalu apa yang terjadi terhadap orang seperti ini? Dia tidak mengingini dunia ini. Maka ketika dia melihat seseorang yang membutuhkan pertolongan, hatinya pecah; itu menyembah Allah. Dia berbuat sesuatu; itu bentuk memberi nilai tinggi Tuhan. Menjadi anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Dalam seluruh perilakunya, ia memberikan penyembahan kepada Tuhan. Yusuf juga seorang penyembah. Dari muda Yusuf tidak ikut terlibat dengan dosa saudara-saudaranya. Dia dipilih oleh Allah.
Jadi, Allah memilih Yusuf bukan asal-asalan. Karena Yusuf memang memiliki benih seorang yang bisa dipercayai. Ketika dia berhadapan dengan Nyonya Potifar, dia tunjukkan kelasnya sebagai seorang penyembah. Dia berkata, “Bagaimana aku melakukan dosa sebesar ini?” Dia tegas menolak dosa. Ketika kakak-kakaknya datang ke Mesir, karena ada kelaparan, sejatinya Yusuf punya kesempatan untuk membalas dendam, namun Yusuf tidak. Dia memuliakan Allah dengan mengatakan, “Allah yang membawa aku mendahului kalian ke Mesir.” Orang-orang seperti ini akan dilestarikan Tuhan di kekekalan.
Seorang penyembah adalah seorang yang menghentikan perjalanannya di hadirat Allah. Dia tidak ke mana-mana lagi. Karena daging kita bandel, jiwa kita liar; maka kita harus paksa dan kita bisa memaksa diri kita. Atau kita akan hanyut dengan segala kesenangan dunia, dan kita tidak pernah menjadi anak-anak Allah yang menyenangkan Dia.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEORANG PENYEMBAH YANG SEJATI ADALAH SEORANG YANG MENGHENTIKAN PERJALANANNYA DI HADIRAT ALLAH.
Surat Gembala Senior 08 Januari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERKAT KHUSUS
2023-01-08 10:43:53
Saudaraku,
Kita harus mengerti bahwa setiap hari pasti ada berkat istimewa atau berkat khusus, yang tidak sama dengan berkat yang Allah berikan dan Allah sediakan di hari lain. Setiap hari kita melihat adanya keadaan-keadaan yang pasti baru, walaupun kelihatannya sama, namun sejatinya pasti beda. Dan itu sebenarnya merupakan satu isyarat adanya berkat khusus, berkat istimewa, yang Allah berikan kepada kita masing-masing pada hari itu. Pada hari ini, Minggu 08 Januari 2023, pasti juga ada berkat khusus atau berkat istimewa. Jangan sampai terlewati. Karenanya kita mempersiapkan diri, bangun pagi, menghadap Tuhan. Tuhan memberi kita kepekaan, Tuhan memberi kita hikmat, untuk mengerti didikan yang Bapa berikan kepada kita pada hari ini. Dan itulah yang dimaksud dengan berkat istimewa atau berkat khusus.
Berkat istimewa atau berkat khusus itu pasti menyangkut kekekalan. Bukan sesuatu yang hanya dinikmati sementara di bumi. Tapi berkat kekekalan. Paling tidak, berkat khusus itu adalah keadaan hidup rohani kita yang makin kokoh dalam kekudusan. Untuk menjadi orang rendah hati, misalnya, kita tidak bisa sekaligus kita rendah hati. Kemarin kita sombong. Kita menyadari kesombongan itu, kita minta ampun. Kita tidak langsung jadi rendah hati. Kita bisa menghadapi persoalan-persoalan yang memancing kita sombong. Nah, kita belajar untuk tidak sombong. Dan Tuhan akan membuat kita hari demi hari kerendahan hati kita menjadi kokoh, utuh, matang, sempurna. Kalau kita seorang pemarah atau seorang temperamental dan kita mau menjadi orang yang sabar, memiliki kelembutan hati seperti Yesus, itu lewat perjalanan waktu. Tidak cukup dengan menyadari keadaan temperamental kita itu, atau tidak cukup hanya mengenali dosa, kemarahan berlebihan yang kita lakukan, lalu kita minta ampun. Belum selesai.
Kesabaran, kelemahlembutan itu dibentuk lewat perjalanan waktu. Makin hari pasti makin dewasa, makin matang, makin kokoh. Paling tidak, berkat itu yang Allah berikan; penggarapan Tuhan atas diri kita. Menggarap sikap hati kita; kesombongan, temperamental atau jika masih melakukan hal-hal yang menyangkut dengan pelanggaran moral, fisik; Tuhan garap kita. Penggarapan Tuhan itu tidak pernah berhenti. Terus menerus, tidak berhenti. Jadi tidak ada hari tanpa berkat, tidak ada hari tanpa proses pertumbuhan. Tidak ada hari tanpa persiapan untuk masuk ke dalam Rumah Bapa menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah.
Jadi mari kita berjalan dengan Tuhan! Mari kita berjalan dengan Tuhan, bergaul dengan Tuhan, untuk bisa menangkap berkat-berkat khusus, berkat-berkat istimewa, yang Tuhan berikan kepada kita setiap harinya. Juga hari ini, pasti ada berkat istimewa. Dan ke depan kita melewati menit demi menit, jam demi jam, ada berkat-berkat yang Allah sudah sediakan bagi kita. Ingat, bahwa berkat itu selalu terkait dengan kekekalan, karena itulah yang berharga atau mulia. Kalau Saudara mungkin ada yang bertanya; "Pak, apakah berkat itu bisa juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan jasmani?" Oh, iya. Pasti. Karena kita membutuhkan. Apa pun yang kita butuhkan, Bapa penuhi. Seperti Firman Tuhan katakan, "Allah akan memenuhi segala kebutuhanmu," artinya kebutuhan jasmani Tuhan akan penuhi. Tetapi itu bukan berkat utama. Berkat jasmani Allah berikan, supaya kita bisa menjalani hidup. Dan dalam menjalani hidup itulah Tuhan memberikan kita berkat-berkat kekal-Nya; pembaharuan, pemulihan agar kita makin kokoh, makin teguh dalam kelemah-lembutan, teguh dalam kesabaran, teguh dalam kesucian.
Jadi kalau ibarat bejana yang dibentuk dari tanah liat, perlu waktu menjadi bentuk yang sesuai keinginan si penjunan. Mungkin setelah mengerti hal ini, ada penyesalan dalam hati Saudara; “Mengapa tidak dari dulu aku nekat, aku fanatik yang positif?” Tapi belum terlambat sama sekali. Masih ada waktu yang Tuhan berikan. Jadi ingat, jangan kita fokus kepada perkara-perkara dunia fana. Kita mau fokus kepada kekekalan. Sementara kita bekerja, sementara kita mencari nafkah, memenuhi tanggung jawab sebagai
orangtua, sebagai pasangan hidup, sebagai anak, sebagai anggota masyarakat dengan segala tanggung jawabnya, sementara kita menjalani itu, fokus kita tetap Tuhan dan Kerajaan-Nya. Jika fokus kita tetap Tuhan dan Kerajaan-Nya, maka pasti kita akan menangkap berkat-berkat khusus yang Tuhan berikan kepada kita setiap hari.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JIKA FOKUS KITA TETAP TUHAN DAN KERAJAAN-NYA, MAKA PASTI KITA AKAN MENANGKAP BERKAT-BERKAT KHUSUS YANG TUHAN BERIKAN KEPADA KITA SETIAP HARI.
Surat Gembala Senior 01 Januari 2023 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENATA HARI
2023-01-01 08:42:14
Saudaraku,
Kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita itu tidak ternilai harganya. Mahal sekali. Mahalnya kesempatan yang tidak ternilai yang Tuhan berikan kepada kita, akan lebih kita hayati dengan lengkap atau sempurna ketika kesempatan itu sudah tidak ada lagi. Ketika kesempatan itu tidak ada lagi, baru seseorang tahu betapa berharga dan bernilainya kesempatan itu. Kesempatan untuk terus bertumbuh di dalam kebenaran, di dalam kesucian, untuk menjadi kekasih Tuhan, menjadi anak kesukaan, menjadi keharuman di hadapan Bapa Yahweh. Kesempatan untuk menjadi pelayan dan hamba Tuhan Yesus Kristus yang baik, kesempatan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang terhilang. Tidak Ternilai!
Jadi ketika Tuhan memberikan kita hari yang baru hari ini, berharga sekali. Sangat berharga. Sangat bernilai. Karenanya, waktu yang Tuhan berikan dalam satu hari, harus benar-benar kita manfaatkan sebaik-baiknya. Karenanya mutlak kita harus membuat rancangan apa yang akan kita lakukan di setiap hari yang Tuhan berikan. Tetapi sejujurnya, ada saat-saat di mana kita membiarkan hidup kita hanyut. Hanyut tanpa rencana harian. Dan itu menjadi awal daripada kehidupan yang tidak bertumbuh di dalam Tuhan. Itu menjadi awal daripada kehidupan kacau, di mana kita menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan setiap hari, yang begitu berharganya.
Misalnya, kita membiarkan diri kita jalan-jalan di mal terlalu lama. Bukan tidak boleh, tapi karena tidak punya rancangan, kita terlena dengan percakapan-percakapan sia-sia di cafe atau kita berlama-lama di restoran. Boleh di restoran, bercakap-cakap, mesti ada waktu untuk itu. Tapi kita hanyut. Kadang-kadang kita juga hanyut hanya karena duduk di depan televisi. Apalagi yang hanyut dalam sibuk menonton film seri yang tidak mendidik. Semua itu sia-sia! Dengan cara itu Iblis menghambat pertumbuhan rohani kita, menyesatkan kita untuk tidak bertumbuh di dalam kebenaran, kesucian, kedekatan akan Allah dan menyia-nyiakan banyak hal yang berharga dalam hidup ini.
Hari ini, Minggu 01 Januari 2023, hari pertama di tahun yang baru, mari kita mulai untuk hidup dalam keberkenanan di hadapan Tuhan. Ayo! Mari kita sungguh-sungguh! Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan. Ada banyak berkat rohani yang Tuhan sediakan bagi kita hari ini. Maka kita harus benar-benar menata hari kita. Setelah doa pagi, ada yang tidur dulu satu jam misalnya atau langsung olahraga. Setelah itu apa yang akan dilakukan? Ditata, diatur. Pada waktu bekerja, ada jam kosong, apa yang kita lakukan? Dari pukul 12.00 sampai pukul 13.00 misalnya, tidak hanyut dengan percakapan-percakapan sia-sia, bahkan percakapan-percakapan yang membuat berdosa. Hindari!
Pulang dari kantor apa yang kita lakukan? Kalau kita naik kendaraan umum, apa yang kita lakukan di perjalanan? Mendengarkan khotbah. Kalau kita berkendara mobil sendiri, apa yang kita dengar? Semua harus diprogram. Sampai di rumah apa yang kita lakukan? Bertemu dengan keluarga, bercengkrama dengan keluarga, itu pun waktu yang harus tersedia dengan baik. Setelah itu malam hari, apa yang kita lakukan? Mendengarkan khotbah. Satu jam berdoa, membaca Alkitab. Atau dari kantor, kita langsung pergi ke tempat kebaktian.
Roh Kudus akan menolong kita untuk melakukan ketepatan bertindak. Time is grace (waktu adalah anugerah). Kita gunakan waktu kita sebaik-baiknya. Kalau anugerah ini kita sia-siakan, maka banyak kesempatan yang memiliki nilai kekal yang terbuang dengan sia-sia. Dan orang-orang yang membuang kesempatan-kesempatan ini pasti akan menyesal. Jangan gunakan waktu untuk melakukan hal-hal yang melukai hati Tuhan. Itu celaka sekali! Jangan gunakan waktu untuk mempercakapkan hal-hal yang membuat Tuhan terluka; mempercakapkan orang lain dalam kebencian, dendam. Itu menyeret kita ke api kekal. Jangan lakukan itu!
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
MAHALNYA KESEMPATAN YANG TIDAK TERNILAI YANG TUHAN BERIKAN KEPADA KITA, AKAN LEBIH KITA HAYATI DENGAN LENGKAP ATAU SEMPURNA KETIKA KESEMPATAN ITU SUDAH TIDAK ADA LAGI.
Surat Gembala Senior 25 Desember 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP DALAM REALITAS ILAHI
2022-12-25 06:22:18
Saudaraku,
Kita harus berjuang untuk menghadirkan realitas Allah di dalam hidup kita. Apa yang dikisahkan di dalam Alkitab, mungkin tidak semua bisa kita alami secara riil di dalam kehidupan kita. Namun kita harus percaya bahwa Allah bukan mitos, dongeng, atau fantasi. Dia Allah yang hidup, yang berpribadi, yang nyata, yang kita harus alami. Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memercayai Dia. Dan sebagai jembatan untuk menjangkau Allah dan mengalami Allah adalah:
Pertama, kita harus berani mempercayai bahwa Dia memiliki perasaan dan pikiran. Dan jika Allah memiliki perasaan, kita akan berusaha untuk selalu mempertimbangkan: ‘Apakah yang kita lakukan melukai perasaan-Nya atau tidak?’ Lalu mengapa orang tidak bisa memercayai Allah dan sulit memercayai keberadaan-Nya? Karena mereka tidak mau mempertimbangkan, apakah tindakannya ini sesuai dengan kehendak-Nya; menyakiti hati-Nya atau menyenangkan Dia? Memang Dia tidak kelihatan, memang Dia seakan-akan tidak ada, memang seakan-akan Dia tidak nyata. Tetapi kita harus berani mengambil langkah untuk memercayai yang tidak kelihatan itu. Sampai kita akan terbiasa dengan irama hidup, di mana kita mempertimbangkan yang kita lakukan ini menyenangkan Dia atau tidak.
Kedua, segala sesuatu yang kita pikirkan dan rencanakan harus dikaitkan dengan rencana Allah. Kalau dulu, kita suka-suka sendiri; seperti Petrus muda. Kalau kita masih punya keinginan, cita-cita, ambisi pribadi, maka kita tidak akan pernah memuliakan Allah. Orang bisa berkata, “Masabodo, Dia tidak kelihatan.” Tapi kita mau menghidupkan Tuhan dalam hidup kita. Kita pikirkan ini sesuai rencana Allah atau tidak. Karenanya kita datang kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, ini sesuai kehendak-Mu atau tidak?” Di manapun, kapanpun; setiap kata yang kita ucapkan, yang kita tulis di media sosial, harus kita pertimbangkan dan pikirkan. Apa yang kita rencanakan dan ingini, kita pikirkan dan pertimbangkan apakah sesuai tidak dengan pikiran Tuhan dan rencana-Nya.
Coba lakukan, maka kita akan mulai mengalami Tuhan tahap demi tahap. Memang Tuhan akan membawa kita kepada keadaan-keadaan yang sulit. Sebab tanpa keadaan sulit, Tuhan tidak bisa menunjukkan kemuliaan-Nya. Kalau bangsa Israel tidak dituntun Tuhan ke satu jalan sempit—yang kanan bukit, kiri bukit, dandepan laut—maka mereka tidak akan melihat laut terbelah. Kalau Sadrakh, Mesakh, Abednego tidak mendapat ancaman dapur api, dia tidak melihat kemuliaan Allah. Tapi Tuhan itu luar biasa, dalam setiap masalah yang kita hadapi, dengan kecerdasan-Nya, Ia mengatur bagaimana tahapan-tahapan masalah tersebut membuat kita bertumbuh.
Di tengah-tengah dunia yang skeptis terhadap agama dan Tuhan, kita memercayai Allah kita tidak berubah. Karenanya, Saudaraku, jangan sibuk dengan diri sendiri tapi sibuklah dengan Tuhan. Orang yang sibuk dengan diri sendiri, tidak akan pernah disibukkan dengan Tuhan. Dan orang yang sibuk dengan diri sendiri tidak akan pernah mengalami Tuhan. Dia harus belajar sibuk dengan Tuhan. Supaya Allah bisa memercayakan pekerjaan-pekerjaan-Nya, dan kita diikutsertakan di dalam pekerjaan-Nya. Dari pekerjaan kecil sampai pekerjaan besar, dari pekerjaan yang kurang beresiko sampai pekerjaan yang beresiko tinggi. Jadi, dari mempertimbangkan setiap perbuatan kita dengan perasaan-Nya, kita mulai tidak sibuk dengan diri sendiri, kita sibuk dengan Tuhan.
Saudara bisa menjadi saluran berkat Tuhan, menjadi orang-orang yang luar biasa. Jadi setiap tindakan dan perbuatanmu, pikirkan perasaan Tuhan. Setiap rencana dan cita-citamu, pikirkan rencana Tuhan dalam hidupmu. Dari perkara kecil, Tuhan akan percayakan kita perkara besar. Memang bagi orang-orang tua kadang-kadang kita berpikir, nyaris terlambat. Tapi percayalah, Tuhan masih memberi kesempatan. Kita mau terbang tinggi. Kita berjanji untuk tidak mencintai dunia, hidup suci tak bercacat tak bercela. Waktu akan membuktikan dan terutama nanti di Langit Baru Bumi Baru. Kita tinggalkan masa lalu dan semua yang membuat kita pahit dan dendam. Kita mau menatap ke depan, memasuki tahun baru yang menjelang.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KITA HARUS BERJUANG UNTUK MENGHADIRKAN REALITAS ALLAH DI DALAM HIDUP KITA.
Surat Gembala Senior 18 Desember 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP DALAM DOA
2022-12-18 10:57:15
Saudaraku,
Betapa Tuhan ingin dan menghendaki Ia bisa hadir dan dirasakan oleh kita. Dalam berdoa, kita harus sampai mencucurkan darah; sampai berkeringat. Artinya, kerja keras. Kalau dalam berdoa kita belum sampai jatuh keringat, belum sampai mencucurkan darah, berarti itu belum doa yang berkualitas. Dalam ketekunan, kita melewati masa kejenuhan, di mana kita ingin segera mengucapkan kata ‘amin.’ Di situ baru kita menemukan roh doa yang benar; baru kita sampai di wilayah doa yang benar, dan merasakan suasana yang tidak ingin segera menyelesaikan dengan kata ‘amin;’ dan kemudian, kita menjadi seperti kecanduan. Baru Saudara bisa berkata, “Seperti rusa merindukan sungai yang berair, demikian jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.”
Kita bukan kurang kerjaan atau kurang pengetahuan teologi; kita punya banyak kerjaan dan tugas. Dan sebagian kita sudah melewati tahun-tahun panjang studi di Sekolah Tinggi Teologi. Tapi itu tidak membuat kita menyentuh hadirat Allah dan berbelaskasihan kepada orang dengan belas kasihan Tuhan. Pengetahuan atau teologi tidak bisa menarik hadirat Allah di dalam hidup kita. Sehingga kita gagal untuk bisa menikmati hadirat Tuhan dan bersekutu dengan Dia. Bahkan kita bisa terhilang di situ, Saudaraku. Dan sekarang, mari kita kembali kepada Tuhan; menemukan tempat kita di hadapan Tuhan. Supaya kalau kita meninggal dunia, kita sudah punya tempat di hadirat-Nya.
Saya mengajak Saudara untuk banyak doa, sebanyak-banyaknya berdoa. Sebanyak-banyaknya puasa. Dan tidak pernah ada kata ‘kebanyakan’ untuk berdoa. Kita frustasi melihat hidup ini. Betul-betul frustasi. Dunia ini sedang terhilang, Saudara. Banyak orang menuju kegelapan abadi, Saudara. Kita mau buat apa? Kita bisa buat apa? Mari kita mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, menemukan Tuhan; yang untuk itu kita berdoa, berdoa, berdoa. Ingat kalimat ini, “Kalau saya belum berdoa sampai berdarah-darah, berarti saya belum mengerti apa itu berdoa. Saya harus melewati masa-masa jenuh, masa-masa mau cepat berkata "amin." Tapi saya harus bertahan terus.”
Dan ketika kita mengantuk, ingat ucapan Tuhan Yesus tatkala Ia berada di Taman Getsemani: “Tidak tahankah kamu berdoa?” Bertahanlah seakan-akan kita sedang menemani Tuhan Yesus berdoa Getsemani. “Aku tetap di sini, Tuhan. Aku tetap di sini, Tuhan.” Pada waktu kita tidak ingin berdoa, justru kita harus lawan. Jadi, mari kita cari Tuhan dengan sungguh-sungguh, Saudaraku. Saudara bisa nonton film 2-3 jam, jalan-jalan 4-5 jam, tapi doa 10 menit pun tidak. Saudara serupa dengan dunia, bukan serupa dengan Tuhan. Orang yang hidupnya tidak benar, tidak mungkin betah berdoa.
Bertemu Tuhan itu luar biasa! Orang bisa duduk, mendengarkan khotbah, bisa belajar Alkitab berjam-jam. Doa 30 menit belum tentu sanggup. Tapi kalau orang sudah menemukan perjumpaan dengan Allah, sudah connect dengan Tuhan, setengah jam itu singkat sekali. Kenapa untuk hal rohani kita tidak ambisi sampai puncak? Karena kita tidak atau kurang menghormati Tuhan. Kenapa kita berdoa untuk banyak hal dengan air mata dan tangis, tetapi kenapa untuk kesucian kita tidak meratap? Tidak mungkin orang yang tiap hari berdoa, tidak ada sesuatu yang ia peroleh dari Tuhan. Tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang ia peroleh dari Tuhan. Maka, ubahlah rutinitas kita, jangan bergaul dengan orang yang tidak takut Tuhan. Jangan lakukan hobi-hobi yang tidak produktif untuk finansial dan pendewasaan, sia-sia. Nah, apakah kita memiliki produktivitas yang tinggi dalam hal rohani? Kita periksa hidup kita. Kita akan menuai apa yang kita tabur.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TIDAK MUNGKIN ORANG YANG TIAP HARI BERDOA, TIDAK ADA SESUATU YANG IA PEROLEH DARI TUHAN.
Surat Gembala Senior 11 Desember 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP DALAM KEPASTIAN
2022-12-11 05:32:49
Saudaraku,
Mengikut Tuhan dengan benar dalam pandangan orang yang tidak mengenal Allah dan yang tidak beriman adalah kehidupan dalam ketidakpastian. Dan perasaan seperti itu juga bisa merasuk ke dalam pikiran kita. Terutama bagi mereka yang baru mengikut Tuhan. Bulan-bulan atau tahun-tahun pertama mereka akan berpikir: “Kok aku seperti hidup dalam ketidakpastian?” Apalagi di sekitar mereka pada umumnya orang tidak menaruh harap kepada Tuhan; tidak menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan, tidak menanti-nantikan Tuhan. Sehingga perasaan memiliki hidup dalam ketidakpastian itu menjadi makin kuat. Sejarah Kerajaan Allah menunjukkan bahwa orang-orang yang memercayai Elohim Yahweh atau mengikut jalan Tuhan, tidak dipermalukan. Alkitab juga mengatakan, “Yang percaya pada-Ku, tidak dipermalukan.”
Pernahkah Saudara merenungkan, suatu saat ketika seseorang menutup mata, ternyata ia tidak dikenal Allah? Tetapi bagi kita yang sungguh-sungguh mencari Tuhan—yang sekarang mungkin “dikata-katai” karena pengiringan kita kepada Tuhan—tidak dipermalukan. Maka Saudara harus bertumbuh terus dalam pengenalan akan Allah, melalui kebenaran Firman dan melalui perjumpaan pribadi; doa. Sehingga yang tadinya Saudara merasa hidup dalam ketidakpastian, berubah. Saudara justru mengerti, merasa bahwa inilah hidup dalam kepastian. Lalu Saudara melihat orang yang kelihatannya hari ini kuat—secara finansial, relasi dengan pejabat, atau secara fisik—justru hidup dalam ketidakpastian.
Kita ini seperti telur di ujung tanduk, Saudara. Tapi telur yang digenggam oleh tangan Yang Mahakuat, tidak akan jatuh atau hancur. Mungkin kita nyaris jatuh, nyaris gagal, nyaris hancur tapi tidak hancur. Tapi mereka yang kelihatannya tidak “nyaris”—seperti yang dikatakan dalam Mazmur 73—namun dalam sekejap hancur dan muka mereka dipandang hina. Sebab sejatinya, hanya pada TUHAN ada kepastian; dan di luar TUHAN tidak ada kepastian, tidak ada jaminan. Masalahnya, Tuhan tidak kelihatan. Apalagi Tuhan kadang-kadang seperti tidak ada. Dan bagi kita yang dilatih Tuhan untuk memercayai Allah, sering di dalam situasi di mana Tuhan seakan-akan tidak ada, seakan-akan TUHAN tidak menyatakan pertolongan-Nya. Sehingga kita menjadi ragu-ragu.
Tuhan adalah Pribadi terhormat dan memiliki harga diri. Tuhan tidak ingin kita percaya hanya karena kita melihat bukti-bukti lahiriah. Justru, ketika tidak ada bukti-bukti lahiriah, kita harus tetap memercayai Dia, sebab Dia layak dipercayai. Kita akan melihat kemuliaan Allah dari waktu ke waktu kalau kita percaya kepada-Nya; percaya walau tidak melihat. Jaminan apa yang diberikan Allah kepada Abraham ketika ia disuruh keluar dari Ur Kasdim dan dijanjikan akan punya anak sebanyak bintang di langit dan pasir di laut? Apa jaminannya? Tidak ada, bukan?
Di suatu kesempatan, Tuhan Yesus berkata kepada para murid, “Seperti Bapa mengutus Aku, Aku mengutus kamu.” Apa jaminannya? Faktanya, Yesus disalib, diseret, berdarah-darah di sepanjang Via Dolorosa, dan Ia ‘tidak sanggup’ menolong diri-Nya sendiri. Dan aniaya begitu hebat yang dialami oleh Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya waktu itu. Jaminan apa yang Yesus bisa berikan? Tidak ada, kecuali percaya. Percaya, namun faktanya sejarah mencatat bagaimana gereja Tuhan teraniaya hebat. Namun mereka percaya bahwa Yesuslah yang empunya surga, yang menerima segala kuasa di surga dan di bumi. Mereka percaya bahwa Yesus akan datang kembali dan menjemput mereka. Dan itu adalah sikap menghormati Allah. Percaya tanpa jaminan! Kita harus melatih percaya kita, supaya kita bisa memercayai Pribadi-Nya Yang Agung.
Apa pun dan bagaimanapun keadaan kita, makin hari kita akan makin melihat bahwa hanya Dia yang bisa kita harapkan. Manusia boleh kaya, hebat, punya kenalan pejabat tinggi, tapi ada ruangan hatinya yang gelap yang dia tidak bisa jawab. Tapi kalau kita percaya Tuhan, tidak ada ruangan gelap; semua terang. Dia menjamin dan Dia bisa dipercayai! Biar kita dianggap bodoh, atau dipermalukan di depan manusia, kita diam. Ada yang menjamin kita. Namun kalau kita membela diri, kita melecehkan Allah. Allah itu hidup. Allah itu nyata.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KITA HARUS MELATIH PERCAYA KITA, SUPAYA KITA BISA MEMERCAYAI PRIBADI-NYA YANG AGUNG DAN MAKIN HARI KITA AKAN MAKIN MELIHAT BAHWA HANYA PADA TUHAN ADA KEPASTIAN.
Surat Gembala Senior 04 Desember 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP DALAM SUASANA KERAJAAN ALLAH
2022-12-05 10:35:50
Saudaraku,
Dalam “Doa Bapa kami,” Tuhan Yesus mengajarkan kalimat “datanglah Kerajaan-Mu,” itu berarti kita dipanggil untuk menghadirkan Kerajaan Allah atau pemerintahan Allah di dalam hidup kita. Memang kita tahu atau mungkin hafal kalimat-kalimat dalam Doa Bapa Kami. Tetapi apakah kita pernah benar-benar memperkarakan bahwa kita telah hidup di dalam suasana Kerajaan Allah itu? Seorang pendeta pun belum tentu serius memperkarakan, apakah ia ada dalam suasana Kerajaan Allah atau tidak. Betapa besar anugerah yang Bapa berikan kepada kita melalui pengurbanan Tuhan Yesus, di mana kita diperkenan menjadi anak-anak Allah, dibawa di hadapan Bapa, dan dibenarkan atau dianggap benar.
Bapa menghendaki kita bertumbuh untuk menjadi dewasa, memiliki pikiran perasaan Kristus, mengerti kehendak Bapa untuk dilakukan. Dan di situlah kita menarik Kerajaan Allah di dalam hidup kita. Di situlah kita menciptakan atau membangun suasana Kerajaan Allah di dalam diri kita. Roh Kudus yang akan menolong kita untuk membangun suasana Kerajaan Allah itu, membangun kehadiran Allah di dalam hidup kita. Di sini dibutuhkan perjuangan. Kalau seseorang tidak peduli, apakah dia hidup dalam suasana Kerajaan Allah atau tidak, maka sampai mati pun dia tidak pernah mengenal Kerajaan Allah itu.
Kerajaan Allah bukan hanya tema yang ada di Alkitab untuk direnungkan, dipikirkan atau didiskusikan, melainkan tema hidup yang harus dihadirkan dan dialami. Hanya orang yang menghadirkan Kerajaan Allah sejak hidup di bumi yang akan masuk Kerajaan itu. Karena dia sudah biasa berada dalam atmosfer Kerajaan itu. Kalau kita bisa membangunnya dalam waktu singkat, itu mudah, Saudara. Tapi ternyata tidak bisa. Seiring dengan perubahan karakter kita yang juga tidak bisa seketika, demikian pula dalam membangun Kerajaan Allah itu. Kalau kita benar-benar berjuang membangun Kerajaan Allah di dalam hidup kita, akan ditandai dengan hal-hal yang nyata, di mana ketertarikan kita terhadap apa pun menjadi pudar. Sehingga kita bisa mengatakan, “Tuhanlah satu-satunya duniaku.”
Memang pada mulanya kita yang harus memaksa diri kita, memalingkan muka kita dengan paksa juga. Tapi lama-lama dengan sendirinya selera jiwa kita akan berubah. Dan kabut kemuliaan kehadiran Allah makin hari akan makin pekat. Kalau kita tidak menghadirkan Kerajaan Allah dengan benar, maka waktu kita menghadapi kuasa gelap atau orang kerasukan setan, kita dapat merasakan bahwa wibawa kita tipis dan lemah. Tapi kalau kita ada di dalam hadirat Allah, kita baru datang setan sudah mundur, melihat kita sudah kaget. Jadi kita harus menghadirkan suasana Kerajaan Allah itu, bukan hanya di gereja, namun justru di dalam kegiatan hidup kita sehari-hari.
Maka kita pasti bisa menghilangkan unsur-unsur dosa di dalam kerja, kegiatan, atau bisnis kita dan lain-lain. Dan Tuhan akan memberikan kecerdasan, bagaimana kita dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam standar kekudusan Allah. Kedengarannya ini muluk-muluk dan hanya orang tertentu bisa mengalaminya. Padahal ini standar ini normalnya. Kita harus berambisi kuat untuk bisa menarik Kerajaan Allah di dalam hidup kita. Sampai kita juga bisa merealisasikan apa yang Paulus katakan dalam Kolose 3:3, “Kamu sudah mati, hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.”
Kita hidup di tengah-tengah masyarakat, tapi seperti ada kerudung yang menutupi kita. Kita tidak akan terpengaruhi oleh dunia. Maka kita harus bertumbuh dalam karakter dengan kecepatan tinggi supaya Iblis tidak raih kita. Dan pengaruh apa pun tidak bisa menyentuh kita, dan teman-teman di sekitar kita juga tidak bisa meraih kita lagi. Tuhan ingin kita ada di dalam pemerintahan-Nya. Sebab di luar itu kita binasa. Dan Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa. Makanya, kalau ada hal yang tidak perlu kita lakukan, jangan lakukan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KERAJAAN ALLAH BUKAN HANYA TEMA YANG ADA DI ALKITAB UNTUK DIRENUNGKAN, DIPIKIRKAN ATAU DIDISKUSIKAN, MELAINKAN TEMA HIDUP YANG HARUS DIHADIRKAN DAN DIALAMI.
Surat Gembala Senior 27 November 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENGHENTIKAN LAJU LUSIFER
2022-11-28 11:20:05
Saudaraku,
Masa-masa belakangan ini kita sedang terus dibawa ke kawasan Tuhan. Kita diajar untuk bagaimana hidup ber-Tuhan dengan benar; berurusan, berinteraksi dengan Allah yang hidup. Ini bukan lagi kawasan beragama yang hanya ditandai dengan kegiatan-kegiatan seremonial, tetapi ini benar-benar sebuah kawasan di mana kita ditantang untuk menyerahkan hidup kita sepenuhnya tanpa batas kepada Tuhan. Tidak bisa main-main lagi! Kita harus membakar diri kita dengan gairah mencari Tuhan.
Kalau Saudara melihat trend-trend gereja selama beberapa dasawarsa belakangan ini; ada trend akhir zaman, trend pujian dan penyembahan, trend doa rebah-rebah, trend pengajaran mengenai transformasi dan lain sebagainya. Trend demi trend datang silih berganti; datang dan berlalu. Tapi yang satu ini tidak bisa jadi trend yang datang silih berganti. Ini trend yang membuat kita sampai akhir tidak bisa diubah. Tidak mungkin ada trend doa dan doa puasa, nanti tidak ada lagi. Tidak mungkin. Ini bukan kegiatan sesaat yang membakar hati kita sesaat, menyalakan gairah sewaktu-waktu, lalu bisa datang dan pergi.
Ini adalah inti dari Kekristenan sejak dulu. Yang memang telah diganti dengan berbagai kegiatan keberagamaan, liturgi, seremonial, perdebatan doktrin dan lain-lain. Dan silih berganti. Begitulah suasana dalam gereja yang juga tercatat dalam sejarah gereja. Tapi yang satu ini tidak bisa menjadi trend sesaat. Ini akan terus berkelanjutan sampai kita meninggal dunia. Melalui kesungguhan kita berdoa, puasa; kita seperti sedang menantang dunia. Kita itu tanpa sadar, seperti membuat gara-gara.
Yang pertama, kita menghadapi kuasa kegelapan. Lucifer yang tadinya tidur-tiduran, sekarang bangun. Tidak main-main trend yang satu ini. Yang lain datang silih berganti, yang ini langsung menjurus ke surga. Lalu langsung menohok kerajaan kegelapan. Karena kita terus berkampanye untuk memisahkan diri dari dunia. Kita terus berkampanye untuk hidup suci. Berkampanye untuk meninggalkan percintaan dunia. Berkampanye untuk maksimal hidup bagi Tuhan. Ini tidak main-main. Iblis yang tadinya santai-santai dengan para hulubalangnya ngopi-ngopi, terbangun.
Maka, mari kita bangkitkan gerakan untuk menghentikan laju Lusifer ini. Iblis berusaha untuk menghancurkan hamba Tuhan dan jemaat-Nya. Iblis pasti tidak pakai orang-orang biasa; ia pasti pakai orang-orang luar biasa yang diperhitungkan bisa merusak dan menjatuhkan kita. Maka kita harus selalu bergantung dengan Tuhan. Gerakan ini tidak bisa diikuti oleh orang-orang yang mau sambilan jadi Kristen. Kita sudah kurang waras di mata manusia lain. Tiap pagi doa, dan di waktu tertentu disertai dengan puasa. Benar-benar sudah tidak bisa lagi diikuti oleh orang-orang yang hanya sekadar beragama. Dan ini membahayakan bagi kerajaan kegelapan.
Setiap kali kita bersekutu, kita itu menantang; menantang kuasa kegelapan. Seperti Musa yang membawa bangsa Israel ke Sinai. Ia menantang Firaun. Sebab Firaun akan merasa dirugikan, karena kalau selama mereka di Mesir, mereka berguna bagi Mesir. Nah, sekarang Israel mau dibawa mencari Allah, itu mengganggu. Saudara mau ditarik dari dunia mencari Tuhan, lalu dipersiapkan ke langit baru bumi baru. Mengganggu kuasa kegelapan. Maka ia akan menggunakan kekuatan dan cara untuk menghentikan ini. Pasti tindakan-tindakannya kejam sekali.
Yang kedua, kita seperti menggugat. Menggugat gereja-gereja yang selama ini tidak melakukan apa yang kita lakukan. Selama ini kan kita searah—kebaktian hari Minggu, menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang tidak beda—lalu sekarang kita belok. Kita seperti menantang. Apalagi dalam pemberitaan Firman kita kadang mengatakan, “Mari kita kembali ke Injil yang benar.” Hal ini membuat yang lain berkata, "emangnya Injil saya salah?" Tapi kita akan jalan terus.
Kita tidak cari pengikut supaya ikut saya atau GSKI atau STT Ekumene, itu rendah. Tetapi kita mau bersama-sama benar-benar berkemas-kemas ke langit baru bumi baru. Ini adalah gerakan, movement dari Roh Kudus di akhir zaman. Doktrin kita telah dilengkapi. Doa kita lakukan. Puasa kita lakukan. Panggilan, ajakan untuk kerja keras maksimalkan potensi. Dan kita benar-benar mempersiapkan diri untuk masuk langit baru bumi. Suatu hari, saya menantikan saat di mana kita semua meninggal dunia atau satu persatu atau kiamat, Saudara tidak menyesal ikut gerakan ini.
Amin.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
MARI KITA BANGKITKAN GERAKAN UNTUK MENGHENTIKAN LAJU LUSIFER, MAKA KITA HARUS SELALU HIDUP BERGANTUNG PADA TUHAN
Surat Gembala Senior 20 November 2022 (Pdt. Erastus Sabdono) - PENILAIAN ALLAH
2022-11-28 11:23:29
Saudaraku,
Di dalam Alkitab kita menemukan pengakuan dari Allah mengenai orang-orang tertentu, yang mana pengakuan itu berangkat dari penilaian Allah. Seperti Ayub, diakui di depan anak-anak Allah dan penghuni surga. Tentunya setan atau Iblis juga hadir dalam pertemuan itu. Allah mengakui bahwa Ayub adalah seorang yang benar di mata-Nya. Alkitab juga mencatat dan tentu catatan itu merupakan pengakuan Allah; dari sekian banyak orang yang rusak dan jahat di mata Allah, didapati Nuh seorang yang mendapat kasih karunia. Karena hidupnya benar, takut akan Allah, menjauhi kejahatan.
Pengakuan Allah tentang Musa dalam tindakannya ketika Miryam dan Harun mau mengkudeta Musa; Allah membela Musa. Pengakuan Allah terhadap Abraham yang ditunjukkan dengan tindakan Allah mendatangkan bencana atas Mesir pada zaman Firaun yang hendak mengambil Sarah. Juga pengakuan Allah Bapa mengenai atau terhadap Putra Tunggal-Nya Tuhan Yesus di Injil Matius 3:17, “Inilah Anak-ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.”
Pernahkah Saudara memperkarakan apa kira-kira isi pengakuan Allah terhadap atau mengenai kita masing-masing? Firman Tuhan mengatakan, “Aku menguji setiap hati.” Itu jelas menunjukkan bahwa Allah menilai setiap insan. Jangan hal ini tidak kita pedulikan, Saudaraku. Mari kita memperkarakan hal ini; apa penilaian Tuhan terhadap kita? Mungkin bukan pengakuan secara verbal, kalimat atau sebuah deklarasi di depan umum, tetapi dari tindakan Allah mengenai atau terhadap kita menunjukkan pengakuan Allah.
Saudaraku,
Jangan kita terganggu oleh pengakuan manusia dan penilaian manusia. Sebaliknya, kita harus sungguh-sungguh memperkarakan penilaian Allah terhadap kita masing masing. Sesuatu yang pasti bahwa Allah menilai, Allah menguji setiap hati manusia. Allah berhak untuk itu karena kita milik-Nya. Satu pengakuan dari pemazmur dalam Mazmur 139:2-5, “Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya Tuhan. Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku.”
Oleh karenanya pemazmur mengajari kita doa: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku, dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal” (ay. 23-24). Pada waktu kita menyembah, kita berdoa, kira-kira suara kita itu merdu di hadapan Allah atau sumbang? Kira-kira kita betul-betul terbang sampai ke takhta Allah atau masih ada di bumi di bawah? Maksudnya, kalau perbuatan kita tidak benar, hidup di dalam dosa, maka suaranya sumbang.
Mulut kita dipakai untuk memaki, mengata-ngatai, menjelek-jelekkan, memfitnah sesama, bersungut-sungut. Dan dengan mulut yang sama keluar pujian penyembahan. Allah bisa membedakan. Manusia mungkin tidak bisa membedakan, Allah bisa membedakan. Seperti tadi pemazmur mengatakan, “Engkau memeriksa jalanku, Engkau mengurung aku.” Semua ada di dalam pengetahuan Allah. Kalau kita masih terikat dengan percintaan dunia, kita tidak bisa terangkat.
Makanya kita harus selalu memeriksa diri, masih adakah sesuatu yang salah yang kita lakukan? Apakah masih ada sesuatu yang memikat hati kita di bumi ini? Hati orang yang tidak terikat dengan dunia, yang bersih tidak ada kejahatan, itu harum. Malaikat pun senang mendengarnya. Kita juga tidak usah memaksa-maksa, sebab kita akan dengan ringan dapat terbang. Oleh sebab itu mengikut Tuhan Yesus, memercayai Elohim Yahweh, tidak boleh setengah-setengah.
Dialah satu-satunya dunia kita. Tidak ada yang menarik dalam hidup kita yang mengikat diri kita selain Tuhan. Siang malam kita memikirkan Dia. Jangan ada yang mendistrak pikiran kita sehingga kita berhenti merenungkan dan menghayati kehadiran Allah di dalam hidup ini. Percakapan-percakapan yang kosong, tontonan-tontonan yang tidak membuat kita terangkat memandang Allah, bisa menjadi alat setan untuk merusak pikiran kita. Kita harus bisa menyeleksi apa yang patut kita dengar dan lihat.
Kita hanya punya satu target; bagaimana aku berkenan di hadapan Allah. Hidup kita tidak akan terseok-seok untuk hal yang tidak perlu. Jadikan Tuhan itu segalanya dalam hidup. Apa pun yang kita lakukan semua fokusnya hanya Tuhan saja. Seekstrem-ekstremnya, sefanatik-fanatiknya. Kalau kita sejak hidup di dunia ini memperkarakan apa penilaian Tuhan terhadap kita, wah betapa indahnya itu. Dan Tuhan akan menaruh pelita (orang percaya yang benar) untuk menerangi semua orang.
Jadi ketika Tuhan memandang Saudara seperti pelita yang menyala, Tuhan pasti mempromosikan Saudara. Di tengah-tengah keluarga, keluarga besar, pergaulan, Tuhan akan menunjukkan bahwa kita adalah terang-Nya, representasi-Nya. Tuhan mencari orang-orang yang bisa menjadi perpanjangan tangan Tuhan, perpanjangan mata dan telinga Tuhan. Makanya mata kita harus menjadi mata Tuhan. Telinga kita jadi telinga Tuhan. Pikiran kita jadi pikiran Tuhan. Perasaan kita bisa menjadi perasaan Tuhan. Ayo, mari kita sungguh-sungguh mencari Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
JANGAN KITA TERGANGGU OLEH PENGAKUAN MANUSIA DAN PENILAIAN MANUSIA. SEBALIKNYA KITA HARUS SUNGGUH-SUNGGUH MEMPERKARAKAN PENILAIAN ALLAH TERHADAP KITA MASING-MASING
Surat Gembala Senior 13 November 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TUHAN PASTI MENOPANG
2022-11-13 16:34:57
Saudaraku,
Bagaimana kita bisa membangun penghayatan bahwa Allah tidak meninggalkan kita? Ada hal-hal yang harus kita lakukan yang membuat kita bisa menghayati bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita. Yang pertama, kita harus percaya bahwa keadaan kita hari ini bukan keadaan tanpa sebab. Ada ‘Sang Penyebab,’ yaitu Tuhan yang memelihara kita. Maka jangan hanya melihat orang yang ada di atas kita; yang lebih kaya, lebih sehat, lebih tidak bermasalah.
Tapi lihatlah orang yang banyak masalah, yang hancur, jatuh miskin dan lain sebagainya. Kalau kita seperti itu pun, kita juga harus mengakui bahwa itu baik untuk kita. Sebab kejadian-kejadian itu merupakan sarana mempersiapkan kita masuk Langit Baru Bumi Baru. Tidak akan kita sesali. Kita harus percaya bahwa keadaan kita hari ini karena Tuhan. Oleh sebab itu kita harus belajar bersyukur. Hal ini akan mengokohkan keyakinan kita bahwa Allah beserta. Itulah sebabnya, setiap hari harus ada ucapan syukur.
Kalau bangsa Israel memberi korban ucapan syukur dengan binatang yang disembelih lalu membuat nyanyian-nyanyian. Kita tidak menyembelih binatang, tapi hati kita yang kita sembelih; hati yang mengucap syukur kepada Tuhan. Itu berdampak dalam jiwa kita, dalam keimanan kita. Coba kita lakukan setiap hari, mengakui dan menyatakan: “Aku ada ini karena Tuhan. Jikalau bukan Tuhan, aku tidak seperti ini.”
Tapi jangan asal mengucap syukur, harus dengan penghayatan. Banyak orang di dunia ini, termasuk orang Kristen, tidak tahu diri, tidak tahu berterimakasih. Kalau pun mengucap syukur, tanpa perasaan. Ketika kita mengakui bahwa kita seperti ini karena kemurahan Tuhan, hal itu akan membuat kita juga jadi rendah hati dan tidak menjadi sombong. Sehingga kalaupun kita berduit, terhormat, punya gelar, pangkat, kita tidak menjadi sombong.
Yang kedua, kita harus membaca Alkitab tiap hari atau mendengar khotbah. Tindakan Tuhan, jejak Tuhan ditulis di Alkitab. Jadi kalau kita banyak membaca Alkitab, Allah menjadi hidup di dalam pikiran kita dan Allah memang hidup. Ketika kita membaca Alkitab, Roh Kudus bicara, kita akan merasakan kehadiran Tuhan.
Yang ketiga, usahakan untuk masuk atmosfer kehadiran Tuhan. Atmosfer kebaktian itu membuat kita merasakan bahwa Allah itu hidup dan hadir. Maka para pembicara harus memiliki kehadiran Tuhan, harus ada di dalam hadirat Tuhan setiap saat. Tidak sulit kalau hanya bergelar Sarjana Teologi. Tapi untuk membawa kehadiran Tuhan, itu beda. Para hamba Tuhan harus duduk diam di kaki Tuhan, hidup suci. Karena tanpa kesucian, kita tidak bisa berjalan dengan Tuhan. Waktu kita nyanyi, waktu doa getar suaranya, wajahnya, matanya itu mencerminkan hubungannya dengan Tuhan. Jadi, menjadi tanggung jawab kita untuk menghadirkan Tuhan supaya jemaat merasakan hadirat Tuhan itu.
Saudaraku,
Terkait dengan ini, bergaullah dengan orang yang takut akan Allah. Sebab kalau kita berkumpul dengan orang-orang ateis, yang tidak percaya adanya Tuhan, atau yang tidak takut Tuhan, maka kita bisa menjadi tidak yakin Allah itu ada, kita terbawa arus mereka. Dengan kita melakukan hal ini, kita akan menjadi yakin, menghayati Allah ada, dan kita pasti tergiring hidup suci. Pasti kita memiliki takut akan Allah dengan benar. Dan kita akan berani menghadapi segala keadaan. Kita percaya dan merasakan Tuhan hadir di tengah-tengah kita senantiasa.
Dia menyertai kita. Dia tidak pernah meninggalkan kita, walaupun kadang-kadang Tuhan seperti tidak ada, seperti tidak peduli dengan keadaan kita yang terpuruk. Kita tidak akan jatuh tergeletak, sebab Tuhan pasti menopang. Firman Tuhan mengatakan, “Sumbu yang pudar tidak akan dipadamkan-Nya, dan buluh yang terkulai tidak akan dipatahkan-Nya.”
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
TUHAN TIDAK PERNAH MENINGGALKAN KITA KITA TIDAK AKAN JATUH TERGELETAK SEBAB TUHAN PASTI MENOPANG
Surat Gembala Senior 06 November 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - YATIM PIATU
2022-11-06 11:30:00
Saudaraku,
Ada satu janji dari Tuhan Yesus yang pasti dipenuhi-Nya. Di dalam Injil Yohanes 14:18 Yesus berkata, “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.” Di dalam pergumulan hidup yang kita jalani. Sering kita merasa seperti seorang yatim piatu. Apalagi kalau persoalan yang kita hadapi itu menekan kita, mengancam kita berlarut-larut. Ditambah lagi dengan orang-orang di sekitar kita yang tidak membantu, tidak menolong. Bahkan, kadang menambah penderitaan. Sementara itu Tuhan tidak nampak jejak-Nya sama sekali. Di situ kita bisa merasa ditinggalkan semua orang, bahkan ditinggalkan oleh Tuhan.
Tidak sedikit yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Karena ada kekosongan di dalam jiwa yang membuat mereka merasa ditinggalkan oleh semua orang. Ini adalah tipu daya kuasa gelap. Jangan kita membiarkan diri ditipu oleh setan dengan perasaan itu. Sebab, kokoh tidaknya seseorang tergantung diri masing-masing. Jangan main-main dengan hal ini. Jadi, kita yang harus menguatkan hati kita sendiri. Sebab dalam hal ini, hanya kita yang bisa menyelamatkan diri kita sendiri. Dan kita akan menjadi kokoh dan teguh, jika kita memercayai Tuhan.
Kalau seseorang sudah merasa tidak disertai Tuhan, dampak negatifnya banyak. Dan kalau terus-menerus seperti itu, bisa membawa dia kepada kebinasaan. Sebab kalau orang merasa ditinggalkan oleh Tuhan, ia akan merasa “dikhianati” oleh Tuhan. Mungkin mulutnya tidak mengatakan, “Tuhan, Engkau mengkhianati aku,” tapi hatinya marah. Sejujurnya, kita semua pernah mengalami keadaan itu. Pada waktu kita memiliki masalah, kita berdoa, Tuhan seperti tidak ada. Kita seperti tidak dipedulikan oleh Tuhan. Keadaan makin memburuk, bahkan sampai kita dipermalukan, misalnya. Di situ ada kekecewaan. Ada jeritan dalam hati yang mengatakan, “Mengapa ini harus terjadi?” Kalimat itu secara tidak langsung mau menyalahkan Tuhan. Masalahnya, kalau seseorang sudah merasa dirinya seperti orang yatim piatu dalam hubungan dengan Tuhan—artinya ia merasa Tuhan tidak memedulikannya—maka ia juga tidak akan menghormati Tuhan secara patut. Sejatinya, Allah tidak membiarkan kita piatu atau yatim piatu. Dan jika kita yakin akan janji-Nya, hal itu membuat kita menaruh hormat dan takut akan Dia secara benar.
Selanjutnya, hormat dan takut akan Allah yang benar akan menggiring kita untuk hidup di dalam kesucian Tuhan. Kita berusaha untuk hidup tak bercacat tak bercela di hadapan Tuhan. Jadi mari kita lakukan, menaruh Tuhan di depan mata kita. Dia tidak mungkin mengingkari janji. Tuhan pasti memenuhi janji-Nya, “Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu.” Di dalam Matius 28:18-20 Tuhan berjanji, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Saudaraku,
Orang yang merasa disertai Tuhan akan menghormati Tuhan. Walaupun proses untuk memiliki hormat akan Allah itu harus berlangsung progresif. Makin patut, makin benar, makin tinggi hormat dan takut kita akan Allah, sehingga kita bisa hidup benar. Orang yang menghayati penyertaan Tuhan adalah orang yang memiliki keberanian di atas rata-rata, keberanian yang tinggi. Selama kita hidup tidak mungkin kita tidak menghadapi masalah atau ancaman. Percayakah kita bahwa ancaman-ancaman yang bisa merusak hidup ekonomi, rumah tangga, usaha bisnis kita, karier, nama baik kita, itu semua diizinkan Tuhan supaya kita memercayai, bahwa segala sesuatu di dalam kontrol dan kendali Allah?
Kalau seakan-akan Tuhan membiarkan kita dalam keadaan yang terpuruk, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Jadi, jangan membangun skenario bagaimana seharusnya Allah menyertai kita. Jangan kita mengatur Tuhan. Kita lihat bagaimana kehidupan Yusuf. Yusuf diberi mimpi oleh Tuhan. Yusuf pun diperlakukan spesial. Maka timbul kebencian dari kakak-kakaknya kepada Yusuf. Juga karena Yusuf selalu melaporkan kejahatan yang dilakukan kakak-kakaknya. Tapi Yusuf tidak terlibat dosa yang dilakukan kakak-kakaknya. Yusuf bersih. Tuhan sudah membidik Yusuf bukan tanpa alasan.
Orang menjadi suci itu bukan dalam 1 hari. Itu lewat pembiasaan panjang. Dan sebaliknya, orang juga sebenarnya tidak bisa jahat dalam 1 hari. Hanya dunia kita yang jahat hari ini, akan lebih mudah membuat orang jahat daripada baik. Karena pengaruh yang jahat lebih kuat. Yusuf sudah ditarget Allah untuk menjadi orang istimewa (penyelamat bagi saudara-saudaranya). Lihatlah, bagaimana Yusuf yang pertama nyaris dibunuh lalu dibuang ke dalam sumur kering. Dijual jadi budak di rumah Potifar. Di rumah Potifar dia dituduh melecehkan nyonyanya. Kemudian dimasukkan penjara.
Tapi Tuhan nyata menyertai Yusuf. Walau kelihatannya, di perjalanan hidup Yusuf Tuhan seperti tidak ada. Tetapi kenyataannya, Yusuf disertai Tuhan. Dia bisa mengartikan mimpi dari pejabat minuman, pejabat makanan raja yang juga waktu itu ada di dalam penjara. Karena Yusuf disertai TUHAN, berjalan dengan TUHAN. Hikmatnya luar biasa. Sampai kemudian, Yusuf bisa mengartikan mimpi dari raja Firaun. Yusuf menyelamatkan seluruh Mesir. Kalau tidak ada Yusuf di Mesir pada waktu itu, mungkin hari ini Mesir sudah jadi padang gurun, tidak ada manusia. Bencana kelaparan 7 tahun membuat semua yang hidup, mati.
Ada jejak tangan Tuhan yang menyelamatkan umat manusia di Mesir lewat Yusuf. Yusuf seperti tidak disertai TUHAN. Hidupnya terpuruk terus. Tapi bukan berarti Tuhan tidak menyertai. Jadi, jangan menskenario cara Allah menyertai kita. Percaya Allah itu hidup dan nyata. Dia menyertai kita dan tidak pernah meninggalkan kita.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
KALAU SESEORANG SUDAH MERASA DIRINYA SEPERTI ORANG YATIM PIATU DALAM HUBUNGAN DENGAN TUHAN, ARTINYA IA MERASA TUHAN TIDAK MEMEDULIKANNYA , MAKA IA JUGA TIDAK AKAN MENGHORMATI TUHAN SECARA PATUT
Surat Gembala Senior 30 Oktober 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KETENANGAN
2022-10-30 09:35:54
Saudaraku,
Kita membutuhkan kehidupan yang setiap hari bergantung kepada Tuhan. Maka setiap hari kita harus menghadap Tuhan. Setiap hari—bahkan setiap saat—karena kita tak dapat hidup tanpa Tuhan. Dengan tidak tahunya kita apa yang akan terjadi ke depan, kita bergantung kepada Tuhan. Kita tidak menjadi sombong dan berkata, “aku bisa hidup tanpa siapa-siapa, bahkan aku bisa hidup tanpa Tuhan.” Tapi sebaliknya, kita harus mengatakan, “Aku tidak bisa hidup tanpa Tuhan. Aku membutuhkan Tuhan.”
Inilah kerendahan hati yang benar. Rendah hati dibangun oleh kesadaran bahwa kita tak dapat dan tak berani berjalan sendiri. Pasti ada orang-orang yang sekarang ini sedang menghadapi kesulitan dan kesulitannya tidak kunjung selesai. Mungkin juga bertambah buruk atau memburuk. Dan mulai timbul pikiran-pikiran negatif, “nanti jadi beginilah, nanti jadi begitulah,” akhirnya membuat ia tertekan, stres, bahkan depresi.
Mari kita bulatkan hati untuk percaya bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi, Allah yang hidup, Allah yang nyata, Allah yang Mahaadil, Allah yang memelihara kehidupan. Dan berbahagialah orang yang berlindung kepada-Nya, demikian firman Tuhan. Walau Dia tidak kelihatan, tapi Dia hidup Dia nyata, Dia ada.
Jadi kalau kita sedang menghadapi masalah berat, keadaan yang sulit bahkan kelihatannya memburuk, jangan mendesain, memfantasikan sesuatu yang lebih buruk, yang akhirnya membuat kita jadi tertekan, lemah, depresi. Apa pun yang akan terjadi di depan, Tuhan pasti tetap menyertai dan menopang kita. Di sini kita harus percaya Firman Tuhan, yakin apa yang dikatakan Firman Tuhan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami tidak melebihi kekuatan kita. Dan Tuhan menyertai kita dalam segala keadaan yang kita alami.
Saudaraku,
Inilah yang membuat kita jadi nyaman, Saudara. Ketenangan kita menghadapi hari esok menunjukkan kepercayaan kita kepada Tuhan. Kalau kita sungguh-sungguh percaya ada Allah yang hidup, Allah yang nyata, yang Mahahadir yang mengasihi, mencintai kita, pasti Dia tidak akan meninggalkan kita. Dan kita menjadi tenang. Dan sikap tenang ini adalah sikap menghormati Allah, sikap memercayai Allah.
Kita menyerahkan perjalanan hidup kita dalam tangan Tuhan, karena hidup kita ini adalah pekerjaan Tuhan; tubuh kita milik Tuhan, kita serahkan di dalam tangan Tuhan. Oleh sebab itu, jangan memaksa kita tahu hari esok. Tidak perlu. Kita percaya kapan pun di mana pun Tuhan beserta, dan Tuhan tidak akan memberikan kita pencobaan melampaui kekuatan kita. Jangan punya fantasi negatif.
Tidak salah kita ini memiliki sikap bersiap-siap menghadapi hari esok, tetapi kita tidak boleh membuat fantasi negatif yang membuat kita kecut, kecil hati, dan menjadi lemah. Maka, yang pertama yang kita harus ingat adalah bahwa hidup kita milik Tuhan. Namun selama kita masih merasa memiliki diri sendiri, kita ada di pihak luar Tuhan. Kita harus pahami ini, supaya kita menjadi kuat menghadapi hari esok.
Yang kedua, apa pun yang terjadi di hari esok—selain kita dalam penjagaan Tuhan karena memang hidup kita milik Tuhan— Tuhan mau bimbing kita ke dalam Kerajaan Surga. Dan Tuhan memakai segala keadaan untuk menuntun kita kepada kebenaran, agar kita sampai Kerajaan Surga. Lewat semua peristiwa hidup, Tuhan mau kita melihat kemuliaan-Nya. Kasih Tuhan kepada kita melampaui yang kita pikirkan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Surat Gembala Senior 23 Oktober 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP BERGANTUNG KEPADA TUHAN
2022-10-30 09:35:44
Saudaraku,
Perjalanan hidup kita ini adalah perjalanan yang sebenarnya mengandung banyak misteri. Artinya, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Jangankan tahun depan, bulan depan kita juga tidak tahu apa yang akan terjadi. Jangankan bulan depan, minggu depan kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Jangankan minggu depan, besok pun kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Jangankan besok, satu jam ke depan kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Jangankan satu jam ke depan, setiap menit keadaan kita bisa berubah. Kita adalah orang-orang yang tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di depan kita.
Inilah kehidupan, fakta kehidupan yang tidak bisa dibantah. Namun demikian, hidup harus kita jalani. Bukan karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, lalu kita menjadi kecil hati dan kecut. Inilah yang sebenarnya sering membuat orang menjadi khawatir. Karena tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok, maka orang menjadi khawatir; khawatir kalau ada apa-apa. Dan reaksinya adalah:
Pertama, mereka mencoba membentengi diri dengan banyak hal. Memiliki uang simpanan, dengan satu catatan “nanti kalau ada apa-apa.” Saya tidak mengatakan salah memiliki uang simpanan, tapi jangan berpikir dengan uang simpanan maka segala sesuatu akan beres ke depan. Memang, dunia kita hari ini adalah dunia di mana segala sesuatu sering bisa diselesaikan dengan uang. Tetapi tidak semua hal bisa diselesaikan dengan uang.
Ada juga orang yang membangun hubungan dengan aparatur negara, atau dengan aparat keamanan, dengan catatan “Kalau ada apa-apa, aku punya kenalan aparat keamanan.” Tidak selamanya masalah kita bisa diselesaikan oleh aparat keamanan. Ada hal-hal yang tidak bisa diselesaikan. Kalau orang mengidap penyakit kanker, misalnya, apa bisa?
Yang kedua, mereka berusaha untuk tahu apa yang akan terjadi hari esok. Apa yang mereka lakukan? Mereka pergi ke tukang ramal, supaya memiliki ‘kepastian’ akan apa yang akan terjadi nanti, dan supaya bisa berantisipasi. Bersiap-siap, berbekal sesuatu, untuk menghadapi segala hal yang terjadi di depan.
Saya harus sampaikan kepada Saudara bahwa seorang Kristen tidak boleh datang kepada apa yang disebut “orang pintar,” dukun, dan lain-lain untuk tahu hari esok. Membaca pun tidak perlu, membaca ramalan-ramalan sesuai dengan zodiak, perbintangannya; orang Kristen, orang percaya tidak boleh. Kita memang tidak pernah tahu hari esok apa yang akan terjadi, tetapi kita tidak perlu bertanya-tanya apa yang akan terjadi.
Hal ini diizinkan Tuhan terjadi dalam hidup manusia, dalam hidup orang percaya, supaya manusia bergantung kepada Tuhan. Bangsa Israel dituntun Tuhan dari Mesir ke Kanaan, Tuhan tidak memberi tahu apa yang akan terjadi di perjalanan nanti. Tetapi yang penting, Tuhan menyertai dan menuntun kita.
Dalam Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus mengajarkan: “berikanlah kami makanan kami pada hari ini secukupnya.” Mengapa “hari ini?” Mengapa tidak “bulan” atau tidak “minggu ini?” Supaya kalau hari ini Tuhan sudah memberkati kita, besok kita datang lagi ke Tuhan untuk bergantung kepada-Nya. Tuhan menghendaki demikian, ada ketergantungan kepada Allah.
Jadi, sekarang kita jangan maksa harus tahu apa yang akan terjadi nanti. Tuhan tidak memberitahu. Memang kadang-kadang ada nubuatan-nubuatan, tetapi kita tidak boleh memaksa Tuhan memberi nubuatan. Kalau Tuhan tidak mengizinkan kita tahu apa yang akan terjadi di depan, itu berarti memang kita tidak perlu tahu.
Kita percaya, walau kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan, tapi Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Kita diizinkan untuk tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, supaya kita bergantung kepada Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA DIIZINKAN UNTUK TIDAK TAHU APA YANG AKAN TERJADI NANTI, SUPAYA KITA BERGANTUNG KEPADA TUHAN
Surat Gembala Senior 16 Oktober 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP YANG BERNILAI
2022-10-16 20:24:55
Saudaraku,
Bersyukur kita masih diberi Tuhan kesempatan untuk bernafas, memiliki jantung yang berdetak, nadi yang berdenyut, dan Tuhan memberikan kita segala berkat yang memungkinkan kita bisa menjalani hidup. Hal ini bukan hal yang sederhana, walaupun bisa dianggap sederhana, tetapi kita harus menganggap ini sebagai hal yang luar biasa. Setiap kali kita membuka mata pada pagi hari, kita bersyukur atas berkat yang Tuhan berikan; kehidupan yang Tuhan percayakan. Ini bukan sesuatu yang murahan, atau yang tidak bernilai. Ini sesuatu yang sangat bernilai. Kalau Tuhan memberi kita hari yang baru, kehidupan, tubuh yang baik, metabolisme yang baik, dan segala berkat yang memungkinkan kita menjalani hidup, ini sesuatu yang benar-benar berharga.
Dan kalau kita menerima sesuatu yang bernilai atau berharga, kita harus menghargainya. Kita harus memandangnya sebagai bernilai. Bagaimana kita menganggap hidup ini berharga dan benar-benar memperlakukan kehidupan ini sebagai sesuatu yang bernilai? Kalau kita mempersembahkannya untuk Tuhan. Mempersembahkan hidup untuk Tuhan di kalangan gereja tertentu, dipahami sebagai menyerahkan diri menjadi pendeta atau fulltimer. Ini tidak tepat. Memang ada orang yang dipanggil sebagai fulltimer pelayan jemaat atau hamba Tuhan. Tetapi bukan berarti orang yang tidak menjadi fulltimer di dalam gereja, atau yang tidak menjadi pendeta adalah bukan fulltimer bagi Tuhan.
Bahkan ironisnya, belum tentu seorang yang menjadi pendeta, fulltimer di dalam gereja, benar-benar mengabdi dan melayani Tuhan. Faktanya, tidak sedikit orang yang menyerahkan diri sebagai fulltimer di dalam gereja, menjadi pendeta, hanya karena nafkah. Jalan yang mudah untuk memiliki penghasilan. Bahkan pula, ada orang yang menjadi kaya raya karena menjadi pendeta. Dan inilah yang mendorong, menggerakkan banyak orang menjadi pendeta atau fulltimer.
Sejatinya, mempersembahkan hidup bagi Tuhan artinya dalam segala hal yang kita lakukan, kita benar-benar melakukannya untuk Tuhan. Dan itulah sebenarnya yang disebut sebagai pelayanan yang sesungguhnya. Seperti yang dikatakan di dalam 1 Korintus 10:31, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” Ini adalah standar hidup umat yang telah ditebus; seorang yang telah dimiliki oleh Tuhan. Dan dalam 1 Korintus 6:19-20, firman Tuhan mengatakan bahwa kita bukan milik kita sendiri. Hidup menjadi berarti, berharga dan bernilai kalau kita mempersembahkan hidup bagi Tuhan.
Saudaraku,
Inilah tuntutan yang berat bagi orang percaya. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata, “kamu harus sempurna seperti Bapa.” Harus sempurna seperti Bapa, ini, ketepatan seperti ini. Dan kalau kita belajar terus hidup di dalam ketepatan, maka tanpa kita sadari kita mengalami perubahan natur atau perubahan kodrat, dari kodrat manusia, kodrat dosa, menjadi seorang yang berkodrat ilahi.
Tidak ada yang bisa menghalangi kita, kecuali kuasa gelap. Itupun kita bisa menanggulanginya oleh pertolongan Roh Kudus. Tidak ada yang bisa menggagalkan, kalau kita hidup dalam pimpinan Roh Kudus, untuk mencapai kehidupan yang berkodrat ilahi. Dan yang pastinya, Tuhan selalu menyediakan berkat setiap hari. Tidak mungkin Tuhan tidak menolong kita dalam pergumulan hidup mencari nafkah. Karena burung di udara Dia pelihara, apalagi kita anak-anak-Nya. Selama kita tentu bertanggung jawab dan memenuhi apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan.
Kita harus memahami betapa bernilainya hidup ini. Jadi begitu kita buka mata, kita bangun, kita harus menyadari berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Kita harus mensyukuri berkat yang Tuhan berikan kepada kita, bukannya murahan. Kita diberi kesempatan untuk menjalani hidup dengan segala fasilitas yang Tuhan berikan, dengan segala fasilitas yang Tuhan sediakan bagi kita. Baik berkat jasmani maupun berkat rohani. Berkat rohani maksudnya adalah sukacita, damai sejahtera Allah, dan pendewasaan rohani yang Allah sediakan bagi kita.
Sejatinya, tidak banyak orang yang benar-benar bersyukur. Mereka tidak menghayati sungguh-sungguh bahwa benar-benar Tuhan memelihara kehidupan jagat raya, memelihara kita, dan memberikan semua fasilitas sehingga kita bisa menjalani hidup. Mari, mulai sekarang, kita renungkan dengan sungguh-sungguh, supaya ucapan syukur kita kepada Tuhan itu berkualitas. Dan ingat, bahwa apa pun keadaan kita, tidak pernah Tuhan memberi yang bukan terbaik. Memang akal pikiran kita sering tidak bisa mengerti, mengapa keadaan seperti ini keadaan yang terbaik untuk saya? Tetapi, terimalah bahwa itu adalah keadaan yang terbaik untuk kita.
Masalah persoalan hidup sebesar apa pun, tidak akan dapat membunuh dan menenggelamkan kita, kalau kita mengarahkan diri kepada Tuhan, menghargai hidup ini yang adalah ciptaan Allah, menghargai hari yang di dalamnya Tuhan memberikan karunia anugerah-anugerah, dan hargai hari hidup kita dengan melakukan apa yang tepat seperti yang Allah kehendaki.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
HIDUP MENJADI BERNILAI KALAU KITA MEMPERSEMBAHKAN HIDUP BAGI TUHAN; SANG PEMILIK KEHIDUPAN
Surat Gembala Senior 09 Oktober 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SENGATAN ALLAH
2022-10-09 09:31:08
Saudaraku,
Sebenarnya tidak mudah kita mengalami “sengatan” Allah. Allah itu menyengat kita setiap hari. Allah menyediakan sengatan-Nya, kehadiran-Nya secara khusus di dalam hidup kita untuk menyadarkan kita atas dosa kita. Tuhan pasti memberikan nasihat-nasihat khusus terkait dengan apa yang akan kita alami atau yang akan terjadi di depan. Tetapi, sering kita tidak merasakan lawatan Tuhan. Tidak heran kalau banyak orang tidak mampu setia dalam doa, karena merasa doa yang dilakukan tidak bermanfaat. Tuhan yang dicari tidak hadir. Tuhan yang dibutuhkan seperti tidak peduli.
Saudara harus ingat, bahwa kasih Allah sebagai Bapa kepada kita, itu lebih dari kasih orangtua di dunia terhadap anaknya. Imani hal ini. Jangan mencurigai Allah dan meragukan kasih setia-Nya! Setiap kali berdoa, kita harus percaya Allah itu hidup, Dia hadir, dan ingin “menyengat”, “menyetrum” kita dengan kebenaran yang membukakan mata hati pengertian kita, yang menyadarkan kesalahan, dan memperlengkapi kita dengan nasihat-nasihat yang berguna untuk perjalanan hidup kita ke depan. Tidak mungkin ada satu pertemuan dalam doa seperti yang kita lakukan saat ini tanpa berkat; selalu ada berkat! Allah Bapa pasti menyediakan berkat di setiap pertemuan doa seperti ini.
Tuhan tahu apa yang menjadi persoalan dan kebutuhan kita. Tuhan tahu apa yang menjadi ketakutan, kekhawatiran kita. Bapa ingin menjawab semua kebutuhan kita, dan akhirnya semua itu harus menggiring kita ke dalam kemuliaan rumah Bapa. Bapa mau menggiring kita ke sana. Firman Tuhan mengatakan, "Kasih Tuhan tak berkesudahan, selalu baru setiap hari." Firman Tuhan jelas mengatakan begitu. “Kasih Tuhan tak berkesudahan, selalu baru setiap hari, besar setia-Mu Tuhan, besar setia-Mu.” Ini jelas, Tuhan mengatakan demikian.
"Tak habis-habisnya kasih setia Tuhan." Mari kita memperoleh apa yang memang Allah sediakan bagi kita setiap hari. Setiap kali kita berlutut, berdoa, kita harus percaya tidak mungkin tidak ada sesuatu yang kita peroleh dari Tuhan. Tidak mungkin kosong, pasti ada sesuatu yang kita peroleh! Memang, yang kita peroleh itu bisa tidak kita rasakan sekarang. Tetapi nanti, beberapa waktu kemudian, apa yang Tuhan berikan pada waktu pertemuan hari ini, baru kita tahu kegunaan, faedah, dan manfaatnya di waktu mendatang.
Allah hidup, Allah menanti kita datang kepada-Nya. Allah menyediakan berkat, dan Allah “menyengat” kita dengan berkat tersebut. Kalau kita percaya hal ini dan menikmati bahwa setiap perjumpaan dengan Tuhan pasti ada berkat yang Tuhan sediakan, ada sengatan yang Tuhan berikan. Saat kita berdoa menghadap Tuhan, memberi waktu untuk berjumpa dengan Tuhan dalam doa seperti yang kita lakukan, ini menyenangkan, asyik. Kita nantikan juga kita nikmati. Kita tidak lakukan dengan beban, dengan perasaan terpaksa. Tetapi kita merasa ini kebutuhan bukan kewajiban. Ini kebutuhan kita! Sehingga kita dengan rela, benar-benar menyediakan diri berdoa, bangun pagi tidak terlambat, sebelum jam 5 pagi kita sudah siap. Tuhan pasti memberkati orang-orang yang mencari Dia dengan sungguh-sungguh.
Firman Tuhan mengatakan, "Aku membuat orang yang mencari Aku, menemukan Aku." Kalau kita menemukan Allah dari satu sengatan ke sengatan berikutnya, dari satu lawatan ke lawatan berikutnya; pasti hidup kita akan diubah dan kita menjadi orang-orang istimewa di mata Allah. Walaupun di mata dunia kita dipandang biasa-biasa saja. Bahkan dipandang rendah, ekstrem, dan fanatik dengan Tuhan; tidak masalah. Suatu hari nanti di dalam pengadilan Tuhan, baru Tuhan akan buka siapa-siapa orang terkemuka di dalam Kerajaan Surga.
Kita harus berambisi untuk itu! Ambisi yang kudus untuk menjadi anak kesukaan Allah, anak kesayangan Allah, keharuman di hadapan Allah dan Allah menantikan kita, penghuni surga juga menantikan kita. Suatu hari, kita pulang ke surga, kita disambut dengan tepuk tangan oleh para malaikat. Mereka juga tahu dan mengerti bahwa kita adalah orang yang mencari Allah. Orang yang mencari Allah dengan sungguh-sungguh akan menemukan Allah. Mereka akan mengalami perubahan kodrat dan memberi diri untuk melayani Tuhan dengan mempersembahkan segenap hidupnya tanpa batas. Sengatan-sengatan Tuhan setiap kali kita berdoa pasti membawa perubahan. Ingat, perubahan belum tentu saat itu juga atau tidak harus saat ini; tetapi kemudian hari kita akan tahu bahwa apa yang kita terima hari ini, itu bermanfaat, berguna di hari-hari yang akan datang ke depan.
Inilah yang kita harus mengerti. Jangan sampai kehilangan kesempatan ini! Sediakan waktu kita untuk berurusan dengan Tuhan. Kondisikan hidup kita untuk mengalami perjumpaan dengan Allah, dan terimalah berkat-berkat yang Allah telah sediakan di dalam setiap pertemuan. Allah itu baik dan Allah selalu menyediakan berkat.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
SENGATAN ALLAH PASTI MEMBAWA PERUBAHAN, KARENA IA MENYEDIAKAN SENGATAN-NYA SECARA KHUSUS DI DALAM HIDUP KITA UNTUK MENYADARKAN KITA ATAS DOSA KITA
Surat Gembala Senior 02 Oktober 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - GAIRAH ROHANI
2022-10-02 20:24:26
Saudaraku,
Kalau pelayanan bisa diimbali dengan uang, maka pelayanan menjadi tidak ada artinya. Pelayanan yang benar tidak bisa diimbali dengan uang. Tidak bisa dibayar. Dan memang kami para pelayan Tuhan tidak boleh jadi pelayan bayaran, sebab yang kami nantikan adalah kemuliaan bersama dengan Kristus. Jika pelayanan dilakukan dengan sungguh-sungguh—yaitu dengan sikap hati dan tujuan yang benar—yaitu bagaimana hidup kita terus diubah dan hati kita dipindahkan ke Kerajaan Surga, maka pelayanan ini akan berdampak. Oleh sebab itu, para pelayan Tuhan harus lebih dahulu benar-benar mengalami perubahan, benar-benar memiliki hati yang dipindahkan di Kerajaan Surga, supaya ia memancarkan gairah rohani.
Gairah rohani tercermin dalam kerinduan, kehausan dan kecintaannya kepada Allah, serta kerinduannya untuk pulang ke surga. Gairah rohani seperti ini sangat diperlukan dalam kita menghadapi dunia yang gelap dan jahat. Kuasa kegelapan terus bermanuver; bergerak untuk menarik sebanyak-banyaknya manusia masuk dalam persekutuan dengan kegelapan. Sampai mereka menjadi manusia yang tidak bisa lagi diselamatkan; sampai titik tidak bisa diubah.
Allah sendiri terikat dengan tatanan-Nya. Allah bisa melakukan—kalau mau, tetapi itu melanggar tatanan-Nya—dengan keperkasaan dan kuasa-Nya yang tidak terbatas, memaksa manusia untuk bertobat. Memaksa orang-orang untuk menjadi anak-anak Allah yang baik. Allah sanggup melakukan itu. Allah bisa kunjungi satu per satu manusia, diancam mendapatkan penglihatan yang dahsyat sampai dia ketakutan dan bertobat. Tetapi Allah tidak melakukan itu dan Iblis pun juga tidak boleh dan tidak bisa melakukan itu. Jadi tergantung masing-masing individu meresponi Allah. Dan ini adalah tatanan yang tidak bisa diubah. Dan Allah konsekuen sekali dengan tatanan tersebut.
Saudaraku,
Maka kita sebagai orang percaya harus terus bergerak untuk mengalami perubahan-perubahan supaya bisa memancarkan kemuliaan Allah. Dan menarik orang masuk dalam persekutuan dengan Kerajaan terang. Kita adalah alat-alat di dalam tangan Tuhan. Banyak manusia menjadi alat kuasa kegelapan untuk menarik orang masuk dalam kegelapan. Dan orang-orang itu tentu tidak sadar kalau mereka sejatinya dipakai oleh kuasa kegelapan untuk menarik sesamanya masuk dalam persekutuan dengan kegelapan dan terhilang, karena dia sendiri juga terhilang.
Kita ada di pihak Allah, yang menyediakan diri untuk benar-benar diubah oleh Allah dan terfokus kepada Tuhan. Supaya hidup kita ini memancarkan terang Allah, kemuliaan Allah. Dan Allah memakai kita untuk menjadi alat-alat di dalam tangan-Nya untuk membawa orang masuk dalam persekutuan dengan Kerajaan terang. Allah tidak menggunakan cara-cara yang melanggar tatanan-Nya. Allah bekerja dengan menggunakan manusia. Tentu manusia yang mau memberi diri untuk dipakai-Nya. Tuhan Yesus berkata, “Seperti Bapa mengutus Aku, Aku mengutus kamu.”
Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memposisikan diri kita. Kita tidak boleh hanyut dalam suasana dunia yang jahat dan gelap ini. Kita bersyukur kalau kita masih diingatkan untuk mencari Tuhan. Dan ini harus menjadi kesukaan kita. Hal yang tidak dianggap bernilai di mata manusia tetapi kita harus mengerti dan menerimanya sebagai sesuatu yang bernilai di hadapan Allah. Bahkan bernilai sekali. Maka, jadilah orang yang menggarami orang lain. Kita nanti lihat satu per satu proyek yang Allah berikan. Dan ingat! Nilai jiwanya lebih dari seluruh harta dunia kalau dikumpulkan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
GAIRAH ROHANI TERCERMIN DALAM KERINDUAN, KEHAUSAN DAN KECINTAANNYA KEPADA ALLAH, SERTA KERINDUANNYA UNTUK PULANG KE SURGA
Surat Gembala Senior 25 September 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TIDAK HIDUP CEROBOH
2022-09-25 10:50:35
Saudaraku,
Harus selalu diingat adanya hukum kehidupan yang tidak dapat disangkali, yaitu bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dengan perjalanan waktu. Manusia harus tunduk kepadanya, sebab tidak seorang pun yang sanggup menghentikan perjalanan waktu ini. Kenyataan ini harus diperhatikan dengan saksama dan sungguh-sungguh. Orang percaya tidak bisa atau tidak boleh masa bodoh. Sebab ketidakpedulian ini dapat mendatangkan kecelakaan dan malapetaka abadi dalam hidup ini. Kalau hanya untuk hal-hal yang bersifat fana, maka bukanlah masalah besar. Tetapi kalau sebuah kenyataan yang menentukan nasib abadi seseorang, maka ini adalah masalah yang terbesar dalam hidup ini.
Waktu hidup manusia di dunia ini ditandai dengan hari, minggu, bulan, tahun dan abad sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memberikan bulan dan matahari untuk itu. Dalam hal ini, Tuhan hendak memberitahu kepada manusia kenyataan perjalanan waktu ini. Ciri dari seorang yang berhasil disesatkan adalah:
Pertama, terjebak dalam kegiatan agama yang rutin. Kehidupannya tidak mengalami perubahan atau pembaruan karena biasanya mereka memang tidak mau berubah. Mereka puas dengan kegiatan agamani yang ada, tanpa memiliki visi dan misi yang benar.
Kedua, kelakuan yang ceroboh atau sembrono. Ia tidak peduli terhadap kenyataan hidupnya yang dililit berbagai dosa: kebencian, dendam, penipuan, perzinaan, pertikaian, permusuhan dan lain sebagainya.
Ketiga, tidak berusaha untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan. Ia tidak mau melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Tidak sedikit dari mereka yang sama sekali tidak melayani Tuhan. Mereka hidup untuk melayani diri sendiri. Ini adalah orang-orang yang tidak berprestasi di hadapan Tuhan atau tidak berbuah (Yoh. 15).
Keempat, terikat oleh materi. Karena baginya tujuan hidup ini adalah harta (Mat. 6:19-24).
Harus diakui bahwa bumi di mana kita berdomisili ini tidak menjanjikan kehidupan yang sejahtera, bahkan makin hari makin mencemaskan, maka kita didorong untuk mencari kehidupan di dunia lain yang menjanjikan suatu kehidupan yang indah dan bernilai kekal. Kehidupan seperti ini tidak dapat kita jumpai dalam agama dan ajaran manapun kecuali apa yang diajarkan Tuhan Yesus (Yoh. 15:1-4). Dalam hal ini baru kita mengerti mengapa Tuhan Yesus berkali-kali menasihati kita agar kita mencari dan mengutamakan harta surgawi yang memiliki nilai kekal (Mat. 6: 19-21). Menanggapi kenyataan ini yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan. Persiapan ini menyangkut kehidupan pribadi kita agar kita diperkenan bertemu dengan Tuhan di awan-awan permai (Kis. 1:11).
Mengutamakan perkara-perkara rohani atau yang memiliki nilai kekal adalah kebutuhan yang selalu harus dianggap penting dan mendesak. Hal ini dapat dilakukan dengan terus menerus artinya kita giat untuk mengenal Allah dan kebenaran-Nya serta melakukan kehendak-Nya. Kita harus mengerti bahwa proses penyempurnaan untuk menjadi manusia yang berkenan di hadapan Bapa harus berlangsung dalam perjalanan waktu yang ketat. Hal ini tidak dapat diperoleh melalui doa sekejap dan mukjizat tetapi harus melalui sebuah proses pergumulan yang panjang dan berat. Proses ini melibatkan emosi, perasaan dan semua keberadaan diri kita dalam peristiwa-peristiwa kehidupan setiap hari. Peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang menyentuh pikiran, perasaan dan seluruh keberadaan diri kita sangat efektif mengubah hidup kita secara permanen untuk menjadi manusia Allah yang berkenan di hadapan Bapa.
Manusia diperhadapkan kepada momentum-momentum atau saat-saat yang sangat berarti bagi dirinya, bagi orang lain sekarang ini dan keturunan kita di waktu-waktu yang akan datang. Sebab saat-saat ini akan menentukan keadaan hari esok kita, memengaruhi orang-orang di sekitar kita, bahkan anak cucu kita. Kalau kita menyadari hukum kehidupan ini, maka kita akan bersikap berhati-hati. Semua yang ditabur seseorang akan dituainya. Kita bukan hidup di daerah yang tidak bertuan. Ada Tuhan yang menciptakannya dan masih aktif memerintah. Kalau kita menghormati Tuhan yang masih aktif memerintah dan akan terus menjadi Tuhan di atas segala tuan, maka kita harus bersikap “sopan” terhadap-Nya, yaitu dengan hidup tidak ceroboh. Hidup ceroboh di sini adalah hidup tanpa mengerti kehendak Tuhan dengan tepat dan pasti. Tanpa kerja keras tidak seorang pun mendengar ucapan Tuhan sebagai Raja Mahaagung, “Berhentilah dari segala kelelahanmu, masuklah dalam kemuliaan Tuanmu” (Why. 14:13).
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA MENGHORMATI TUHAN YANG MASIH AKTIF MEMERINTAH DAN AKAN TERUS MENJADI TUHAN DI ATAS SEGALA TUAN, MAKA KITA HARUS BERSIKAP “SOPAN” TERHADAP-NYA YAITU DENGAN HIDUP TIDAK CEROBOH.
Surat Gembala Senior 18 September 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KESEMPATAN TERAKHIR
2022-09-19 09:48:41
Saudaraku,
Kehidupan harus diterima bukan seperti “berjudi,” yang bersifat spekulatif atau untung-untungan. Masuk surga bukanlah keberuntungan dan masuk neraka kekal bukanlah kecelakaan. Nasib kekal manusia adalah pilihan dan tanggung jawab setiap individu. Setiap orang harus menetapkan apakah dirinya memilih bersama dengan Tuhan dalam kekekalan atau terbuang dari hadirat-Nya selama-lamanya di penjara abadi. Harus diingat bahwa keadaan manusia bukanlah akibat penentuan takdir. Apakah seseorang masuk kemuliaan bersama Tuhan Yesus atau terbuang dari hadirat Allah selama-lamanya adalah hasil atau buah keputusan, pilihan dan respons individu; bukan penentuan dari Tuhan.
Orang yang mengabaikan fakta ini adalah orang bodoh yang tidak berakal. Sesungguhnya, sejak hidup di dunia ini sudah nampak gejala seseorang akan beroleh kemuliaan kekal atau kehinaan kekal. Dari keputusan, pilihan dan tindakan hidup seseorang nampak apakah ia menujukan dirinya ke surga atau ke neraka. Keabadian, baik di surga maupun neraka, menunjukkan realitas kehidupan dan kesadaran manusia yang tidak bertepi. Hidup tidak bertepi artinya hidup yang tidak terbatas. Hal ini mengandung rahasia kehidupan yang penting untuk dimengerti dan direnungkan, sekaligus sangat dahsyat. Berangkat dari pemahaman ini seseorang dapat menyelenggarakan hidupnya dengan lebih berhati-hati atau tidak ceroboh.
Banyak orang tidak mengerti atau tidak mau mengerti rahasia kehidupan ini. Jika seseorang tidak mengerti realitas keabadian, berarti ia berjalan atau hidup dalam kegelapan yang ujungnya sangat mengerikan. Mereka tidak pernah melihat kesempatan terakhir mereka, sehingga akan selalu kehilangan kesempatan untuk mengalami proses dikembalikan dirinya ke rancangan semula atau kesempatan diselamatkan.
Mengapa hidup ini tidak terbatas, apakah artinya? Artinya, pertama, bahwa manusia adalah makhluk kekal. Dalam Kejadian 2:7 Allah menghembuskan nafas (nishmat khayyim) sehingga manusia menjadi makhluk yang kekal. Kedua, manusia adalah makhluk yang diberi Tuhan kehendak bebas. Dengan kehendak bebas tersebut manusia dapat menentukan nasibnya atau keadaan hidup kekalnya. Manusia tidak bisa tidak memilih. Keberadaan ini mengandung risiko yang sangat luar biasa dahsyatnya. Orang percaya harus memahami hal keabadian ini. Manusia diperhadapkan kepada surga kekal atau neraka kekal. Manusia harus memilih. Tidak ada manusia yang boleh untuk tidak memiliki pilihan.
Adanya surga kekal atau neraka kekal berarti manusia dibawa kepada kemungkinan tinggal dalam persekutuan dengan Tuhan di keabadian-Nya atau tinggal bersama dengan Iblis di keabadiannya. Manusia diperhadapkan kepada kemungkinan kebahagiaan yang tidak terbatas dan tak terbayangkan atau siksaan yang tidak terbatas dan tak terbayangkan. Setiap individu harus memutuskan atau memilih dan menentukan pilihannya. Keadaan kekal setiap individu adalah tuaian dari apa yang telah ditabur selama hidup di bumi. Alkitab jelas menunjukkan bahwa apa yang ditabur orang, itu juga akan dituainya. Tidak mungkin orang menuai apa yang tidak ditaburnya.
Dalam hidup manusia hari ini, manusia berdosa diberi kesempatan bertobat dan berbalik kepada Tuhan kemudian mengalami perbaikan dan penyempurnaan yang tidak terbatas atau kalau manusia menolak bertobat maka menjadi rusak tidak terbatas. Bagi yang mau bertobat dan dimuridkan, mereka diproses kepada kebaikan tidak terbatas sebagaimana Kristus kesempurnaan-Nya tidak terbatas. Sebaliknya, kalau seseorang menolak bertobat dan tidak mengalami proses pendewasaan maka ia dirusak oleh Iblis dalam kerusakan yang tidak terbatas sebagaimana Iblis kejahatannya tidak terbatas pula. Kesempatan yang diberikan terbatas, sehingga selalu ada kesempatan terakhir. Kehilangan kesempatan terakhir berarti kehilangan semua kesempatan.
Oleh karena dalam hidup ini manusia berhadapan dengan Tuhan yang tidak terbatas, maka mereka diperhadapkan kepada hal-hal yang tidak terbatas pula. Manusia diperhadapkan kepada hidup yang dihujani anugerah yang tidak terbatas atau laknat yang tak terbatas. Hidup ini bisa menjadi manis atau pahit. Manis tak terbatas atau pahit tidak terbatas. Seseorang bisa dipakai Tuhan tidak terbatas sesuai dengan anugerah yang Tuhan percayakan kepada seseorang atau dipakai Iblis tidak terbatas pula. Dalam hal ini, sebenarnya manusia adalah makhluk yang hidup dalam keadaan yang bisa ekstrem, ekstrem positif atau sebaliknya.
Menyadari hal ini, maka orang percaya bisa mengerti betapa luar biasa hidup ini. Hidup ini tidak bisa atau tidak boleh diperlakukan secara sembrono atau ceroboh. Oleh karena itu, Paulus berkata dalam Efesus 5:15-17, "Karena itu perhatikan dengan saksama bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal tetapi seperti orang arif atau bijaksana.............sebab itu janganlah kamu bodoh tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." Kalimat "perhatikan dengan saksama bagaimana kamu hidup" dalam teks aslinya berbunyi blepete oun pos akribos peripateite; yang berarti “bagaimana kebiasaan perilakumu.” Tuhan menghendaki agar orang percaya menghargai hidup ini dengan cara hidup sesuai dengan kehendak Tuhan dan berjalan bersama Tuhan. Alkitab pasti menuntun orang percaya kepada jalan ini.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KESEMPATAN YANG DIBERIKAN TERBATAS, SEHINGGA SELALU ADA KESEMPATAN TERAKHIR. KEHILANGAN KESEMPATAN TERAKHIR BERARTI KEHILANGAN SEMUA KESEMPATAN.
Surat Gembala Senior 11 September 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PERSIAPAN DIRI
2022-09-11 09:52:29
Saudaraku,
Tidak sedikit orang yang memiliki sikap bijaksana dengan mempersiapkan diri menghadapi sesuatu yang bisa terjadi dan dapat dialami di waktu mendatang. Sesuatu yang bisa terjadi tersebut antara lain: kecelakaan pada waktu mengendarai kendaraan, rumah terbakar, tubuh sakit, barang hilang tercuri atau dirampok, anak-anak membutuhkan uang sekolah dan lain sebagainya. Karena hal-hal tersebut, maka mereka mengasuransikan diri, harta, dan lain sebagainya kepada agen-agen asuransi yang bisa menjamin dengan memberi bantuan dan topangan bila hal-hal tersebut terjadi. Dengan mengasuransikan diri, harta dan lain sebagainya, seseorang merasa aman, jiwanya lebih tenang. Asuransi dipandang seperti tangan besar yang kuat yang bisa menopang hidup ini.
Kalau demi hal-hal yang masih bersifat kemungkinan (spekulatif) seseorang bisa mempersiapkan diri sebaik-baiknya, mengapa untuk hal yang pasti akan dialami ia tidak mempersiapkan diri lebih serius? Yang dimaksud dengan hal yang pasti akan terjadi itu adalah kematian. Tidak seorang pun bisa menghindarkan diri dari realitas ini. Pada kenyataannya, setiap manusia sedang berbaris antre menunggu giliran dipanggil masuk peti mati. Karenanya, seharusnya setiap orang selalu mengingat kalimat memento mori, artinya ingatlah hari kematian. Namun sayangnya, banyak orang melupakan realitas ini, seakan-akan realitas tersebut tidak akan mereka alami. Hal ini menunjukkan suksesnya penyesatan oleh kuasa kegelapan.
Kuasa kegelapan berusaha membuat manusia melupakan realitas kematian. Berbagai filosofi hidup yang salah disuntikkan ke dalam pikiran melalui berbagai media, agar manusia tidak memedulikan realitas kematian tersebut. Demikianlah kenyataannya, banyak orang yang menjalani hari hidupnya tanpa kesadaran bahwa hari hidupnya bisa berakhir setiap saat. Mereka bersikap seakan-akan memiliki kehidupan yang tidak ada ujungnya. Seakan-akan kematian bukan bagian hidup mereka. Betapa malangnya, kenyataan yang bisa dilihat dengan jelas adalah begitu banyak orang yang hanyut dan tenggelam dengan berbagai kegiatan, kesibukan, keinginan, masalah dan lain sebagainya. Sebenarnya, mereka sedang dibawa ke pembantaian abadi atau dipersiapkan menjadi sampah kekal.
Menyadari hal ini, maka setiap orang percaya seharusnya sungguh-sungguh mempersiapkan diri menghadapi realitas kematian yang sudah pasti akan dihadapi atau dijalani. Karena kematian adalah realitas yang tidak pernah bisa diprediksi kapan terjadi, maka persiapannya harus mulai sejak dini, yaitu sekarang ini. Persiapan itu harus selalu dilakukan dan selalu sekarang. Untuk ini, pertobatan harus dilakukan sekarang, di setiap hari dan setiap saat ketika menyadari perbuatan yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Sejatinya, inilah yang dimaksud dengan berjaga-jaga dan berdoa tiada berkeputusan. Orang percaya harus terus membangun hubungan dengan Tuhan, sehingga tidak ada waktu dalam keadaan tidak memiliki hubungan yang baik atau harmoni dengan Tuhan. Hubungan yang harmoni dengan Tuhan adalah kebutuhan yang lebih penting dari makan dan minum atau kebutuhan apa pun dalam hidup ini, bahkan mestinya dipandang sebagai kebutuhan satu-satunya.
Banyak hal yang semestinya bisa diabaikan dan dianggap tidak penting, dan apa pun seharusnya bisa disingkirkan, tetapi persiapan menyongsong kematian atau menghadap Bapa tidak boleh ditunda. Hal ini harus dianggap sebagai selalu penting dan selalu darurat. Orang percaya harus selalu berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir, berarti besok tidak ada kesempatan lagi. Jadi setiap kali disebut “hari ini,” berarti kesempatan yang sangat berharga untuk membenahi diri. Bila seseorang membiasakan diri memiliki sikap hidup seperti ini, maka barulah memahami dan dapat melakukan apa yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya (Mat. 6:33). Pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 6:33 berkenaan dengan panggilan Tuhan atas orang percaya untuk hanya mengumpulkan harta di surga (Mat. 6:19-20), agar hati nuraninya menjadi hati nurani yang benar, yaitu memiliki pengertian-pengertian dari sudut pandang Tuhan (Mat. 6:22-23).
Hati nurani adalah harta yang tidak pernah bisa diambil oleh siapa pun. Harta dunia bisa dirusak oleh ngengat dan karat, pencuri bisa mencuri serta membongkarnya, tetapi harta berupa hati nurani yang sesuai dengan kehendak Allah inilah yang tidak bisa diambil oleh siapa pun. Jadi, mengumpulkan harta di surga sama dengan membangun hati nurani yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Kristus. Bapa di surga menghendaki agar setiap orang percaya memiliki pikiran dan perasaan Kristus yang sama dengan memiliki nurani Ilahi. Dengan hati nurani yang benar seseorang mampu tidak mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian orang percaya hanya mengabdi kepada Tuhan saja (Mat. 6:24).
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KARENA KEMATIAN ADALAH REALITAS YANG TIDAK PERNAH BISA DIPREDIKSI KAPAN TERJADI, MAKA PERSIAPANNYA HARUS MULAI SEJAK DINI, YAITU SEKARANG INI.
Surat Gembala Senior 4 September 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENGHITUNG HARI SISA
2022-09-04 10:32:43
Saudaraku,
Realitas yang tidak dapat dibantah dan tidak dapat dipungkiri, tetapi tidak disadari sepenuhnya oleh banyak orang, bahwa semua manusia ada dalam perjalanan waktu. Perjalanan waktu ini adalah perjalanan yang sangat ketat dan absolut. Ketat artinya dari detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam dan hari ke hari berlangsung dengan teratur dan tetap. Satu hari akan selalu masih tetap 24 jam, satu jam masih tetap 60 menit, satu menit masih tetap 60 detik dan seterusnya. Absolut artinya perjalanan waktu ini tidak ada yang dapat menghentikannya.
Tuhan Yesus menyatakan bahwa hanya Bapa yang dapat menghentikan perjalanan waktu di bumi ini (Kis. 1:7). Dalam ayat ini Tuhan Yesus mengatakan, “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.” Dalam ayat ini, Tuhan Yesus memberi pernyataan bahwa ketika Bapa menghadirkan Kerajaan Putra Tunggal-Nya, maka sejarah dunia ini diakhiri. Manusia dan semua makhluk harus tunduk kepada perjalanan waktu tersebut, sebab tidak ada yang dapat menghentikan perjalanannya. Fakta ini sesungguhnya merupakan realitas yang sangat dahsyat dan seharusnya menggetarkan jiwa.
Orang yang tidak tergetar oleh realitas ini pasti tidak mengerti kebenaran dan tidak mempersiapkan diri menyongsong hari kematiannya atau menyongsong hari kedatangan Tuhan Yesus. Sementara ada dalam perjalanan waktu, setiap individu telah memiliki porsi waktu yang sudah terbatas. Maka setiap orang percaya perlu menghitung dan merenungkan sisa hari yang masih tertinggal. Dengan hal ini, tidak ada seorang pun yang bisa mengklaim bahwa sisa harinya masih panjang. Kematian tidak mengenal usia. Menghayati hal ini seharusnya hati kita merasakan kegentaran, sebab fakta ini adalah fakta yang sangat dahsyat. Karena fakta ini maka manusia mengalami proses penuaan yang menuju kepada kematian.
Setelah kematian, manusia akan menghadapi penghakiman untuk menentukan nasib kekalnya. Penghakiman adalah realitas yang sangat dahsyat, sebab penghakiman tidak berbelas kasihan sama sekali. Bagi orang yang tidak mempersiapkan diri menyongsong hari penghakiman, hari itu merupakan hari yang paling menakutkan dan menegangkan lebih dari segala ketegangan yang pernah dialami. Sebaliknya, bagi orang yang telah mempersiapkan diri menghadapi penghakiman, maka hari penghakiman merupakan hari sukacita, sebab ia yakin dan tahu bahwa ia telah mempersiapkan diri untuk menghadap Hakim Yang Agung. Sukacitanya melebihi segala sukacita yang pernah dialami selama hidup.
Menyadari fakta penghakiman yang dahsyat ini, orang percaya harus mulai dari sekarang mempersiapkan diri menghadap takhta pengadilan Allah. Dalam tulisannya Paulus mengatakan, “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2 Kor. 5:9-10). Pertanyaan prinsip yang harus dikenakan kepada diri sendiri ialah: “Apakah aku sudah berusaha sungguh-sungguh untuk berkenan kepada Allah?” Sebab tanpa usaha yang sungguh-sungguh, seseorang tidak mungkin berkenan di hadapan Allah Bapa. Orang yang tidak berkenan di hadapan Allah Bapa, pasti ditolak oleh Tuhan Yesus (Mat. 7:21-23). Ironis, banyak orang lebih mempersoalkan menghadapi hidup hari ini di dunia yang hanya sementara. Betapa bodohnya. Tetapi ini adalah irama hidup standar yang dimiliki oleh hampir semua orang.
Setiap orang percaya harus menghitung hari sisa, maksudnya mulai menandai setiap hari dengan lukisan yang indah di mata Tuhan, sebab suatu saat nanti setiap orang akan diperhadapkan kepada penghakiman Allah. Setiap orang (tak terkecuali) harus mempertanggungjawabkan seluruh hari yang diberikan Tuhan kepadanya. Dari gambaran kecil setiap hari sampai gambaran besar, yaitu sepanjang tahun umur hidup yang dijalani. Gambaran yang harus dilukis oleh setiap orang adalah sikap hati yang sesuai dengan hati Tuhan yang diekspresikan dalam segala tindakan dan perbuatan. Hal ini kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya tidak.
Orang percaya harus selalu memeriksa hati dengan terang Firman Tuhan yang murni dan meditasi dalam doa. Hati setiap orang percaya harus benar-benar bersih dari segala sesuatu yang Tuhan tidak kehendaki. Dua hal yang terutama tidak boleh menghiasi hati, pertama perasaan negatif terhadap sesama. Kedua, percintaan dunia, yaitu merasa belum lengkap dan bahagia tanpa fasilitas dunia ini. Orang yang terbelenggu dengan dua hal tersebut pasti tidak akan melayani Tuhan, artinya hidupnya tidak akan menyukakan hati Allah. Mereka juga tidak akan menjadi berkat bagi sesamanya secara proporsional.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SETIAP ORANG PERCAYA HARUS MENGHITUNG DAN MERENUNGKAN SISA HARI YANG MASIH TERTINGGAL, SEBAB SUATU SAAT NANTI SETIAP ORANG AKAN DIPERHADAPKAN KEPADA PENGHAKIMAN ALLAH.
Surat Gembala Senior 28 Agustus 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEADAAN YANG PALING TEPAT
2022-08-28 22:26:06
Saudaraku,
Allah kita lebih mengenal kita daripada diri kita sendiri. Perasaan dan pikiran kita sering sangat situasional. Di situasi bagaimana, kita berpikir apa; di situasi bagaimana keputusan kita apa, kehidupan rohani kita juga bagaimana. Allah tahu, kita ini sangat situasioanal. Kecuali kalau kita sudah bertumbuh menjadi dewasa dan kokoh, barulah kita tidak menjadi situasional. Sering Tuhan membawa kita kepada keadaan-keadaan yang benar-benar kita tidak sukai. Tapi, tahukah Saudara bahwa situasi seperti itu adalah situasi yang dipandang oleh Tuhan tepat untuk kita? Pada intinya Tuhan ingin kita terus bertumbuh di dalam kesucian, terlepas dari percintaan dunia dan layak menjadi anggota keluarga Kerajaan.
Dunia akan berlalu. Manusia datang pergi silih berganti, seperti awan di atas langit. Tetapi Allah tetap selamanya, dan Allah tetap menegakkan hukum, tatanan-Nya, dan Allah tidak berubah. Hakikat-Nya tidak berubah. Allah Mahabaik. Bukan hanya baik, tetapi Mahabaik. Allah tidak ingin seorang pun binasa. Tetapi Allah tidak bisa menghindarkan seseorang binasa kalau orang itu memang tidak menerima keselamatan dan penggarapan yang Allah lakukan. Oleh sebab itu dalam situasi yang kita tidak suka, mari kita belajar bersyukur dan percaya, walau kita tidak tahu mengapa keadaan ini terjadi di dalam hidup kita. Keadaan atau situasi yang Tuhan izinkan kita alami adalah keadaan atau situasi yang paling tepat untuk kita.
Puji Tuhan, kalau kita sudah bisa bertumbuh dan tidak situasional. Apa pun keadaan kita, kita tetap menaruh percaya kepada Allah. Apa pun keadaan kita, kita berintegritas menjaga kesucian. Apa pun dan bagaimana pun keadaan kita, kita tetap memilih Tuhan, memilih pulang ke surga, ke Kerajaan-Nya. Itulah sebabnya, di dalam Firman Tuhan, Tuhan mengatakan, "Ucapkanlah syukur dalam segala hal." Mengapa Tuhan mengatakan agar kita mengucap syukur dalam segala hal? Karena ucapan syukur kita adalah satu pengakuan bahwa apa yang dikerjakan oleh Allah itu baik. Berulang-ulang bahkan, Firman Tuhan mengatakan, "Ucapkanlah syukur dalam segala hal".
Dan segala sesuatu yang kita alami itu semua ternyata berkat. Ada berkat abadi di balik semua peristiwa-peristiwa hidup yang kita alami. Luar biasa. Jadi ketika kita mengucap syukur,
- kita mengakui Allah itu baik,
- kita mengakui bahwa Allah itu bijaksana,
- kita mengakui bahwa segala sesuatu yang Allah lakukan itu tepat sempurna.
Jadi kalau di Efesus 5:20 dikatakan, "ucapkan syukur atas segala sesuatu," itu adalah bentuk pengagungan, pujian, penghargaan dan penghormatan kita kepada Allah. "Ucapkan syukur dalam segala sesuatu dalam nama Tuhan Yesus Kristus." Mengapa ditambahkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus di situ? Tentu, karena kita bisa mengenal Allah, bersekutu dengan Allah dan bisa ada di hadapan Allah karena Tuhan Yesus Kristus. Dan karena lewat semua persoalan hidup atas segala sesuatu artinya lewat seluruh masalah yang kita alami, kita mau dibawa kepada maksud keselamatan diberikan; yang kita peroleh dalam Yesus Kristus.
Jadi yang dikerjakan oleh Allah dalam kehidupan umat pilihan Perjanjian Baru adalah menjadi manusia yang menerima keselamatan dalam Yesus Kristus atau mencapai maksud keselamatan yang Allah berikan. Di Perjanjian Lama apa yang dilakukan Allah adalah supaya bangsa Israel bisa menempati tanah Kanaan. Dan di tanah Kanaan itulah khususnya di kota Bethlehem akan dilahirkan Mesias Juruselamat. Itu maksud rencana Allah memilih umat pilihan Perjanjian Lama. Selain mereka menjadi umat yang menyimpan catatan mengenai tindakan-tindakan Allah, bangsa itu menyimpan memuat dokumen, kisah tentang siapa Allah yang benar. Mereka juga menjadi bangsa yang melahirkan Mesias. Maka Allah begitu memperhatikan mereka sampai hari ini. Sebab mereka menjadi saksi, siapa Allah yang benar itu.
Akan tetapi orang percaya yang menerima keselamatan Allah, dikehendaki untuk bisa menjadi manusia sesuai dengan rencana Allah menciptakan manusia itu. Sehingga orang percaya menjadi saksi juga bukan hanya menunjukkan siapa Allah yang benar, melainkan menjadi saksi bagaimana Allah yang benar itu. Karena orang percaya menunjukkan karakter Bapanya. Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan, "Kamu harus sempurna seperti Bapa di surga." Nah, masalahnya sempurna ini perlu proses. Maka Allah menggunakan peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian hidup untuk memroses itu. Dan semakin seseorang mau menjadi sempurna atau bahkan dengan kecepatan yang lebih tinggi, maka persoalannya pun sering juga lebih berat. Sekarang tergantung Saudara, mau terima atau tidak?
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KEADAAN YANG TUHAN IZINKAN KITA ALAMI ADALAH KEADAAN YANG PALING TEPAT UNTUK KITA BERTUMBUH DEWASA DAN BERTUMBUH DALAM KESUCIAN.
Surat Gembala Senior 21 Agustus 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SERTIFIKAT BERKENAN
2022-08-21 09:21:21
Saudaraku,
Saya mengajak saudara-saudara untuk membakar hati, menggelorakan jiwa, menyalakan semangat, untuk menjadi anak-anak Allah yang berkenan kepada Bapa; dan benar-benar memiliki pengakuan dari Bapa, "Inilah anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan." Kalau di dalam Filipi 2:5-7 dikatakan bahwa kita harus serupa dengan Yesus, itu sebenarnya secara tidak langsung mau mengatakan agar kita juga bisa mencapai keadaan di mana Bapa di surga berkata, "Ini anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan." Dan tentu saja kalau kita bisa menjadi serupa dengan Yesus, pengakuan tersebut bisa kita capai atau kita miliki. Namun kita harus berambisi kuat untuk menjadi seorang yang benar-benar mendapat pengakuan dari Allah tersebut.
Kita berkerinduan memiliki serifikat itu. Mari kita memperkarakannya, apakah aku sudah mendapat sertifikat tersebut? Adalah baik jika kita sadar bahwa kita belum yakin. Jangan merasa kita ini sudah memiliki keadaan yang berkenan lalu kita tidak berjuang, padahal kita belum berkeadaan berkenan kepada Allah. Jadi yang pertama harus kita lakukan adalah menyalakan kerinduan itu. Kalau tidak ada kerinduan yang kuat, niat yang kuat, hasrat yang kuat, tidak mungkin orang mencapainya. Yang memiliki hasrat saja belum tentu mencapainya, apalagi yang tidak memiliki hasrat. Nah, pertanyaannya, mengapa banyak orang tidak memiliki hasrat atau ambisi untuk mendapatkan sertifikat berkenan tersebut?
Siapa pun, Tuhan masih beri kesempatan. Banyak Saudara yang salah jalan. Semua orang bisa salah; hamil di luar nikah, membunuh orang, korupsi dan lain sebagainya. Apa pun dosa yang kita lakukan, Tuhan ampuni. Tentu dengan satu tekat, tidak berbuat dosa lagi. Banyak di antara kita adalah orang-orang yang sebenarnya tidak layak di hadapan Allah. Tapi jangan lupa, Tuhan Yesus telah mati di kayu salib, menebus dosa kita dan memberi kita kesempatan untuk datang kepada Bapa. Bukan hanya menerima pengampunan dosa, melainkan juga pembenaran (dianggap benar). Setelah dianggap benar, kita harus belajar untuk bisa berkeadaan benar-benar-benar. Dan ini perjuangan yang berat. Tapi kalau sudah sampai pada titik di mana orang berjuang, maka yang mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi Allah.
Kenapa gairah untuk menjadi seorang yang mendapat sertifikat "Ini anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan" kurang menyala bahkan tidak menyala? Karena kita telah membagi hasrat kita kepada banyak fokus, kepada banyak hal, ini masalahnya. Kalau kita benar-benar mau menjadi seorang yang mendapat pengakuan dari Allah Bapa, kita harus berani membuang semua hasrat-hasrat, keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Firman Tuhan mengatakan, apa pun yang kita lakukan, semua untuk kemuliaan Allah, artinya semua keinginan kita harus ditujukan bagi kesenangan hati Tuhan, kepentingan Kerajaan Allah, sesuai dengan pikiran, perasaan dan kehendak Allah. Maka kita harus berani membunuh semua keinginan, hasrat, ambisi, yang tidak sesuai kehendak Allah. Dan itu sebuah keniscayaan. Itu bisa, karena Firman Tuhan mengatakan kita harus serupa dengan Yesus. Jadi,
Yang pertama, buang semua keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Artinya kita harus hidup suci. Ayo, kita hidup suci. Kesucian itu kita bangun secara natural, lewat setiap kata yang kita ucapkan, setiap tindakan dan perbuatan-perbuatan kita.
Yang kedua, jangan bermental blok. Banyak orang yang sudah berpikir bahwa ia tidak mungkin bisa berkenan kepada Allah, tidak mungkin sempurna, tidak mungkin serupa dengan Yesus. Ini menghina Firman Tuhan. Sejatinya, ia melecehkan Firman Tuhan dan menganggap Allah itu bohong. Karena Tuhan yang berkata, "kamu harus sempurna seperti Bapa." Firman Tuhan mengatakan, "Kuduslah kamu sebab Aku kudus." Kenapa kita berkata tidak mungkin? Siapa yang Saudara dengar? Saudara, ikuti siapa? Ayo, kita menyalakan gelora, semangat, gairah, komitmen untuk bisa mendapatkan pengakuan dari Allah, "Ini anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan."
Jadi kita sekarang bisa mengerti mengapa ada janji Firman Allah bahwa kita bisa dimuliakan bersama Tuhan Yesus. Karena ada kemungkinan orang percaya mendapat pengakuan yang sama seperti yang Bapa berikan kepada Tuhan Yesus, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan."
Ayo, kita berlomba untuk ini.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Kalau kita benar-benar mau menjadi seorang yang mendapat sertifikat berkenan dari Allah Bapa, maka kita harus berani membuang semua keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Surat Gembala Senior 14 Agustus 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KESEMPATAN BERBUAT DOSA
2022-08-14 09:20:29
Saudaraku,
Saya mengajak Saudara untuk menikmati hidup yang menyenangkan hati Allah. Ini adalah kehidupan yang indah sekali. Coba kita bayangkan di dalam pikiran kita, kalau suatu hari kita ketemu dengan Allah Bapa di hadapan takhta pengadilan Kristus, betapa dahsyat suasana itu. Kita baru dapat mengerti keagungan wibawa dari Allah yang Mahabesar, Allah yang Mahakudus. Tidak ada orang yang bisa tegak berdiri kalau tidak hidup di dalam kekudusan yang sejati; mengerikan, benar-benar mengerikan! Saudara pasti pernah punya pengalaman menghadap seorang pejabat tinggi atau pimpinan yang memiliki kuasa tertentu, merasakan ada kegentaran, ada kengerian. Allah yang Mahabesar pasti lebih dari itu! Dan betapa mengerikan keadaan ketika kita ada di hadapan Allah yang dahsyat itu.
Oleh sebab itu sebelum kita meninggal dunia menghadap Allah, kita sudah menjalani hidup dalam takut akan Allah. Dan dalam kehidupan yang takut akan Allah tersebut, kita menyukakan Dia. Kehidupan yang menyukakan hati Allah dari menit ke menit, dari jam ke jam, itu indah sekali. Kita harus berlatih, karena bisa saja 5 menit kita sadar, namun 5 menit berikut kita tidak sadar. Sembarangan mengucapkan kata-kata, menulis sesuatu di media sosial, dalam berpikir; belum lagi tindakan dan perbuatan kita yang sia-sia. Oleh sebab itu, kita harus belajar merajut kesucian, bukan dari jam ke jam, dari menit ke menit; tetapi di setiap menit perhatikan apa yang kita katakan, ucapkan, pikirkan, dan lakukan. Ini mutlak! Sebab tanpa langkah ini kita tidak pernah bisa memiliki kehidupan yang benar-benar kudus tak bercacat, tak bercela.
Ini harta kekal kita. Kita mengumpulkan harta di surga itu, ini maksudnya. Dan akhirnya akan membentuk kepribadian kita menjadi serupa dengan Yesus. Sebab kita tidak pernah memiliki karakter anak Allah kalau tidak membiasakan diri mengenakan karakter itu dari detik ke detik, menit ke menit, dari jam ke jam, dan seterusnya dari hari ke hari. Roh Kudus, Tuhan berikan kepada kita sebagai meterai bukan sekadar sebagai tanda bahwa kita anak-anak Allah, melainkan untuk menuntun kita agar kita benar-benar menjadi anak-anak Allah. Namun kalau orang tidak sungguh-sungguh mau merajut kesucian—sehingga yang dilakukan adalah hal-hal yang menyenangkan dirinya sendiri, memuaskan dirinya sendiri—Roh Kudus menjadi tidak berdaya guna. Karena Roh Kudus tidak bisa bekerja kalau kita tidak memiliki niat dan langkah untuk melakukan kehendak Allah.
Kesucian yang kita rajut hanya bisa terjadi kalau kita berjalan bersama Allah. Kalau kita berniat sungguh-sungguh untuk hidup suci, berniat memperhatikan setiap apa yang kita ucapkan, kita lakukan, dengan bergantung kepada Roh Kudus; Roh Kudus baru berdayaguna. Maka, jangan kita mencari kesenangan dunia. Kita lakukan segala sesuatu karena kita mau menyenangkan hati Bapa. Tidak ada sesuatu yang kita lakukan yang tidak menyenangkan hati Bapa. Ini memang bukan hal yang mudah, tetapi bisa karena memang kita ini dipanggil menjadi anak-anak Allah yang mana hidup kita harus menjadi kesukaan hati Allah dan menghibur hati Allah di tengah-tengah dunia yang gelap, dan manusia yang pada umumnya memberontak.
Jadi kesempatan demi kesempatan yang Allah berikan adalah kesempatan untuk kita menyenangkan Dia. Jadi jangan heran kalau Saudara akan menghadapi keadaan-keadaan sulit. Karena di situ Bapa mengajar kita sekaligus menguji kita, apakah kita percaya kepada-Nya. Dan kalau kita menaruh percaya kepada Bapa, apakah kita teduh, kita tenang, sebab kita percaya Allah adalah Allah yang hidup, yang berkuasa, yang bertanggung jawab. Dalam hal ini Allah tersanjung oleh sikap kita. Sebaliknya, kita juga mendapat kesempatan untuk berbuat dosa. Namun kesempatan berbuat dosa bisa menjadi kesempatan untuk menyenangkan hati Allah, dan untuk menumbuhkan iman dan kedewasaan, asal kita tidak menggunakan kesempatan itu untuk berbuat dosa.
Kesucian bukan sesuatu yang mudah, bahkan sebenarnya mustahil. Kenapa mustahil? Karena kesucian itu standarnya Allah. Bagaimana manusia berdosa bisa suci seperti Allah? Mustahil, tetapi Roh Kudus menolong kita. Dan mulai hari ini, kita mau hidup menyukakan hati Allah. Ini kesempatan yang sangat berharga dan mahal. Sebelum kita menutup mata, sebelum kita meninggal dunia kita sudah menyukakan hati Allah dari waktu ke waktu. Barulah nanti kita tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Kesempatan berbuat dosa bisa menjadi kesempatan untuk menyenangkan hati Allah, dan untuk menumbuhkan iman dan kedewasaan, asal kita tidak menggunakan kesempatan itu untuk berbuat dosa.
Surat Gembala Senior 7 Agustus 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - GORESAN KEKAL
2022-08-07 11:35:28
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Kita bersyukur Tuhan masih memberi kita hari yang baru, di mana kita sudah memasuki bulan yang ke-8 pada tahun 2022 ini. Kita bersyukur untuk kesempatan dan kepercayaan yang Tuhan berikan ini. Sebab kalau Tuhan masih memberikan kita hidup, itu berarti suatu kepercayaan. Kepercayaan untuk menerima hidup yang istimewa, hidup yang agung, hidup yang mulia. Lebih dari kucing, kodok, anjing, babi, monyet; karena kita adalah manusia dengan keberadaan kita yang sangat luar biasa; segambar Allah dan yang dikehendaki untuk bisa serupa. Oleh sebab itu, kita harus mempersiapkan diri untuk tidak mengotori kanvas baru hari ini dengan hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Jangan kita mengotori, mencemari lembar kanvas hidup kita dengan lukisan, goresan yang buruk.
Percayalah, Roh Kudus pasti akan memimpin kita, kalau kita mau dipimpin. Karena memang inilah maksud Roh Kudus diberikan. Tuhan Yesus berkata, "lebih berguna bagi-Ku kalau aku pergi, lebih berguna bagi-Ku kalau aku naik ke surga." Kenapa? Sebab dengan Yesus pergi naik ke surga, Roh Kudus turun. Dan Roh Kudus ini menuntun kita kepada seluruh kebenaran. Jadi memang Roh Kudus diberikan supaya kita memiliki-Nya; yang di dalam bahasa Yunani disebut sebagai Parakletos, artinya Pendamping, Advokat.
Kita bersyukur kalau kita boleh menjadi anak-anak Allah yang menerima meterai Roh Kudus. Jadi, jangan kita menyia-nyiakan anugerah ini. Jelas Tuhan berkata di dalam Yohanes 16:7, "Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." Mungkin ada yang bertanya, "Pak, apakah Roh Kudus baru hadir sejak Yesus datang, apa sebelumnya tidak ada Roh Kudus yang hadir?" Roh Allah dan Roh Kudus itu sama, Mahahadir, sebab itu Roh-Nya Allah Bapa.
Roh Kudus, Dia menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran, itu hanya pada zaman Perjanjian Baru. Yaitu bagi orang yang percaya pada Yesus. Jadi Roh Kudus pasti menuntun kita. Yang luar biasa dari Bapa kita yang penuh rahmat, anugerah adalah goresan kita yang buruk bisa dihapus, selama kita mau mengakui goresan yang salah itu dan mohon pengampunan supaya dihapus. Tuhan mau membuat goresan baru di dalam lembar hidup kita. Kita memiliki kanvas besar yang berisi 70 tahun, 80 tahun atau mungkin lebih. Tuhan mau kita membuat lukisan yang menjadi milik harta kekal kita. Bukan sekadar legacy bagi manusia yang hidup setelah kita meninggal dunia, tapi menjadi milik kekal, legacy di kekekalan.
Jadi, betapa berharganya satu hari yang Tuhan berikan, satu jam yang kita miliki, bahkan satu detik yang kita lalui. Karena semua itu menjadi goresan-goresan kekal, goresan abadi, di kanvas besar hidup kita. Ibarat sebuah proyek bangunan, ada deadline, demikian juga masing-masing kita punya deadline. Dan batas akhirnya kapan kita tidak tahu. Ibarat naik pesawat, masing-masing kita sudah pegang boarding pass dan tinggal beberapa saat lagi kita akan terbang. Tapi jangan berkata, yang masih muda dijamin masih lama, belum tentu.
Oleh sebab itu, setiap kita memasuki hari yang baru, kita harus berhati-hati. Sebab nanti di kekekalan, lukisan hidup kita masing-masing akan dibuka. Jadi, kalau orang di sekitar kita suka mencela, mengata-ngatai, menggosipkan kita, bahkan memfitnah, jangan melawan, jangan berusaha memperbaiki diri. Karena dengan cara demikian, itu membuat kita akan lebih sungguh-sungguh membenahi diri guna persiapan di kekekalan. Apalah artinya kita mempertanggungjawabkan keadaan kita di depan manusia? Karena kita tidak perlu bertanggung jawab kepada manusia.
Kita bertanggung jawab kepada Tuhan. Semua keadaan hidup seseorang akan dibuka, ditelanjangi; tidak ada yang tersembunyi. Maka kita jangan menilai orang dengan mudah, jangan menggosipkan orang, apalagi memfitnah. Ayo, belajar puasa mulut. Termasuk gadget, tangan kita bicara. Mari kita mulai menjaga kesucian dari perkara-perkara kecil, dari setiap kata yang kita ucapkan, dari setiap perilaku, perbuatan bahkan gerak pikiran, perasaan kita. ini asyik. Ini sebuah perjalanan yang asyik.
Mungkin ada di antara kita yang tidak suka membuat lukisan. Tetapi kalau melukis kehidupan, kita harus mau, karena memang untuk itu kita hidup. Kita hidup untuk melukis lukisan yang indah, yang suatu hari kita akan persembahkan kepada Tuhan. Kita tiarap untuk memeriksa diri kita, untuk koreksi diri. Kalau kita salah, ada dosa, kita bertobat, berubah untuk sebuah lukisan indah yang kita akan bawa ke kekekalan nanti.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Betapa berharganya satu hari yang Tuhan berikan, satu jam yang kita miliki, bahkan satu detik yang kita lalui, karena semua itu menjadi goresan-goresan kekal di kanvas besar hidup kita.
Surat Gembala Senior 31 Juli 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PESTA ROHANI
2022-07-31 09:08:41
Saudaraku,
Ada satu pengalaman rohani indah yang mestinya semua kita bisa alami, yaitu bagaimana kita bisa menikmati pesta rohani setiap hari. Kalau anak-anak dunia menikmati pesta hidup mereka dengan makan minum, hiburan, belanja, jalan-jalan, wisata, dan lain-lain; tetapi kita memiliki pesta rohani yang lain. Sementara kita juga makan minum, kita juga menikmati wisata dan lain-lain. Pesta rohani yang indah, yang Tuhan berikan kepada kita, kapan kita menikmati itu? Ketika kita merasakan sukacita Bapa. Ketika Bapa di surga kita senangkan. Kita bisa merasakan sukacita Bapa atas segala sesuatu yang kita lakukan. Kita menikmati sukacita rohani yang luar biasa. Kapan itu terjadi?
Yang pertama, ketika kita mendapat godaan, kesempatan melakukan kesalahan, tetapi kita memilih tidak melakukan kesalahan; ketika orang menjahati kita, kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, Bapa disukakan. Ketika kita mendapat kesempatan untuk membalas dendam tetapi kita tidak melakukannya. Ketika kita mendapatkan kesempatan untuk mencuri atau korupsi, yang membuat kita jadi kaya. Atau ketika kita ingin melakukan hal-hal yang menyenangkan memuaskan daging kita tetapi kita memilih tidak, itu menyenangkan Bapa di surga.
Yang kedua, pada waktu kita mendapat kesempatan menolong orang. Tuhan akan mempertemukan kita dengan orang-orang yang oleh karena mereka kita harus membagi roti kita, sampai pada tingkat menjadi roti yang terpecah anggur yang tercurah. Ketika kita dipertemukan dengan Lazarus-Lazarus dan kita memberikan bukan remah-remah roti kita tetapi bagian roti kita kepada mereka. Itu menyenangkan hati Bapa, benar. Apa yang kita lakukan untuk Saudara kita yang membutuhkan pertolongan, itu perbuatan kita untuk Tuhan sendiri, atau diperhitungkan Tuhan sendiri.
Yang ketiga, ketika kita memberi diri menghampiri Bapa dengan hati yang menghormati dan mengasihi Dia; kita memuji Dia, kita menyembah dengan tulus. Menyembah Tuhan idealnya dengan setiap ucapan, setiap perbuatan kita, itulah sikap menyembah yang benar. Tetapi itu sudah kita jelaskan di butir pertama dan kedua. Yang ketiga dalam bentuk hati yang tulus, hati yang benar-benar tulus menghormati dan mengasihi Allah, di situ kita menyenangkan hati Bapa, kita menghormati Bapa di surga. Waktu kita menyembah Tuhan dengan tulus kita menghormati Dia, kita menyenangkan hati Allah.
Yang keempat, ketika kita menyediakan waktu kita untuk mendengarkan Firman Tuhan; baik melalui membaca Alkitab, melalui membaca buku rohani, yang Tuhan tunjukkan kepada kita "buku rohani ini yang mesti kamu baca." Ketika mendengarkan khotbah dari hamba Tuhan yang memang menjadi juru bicara Tuhan, pada waktu itulah Bapa memberi pengertian-pengertian kepada kita. Waktu ada percakapan-percakapan di meja makan, di cafe, kita ngomong tentang Tuhan, sharing itu hati Bapa disukakan.
Jadi kapan kita mengadakan pesta rohani? Pada waktu kita hidup dalam kesucian dengan kemungkinan kesempatan berbuat dosa, waktu kita membagi hidup kita untuk orang lain, waktu kita memberikan pujian penyembahan yang tulus dari hati, waktu kita menerima kebenaran-kebenaran yang diberikan Allah Bapa, mempercakapkan kebenaran-kebenaran. Pasti Tuhan akan memberikan kepada kita kesempatan-kesempatan untuk mengadakan pesta rohani. Hidup kita bahagia sekali, sungguh, alami itu!
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Pesta rohani yang indah, yang Tuhan berikan kepada kita, dapat kita rasakan ketika kita menyenangkan hati Bapa.
Surat Gembala Senior 24 Juli 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HARUS MENGALAMI
2022-07-24 07:00:26
Saudaraku sekalian,
Setiap agama akan mengklaim Allahnya adalah yang paling benar. Dan mereka juga akan membuktikan itu dari kitab suci mereka, dan bahkan dari pengalaman-pengalaman hidup mereka. Kita tidak boleh berpikir picik, seakan-akan kita memiliki argumentasi yang paling kuat. Setiap agama memiliki argumentasi. Dan mereka merasa argumentasi mereka juga kuat dan kokoh, dari kitab suci yang mereka miliki. Mereka memiliki ahli-ahli tafsir mereka, mereka memiliki buku-buku, mereka memiliki apologet-apologet, bahkan mereka juga bisa membuktikan bahwa Allah mereka itu benar ada dan berkuasa dari pengalaman hidup mereka. Dari perspektif kita, kita merasa argumentasi kita paling kuat, kita pasti merasa bahwa ajaran kita paling benar, Allah kita paling benar, lalu kita bisa membuktikan dari penafsiran-penafsiran kita atas Alkitab dan kesaksian-kesaksian hidup dan nyata.
Mengemukakan hal ini bukan berarti saya sedang menyetujui bahwa ada kebenaran di luar Alkitab. Jelas sebagai orang percaya kita percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya wahyu Allah. Tetapi mari kita berpikir, bagaimana kita masing-masing dapat benar-benar membuktikan bahwa Allah kita hidup dan nyata? Bukan berdasarkan tafsir-tafsir yang bisa ditulis, bukan berdasarkan penjelasan-penjelasan para teolog, bukan juga berdasarkan pengalaman spektakuler yang orang lain alami—apakah dalam bentuk mimpi, penglihatan, kesembuhan, mukjizat, dan lain sebagainya—tetapi berdasarkan dari apa yang kita sendiri alami.
Kalau kita yakin Allah yang kita sembah itu hidup, kita mesti mengalami tanpa keraguan sama sekali bahwa Allah kita adalah satu-satunya Allah yang benar, Allah yang hidup dan nyata di dalam hidup kita. Sekarang banyak orang mengaku sebagai apologet Kristen, meluruskan ajaran Kristen, lalu begitu mudah menista orang lain. Dari cara bicara itu pun mereka sudah menunjukkan tidak adanya kesantunan. Jangankan dilihat dari kacamata rohani, dari kacamata dunia saja sudah tidak etis. Tetapi kita tidak perlu mempersoalkan hal itu. Kita menganggap itu bukan masalah, karena masing-masing orang merasa memiliki hak untuk bicara apa saja. Tetapi kita sudah bisa menilai kualitas manusia-manusia seperti itu.
Lebih dari segala hal yang kita dengar dari kesaksian orang atau pandangan teologi seseorang, kita sendiri harus mengalami Allah itu hidup. Kalau kita perhatikan perdebatan-perdebatan antara agama A dan agama B, itu tidak akan pernah bertemu dalam persaudaraan dan persahabatan, walaupun kelihatannya dari luar mereka saling menerima toleransi, tetapi ada intoleransi dalam batin mereka masing-masing, karena masing-masing pasti tidak mau mengakui yang lain itu benar. Demikian pula perdebatan antara teolog di dalam gereja. Sejarah gereja membuktikan tidak pernah perdebatan itu berhenti. Dari sejak ribuan tahun yang lalu. Lalu siapa yang berhak mengklaim atau mengaku dirinya benar?
Kembali sekarang kepada kita masing-masing, bagaimana setiap kita benar-benar mengalami Allah yang hidup. Dan pengalaman Allah yang hidup itu hanya bisa dibuktikan oleh satu hal, ketika perilaku kita sempurna seperti Bapa, agung serupa dengan Yesus. Hanya itu pembuktian yang tidak bisa dibantah. Perdebatan teologi tidak akan pernah usai, yang berakhir dan bisa berbuntut pada pertikaian, penzoliman, penistaan. Tetapi kalau kita mengenal Allah yang hidup secara konkret, maka kita bisa membuktikan kebenaran Allah, Allah Israel, Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub, dan menyaksikannya dalam hidup kita pribadi dalam kesaksian batin yang ditandai dengan kehidupan yang agung sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus.
Dan tentu kita tidak akan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain, membusungkan dada dan menyatakan bahwa kita paling kudus, atau paling baik. Kita semua juga masih belum sempurna, kita tidak mengaku bahwa kita paling baik, atau paling suci, sebab yang tahu mengenai kebaikan, kesucian individu itu hanya Allah, hanya Tuhan saja. Ayo, kita mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Firman Tuhan katakan, "Siapa yang mencari Aku akan Kubuat menemukan Aku, carilah Aku selama Aku berkenan ditemui, dan Aku tidak membuat orang yang mencari Aku sia-sia.” Mari kita mengggumulinya untuk membuktikan bahwa Allah yang benar dan satu-satunya adalah Allah Israel. Kita memiliki kesaksian batin dan hidup kita diubahkan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Lebih dari segala hal yang kita dengar dari kesaksian orang atau pandangan teologi seseorang, kita sendiri harus mengalami Allah itu hidup.
Surat Gembala Senior 17 Juli 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - RAHASIA HIDUP DIBERKATI
2022-07-17 10:46:56
Saudaraku sekalian,
Rahasia hidup diberkati, dilindungi, dijaga Tuhan adalah yang pertama, kita memberi diri untuk benar-benar dikembalikan ke rancangan Allah semula. Artinya kita berusaha untuk terus berubah menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah semula. Dan rancangan Allah semula adalah manusia yang di dalam segala hal yang dia pikirkan, ucapkan, lakukan selalu sesuai dengan pikiran perasaan Allah. Ini sama dengan hidup dalam kekudusan, hidup tidak bercacat tidak bercela, ini sama dengan memiliki kodrat ilahi atau mengambil bagian dalam kekudusan Allah (2Ptr. 1:3-4; Ibr. 12: 9-10).
Yang kedua, kita harus sungguh-sungguh mempersembahkan hidup kita bagi Tuhan; benar-benar kita tidak menyisakan untuk diri kita sendiri. Jadi apa pun yang kita miliki, kita rela dipakai untuk kemuliaan Tuhan. Itu tidak harus diberikan untuk gereja. Harus kita gunakan sesuai dengan pimpinan Roh Kudus. Makanya kalau orang dikembalikan kepada rancangan Allah semula, ia akan peka terhadap apa yang Allah kehendaki untuk dia lakukan. Hidup di dalam pengabdian kepada Allah.
Dan yang ketiga, merindukan Kerajaan Surga yang akan datang. Sungguh, warisan yang akan kita terima bersama Tuhan Yesus adalah kemuliaan yang tiada tara. Tidak ada sesuatu yang dapat mengimbangi nilai itu. Sekali pun seluruh harta di dunia dikumpulkan, berapa trilyun tidak tahu, tidak bisa dihitung, tidak ada artinya dibanding dengan Tuhan Yesus sebagai Tuhan yang akan bersama dengan kita dimuliakan oleh Allah Bapa.
Kalau kita benar-benar memenuhi tiga hal ini, kita tidak perlu takut menghadapi segala hal. Ketika nama kita dirusak, kadang hati kita menjadi kecut, kadang juga marah; tapi satu penghiburan yang Tuhan ajarkan adalah, bahwa kalau hidup kita milik Tuhan, nama baik kita merupakan pertaruhan untuk pekerjaan Tuhan, Tuhan pasti melindungi. Dan Tuhan juga akan proteksi, lindungi keluarga kita, lindungi orang-orang yang kita kasihi. Inilah rahasia sukses, rahasia keberhasilan hidup kita. Tetapi kalau kita tidak melayani Tuhan dengan baik, tidak hidup dengan benar, tidak menjadikan surga sebagai fokus, kita tidak layak menerima perlindungan Tuhan.
Bahkan semua kejadian yang kita alami bisa memuat berkat kekal, karena mau mengubah hidup kita menjadi orang yang layak dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus. Demikian pula dengan bisnis Saudara. Kalau bisnis Saudara adalah sarana untuk melayani Tuhan, maka Tuhan tidak akan membuat bisnis Saudara bangkrut, hancur, lalu rusak; tidak mungkin. Kalau pun harus mengalami kebangkrutan atau kehancuran pasti ada rencana Allah yang indah di balik semua itu.
Maka kita periksa diri kita, jangan-jangan kita juga punya dosa yang tidak kita sadari. Bagaimana kita dapat perlindungan Tuhan kalau kita menjadi orang calon neraka? Jadi orang yang tidak hidup kudus, tidak mempersembahkan hidupnya sepenuh bagi Allah, tidak fokus ke langit baru bumi baru, bagaimana layak dilindungi Tuhan? Mari kita mengakhiri sisa hidup kita dengan baik dan betul-betul menjadi orang-orang yang layak diberkati.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Rahasia hidup diberkati Tuhan adalah memberi diri untuk benar-benar dikembalikan ke rancangan Allah semula, sungguh-sungguh mempersembahkan hidup bagi Tuhan dan merindukan Kerajaan Surga.
Surat Gembala Senior 10 Juli 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEHARUMAN YANG PERMANEN
2022-07-10 10:48:48
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Tema kita pada hari ini mengenai pengharapan kehidupan di balik kubur kita. Firman Tuhan dalam Wahyu 14:13 berbunyi: "Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka." Kebenaran ini terkait dengan bagaimana kita membangun kehidupan yang berbau harum di hadapan Allah. Kelakuan kita, perilaku kita, baik yang ada di dalam pikiran, batin kita, setiap ucapan kita dan perilaku kita yang kelihatan, itu bisa menjadi suatu keharuman di hadapan Allah, yaitu jika kita melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang diingini oleh Allah atau sesuai dengan hakikat Allah. Hakikat Allah yang kasih, yang adil, yang kudus.
Jadi ketika perbuatan kita itu sesuai hakikat Allah, atau mengekspresikan hakikat Allah, maka ada keharuman yang dicium oleh Allah. Namun tentu saja Allah tahu, apakah kita melakukan itu dengan sikap hati yang benar, artinya kita melakukan sesuatu dengan hati yang mengasihi Allah atau tidak. Hal ini dapat terjadi setelah seseorang diproses lewat perjalanan panjang, dibentuk oleh Allah, didewasakan oleh Tuhan melalui karya Roh Kudus, sehingga berkeadaan berkodrat ilahi. Di mana segala sesuatu yang dilakukan memang sesuai dengan hakikat Allah tersebut. Hakikat yang kasih, yang kudus, yang adil, yang pasti tidak melukai orang. Dan keharuman seperti itu menyukakan hati Allah.
Sebaliknya, perbuatan yang melukai orang, yang membuat dendam, kebencian, gila hormat, mencari sanjungan pujian manusia, kepuasan daging, kepuasan jiwa yang keruh, itu mendukakan hati Allah; bau busuk. Nah, bau ini merupakan bau kekal, bau abadi. Ketika seseorang meninggal dunia, apakah ia memiliki keharuman ataukah ia memiliki kebusukan, itu adalah akhir hasil yang akan dibawa di hadapan pengadilan takhta Kristus. Jadi, jangan berpikir nanti setelah mati ada semacam proses, kalau di dunia baunya busuk nanti setelah mati bisa diproses, lalu menjadi harum, tidak begitu! Kalau sudah di hadapan Allah nanti pasti orang gemetar, lalu meminta ampun, itu adalah permintaan ampun yang palsu. Mestinya permintaan ampun itu sejak sekarang, sejak hari ini. Yaitu ketika seseorang menghadapi kenyataan dunia yang jahat, tetapi kita memilih untuk taat, menaati Firman Tuhan, hidup suci.
Dan ketika kita salah kita mengakui dosa itu dan bertobat minta ampun, walaupun Allah tidak kelihatan, dan kadang-kadang seperti tidak ada, sementara orang di sekitar kita hidup suka-suka sendiri, tetapi kita memilih untuk taat kepada Allah, itu baru pertobatan yang benar, yang sejati. Dan itu yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah. Mari kita bebenah mulai sekarang, sejak kita hidup di dunia. Kita benahi hidup kita supaya kita memiliki keharuman. Dan ketika kita meninggal dunia maka keharuman yang kita capai sejak kita di dunia ini menjadi keharuman di hadapan Allah. Itu tidak ada rekayasa, tidak ada kamuflase, tidak mungkin ada kemunafikan. Oleh sebab itu kita memeriksa diri kita hari ini, apakah kita memiliki keharuman di hadapan Allah atau bau busuk.
Oleh sebab itu kesempatan di mana kita ada di hadapan Tuhan merupakan kesempatan untuk kita mengoreksi diri dengan baik. Apakah jalan hidup kita benar-benar bersih atau tidak? Mari kita perhatikan setiap langkah kita, setiap menit ke menit, setiap jam ke jam. Kalau ada sesuatu yang buruk atau busuk, kita akui di hadapan Allah, minta pengampunan-Nya, lakukan penyelesaian di hadapan Allah. Keharuman itu tidak bisa kita bangun dalam satu hari. Tetapi lewat waktu panjang dan pergumulan. Tuhan akan memberi kita kesempatan untuk melakukan hal-hal yang memuaskan daging dan jiwa kita. Allah mengizinkan kesempatan-kesempatan untuk berbuat dosa, untuk melakukan apa yang memuaskan hati kita. Tetapi di kesempatan-kesempatan tersebut kita melihat peluang untuk membuat keharuman, yaitu ketika kita menolak berbuat dosa.
Dan jika keharuman seperti itu dibiasakan terus, maka kita menjadi orang yang sepikiran dan seperasaan dengan Allah dan itu berarti kita mengenakan kodrat Allah. Dan kalau kita mengenakan kodrat Allah, di situlah kita memiliki keharuman yang permanen. Jadi orang harus memilih, apakah ia memiliki keharuman yang permanen, atau hidup suka-suka sendiri yang akan menciptakan kebusukan yang permanen juga. Karenanya marilah kita membenahi diri agar kita dapat memiliki keharuman yang permanen. Sehingga di hadapan Allah kita bisa tahan berdiri, karena ada keharuman yang mengalir memancar. Indah sekali, keharuman yang kita bawa di hadapan Allah. Seperti pedupaan yang berbau harum. Mari, mulai hari ini kita bertekad untuk memiliki keharuman di hadapan Allah.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Ketika seseorang meninggal dunia, apakah ia memiliki keharuman ataukah ia memiliki kebusukan, itu adalah akhir hasil yang akan dibawa di hadapan pengadilan takhta Kristus.
Surat Gembala Senior 3 Juli 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PERCAYA DENGAN TENANG
2022-07-03 12:02:14
Saudaraku,
Kita tidak bisa memiliki hubungan perjumpaan dengan Allah pada waktu kita berdoa kalau setiap hari kita tidak dalam persekutuan dengan Bapa. Setiap hari kita harus berjuang untuk benar-benar hidup bersih. Dan itu penting sekali, bahkan itu satu-satunya yang kita perlukan, hidup di dalam kesucian Allah. Dan jangan suasana hati kita ditentukan oleh dunia ini. Makan itu enak, jalan-jalan dengan keluarga itu enak, menikmati pemandangan alam itu enak, benar. Tapi kita tidak terpengaruh dunia ini. Punya fasilitas untuk bisa dinikmati guna melaksanakan tugas-tugas hidup kita itu enak, tapi kita tidak terikat. Ini tidak bisa mendadak. Kita tidak bisa memiliki hubungan yang harmoni waktu kita berdoa kalau setiap hari kita ini tidak hidup benar. Nanti Saudara bisa mengalami di mana ketika hidup Saudara bercacat, akan terasa sekali waktu kita sedang ada di hadapan Tuhan.
Kalau dulu mungkin kita tidak terlalu merasakan perbedaan antara ketika kita hidup di dalam kekudusan setiap hari di dalam suasana menikmati sukacita kebahagiaan di dalam Tuhan, atau pada waktu hari-hari kita tidak hidup di dalam kebenaran dan kesucian, namun itu terasa pada waktu kita berdoa. Tetapi terkait dengan hal ini, saya harus memberitahukan kepada Saudara bahwa Tuhan di dalam integritas-Nya yang sempurna—yang tidak bisa kita atur suka-suka kita—harus betul-betul kita hormati. Ketika kita belum dewasa suasana doa kita itu sangat ditentukan oleh suasana hati kita. Jadi sangat situasional. Kalau kita lagi ada masalah, kita terasa begitu dekat dengan Tuhan, hati kita mudah pecah, hati kita mudah terangkat. Tetapi pada waktu kita tidak memiliki masalah, rasanya doa kita hambar. Pada tahun-tahun awal Saudara berdoa, Saudara akan mengalami hal itu. Benar-benar mengalami seakan-akan Tuhan itu tidak ada. Di sini kita harus belajar menghormati Tuhan.
Kita percaya dengan rileks, dengan tenang, kita percaya Dia ada, Dia hidup. Jangan bergantung pada perasaanmu, jangan bergantung pada emosimu. Tetapi bergantunglah pada kepercayaan bahwa Allah itu setia. Saya sering merenungkan bagaimana orang-orang Kristen mula-mula teraniaya begitu hebat, dan di dalam penganiayaan yang begitu hebat tersebut, Tuhan seakan-akan tidak ada, seakan-akan Tuhan itu diam. Bayangkan... seakan-akan Tuhan tidak ada, tetapi mereka tetap percaya! Bagaimana mereka dianiaya oleh prajurit-prajurit Kaisar Roma, mereka benar-benar tidak berdaya, dan seakan-akan Allah diam. Tetapi mereka memercayai Allah itu ada dan hidup. Sama seperti dengan Abraham yang dipanggil keluar dari Urkasdim, sudah tidak ketemu itu negeri, tidak kunjung punya anak, berat, tapi percaya! Nah, di sini kita dilatih percaya.
Jadi pada waktu kita berdoa kita harus percaya Allah itu ada, jangan bergantung kepada perasaan Saudara. Dilatih itu! Kadang-kadang kalau orang-orang Kharismatik emosinya maju dulu. Dan itu bisa merusak malahan. Sehingga lain waktu kalau dia berdoa tidak pakai emosi, merasa Tuhan kurang hadir, atau kurang urapan. Mari kita belajar dan berlatih. Jadi pada waktu kita berdoa seakan-akan Tuhan tidak ada, jangan jadi gusar, emosi tidak meledak, jangan jadi gusar. Masak harus nunggu punya masalah, emosi meledak baru kita merasa Tuhan hadir, Tuhan mengurapi? Kan tidak begitu. Coba kita berlatih terus. Jadi pada waktu kita berdoa, kita belajar untuk merasakan hadirat Tuhan. Ayo kita berlatih. Saudara harus berlatih banyak.
Tuhan tidak mau memanjakan perasaan kita. Kalau kita berdoa lalu kita merasa Tuhan hadir, lalu ada perasaan merinding atau suasana tertentu, ada bau harum, merasa Tuhan hadir, tidak begitu! Tuhan tidak mau memanjakan perasaan kita! Karena Tuhan mau melatih iman kita! Nanti di situasi-situasi yang kritis atau krisis, baru Saudara sudah terbiasa memercayai Allah. Belajarlah memercayai Allah di situasi-situasi yang tidak krisis. Jadi kalau Saudara menyembah Tuhan, “kami sembah Engkau Tuhan Mahatinggi,” tapi tidak nangis rasanya seperti tidak pecah, jangan paksa nangis, rileks aja Saudara, biasa saja. Bertekunlah, jangan putus asa.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Percaya dengan tenang adalah ketika kita tidak bergantung pada perasaan atau pada emosi, tetapi kita bergantung pada kepercayaan bahwa Allah itu setia.
Surat Gembala Senior 26 Juni 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TUHAN YANG MEMBELA
2022-06-26 14:59:44
Kita harus meng- update Tuhan, kita harus selalu memperbaharui hubungan kita dengan Tuhan, supaya hubungan kita benar-benar terjalin indah, nyata, riil; dan itu pasti berdampak dalam hidup kita. Untuk itu kita harus meng- upgrade diri kita, artinya kita harus benar-benar hidup tidak bercacat tidak bercela. Jangan kita berbuat dosa sekecil apa pun dosa itu. Kalau orang mengata-ngatai Saudara hal-hal buruk, seakan-akan Anda ini orang najis, orang berdosa, jangan mengganggu pikiran kita. Yang penting kita benar-benar benar di hadapan Tuhan; tidak bercacat tidak bercela. Sebab bagaimanapun, suatu hari Allah akan membuktikannya. Jangan membuat skenario, biar Tuhan yang akan mengatur skenario itu; alur cerita kehidupan kita masing-masing.
Meng- update Tuhan di dalam hidup artinya apa yang pernah terjadi, yang ditulis di dalam Alkitab—yang itu kita yakini sebagai kisah nyata bukan dongeng dan memang itu benar-benar kisah nyata—kita alami sekarang. Seperti laut Kolsom terbelah, kita juga bisa membelah berbagai kesulitan, kesukaran; tidak ada jalan keluar ke mana pun selain Tuhan. Bangsa Israel dibawa Tuhan ke situasi-situasi yang betul-betul mustahil untuk mendapatkan pertolongan. Ketika mereka sampai di seberang laut Tiberau; kanan kirinya bukit, di belakang Firaun mengejar, mereka tidak ada jalan, sama sekali tidak ada jalan. Di depan, air laut bergelombang, kanan-kiri perbukitan; mereka seperti ada di tempat yang dipojokkan; tinggal dibunuh atau dibantai saja. Tetapi Allah tidak pernah kehilangan jalan; Allah selalu memiliki jalan keluar. Apa yang terjadi? Laut Kolsom dibelah. Dibelahnya laut Kolsom ini memberi inspirasi kepada kita bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah; Allah mampu berbuat apa pun di luar nalar kita; di luar kemampuan kita mengerti.
Jadi kalau sekarang kita dalam kondisi yang terjepit; kanan, kiri, depan, belakang, menekan dan menusuk; lalu kita berkata, _“Tamat, tamat sekarang hidupku. Pokoknya hidupku selesai hari ini,” _ ternyata tidak. Allah punya banyak jalan. Makanya kita harus benar-benar bergantung kepada Allah dan jangan bergantung kepada manusia. Saya termasuk orang yang kapok bergantung kepada manusia. Selain kita akan dirugikan, kita juga menghina perasaan Allah. Allah itu besar. Allah yang dikisahkan oleh Abraham, Ishak dan Yakub, Musa, Sadrakh, Mesakh, Abednego, Daniel; Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus; Allah yang sama; Allah yang kita sembah hari ini. Jadi jangan ada keraguan sekecil apa pun; karena Allah yang hidup, Allah yang bisa dipercayai. Allah tidak mungkin tidak memberi jalan.
Allah mau membuktikan Diri-Nya besar. Maka kita lihat di dalam kisah perjalanan bangsa Israel ke Mesir. Sering mereka dibawa kepada keadaan-keadaan sulit yang mustahil dengan kekuatan manusia bisa menanggulanginya. Tetapi kesulitan makin besar, mukjizat pun dinyatakan makin besar. Persoalan makin rumit, makin besar, Allah makin bisa menunjukkan kemuliaan-Nya. Allah bukanlah Allah yang tidak bisa merangkai masalah. Asalkan hidup kita benar, Tuhan pasti membela kita. Tapi kalau kita sendiri salah, tidak usah manusia, Tuhan yang akan memenggal kepala kita. Tapi karena kita mau belajar hidup suci tak bercacat-tak bercela, Allah pasti melindungi, Allah pasti menjaga kita. Tidak mungkin Allah meninggalkan kita.
Jadi persoalan berat, persoalan sulit, itu benih mukjizat, benih iman. Kalau Saudara hanya punya masalah kecil, lalu Tuhan buka jalan; itu bukan Allah yang besar. Allah bisa menyelesaikan hal yang berlipat kali ganda, yang ribuan kali besarnya dari masalah yang kita hadapi. Jadi kalau kita menghadapi masalah-masalah berat/rumit, kita harus melihat bahwa Allah akan menyatakan mukjizat-Nya di dalam masalah hidup kita yang besar ini. Tuhan pasti nanti buka jalan, Tuhan pasti tolong kita; hanya hendaknya kita tetap rendah hati; jangan sombong, jangan mentang-mentang punya Allah yang Mahakuasa lalu kita sembarangan hidup. Tetap kita menjaga diri sebaik-baiknya, menjaga kesucian sebaik-baiknya.
Di luar kemampuan kita, Tuhan pasti menolong, Tuhan pasti buka jalan, Tuhan pasti tidak permalukan kita. Allah adalah Allah yang tidak pernah meninggalkan kita. Firman Tuhan mengatakan dalam kitab Ibrani 13:5; yang kemarin telah kita baca, _“Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan kamu.” _ Dan ini sudah merupakan kepastian. Allah tidak pernah meninggalkan kita. Ayo, kita buktikan siapa Allah yang benar dan Allah siapa Dia!
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Asalkan hidup kita benar, Tuhan pasti membela kita.
Surat Gembala Senior 19 Juni 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP TERASA RINGAN
2022-06-19 19:58:39
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Saya berharap kita semua terus bertumbuh sampai kita benar-benar bisa memindahkan hati kita di surga. Tuhan Yesus sendiri yang mengatakan di dalam Matius 6:21, _“Di mana ada hartamu di situ hatimu berada.” _ Kita telah begitu lama meletakkan hati di bumi ini. Sudah tertanam, terikat, terbelenggu; yang kita pandang sebagai harta, kekayaan, kesenangan, kelengkapan hidup; yaitu apa yang ada di bumi saat ini. Dan kita sudah terbelenggu selama belasan tahun. Bagi yang sudah berusia lanjut, sudah puluhan tahun. Dalam stadium tertentu, seseorang bisa berkeadaan tidak bisa terlepas lagi dari ikatan-ikatan dunia tersebut. Puji Tuhan kalau kita masih bisa terlepas. Ini sulit sebenarnya. Tetapi kebenaran demi kebenaran yang kita dengar memperbaharui pikiran kita.
Hadirat Tuhan yang kita rasakan dan proses pertumbuhan rohani melalui setiap peristiwa dan keadaan yang terus kita alami bisa mencabut hati kita dari ikatan dunia ini. Dan kalau kita bisa makin terlepas, maka hidup kita menjadi ringan. Saldo di rekening bank kita, tidak akan banyak memengaruhi kita; bahkan bisa tidak memengaruhi kita sama sekali. Ya sudah seadanya itu, yang penting kita lewati dari hari ke hari. Kita tidak lagi mengingini barang-barang apa pun kecuali barang itu memang kita gunakan untuk pelayanan, untuk kegiatan hidup. Tidak salah menonton film yang bagus, kalau itu memiliki atau memberi inspirasi yang bagus, tapi kalau kemudian menjadi ikatan, itu salah.
Kita harus makin hari makin terlepas; “Di mana ada hartamu di situ hatimu berada.” _ Satu hal yang Tuhan ajarkan kepada kita adalah kalau kita tidak sungguh-sungguh, kita tidak mungkin merindukan bertemu dengan Tuhan Yesus. Hanya orang yang benar-benar mengenakan kehidupan Tuhan Yesus yang merindukan Dia. Kalau dulu kita ditampar, kita pasti membalas menampar dengan cara kita. Paling tidak, kita membela diri kita dengan membicarakan orang yang menampar kita itu. Tetapi kalau kita ikut teladan Tuhan Yesus; kita ditampar, kita diam seribu bahasa. Orang berkata, _“Pak, kalau kita ditampar, lalu kita diam, malah makin kurang ajar dia.” _ Sama seperti ketika Saudara memiliki kesempatan berbuat dosa, Saudara bisa menghindari tidak melakukannya, walaupun itu menyakiti daging kita. Lebih baik tidak ada kesempatan berbuat dosa daripada ada, tapi tidak boleh.Seperti orang puasa di padang pasir, itu tidak apa-apa; tapi puasa di tengah _foodcourt, itu berat.
Saudara tidak berzina karena tidak ada kesempatan berzina, tidak ada partner untuk diajak berzina; tidak berat. Tapi ada kesempatan berbuat zina, punya kesempatan, punya tempat; tapi Saudara berkata tidak; itu sakit. Dan Tuhan sering membawa kita ke keadaan-keadaan seperti itu supaya kita ini memiliki kesucian yang permanen. Ibarat orang berenang, ia tidak berenang di kolam renang yang kedalamannya hanya 1,2 meter, tapi berenang di lautan yang bergelombang 4meter; berat, tapi itu membuat ia jadi ahli renang. Kesucian itu juga harus begitu. Kalau Saudara hanya dibenci orang di dalam hati atau orang membuang muka, Saudara tidak tahu dan masih tidak berat. Tapi kalau Saudara sampai ditampar, diludahi, itu berat. Tetapi kalau bisa kita lalui, baru kita bisa merindukan Tuhan Yesus Kristus. Kita akan dibawa ke situasi seperti situasi yang dialami Tuhan Yesus. Dan itu sebenarnya sebuah isyarat bahwa kita sedang diproses.
Nah, saya mengajak akhirnya Bapak/Ibu/Saudara sekalian menjadi pemberita-pemberita kebenaran seperti yang dikatakan dalam 2 Petrus 2:5. Nuh adalah seorang pemberita kebenaran; “Ayo masuk bahtera.” Kita mengajak orang, “Ayo kita ke LB3. Berhenti dari percintaan dunia.” Dan ini yang sebenarnya Tuhan ingin kita lakukan. Pokoknya akan terasa ringan nanti, kalau kita sudah tidak ingini dunia. Kita pastilah masih perlu rumah, mobil, uang; makanya, kita harus bekerja rajin, tidak boleh malas, tidak boleh malu kerja apa saja asal itu hahal. Walaupun kita sarjana, kita jualan tempe atau nasi goreng; tidak usah malu, yang penting halal. Kerja diomelin bos, direndahkan, dihina; tidak apa-apa; yang penting anak-anak bisa makan di rumah, yang penting anak-anak bisa sekolah. Kita dikhianati kolega bisnis, dikhianati teman sekerja yang mau menyingkirkan kita di perusahaan, tidak usah membalas, diam saja. Saudara akan berkata, _“wah saya tambah hancur, Pak!” _ Tidak akan hancur. Tuhan pasti melindungi Saudara kalau Saudara berkarakter baik, kalau Saudara itu benar. Ada Allah yang hidup!
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Hidup akan terasa ringan ketika kita sudah tidak mengingini dunia lagi.
Surat Gembala Senior 12 Juni 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HATI YANG BERSIH
2022-06-12 22:15:13
Saudaraku sekalian yang terkasih,
Saya ingatkan bahwa hidup kita itu singkat. Singkat sekali, hanya 70-80 tahun. Singkat sekali dibanding dengan kekekalan, tidak ada artinya. Jadi memang, kita hidup ini hanya untuk bersiap-siap masuk kehidupan yang akan datang. Sekarang masalahnya, apakah Saudara percaya atau tidak bahwa ada kehidupan yang akan datang? Saudara percaya atau tidak bahwa kita memang akan menghadapi pengadilan dan akan menghadapi kenyataan surga kekal atau neraka kekal? Kalau Saudara yakin kenyataan atau realitas itu, mestinya kita takut akan Allah. Tidak ada yang lebih indah, tidak ada yang lebih mulia dalam hidup ini dari orang yang bersih dalam berpikir. Harus bersih dalam berpikir. Jangan ada kebencian, jangan ada dendam, jangan ada sakit hati. Kita buang. Walaupun kita ditikam, disakiti, dilukai, dijahati, dikhianati, dirugikan; disiksa batin dan mental kita; kita tidak usah dendam. Semua ada perhitungannya. Kalau kita dendam, kita berdosa.
Makin berat pergumulan kita, kalau kita bisa menang maka makin tinggi level kita. Kalau kita hanya bisa melompati 20 centimeter, itu masalah kecil. Kalau kita bisa lompat tembok 2meter itu baru luar biasa. Kalau hanya bisa berenang di kolam renang yang dalamnya cuma 120 centimeter itu bukan luar biasa. Tetapi kalau bisa berenang di lautan bebas dengan gelombang setinggi 2 meter, baru hebat. Di situ kita dilatih untuk memiliki otot-otot yang kuat. Saudara berjalan di tiupan angin yang sepoi-sepoi, itu nyaman; tapi kalau menghadapi badai, namun Saudara bisa tetap tegak berdiri dan berjalan ke depan, itu luar biasa. Jadi kita bersyukur. Yang penting kita bisa hidup dari hari ke hari; ke depan kita jalani saja. Kita mungkin masih gelisah, bagaimana kontrak rumah, uang sekolah anak dan lain-lain, jalani saja.
Yang terutama adalah kita harus menjadi orang yang menyenangkan hati Allah. Menyenangkan hati Allah tidak membutuhkan uang, tidak membutuhkan pendidikan tinggi, tidak membutuhkan fasilitas, tidak membutuhkan materi, tidak membutuhkan penampilan apa pun. Yang dibutuhkan adalah hati yang bersih, hati yang tulus. Ayo, kita belajar punya hati yang bersih, hati yang tulus. Kita akan menghadapi banyak hal, yang membuat kita murka, marah; jangan marah, jangan murka. Kita menghadapi kesulitan-kesulitan keuangan di depan; ya kita hadapi. Besar masalah-masalah yang kita hadapi. Di situ kita dilatih memiliki iman yang kuat, iman yang teguh. Perjalanan bangsa Israel itu memberi gambaran kepada kita. Ketika Allah membawa bangsa Israel melewati dua lembah, dua tebing tinggi, dan di depannya laut, mereka tidak bisa lari ke kanan atau ke kiri, mereka hanya bisa masuk ke laut. Tetapi akhirnya mereka bisa membelah Laut Kolsom. Jadi benar, memiliki Tuhan berarti memiliki segalanya. Tidak ada yang mengkhawatirkan kita. Kalau masih merasa khawatir—khawatir yang salah—berarti kita melecehkan kebesaran Allah, kita menghina kebesaran Allah, melecehkan kuasa-Nya.
Dari penderitaan ke penderitaan kita lewati, tetapi Allah itu hidup, nyata. Kita tidak boleh mundur. Sudah terlanjur jalan sejauh ini. Kita meng-update Allah, artinya, bagaimana tindakan-tindakan Allah yang besar di zaman Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru bisa kita alami hari ini. Tujuan kita cuma langit baru bumi baru, kita jalani, kita lewati bersama. Kita bergirang, kita bersukacita di dalam Tuhan apa pun yang sedang kita alami. Banyak kesulitan, banyak masalah, banyak kebutuhan yang belum terpenuhi, kuatkan hatimu.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Menyenangkan hati Allah tidak membutuhkan uang, tidak membutuhkan pendidikan tinggi, tidak membutuhkan fasilitas, tidak membutuhkan penampilan, tetapi yang dibutuhkan adalah hati yang bersih, hati yang tulus.
Surat Gembala Senior 5 Juni 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SIKAP HATI
2022-06-05 13:51:56
Dalam Perjanjian Lama kita menjumpai pola ibadah bangsa Israel yang memang diperintahkan oleh Tuhan, yaitu memberikan korban bakaran domba yang disembelih atau binatang yang disembelih, dipotong-potong lalu dibakar. Dibakar sampai habis. Lemak- lemaknya terbakar dan itu berbau harum. Demikianlah menurut yang dipahami oleh orang-orang Yahudi; dan dengan cara demikian mereka menyenangkan hati Allah. Apakah benar Allah suka dengan bau daging yang dibakar? Firman Tuhan mengatakan bahwa korban yang sesungguhnya bukanlah daging; korban bakaran sebenarnya tidak membuat hati Tuhan senang, Walaupun seluruh margasatwa itu disembelih.
Tetapi di balik korban itu ada sesuatu yang Allah mau dinaikkan. Jadi mereka membakar domba, binatang, lalu mereka memahami dengan cara itu, mereka menciptakan keharuman dari bau daging dan itu menyenangkan hati Allah. Karena begitulah orang-orang primitif pada zaman tersebut memahami penyembahan kepada allahnya atau dewa-dewanya. Bagi bangsa Israel, korban sembelihan itu sekaligus menjadi tindakan profetik akan adanya korban yang sesungguhnya, yaitu Tuhan Yesus Kristus di kayu salib.
Sebenarnya di balik binatang atau hewan yang disembelih dan dibakar, ada sikap hati, yang itu diperhatikan oleh Allah. Di sini kita baru mendapat jawaban mengapa korban Kain ditolak dan korban Habel diterima. Berpuluh-puluh tahun kita mungkin salah mengerti kisah ini. Tetapi kita tidak pernah tahu mengapa korban Kain ditolak dan korban Habel diterima. Dulu guru Sekolah Minggu bercerita bahwa korban Kain ditolak sebab buah dan hasil tanamannya busuk-busuk. Dan secara teologis, korban Kain tidak berbau darah, korban Habel berbau darah. Bisa saja, karena ketika Adam dan Hawa di Taman Eden untuk menutup ketelanjangan mereka, binatang yang dipotong bukan dedaunan, bukan tanaman; tetapi binatang yang dikorbankan dan kulitnya untuk pakaian manusia yang telanjang yang telah berbuat dosa. Itu jawaban secara teologis, masuk akal juga, benar juga karena mirip tindakan profetik.
Akan tetapi kalau kemudian dipersoalkan Kain memang seorang petani, Habel peternak; ya tentu hasil yang diberikan itulah yang dipersembahkan. Kemudian di zaman bangsa Israel ternyata persepuluhan juga memberikan sepersepuluh hasil agraria mereka. Jadi di mana letak persoalannya? Ini, sudah tidak salah lagi. Apa? Sikap hati. Kalau Saudara bertanya, bagaimana kita tahu bahwa sikap hati Kain buruk? Kita lihat kisah kemudian. Kain punya rasa iri, dendam, benci, panas. Tuhan tegur, “kenapa kamu panas hati Kain?” Begitu Kejadian 4. Dosa sudah mengintip di depan pintu lho? Ini bahaya. Jadi memang Kain ini target dari kuasa gelap, karena memiliki sikap yang ramah, yang welcome terhadap kuasa gelap. Beda dengan Habel, ketika mati, darahnya pun masih berteriak, bisa berseru kepada Allah. Habel buka pintu untuk Tuhan. Kain tidak membuka pintu untuk Tuhan. Dan kita lihat Kain begitu jahat.
Jadi, waktu bangsa Israel membakar korban, sebenarnya yang harum itu di hadapan Allah bukan daging binatang yang dibakar, tapi sikap hatinya. Saudara bisa melihat bagaimana korban yang sesungguhnya, yaitu Yesus, yang mengatakan kepada Bapa, _“Bukan kehendak-Ku yang jadi, kehendak-Mulah yang jadi.” _ Ini sikap hati. _"Ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” _ Ini sikap hati. _“Di dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” _ Ini sikap hati.
Demikian pula dengan korban kita. Korban kita adalah sikap hati. Waktu kita menyembah Tuhan, haleluya, haleluya, pastikan bahwa kita melakukannya dengan hati mengasihi Dia. Dan Allah menikmati keharuman cinta kita itu. Dan kemudian keharuman cinta kita itu dibuktikan dalam tindakan, dalam perbuatan setiap hari, dalam kesucian hidup. Tidak melukai orang, menolong sesama, murah hati, tidak memusuhi manusia, mengasihi musuh. Itu sikap hati. Itu adalah korban yang sesungguhnya.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Korban kita adalah sikap hati yang dibuktikan dengan perbuatan setiap hari dalam kesucian hidup.
Surat Gembala Senior 22 Mei 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - INVESTASI WAKTU
2022-05-22 09:54:01
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Kita bersyukur kalau kita bisa melewati hari-hari hidup kita yang panjang ini. Saya berharap Saudara bisa semakin mengalami dan menghayati Elohim Yahweh, Allah semesta alam, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Allahnya Musa, dan juga memiliki kegentaran terhadap Allah yang hidup. Ternyata menghayati keberadaan Allah itu tidak sederhana. Tidak bisa kita pelajari hanya duduk di bangku Sekolah Tinggi Teologi atau seminari, tidak cukup hanya menjadi orang Kristen selama bertahun-tahun, tetapi harus memiliki kerinduan yang kuat untuk bersentuhan dengan Dia. Tentu dimulai dari kesediaan kita untuk belajar kebenaran Firman, mengakui bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah semesta alam. Bagi kita, Allah kita adalah Elohim Yahweh yang mengutus Putra-Nya Tuhan kita Yesus Kristus menjadi manusia yang dalam segala hal disamakan dengan kita dan memikul dosa-dosa kita di kayu salib. Dialah Allah yang hidup.
Memercayai, meyakini bahwa Allah itu ada dengan segala pengetahuan tentang Allah yang ditulis di Alkitab dan yang ditulis oleh para penulis Kristen, tidak cukup membaca itu semua. Harus membaca, sebab itu mutlak, tapi tidak cukup. Namun kita harus mencari Dia, menemui Dia, menemui Allah. Kita harus berani investasikan waktu berjam-jam, berhari, berminggu, berbulan-bulan di hadapan Tuhan. Ketika masih menjadi mahasiswa, saya sudah biasa berdoa selama tiga jam setiap harinya. Itu pun sekarang saya masih harus belajar terus menghayati Allah yang hidup, menghayati Tuhan yang hidup, jatuh bangun, tetap mencari Allah. Kita harus berani mencari Allah, bahwa Dia bukan dongeng, Dia bukan mitos, Dia bukan fiksi yang dikarang, Dia Allah yang hidup. Apa yang diceritakan di dalam Alkitab, itu fakta sejarah, itu historis, itu bukan dongeng.
Dan Allah yang dikisahkan Alkitab, yang ditulis dalam Alkitab adalah Allah yang hidup dan Mahahadir, yang takhta-Nya tidak bergeser sedikit pun, Allah yang tidak berubah. Ini perlu Saudara pahami dengan benar. Kita harus menghayati Elohim Yahweh dengan mencari Dia, berani menginvestasikan waktu kita berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun; sampai kita bisa menemukan sentuhan Allah. Jiwa kita bisa menyentuh Allah atau Allah menyentuh jiwa kita. Yang ini tidak bisa dijelaskan, karena Saudara harus mengalami langsung. Ini tidak bisa diajarkan. Jadi ada hal yang bisa diajarkan dengan kata-kata, tetapi ada yang tidak bisa diajarkan dengan kata-kata. Harus dialami langsung. Melalui doa. Kalau saya berkata berdoa bukan hanya mengucapkan kalimat, menyampaikan permintaan atau memuji, menyembah dengan kata-kata, tapi juga duduk diam menghayati adanya Allah. Ini melatih iman kita, melatih keyakinan yang murni dan tulus, melatih diri kita untuk menghayati Allah yang hidup.
Ini bukan pekerjaan mudah. Orang bisa belajar teologi berjam-jam di perpustakaan setiap hari, tetapi untuk duduk diam tiga puluh menit belum tentu dia sanggup dan ternyata memang banyak yang tidak sanggup. Tetapi Saudara harus belajar sampai sanggup duduk diam mencari wajah Tuhan. Biasanya, kalau seseorang lagi sangat kepepet, baru ia mencari wajah Tuhan. Itu pun hanya karena derai air mata, ratapan, tangisan tetapi dia pada dasarnya tidak membutuhkan Tuhan, dia hanya membutuhkan jalan keluar dari persoalannya. Orang-orang seperti ini sulit menghormati Tuhan, sebab ia berurusan dengan Tuhan hanya karena mau memanfaatkan Tuhan; memanfaatkan kuasa-Nya, memanfaatkan berkat-berkat-Nya. Orang seperti ini tidak layak masuk Kerajaan Surga. Memang dia tidak ke dukun atau dia tidak pergi ke kuasa lain, tapi ia mencari Tuhan pun dengan sikap hati yang salah. Kalau itu dilakukan oleh orang Kristen baru, tidak salah. Tuhan maklum, Tuhan toleransi, menolerir. Tapi kalau kita yang sudah berpuluh-puluh tahun jadi orang Kristen berurusan dengan Tuhan hanya karena kita membutuhkan pertolongan-Nya, berarti kita bersikap kurang ajar.
Mari kita mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, kita memiliki nurani yang bersih, supaya kita bisa menilai orang dengan benar, tidak menghakimi, menghukum. Kalau kita menghayati Elohim Yahweh, kita akan takut akan Allah. Kita tidak akan berani sembarangan tulis sesuatu di media sosial yang dapat membuat gaduh. Kita tidak menghakimi sesama, sekali pun ia bersalah kepada kita. Makanya untuk itu kita harus takut akan Allah. Kita harus mencari wajah-Nya, menghayati kehadiran Allah, dan itu indah sekali. Kita mau dimiliki Allah asalkan kita tunduk, kalau kita hidup suci, dan meninggalkan percintaan dunia. Kita masih bisa menikmati hidup, menikmati pemandangan alam, wisata keluar negeri; tidak salah, punya rumah tidak salah, menikmati kebersamaan dengan teman, makan bersama, tidak salah. Tapi tidak terikat sama sekali. Kita melakukannya bersama dengan Tuhan. Itu yang penting. Ingat, kita semua adalah orang berdosa, maka jangan menghakimi dan menghukum orang lain. Biarlah setiap orang berurusan dengan Tuhannya. Yang penting kita urus diri kita sendiri ada di hadapan Tuhan. Dan harus ingat, semua kita akan menghadap takhta pengadilan Tuhan. Ini harus menggetarkan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Kita harus menghayati Elohim Yahweh dengan mencari Dia, berani investasikan waktu kita—berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun—sampai kita bisa menemukan dan merasakan sentuhan Allah.
Surat Gembala Senior 15 Mei 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SUARA DI DALAM DIRI
2022-05-15 10:46:16
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Percaya kepada Tuhan itu bukan sesuatu yang mudah, tapi kita harus berani percaya. Allah tidak kelihatan, bahkan Allah seakan-akan tidak ada. Apalagi kalau kita menghadapi masalah, lalu Tuhan sepertinya tidak peduli, sepertinya Tuhan masa bodo, sepertinya Tuhan itu tidak memberikan kepada kita perhatian. Dan itu membuat kita menjadi kurang percaya, iman kita menjadi kendor. Lalu kita berkata, “Tuhan ini sebenarnya ada atau tidak sih?” Ada suara di hati kita. Dan manusia lama kita itu, daging kita ini bisa menjadi pangkalan dari kuasa gelap, bisa menjadi pangkalan Iblis yang bisa menarik kita dari jalan yang benar, mengintimidasi kita. Ada suara-suara yang buruk yang bisa muncul dari dalam diri kita; “Allah memang tidak ada, Allah tidak jelas, Allah meninggalkan kamu karena kamu banyak salah, kamu dilupakan,” dan seterusnya. Coba perhatikan suara-suara itu dan kemudian lawan. Jangan dianggap tidak ada.
Suara itu ada, dan harus dihadapi. Suara itu muncul seperti ketika Saudara dijahati orang, lalu suara itu muncul mengatakan, “Lawan dia, kalau kamu nggak lawan nanti tambah kurang ajar dia,” begitu. Lalu kadang-kadang juga bisa berkata begini, Iblis juga bisa berkata, “Lihat, dia bisa terhormat, kamu tidak bisa terhormat.” Lalu ada suara, “Habisi dia! Geser dia!” Itu suara-suara yang jika tidak kita perhatikan, bisa menenggelamkan kita. Kita harus menyadari adanya suara-suara itu. Kita harus hadapi suara-suara itu. Lalu kita harus kalahkan suara-suara itu. Juga muncul suara-suara yang membuat kita meragukan Allah, “Allah itu tidak ada, Allah melupakan kamu. Dia tidak ada, Dia tidak peduli. Memang Allah itu misteri, tidak jelas.” Suara-suara itu ada di dalam diri kita. Harus kita perhatikan, kita kenali. Lalu kita hadapi, kita kalahkan.
Bagaimana mengalahkan suara-suara itu? Kita mengalahkan suara-suara itu dengan Firman Tuhan. Jadi ketika ada suara mengatakan, “Allah tidak ada, Allah tidak jelas,” kalahkan dengan Ibrani 11:6, “Orang yang mencari Allah, berpaling kepada Allah harus yakin Allah itu ada dan Allah memberi upah kepada barangsiapa yang mencari Dia.” Katakan kepada diri kita sendiri, “Allah itu hidup. Apa yang dikatakan Alkitab benar. Alam semesta tidak mungkin ada sedemikian sempurna jika tidak diciptakan oleh Pribadi yang Maha Cerdas dan Maha Bijaksana,” Allah itu hidup. Alkitab itu bukti nyata jejak Allah. Dan Roh Kudus juga akan berbicara dalam hati kita. Tetapi Roh Kudus tidak akan berbicara, kalau kita tidak memiliki Firman, karena Roh Kudus akan menggunakan Firman. Tuhan Yesus berkata, “Roh itu akan mengingatkan kamu segala sesuatu yang Ku-katakan.” Memang ada hal-hal yang dikatakan Roh Kudus terkait dengan masalah-masalah kita yang spesifik. Tetapi dasar-dasar, prinsip-prinsip yang Roh Kudus sampaikan kepada kita pasti ada dalam Alkitab. Tidak mungkin tidak ada di dalam Alkitab.
Ada suara-suara di dalam diri kita yang bisa menyeret kita keluar dari jalan Tuhan, keluar dari kekudusan, kesucian Tuhan. Suara-suara itu harus Saudara perhatikan dan lalu kita lawan. Jangan kita diam. Kita harus lihat ada suara itu, jelas suara itu. Supaya jangan kita anggap itu suatu kebenaran, jangan anggap itu sudah menjadi bagian hidup kita dan tetap boleh menjadi bagian hidup kita. Suara-suara itu tidak boleh menjadi bagian hidup kita. Kita harus berani untuk menghadapi suara itu dan menaklukkannya dengan firman Tuhan. Kalau suara itu berkata, “Lawan musuhmu! Kalau tidak dia nanti akan tambah kurang ajar.” Lalu kita harus pakai Firman, “Kasihilah musuhmu.” Tuhan Yesus berkata, “Kasihilah musuhmu;” “Pembalasan adalah hak Tuhan, bukan hak kita.” Tuhan yang membela kita, bukan kita membela diri kita sendiri.
Kalau itu tidak kita lakukan, maka lama-lama nanti suara itu akan menguasai kita dan akan melahirkan tindakan atau perbuatan yang melukai hati Bapa. Membuat kita berdosa, membuat kita jatuh. Tapi kalau kita lawan dengan Firman, suara itu lama-lama mati. Kita matikan suara itu. Roh Kudus pasti berbicara, tetapi Roh Kudus menggunakan Firman. Menggunakan ayat-ayat Alkitab. Kecuali hal yang spesifik, hal yang khusus untuk Saudara yang memang tidak dialami orang lain, Roh Kudus pasti bicara juga. Tetapi kalau itu sifatnya umum, Roh Kudus pasti landasan dasarnya itu Alkitab. Inilah pergumulan kita, sebab ini adalah inti dari peperangan rohani. Bukan mistik, tapi natural. Karenanya firman Tuhan mengatakan, “Jangan beri kesempatan kepada Iblis” (Ef. 4:27).
Dahulu kita begitu, karena kita ada di dalam daging yang merekam nafsu-nafsu. Di dalam jiwa kita telah diwarnai, dilukisi gambar-gambar buruk yang telah kita serap di masa lalu dan kita nikmati. Namun sekarang kita mau berubah dan berani bertindak. Kita lawan suara-suara dalam hati kita yang dapat menyeret kita ke arah yang salah dan bahkan menenggelamkan kita. Ini pergumulan kita. Saya percaya apa yang saya sampaikan ini merupakan pesan Tuhan untuk kita perhatikan dengan serius.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Ada suara-suara di dalam diri kita yang bisa menyeret kita keluar dari jalan Tuhan, kalau kita tidak lawan, maka lama-lama suara itu akan menguasai kita dan bisa melahirkan tindakan atau perbuatan yang melukai hati Bapa.
Surat Gembala Senior 8 Mei 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PERCAKAPAN DENGAN ALLAH
2022-05-08 19:10:04
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Dalam pertumbuhan iman yang benar, seseorang akan sampai di suatu wilayah atau kawasan di mana dia benar-benar hidup di dalam pergaulan dengan Allah, dalam kontak dengan Bapa setiap saat. Dan itu sangat mungkin terjadi karena Roh Kudus dimeteraikan di dalam diri kita. Kalau Roh Kudus dimeteraikan di dalam kita, mestinya atau idealnya ada percakapan dengan Allah setiap saat. Mungkin hal ini dianggap kurang wajar, tetapi sejatinya ini yang wajar. Karena firman Tuhan mengatakan bahwa, “Roh Kudus menuntun kita kepada seluruh kebenaran.” Itu artinya dalam setiap saat, dalam segala keadaan, di setiap saat Roh Kudus berbicara kepada kita. Dan kita juga bisa berbicara kepada Roh Kudus yang sama, berbicara kepada Allah (Yoh. 16:13). Tetapi harus diakui, sedikit sekali orang yang sampai pada kawasan ini. Mengapa? Karena banyak orang merasa berhak memiliki urusan sendiri. Urusan wajar, urusan umum yang juga dimiliki dan digeluti oleh manusia pada umumnya atau hampir semua orang. Mungkin Anda berkata, “Apakah kita tidak boleh punya urusan pak?” Oh, hidup kita pasti punya banyak urusan. Tetapi urusan kita itu harus urusan yang dasarnya adalah untuk kemuliaan Allah; “Baik kamu makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Seiring berjalannya waktu ketika kita mulai lebih mengerti kebenaran, lebih menyadari keberadaan kita.
Jadi motivasi hidup kita harus benar-benar hanya untuk urusan Allah Bapa di surga. Bagaimana segala sesuatu yang kita lakukan itu benar-benar hanya untuk kemuliaan Allah, apakah itu bisa? Sangat bisa. Kita harus ingat bahwa tujuh puluh lima tahun bahkan seratus tahun umur hidup kita itu, dibanding kekekalan itu tidak ada artinya. Jadi di singkatnya umur hidup kita ini mestinya kita bisa 100% hidup untuk Tuhan. Semua urusan kita itu urusan Tuhan; “Baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, kita lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Mestinya kita bisa kalau kita maksa. Jadi tidak ada sesuatu yang kita lakukan dengan motivasi untuk kesenangan diri, untuk kepuasan diri kita, tidak boleh ada. Dahulu kita begitu, bahkan pelayanan pekerjaan Tuhan pun masih memuat agenda-agenda pribadi kita. Coba, begitu rusaknya kita. Tapi kita tidak menyadari, kita merasa sedang melayani Tuhan dengan baik, padahal kita melakukan banyak kesalahan. Tidak murni motivasi hidup kita, walaupun itu baik dan murni di mata manusia, tapi sebenarnya tidak.
Mari kita sadari, jangan lupa periksa diri, jangan tidak kenal diri. Saya sudah mengatakan dengan kejujuran, bahwa saya pun juga melakukan penyimpangan ini. Tidak murni walaupun itu ada di lingkungan pekerjaan Tuhan, tapi ada agenda-agenda pribadi. Kesenangan menjadi pemimpin, kepuasan dipuji, kenyamanan punya kedudukan, walaupun memang kita tidak 100% haus kedudukan atau gila hormat, tapi masih senang dengan sekecil apa pun hormat yang bisa kita peroleh. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, kita lebih mengenal kebenaran, kita sadar kita telah berbuat kesalahan, kita bertobat dan makin hari kita mau memurnikan motivasi kita. Jika kita melakukan hal ini dengan sungguh-sungguh, maka terjadi koneksitas (hubungan), ada persekutuan, ada fellowship yang benar dengan Allah setiap saat. Ada percakapan tiada henti dengan Bapa di surga, karena memang kita hidup hanya untuk kepentingan Bapa.
Kita bisa berkata, “Satu-satunya duniaku adalah Tuhan, satu-satunya duniaku adalah Bapa di surga, satu-satunya duniaku adalah melayani, mengabdi kepada Bapa di surga, menjaga perasaan Bapa, menyenangkan hati Bapa, menjadi anak kesukaan Bapa.” Hal ini pasti sulit dipahami oleh orang-orang muda. Tapi kalau orang-orang muda mau nekad, kalian pasti akan luar biasa, tidak terkalahkan oleh siapapun. Kita bersyukur, banyak hal yang Tuhan kerjakan dan masih ada banyak hal yang Tuhan akan kerjakan ke depan. Kita bersiap untuk menerima lawatan Tuhan. Saya ingatkan kepada Saudara bahwa kita harus tetap ada di hadirat Tuhan, jangan berbuat kesalahan, fokus ke Tuhan saja. Kita harus berkemas-kemas, jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri. Jadi apa pun yang terjadi di dalam hidup kita, kita bersyukur. Kita berserah kepada Tuhan, yang penting kita hidup hanya untuk kepentingan-Nya, kemuliaan-Nya. Kita mohon petunjuk Roh Kudus, bagaimana hidup untuk kepentingan Tuhan, bagaimana bisa hidup sepenuhnya untuk Kerajaan surga.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Kalau Roh Kudus dimeteraikan di dalam kita, mestinya atau idealnya ada percakapan dengan Allah setiap saat.
Surat Gembala Senior 1 Mei 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ALLAH PASTI MENGABULKAN
2022-05-02 16:58:04
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Di dalam Injil Matius 6:32, ada kalimat yang sangat indah, “Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu.” _ Mungkinkah Bapa tahu lalu Bapa pura-pura tidak tahu? Tidak mungkin. Atau mungkinkah Bapa tahu, tapi Dia tidak memenuhi yang kita butuhkan? Juga tidak mungkin. Kalau orangtua di bumi ini tahu apa yang baik untuk anak-anaknya dan menyediakannya, Bapa di surga lebih dari itu. Mari kita belajar memercayai Allah. Bukan saja kita bisa mengucapkan Allah itu baik, tetapi memercayai bahwa Dia memang sungguh baik. Bukan saja kita bisa mengucapkan bahwa Allah itu mulia, tetapi kita memercayai bahwa Allah dalam semua yang dikerjakan dan Pribadi-Nya adalah mulia. Jadi kalau kita khawatir, kita berarti tidak memercayai kebaikan Allah dan Pribadi-Nya yang mulia itu. Itu yang sering tanpa kita sadari terjadi dalam hidup kita. Terutama pada waktu kita ada dalam persoalan-persoalan berat dan Tuhan seakan-akan tidak menolong kita atau seakan-akan orang yang menjahati kita itu menang di atas angin. Kita menjadi kecut dan kecil hati lalu ada suara dalam hati kita, “Mengapa Allah membiarkan hal ini?” Padahal Allah tidak membiarkannya. Semua ada perhitungannya. Ingat kalimat ini, _“Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu.”
Kita percaya bukan dengan kata-kata saja, tetapi dalam batin, jiwa, hati, sehingga kita melewati dan menjalani hari-hari kita dalam keteduhan dan ketenangan karena kita tahu bahwa ada Allah yang hidup, yang Mahahadir menjadi Gunung Batu pertolongan kita, menjadi Kota Benteng perlindungan kita. Dengan cara itu sebenarnya kita memuliakan Allah. Dengan cara itu sebenarnya kita meninggikan Dia. Dengan hati yang teduh dan tenang kita melewati hari-hari kita yang kelabu, hari-hari kita yang gelap. Kita tidak akan menabrak-nabrak, karena Tuhan melihat segala hal dan di dalam kegelapan Dia menuntun kita. Dan pasti kita akan selamat sampai ke rumah Bapa. Jadi untuk persoalan-persoalan hidup yang kita hadapi, kita yakin Allah berkuasa menolong, pasti menolong, pasti mencukupi kita. Apa pun masalah Saudara saat ini, walaupun tidak didoakan oleh pendeta secara khusus, Saudara sendiri membawa masalah itu kepada Tuhan dan memercayai bahwa segala sesuatu yang Allah lakukan itu baik adanya, maka Tuhan pasti menolong. Atau Tuhan pasti melakukan tindakan-tindakan yang itu baik untuk kita. Walaupun tentu tidak sedikit Saudara yang tidak suka dengan tindakan dan keputusan Tuhan dan menganggap tindakan dan keputusan Tuhan itu tidak bijaksana, merugikan, menyakiti Saudara.
Saudaraku,
Percayalah Allah itu sangat baik. Segala sesuatu yang dilakukan Allah itu sempurna. Kita bisa percaya. Dan kalau kita sebagai anak-anak Allah yang memang hidup untuk kemuliaan-Nya, kita percaya segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita itu untuk kemuliaan Allah. Dan tentu di balik semua itu untuk kebaikan kita. Ingat kalimat ini, “Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu.” Kalau hal ini kita bawa, kita kaitkan dengan kebutuhan kita yang paling prinsip, paling utama yaitu, kesucian hidup, kesalehan hidup, keberkenanan di hadapan Bapa; kita menjadi sukacita luar biasa. Mengapa? Karena Allah pasti mengabulkan apa yang menjadi permintaan kita, pasti. Kalau kita membaca Matius 6:33, firman Tuhan mengatakan _ “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.”_ Tuhan yang menyuruh kita mencari Kerajaan-Nya. Ini sama dengan bagaimana menjadi anak-anak Allah, bagaimana menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah yang baik, yang benar menurut standar Allah. Ia pasti mengabulkan.
Jadi siapa yang menerima pengabulan doa ini? Ya, mereka yang haus dan lapar akan kebenaran. Haus dan lapar akan kebenaran artinya orang yang sangat mengingini kehidupan yang berkenan di hadapan Allah. Allah pasti mengabulkan, Allah pasti memenuhi. Tetapi kalau kehausan Saudara bukan kepada kebenaran, bukan pada kerinduan menjadi anak-anak Allah yang berkenan, Anda tidak bisa menerima pemenuhan itu. Itulah sebabnya tadi saya katakan, “Akan tetapi Bapamu tahu kamu membutuhkannya.” Sebagai manusia, memang kadang kita memiliki kekhawatiran, ketakutan, kecemasan atau perasaan insecure (merasa tidak aman), atau bisa kadang-kadang kecurigaan terhadap Allah yang kita pandang kurang memuaskan kita. Tapi hari ini kita mau memilih untuk percaya Allah, tidak meragukan Dia. Dengan tidak khawatir, tidak takut, tidak cemas, pasrah saja; “Kalaupun aku harus hancur, aku jatuh di genggam-Mu.” Itu paling aman. Dunia mau bergolak hebat bagaimana, “aku ada di dalam genggam-Mu.” _Nah, kemudian kita baru memiliki kerinduan yang kuat, kehausan untuk menjadi anak-anak Allah yang berkenan, atau terkait dengan Matius 6:33 ini, kita menjadi warga anggota keluarga Kerajaan Allah; _“Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya.”
Ini yang Tuhan kehendaki kita lakukan dan inilah pesan Tuhan, nasihat Tuhan, suara Tuhan bagi kita saat ini. Jangan anggap ringan, jangan anggap remeh. Ini hal yang sangat prinsip di dalam kehidupan. Kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, menjadi orang saleh, orang suci Tuhan yang menyenangkan hati Bapa atau menjadi anak kesukaan Bapa. Sekali lagi, ingat, “Akan tetapi Bapamu tahu, kamu membutuhkan semua itu.” Serahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan, Bapa di surga akan menaungi kita.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Allah pasti mengabulkan apa yang menjadi permintaan kita, yaitu bagi orang yang haus dan lapar akan kebenaran.
Surat Gembala Senior 24 April 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DUNIA YANG KRITIS DAN KRISIS
2022-04-29 09:29:07
Saudaraku,
Kita sedang dalam suasana krisis. Banyak orang tidak merasakan suasana krisis dan kritis ini. Bersyukur kalau kita masih dicelikkan oleh Tuhan melihat suasana krisis dan kritis ini. Kita melihat dunia kita benar-benar sudah menjadi fasik. Tuhan itu seakan-akan tidak ada di mata mereka. Itulah sebabnya kita melihat tindakan-tindakan banyak orang di sekitar kita yang begitu bengis, begitu kejam terhadap sesamanya. Kadang-kadang mungkin kita juga dianggap bengis atau kejam, tetapi Tuhan nanti yang akan menjadi Hakim. Apakah benar tindakan kita itu bengis? Karena kadang-kadang orang menuntut kita untuk melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan, kesenangan mereka, kita tidak bisa penuhi, lalu orang bisa menjadi kecewa. Atau orang bisa dalam suatu keadaan tertentu lalu kita dianggap sebagai penyebab dari keadaan itu lalu kita dibenci. Kita jangan membalas, kita harus diam, karena kita berurusan dengan perasaan Allah bukan perasaan manusia. Jangan kita membiarkan ada dendam, kebencian di dalam diri kita; apalagi usaha untuk membalas kejahatan orang terhadap kita dengan menyakiti orang lain. Itu menyakiti hati Bapa di surga.
Kita melihat dunia kita ini kritis dan krisis. Kejahatan luar biasa. Ketegangan di wilayah Ukraina, ketegangan yang bisa menyulut perang, ini bisa perang dunia. Saya tidak mengharapkan, tapi ketegangan antara Amerika (NATO) dengan Rusia, negara Ukraina yang sekarang diguncang oleh konflik antara pemerintah Ukraina dengan kelompok orang-orang yang disebut pemberontak yang pro Rusia. Dan Rusia di balik pemberontak yang anti pemerintahan Ukraina itu. Sementara Amerika di belakang pemerintah Ukraina. Dan sudah memperingatkan Rusia untuk tidak melakukan aksi militer; kalau tidak mendapatkan sanksi. Ketegangan China dengan Taiwan juga masih terus. Orang mencatat atau memberikan berita bahwa Amerika China makin kuat di lautan Hindia; dan seterusnya. Ini dunia kita yang tidak pernah tenang dan nyaman. Belum lagi dengan kejahatan manusia, praktik korupsi sewenang-wenang, penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat keamanan di dunia ini bukannya di satu negara tetapi di seluruh dunia. Mereka yang memiliki senjata, mereka sewenang-wenang terhadap sesamanya yang lemah. Keadaan Myanmar hari ini, di mana para petinggi sebelumnya sebagian masih di penjara dan Militer mengambil alih pemerintahan. Di beberapa negara, aparat yang menegakkan keadilan seperti kepolisian; diisi pula oleh orang-orang yang sewenang-wenang terhadap sesamanya. Ini dunia kita jahat sekali, tega.
Sesuai dengan yang dikatakan oleh Alkitab di dalam firman Tuhan itu jelas. Di dalam firman Tuhan di 2 Timotius 3:2-4, “Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua (tidak menghargai senioritas. Orangtua bukan hanya bapak dan ibu tetapi orang yang mestinya dituakan) dan tidak tahu berterima kasih (lupa budi baik orang), tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.” Inilah dunia kita. Kita jangan sampai masuk, ikut-ikutan masuk di kelompok ini. Bahaya, mengerikan! Memang kalau kita melakukan hal-hal ini seakan-akan kita aman. Bahkan kita merasa sedang membela Tuhan. Jangan sampai kita masuk dalam praktik hidup seperti ini.
Saudaraku,
Karenanya kita merendahkan diri di kaki Tuhan. Kita minta Tuhan tolong ubahkan hidup kita untuk menjadi anak kesukaan-Nya. Jangan kita melakukan praktik-praktik yang bertentangan dengan kesucian Allah. Inilah keprihatinan kita, inilah beban kita, inilah passion kita. Dunia yang sedang bergulir menuju kegelapan abadi dan banyak orang yang sekarang sedang menuju kegelapan abadi. Kita mau menjadi anak-anak kesukaan Allah. Kita terus berusaha, belajar untuk mencari wajah Tuhan. Untuk bisa mengalami Tuhan, memiliki hubungan dengan surga, hidup di hadapan Allah, selalu ada di hadirat Allah, supaya kita takut akan Allah secara benar, takut akan Allah secara tepat. Inilah yang kita lakukan. Kita benahi diri kita sendiri. Kalau saya sering mengatakan tiarap, tiarap; artinya kita membenahi diri kita sendiri. Makanya kita doa puasa, kita mau mengerti apa kehendak Tuhan untuk negeri ini, untuk dunia ini. Apa peran kita? Kita bukan siapa-siapa, kita tidak punya apa-apa. Tetapi kalau Tuhan berkenan menjadikan kita alat kemuliaan bagi nama-Nya, luar biasa.
Tuhan Yesus memberkati
Dr. Erastus Sabdono
Dunia yang jahat sedang bergulir menuju kegelapan abadi —suatu keadaan yang kritis dan krisis— namun jangan kita ikut dalam gelombang kejahatan mereka.
Surat Gembala Senior 17 April 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HIDUP BARU YANG SEJATI
2022-04-17 12:03:59
Saudaraku,
Prinsip yang sangat penting dalam hidup kekristenan adalah pengertian bahwa Yesus dibangkitkan bukan karena Allah adalah Bapa-Nya. Tetapi seperti yang dikatakan dalam Ibrani 5, “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.” Ia belajar taat sampai mati bahkan mati di kayu salib, dan ketaatan-Nya itu dibuktikan dengan kebangkitan-Nya, sehingga Ia bisa menjadi pokok keselamatan. Jadi kalau Tuhan Yesus didesain tidak bisa bersalah, itu tidak adil. Justru, kita melecehkan Tuhan dengan pengertian yang salah itu.
Kita bersyukur kepada Bapa di surga atas pemberian Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus. Dan kita juga berterima kasih kepada Tuhan Yesus yang telah berjuang sehingga Ia dibangkitkan. Itulah sebabnya dalam Roma 8:28-29 dikatakan agar kita menjadi serupa dengan Yesus. Yang karenanya, “Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya.” Jadi kalau hari ini kita memperingati Hari Kebangkitan Tuhan Yesus, jangan hanya bersukacita—yang oleh karena kebangkitan-Nya kita juga nanti akan mengalami kebangkitan dari antara orang mati—tetapi kita juga harus melihat tanggung jawab dan konsekuensi mengikut Yesus dan memercayai kebangkitan-Nya. Sebab dengan kebangkitan Tuhan Yesus dan kalau kita mau memiliki kebangkitan seperti Dia, berarti kita juga harus memiliki ketaatan seperti Dia
Hidup baru yang sesungguhnya itu bukan sekadar dari agama A pindah menjadi Kristen lalu ke gereja. Atau yang tadinya suka main judi, lalu berhenti berjudi; yang tadinya seorang yang suka ribut, berantem, bahkan membunuh, berzina atau melakukan banyak perbuatan amoral, sekarang menjadi santun. Hidup baru yang sesungguhnya adalah bagaimana hidup Yesus kita peragakan utuh, penuh. Maka kita harus memiliki perasaan krisis: “Apakah sampai di tarikan napas terakhirku, aku sudah memiliki wajah, potret batiniah seperti yang dimiliki Yesus?” Itu harus menjadi kegundahan kita, kekhawatiran kita, kecemasan kita. Tetapi tidak banyak orang yang benar-benar memiliki perasaan krisis terkait dengan hal ini, karena banyak orang hanya fokus kepada perkara duniawi. Yesus sendiri sebagai Anak Allah belajar taat dari apa yang diderita-Nya, sampai kesempurnaan.
Saudaraku,
Makanya, kita akhiri jalan hidup kita. Di tengah-tengah hiruk pikuk kehidupan ini, kita memilih menjadi seperti Yesus. Dan itu agenda kita satu-satunya. Saudara studi, karier, menikah, berkeluarga, punya anak, dan melakukan segala kegiatan hidup, tetapi semua harus terfokus kepada satu tujuan, yaitu seperti Kristus. Memang tidak ada tujuan lain dalam panggilan hidup kita sebagai orang percaya, kecuali ini. Jadi dengan menjadi orang percaya, kita memiliki tanggung jawab dan konsekuensi yang berat. Hidup baru yang sejati itu yang dikatakan Tuhan dalam Matius 19, hidup berkualitas. Artinya bukan jadi orang beragama Kristen saja, bukan hanya mengaku Yesus Tuhan dan Juru selamat saja, melainkan mengikuti cara hidup dan gaya hidup-Nya. Maka jika kita belum seperti Yesus berarti kita belum memiliki hidup baru yang sesungguhnya dan kita harus meratapi keadaan kita.
Hidup baru yang sesungguhnya itu seperti Yesus. Kita harus melihat ini sebagai tujuan. Lalu kalau kita sudah mengerti tujuan ini, kita harus mengalami progresivitas atau perkembangan setiap hari. Caranya bagaimana? Periksa diri. Jangan hanya berkata, “Saya belum sempurna,” apanya yang belum sempurna? Hal mana kamu tidak sempurna? Salah apa yang masih kamu lakukan? Temukan, gumuli, selesaikan. Jangan berkata, “Suatu hari nanti saya berkenan. Aku tidak bermaksud mau mengkhianati Tuhan. Suatu hari nanti, aku akan sempurna.” Saudara tidak pernah sempurna, tidak akan pernah berkenan. Harus digarap sehingga hidup baru yang kita miliki nyata pertumbuhannya. Ini adalah anugerah di mana Tuhan memberi kita potensi, peluang, kemungkinan untuk memiliki hidup baru yang sesungguhnya, yang semua mengarah kepada Tuhan kita, Yesus Kristus. Kesempatan ini terbatas, singkat, dan kita tidak tahu kapan berakhir.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Hidup baru yang sesungguhnya adalah ketika seseorang benar-benar memperagakan kehidupan Tuhan Yesus secara utuh.
Surat Gembala Senior 10 April 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TANGISI DIRIMU
2022-04-10 12:40:29
Saudaraku,
Di beberapa gereja, Jumat Agung biasanya dirayakan dengan air mata, terutama gereja-gereja yang biasa mengeksploitasi perasaan atau meledakkan emosi. Ketika Tuhan Yesus digiring menuju bukit Golgota, wanita-wanita Yerusalem menangisi Dia. Kepada wanita-wanita itu Tuhan Yesus berkata, _jangan menangisi Aku. Tangisi dirimu sendiri dan tangisilah anak-anakmu.” _ Maksud pernyataan Tuhan Yesus itu adalah:
Pertama, 40 tahun setelah Yesus disalib dan bangkit, Yerusalem dihancurkan oleh Jenderal Titus, yang dikirim Roma untuk menumpas setiap kemungkinan api pemberontakan yang bisa timbul di tengah-tengah bangsa Yahudi, yang biasanya dipelopori oleh kelompok Zelotis. Bait Allah yang dibangun kembali oleh Herodes dihancurkan. Itulah sebabnya, Tuhan kita Yesus Kristus berkata, “tidak ada batu yang terletak di atas batu yang lain,” artinya memang sampai dasar dari Bait Allah pun diupayakan untuk bisa dibongkar. Tuhan mau menunjukkan adanya bahaya besar di depan, dan Tuhan Yesus menubuatkan itu 40 tahun sebelum peristiwa itu berlangsung.
Kedua, Tuhan menunjukkan bahwa apa yang dialami-Nya bukan karena kesalahan. Tuhan Yesus menunjukkan bahwa apa yang diderita-Nya adalah akibat kesalahan dan dosa manusia. Sangat sedikit orang yang menangisi dirinya sendiri terkait dengan kurban Kristus di kayu salib. Boleh-boleh saja kita menangis dalam keharuan dan sentimentil dalam merayakan Jumat Agung—apalagi kalau disertai dengan tayangan, gambar, film atau video Yesus yang disiksa berdarah-darah, lebih membangkitkan emosi dan perasaan haru. Tetapi faktanya, itu hanya situasional; sesaat. Yang penting adalah bagaimana kita menangisi diri sendiri. Maka, jangan merasa kalau kita sudah menangis dalam keharuan merayakan Jumat Agung atau mengingat kurban Yesus, kita sudah berpartisipasi dan seakan-akan kita ada di pihak Tuhan; seakan-akan kita ada dalam pembelaan bagi Tuhan. Itu kebodohan, Saudara. Tangisi dirimu, lihat keadaanmu, apakah kamu hidup sesuai dengan maksud salib itu diadakan atau tidak.
Salib itu diadakan agar kita hidup, sebab Ia datang untuk memberi hidup. Maksud “hidup” di sini adalah kembali kepada rancangan Allah semula. Allah menghendaki ciptaan yang disebut manusia itu bukan saja segambar, memiliki komponen-komponen yang ada pada Allah, tapi juga memiliki kualitas seperti kualitas Bapa. Artinya, segala sesuatu yang dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Itu baru namanya hidup, ya, Saudaraku. Jadi kalau bicara mengenai hidup kekal, itu bukan hanya nanti hidup terus-menerus di surga karena terpaku pada kata “kekal” atau terkait dengan kata “kekal.” Terpisah dari Allah juga kekal, Saudara. Hidup kekal itu bicara soal hidup yang berkualitas.
Dan Allah menciptakan manusia memang demikian kehendak-Nya, demikian rancangan-Nya. Kejatuhan manusia ke dalam dosa membuat manusia tidak mencapai itu. Dan Yesus menunjukkan wajah dari manusia yang Allah kehendaki, yang mengambil bagian dalam kekudusan Allah, mengenakan kodrat ilahi, tidak bercacat dan tidak bercela. Yesus berkurban supaya kita hidup. Supaya kita menjadi seperti Dia, supaya kita memiliki standar seperti Dia.
Saudara,
Sekarang kita memeriksa diri kita sendiri apakah kita ini sudah benar-benar hidup atau belum? Memang semua harus melewati proses. Tetapi bagaimana pun perubahan itu harus kita alami dan sadari. Lalu kita semua harus melihat apa kekurangan, kelemahan kita. Kita ratapi dan kita mau belajar mematikan. Supaya, “hidupku bukan aku lagi tapi Kristus. Aku harus harus mati supaya Yesus hidup di dalam aku.” Jadi ketika kita menangisi diri kita sendiri, kita mau keluar dari pola yang salah, tindakan yang salah. Membawa kematian Yesus berarti kesediaan untuk menerima segala penderitaan demi kepentingan pekerjaan Allah.
Demi kepentingan pekerjaan Allah, maka: yang pertama, daging kita harus dimatikan. Manusia lama kita harus dimatikan. Yang berikutnya, kita rela berbuat apa pun untuk pekerjaan-Nya. Apa pun yang Allah minta, apa pun yang Allah kehendaki, kita berikan. Dan itu adalah kehormatan. Sebab pada akhirnya ketika kita meninggal dunia, wajah batiniah kita sudah diolah Tuhan. Jadi bukan hanya perbuatan-perbuatan dosa yang sudah kita lakukan, diampuni. Tapi sumber potensi dosa dalam diri kita harus diubah. Ini wajah batiniah yang kekal, yang waktu kita meninggal, itu hasil akhir.
Sebenarnya kita sudah tidak berhak memiliki dirimu sendiri, sebab Tuhan telah menebus kita dengan darah yang mahal. Jadi kalau kita hidup, kita hidup untuk kemuliaan Allah. Yaitu bagaimana kita menjaga mulut, mata, tangan, seluruh tubuh, hati dan pikiran. Jangan berpikir apa yang Tuhan tidak kehendaki untuk kita pikirkan. Jangan ucapkan apa yang Allah tidak kehendaki untuk kita ucapkan. Jangan lakukan apa yang Allah tidak kehendaki untuk kita lakukan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Sangat sedikit orang yang menangisi dirinya sendiri terkait dengan kurban Kristus di kayu salib.
Surat Gembala Senior 3 April 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEBUTUHAN MENDESAK
2022-04-04 13:37:36
Saudaraku,
Menjadi pergumulan kita semua, bagaimana kita bisa memiliki Allah dan bagaimana Allah bisa memiliki kita? Ini satu hal yang paling penting, lebih penting dari segala hal. Mengapa kita seperti memiliki jarak dengan Allah? Mengapa kita sulit bersentuhan dengan Allah? Mengapa seakan-akan Allah ada di tempat yang begitu jauh dan kita terpisah? Walaupun kita sering mengatakan bahwa Allah dekat, Ia hanya sejauh doa, tetapi kenyataannya kita tidak mengalami, kita tidak bisa bersentuhan. Rasa-rasanya kita terpisah dari Dia. Apa penyebabnya? Ini rahasia kehidupan yang saya sampaikan dalam nama Tuhan atau atas nama Tuhan. Selama kita masih memiliki hidup kita sendiri, kita tidak bisa dimiliki Allah dan kita tidak bisa memiliki Allah. Puluhan tahun saya belajar, karena saya ada di lingkungan Sekolah Alkitab, saya ada di lingkungan penggembalaan. Saya berjuang untuk bisa menjadi pelayan Tuhan yang baik, untuk menjadi berkat. Kita tidak bisa bersentuhan dan bersekutu dengan Allah, Allah tidak bisa bersekutu dengan kita; kita tidak bisa diikat oleh Allah dan kita tidak bisa mengikat Allah di dalam hidup kita, kecuali kita memiliki keberanian.
Kenyataan di lapangan, kita dapati orang-orang yang pernah menyerahkan nyawanya kepada Iblis; demi kekayaan, demi supaya dapat kesaktian, dapat jimat supaya kaya. Kadang-kadang yang dikurbankan anak. Ada juga orang-orang yang pergi ke kuburan, ke tempat-tempat keramat, berpuasa berhari-hari demi mendapatkan kesaktian atau demi memperoleh apa yang dia merasa butuhkan. Lalu, kenapa orang bisa nekad seperti itu? Karena ada sesuatu kebutuhan yang mendesak. Apakah itu jimat, kekayaan dan lain-lain. Sekarang kita juga harus merasa memiliki kebutuhan yang mendesak dan untuk itu kita harus berani mempertaruhkan segenap hidup kita kepada Tuhan. Kita tahu bahwa yang kita butuhkan itu hanya Tuhan.
Orang yang fokus kepada dunia atau kepada banyak hal, maka ketika ia meninggal dunia, semua produk dari fokusnya itu lenyap. Baik kedudukan, gelar, pangkat, kecantikan dan lain-lain, semua lenyap. Itu mengerikan dan itu dahsyat sekali! Tetapi ada satu yang tidak akan bisa lepas dari hidup kita, yaitu Tuhan. Kalau orang tidak punya Tuhan, ini mengerikan! Makanya kenapa kita tidak menyadari bahwa yang kita butuhkan itu hanya Tuhan lebih dari segala sesuatu? Dan kita menyerahkan nyawa kita kepada Tuhan, kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan; kita membuat ikatan perjanjian dengan Allah. Kalau orang melakukan penyerahan diri kepada kepada Iblis/kuasa gelap, dan membuat perjanjian dengannya—demi supaya punya kesaktian ataupun memperoleh kekayaan—padahal semuanya hanya sementara dan mereka berani menukar kehidupan kekal keselamatan abadinya dengan sesuatu yang tidak bernilai sama sekali karena sementara (fana) adanya.
Sebaliknya, kita menyerahkan nyawa kita, kita menyerahkan hidup kita untuk kekekalan, untuk Tuhan yang menjadi harta abadi kita. Jadi jangan takut, kita menyerahkan diri kepada Tuhan dan membuat ikatan perjanjian dengan Allah bahwa kita dimiliki Dia. Tapi itu kalau kita memiliki kesediaan dimiliki oleh Allah, syaratnya adalah kita harus hidup suci, tidak bisa tidak. Dulu kita masih sembarangan dengan apa yang kita ucapkan, kita pikirkan, kita lakukan; dan berpikir, ini kan bukan dosa besar dan lain-lain. Itu alasan-alasan yang benar-benar bodoh; kuasa kegelapan yang menipu kita. Karena Allah itu kudus, maka kekudusan kita harus berstandar Allah. Dan kita jangan takut meminta kepada Tuhan, bertekad untuk hidup suci itu. Jangan dengar kalau hatimu, dagingmu mengatakan, “ah nanti salah lagi, jatuh lagi.” Kalau kita dengar itu, kita akan menunda bertobat karena takut jatuh lagi, berbuat salah lagi.
Jangan memberi kesempatan untuk kita toleransi terhadap kesalahan, kekurangan dan dosa-dosa kita. Kita harus berani berkata, “aku mau hidup suci.” Walaupun kita tidak akan mampu dengan kekuatan kita sendiri. Dan tentu banyak di antara kita yang sudah merasa mental block (berpikir tidak mungkin bisa hidup suci). Jangan dengar suara itu, Tuhan yang akan menolong kita. Syarat mutlak untuk dimiliki Allah dan memiliki Allah adalah hidup suci dan tidak mencintai dunia. Dan kita hidup hanya untuk menyenangkan hati Allah. Kalau orang membuat ikatan perjanjian dengan kuasa gelap, dia menyenangkan dirinya sendiri, dia memuaskan dirinya sendiri demi kesaktian, kekayaan, naik pangkat, kekuasaan dan lain sebagainya. Dia menikmati semua itu, tapi sementara dan itu pun mendatangkan bencana. Ayo, kita dimiliki oleh Allah. Supaya kita bisa mengalami kehadiran Allah. Kita bisa bersekutu, kita terikat dengan Allah. Ayo, kita berjuang.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Seseorang bisa nekad karena ada sesuatu kebutuhan yang mendesak; apakah Tuhan sudah menjadi kebutuhan mendesak dalam hidup kita? Atau ada kebutuhan mendesak yang lain?
Surat Gembala Senior 27 Maret 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - DIMENSI PERCAYA YANG BENAR
2022-03-27 15:01:36
Saudaraku,
Ada satu dimensi dalam hidup ini yang kita harus benar-benar alami. Satu dimensi yang kelihatannya sederhana tetapi tidak sederhana, yaitu memercayai Allah yang hidup. Banyak orang percaya akan Allah—percaya bahwa Allah itu ada, percaya bahwa Allah itu hidup—tetapi hampir semua mereka memercayai Allah dalam dimensi fantasi, dalam dimensi pikiran, dalam dimensi nalar, dalam dimensi keyakinan, akal, tetapi belum dalam dimensi kenyataan. Coba kita jujur, kita sudah menjadi Kristen lama, tetapi kalau kita masih memiliki perasaan takut atas sesuatu berarti kita masih belum masuk dimensi percaya yang benar. Pertama, kalau kita percaya Allah itu ada, Allah itu hidup, Allah itu Mahahadir, Allah Itu baik, Dia Bapa kita peduli kita, Dia pasti melindungi kita, Dia pasti membela kita, jadi mestinya tidak ada perasaan takut terhadap sesuatu. Dan faktanya kita sering merasa takut akan sesuatu yang kita tidak perlu takut.
Yang kedua, kalau kita benar-benar memiliki dimensi percaya yang benar bahwa Allah itu hidup, Allah itu hadir; pasti kita akan hidup suci, pasti hidup tidak bercacat, tidak bercela. Kita pasti takut akan Dia. Jangankan dosa besar, dosa kecil—ketidakjujuran yang mungkin dianggap biasa, atau diplomasi atau ramah-tamah yang berlebihan dan dibuat-buat, munafik—sudah membuat kita kehilangan damai sejahtera. Dulu biasa kita lakukan selama bertahun-tahun. Namun kalau kita masuk dimensi percaya yang benar, kita akan berjuang untuk tidak melukai perasaan Bapa, Allah yang hidup yang hadir.
Yang ketiga, kalau kita benar-benar memercayai Allah itu hidup, Allah itu mahahadir; kita akan berusaha untuk melakukan segala sesuatu yang menyenangkan hati-Nya. Kalau sampai kita bisa menyenangkan hati Allah, menjadi kesukaan Bapa, itu sukses. Sukses di atas segala kesuksesan, keberhasilan di atas segala keberhasilan. Makanya kita harus benar-benar berjuang untuk bisa masuk dimensi ini. Tuhan mau kita masuk dimensi ini. Tetapi Saudara tidak akan pernah mengalami dimensi ini kalau Saudara tidak sungguh-sungguh mencari Dia, tidak sungguh-sungguh mencari wajah-Nya, tidak sungguh-sungguh serius mau berurusan dengan Allah yang tidak kelihatan oleh mata jasman. Jadi kita harus benar-benar mencari wajah-Nya.
Seperti Saudara yang bangun pagi untuk berdoa setiap hari pukul 5.00 WIB, ini bagian dari usaha kita mencari wajah Tuhan. Usaha kita yang serius untuk bisa benar-benar mengalami Tuhan. Bisa memiliki percaya dalam dimensi yang benar, dimensi realitas bukan fantasi atau sekadar nalar. Bahaya kalau kita merasa sudah tahu banyak tentang Tuhan dan yakin diri tahu banyak tentang Tuhan membuat kita tidak sungguh-sungguh mencari Tuhan. Jadi kita sendiri memiliki iman yang beku dan kalau sampai orang seperti itu melayani sebuah gereja—entah sebagai pembicara, wakil gembala atau bahkan gembala—jemaat ikut di freeze (dibekukan) imannya. Oleh sebab itu, kita sekarang mau melangkah mengalami Tuhan. Tidak diragukan doktrin, olah nalar yang telah kita lakukan selama puluhan tahun, bukan belasan tahun. Tetapi tidak sedikit mereka yang merasa sudah mengenal Allah, rasa-rasanya mau ngajak berantem, ribut, debat.
Allah yang hidup harus benar-benar dialami karena Allah itu memang ada, nyata, dan Mahahadir. Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub; Allah yang disembah oleh Musa yang melepaskan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan; itu Allah kita, Allah kita hari ini, Allah kita sekarang; bukan hanya Allah dalam sejarah, bukan hanya Allah dalam rumusan; tapi Allah yang bersentuhan dengan kita. Nah, seringkali Tuhan mengizinkan kita memiliki masalah-masalah berat dan di situ Tuhan mengajar kita seberapa kita memercayai Dia. Kita tidak boleh mengandalkan manusia, kita hanya mengandalkan Allah saja. Tetapi Tuhan bisa pakai manusia, namun bukan kita yang cari-cari manusia. Nanti akan ada situasi di mana orang bisa membantu kita, bukan kita yang mulai mencari orang. Orang yang malah mencari kita. Jangan mengandalkan kekuatan manusia. Ayo kita belajar untuk bergantung kepada Tuhan dan mengatakan, “kuserahkan nyawaku kepada-Mu Bapa.”
Ada kata yang dipandang ekstrem tetapi itu kata bagus atau kalimat itu bagus: “Aku taruh leherku di bawah pedang-Mu Tuhan, kalau aku salah penggallah kepalaku, tapi kalau aku Engkau pandang benar lindungi aku.” Itu kalimat yang bagus supaya kita jangan hidup sembarangan. Jadi ayo, kita mengalami Tuhan, kita mencari wajah Tuhan. Kita bukan orang hebat, tetapi kita orang nekat. Kita mencari wajah Tuhan karena kita miskin, hina, papa, tidak ada sesuatu yang patut kita banggakan. Kita berlindung kepada Tuhan. Kita tidak hebat, makanya kita perlu terus bertobat dan dibaharui. Kita lari secepat-cepatnya dan sekencang-kencangnya dan terbang setinggi-tingginya.
Teriring salam dan doa
Dr. Erastus Sabdono
Kalau kita masih memiliki perasaan takut yang salah atas sesuatu berarti kita masih belum masuk dimensi percaya yang benar.
Surat Gembala Senior 20 Maret 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KESENANGAN ORANG PERCAYA
2022-03-20 16:53:16
Saudaraku,
Kita semua sudah mengerti bagaimana menikmati kesenangan. Kita tahu bagaimana kita menikmati kesenangan dari kesenangan kita. Dari kecil kita sudah biasa menikmati kesenangan dari kesenangan-kesenangan kita. Waktu kecil kita senang dengan permainan; kalau laki-laki main mobil-mobilan, kalau wanita main pasar-pasaran. Menjelang dewasa bukan pasar-pasaran, tapi pacar-pacaran. Terus kuliah, dapat gelar itu kesenangan juga. Lalu bisa bekerja dapat gaji itu juga kesenangan. Cari pekerjaan yang baik, gaji yang besar, punya fasilitas, beli kendaraan roda empat. Lalu setelah uang banyak bikin perusahaan, jalan-jalan, menikah, punya anak; semua itu kesenangan.
Kita sudah memiliki irama hidup, menikmati kesenangan dari kesenangan- kesenangan kita. Kalau kita terus-menerus begitu, maka pada waktu kita mati, pasti masuk neraka. Bagi orang-orang di luar Kristen atau di luar orang percaya yang nuraninya baik, dia punya kesenangan ketika ia menolong orang, ketika membuat orang lain senang, ketika membuat orang lapar kenyang, orang telanjang bisa pakai pakaian, ketika melawat orang yang terbuang; dia senang bisa membuat senang orang lain. Dia bukan hanya memiliki kesenangan-kesenangan dari kesenangannya sendiri; tapi kesenangan orang. Dalam Matius 25 orang-orang seperti ini akan mendapat tempat di dalam Kerajaan Allah. Kepada mereka Tuhan Yesus Kristus yang adalah Raja yang akan memerintah di langit baru bumi baru nanti berkata, “Ketika Aku lapar, engkau memberi Aku makan; ketika Aku haus engkau memberi Aku minum; ketika Aku bertelanjang, engkau memberikan Aku pakaian; ketika Aku dalam penjara, engkau melawat Aku. Sebab apa yang kau lakukan untuk Saudaramu yang hina, Saudara kamu yang membutuhkan pertolongan; itu perbuatanmu kepada-Ku.”
Mereka bisa masuk langit baru bumi, agama apa saja; yaitu mereka yang tidak pernah mendengar Injil atau salah mendengar Injil. Kalau orang itu memang dasarnya baik; dia juga akan mengasihi orang yang agamanya apa saja. Bahkan, kalau kita ini melihat orang tidak beragama pun kita juga tidak perlu mesti marah. Jadi kalau ada orang yang membenci Saudara sebagai orang Kristen, pada umumnya, dia pun juga pasti tidak lurus di dalam lingkungan agamanya. Apalagi kalau ia sampai membenci Raja yang akan memerintah di langit baru bumi baru, tidak ada ampun! Faktanya, kita sudah menjumpai orang-orang non-Kristen yang baik dan ramah terhadap orang Kristen. Bahkan bisa lebih baik dari orang-orang Kristen lain yang membenci orang Kristen lain yang tidak sama doktrinnya. Itu orang Kristen yang tidak dewasa, yang sebenarnya membenci sesama Kristen karena beda gereja.
Orang non-Kristen bisa menyenangkan orang lain, tetapi orang percaya bisa menyenangkan hati Tuhan; kesenangannya adalah ketika bisa menyenangkan hati Allah. Nah, ini tingkat tinggi. Ini tidak bisa dilakukan orang yang tidak mengenal Allah. Sebab hanya orang yang mengenal Allah yang benar yang bisa menerapkan firman yang mengatakan, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, segenap akal budimu, segenap kekuatanmu.” Tetapi yang tidak mengenal Allah yang benar, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Jadi mereka yang tidak mengenal Allah yang benar, tidak mendengar Injil, salah mendengar Injil, tetapi mengasihi sesama seperti diri sendiri—yang artinya punya kesenangan menyenangkan orang lain—bisa masuk surga; yang saya pahami menjadi anggota masyarakat.
Tetapi untuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah, seseorang harus menyenangkan hati Bapa. Kalau sampai kita punya hobi ini, indah sekali, kesenanganku kalau aku menyenangkan Dia. Kesenanganku adalah kesenangan-Nya; bukan kesenanganku sendiri. Jadi kita tidak punya kesenangan sendiri sama sekali. Ini luar biasa! Jadi kalau orang bukan umat pilihan punya kesenangan juga tapi juga menyenangkan orang lain, karena tahu apa yang menyenangkan aku kubuat orang lain senang. Tetapi, kalau umat pilihan tidak punya kesenangan, kesenangan kita hanya menyenangkan hati Allah. Maka kalau kita melakukan sesuatu—baik aku makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain—semua itu hanya untuk kemuliaan Allah.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Kesenangan orang percaya adalah menyenangkan hati Allah, sebab ia tidak punya kesenangan sendiri sama sekali.
Surat Gembala Senior 13 Maret 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MERAJUT KESUCIAN
2022-03-13 13:06:06
Saudaraku,
Pernahkah Saudara membayangkan dalam pikiran kalau suatu hari kita bertemu dengan Allah Bapa di hadapan takhta pengadilan Kristus? Tentu betapa dahsyat suasana itu. Di sana kita baru dapat mengerti keagungan wibawa dari Allah yang Mahabesar, Allah yang Mahakudus. Tidak ada orang yang bisa tegak berdiri di hadapan-Nya kalau selama di bumi ia tidak hidup di dalam kekudusan yang sejati; mengerikan, benar-benar mengerikan! Mungkin Saudara pernah punya pengalaman menghadap seorang pejabat tinggi atau pimpinan yang memiliki kuasa tertentu. Kita bisa merasa ada kegentaran, ada kengerian ketika berhadapan dengan beliau. Allah yang Mahabesar pasti lebih dari itu! Dan betapa mengerikan keadaan ketika kita ada di hadapan Allah yang dahsyat itu.
Oleh sebab itu sebelum kita meninggal dunia menghadap Allah, kita sudah menjalani hidup dalam takut akan Allah. Dalam kehidupan yang takut akan Allah tersebut, kita menyukakan Dia, dari jam ke jam; dan itu indah sekali. Kita harus terus berlatih, karena 5 menit kita sadar, 5 menit berikut kita tidak sadar. Sembarangan mengucapkan kata-kata, sembarangan menulis sesuatu di media sosial, sembarangan berpikir; belum lagi tindakan dan perbuatan kita yang sembarangan, yang sembrono, yang tidak senonoh, yang sia-sia. Oleh sebab itu, kita harus belajar merajut kesucian, bukan dari hari ke hari atau dari jam ke jam, melainkan dalam setiap menit kita memperhatikan apa yang kita katakan, apa yang kita ucapkan, apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita lakukan. Ini mutlak! Sebab tanpa langkah ini kita tidak pernah bisa memiliki kehidupan yang benar-benar kudus tak bercacat tak bercela.
Dan ini adalah harta kekal kita, di mana kita sedang mengumpulkan harta di surga. Dan akhirnya akan membentuk kepribadian kita menjadi serupa dengan Yesus. Sebab kita tidak pernah memiliki karakter anak Allah kalau tidak membiasakan diri mengenakan karakter itu dari menit ke menit, dari jam ke jam, dan seterusnya dari hari ke hari. Roh Kudus, Allah berikan kepada kita sebagai meterai bukan sekadar sebagai tanda bahwa kita anak-anak Allah, melainkan untuk menuntun kita agar kita benar-benar menjadi anak-anak Allah. Kalau orang tidak sungguh-sungguh mau merajut kesucian—sehingga yang dilakukan adalah hal-hal yang menyenangkan dirinya sendiri, memuaskan dirinya sendiri—maka Roh Kudus menjadi tidak berdaya guna. Kalau menggunakan kata lain, Roh kudus bisa seperti kita anggurkan (menganggur). Karena Roh Kudus tidak bisa bekerja kalau kita tidak memiliki niat dan langkah untuk melakukan kehendak Allah.
Kesucian yang kita bangun, kita rajut hanya bisa terjadi kalau kita berjalan bersama Allah. Kalau kita berniat sungguh-sungguh untuk hidup suci, berniat memperhatikan setiap apa yang kita ucapkan, kita lakukan, dengan bergantung kepada Roh Kudus; Roh Kudus baru berdayaguna, baru aktif. Dan tentu, jangan kita mencari kesenangan dunia. Kita lakukan segala sesuatu karena kita mau menyenangkan hati Bapa. Tidak ada sesuatu yang kita lakukan yang tidak menyenangkan hati Bapa. Ini memang bukan hal yang mudah, tetapi bisa karena memang kita ini dipanggil menjadi anak-anak Allah yang hidup. Kita harus menjadi kesukaan hati Allah, menyukakan hati Allah, menghibur hati Allah di tengah-tengah dunia yang gelap, dan manusia yang pada umumnya memberontak.
Kiranya Bapa masih menemukan orang-orang yang serius menjalani hidup hanya untuk menyenangkan Dia. Jadi kesempatan demi kesempatan yang Allah berikan adalah kesempatan-kesempatan untuk kita menyenangkan Dia. Jadi jangan heran kalau Saudara akan menghadapi keadaan-keadaan sulit. Karena di situ Bapa mengajar kita, sekaligus menguji kita apakah kita percaya kepada-Nya. Dan kalau kita menaruh percaya kepada Bapa, apakah kita teduh, kita tenang, kita percaya Allah adalah Allah yang hidup, yang berkuasa, yang bertanggung jawab, maka Allah tersanjung oleh sikap kita.
Kita juga masih bisa mendapat kesempatan untuk berbuat dosa. Namun, kesempatan berbuat dosa merupakan kesempatan menyenangkan hati Allah. Yaitu jika kita tidak melakukannya! Dalam keadaan seperti itu, yang harus kita lakukan adalah: yang pertama, jadikan kesempatan itu sebagai kesempatan untuk mendewasakan rohani. Yang kedua, jadikan kesempatan itu sebagai kesempatan untuk kita menyenangkan hati Allah. Kesempatan berbuat dosa dengan berbuat dosa itu beda. Kalau kalimatnya berbuat dosa adalah kesempatan dewasa, itu setan, itu sesat, itu salah. Tapi kesempatan berbuat dosa dapat membuat kita bertumbuh dewasa, asal kita tidak menggunakan kesempatan itu untuk berbuat dosa. Itu kesempatan kita menghindari dosa itu menyangkali dosa itu, menolak dosa itu, dan hal itu mendewasakan kita. Jadi kalau ada kesempatan berbuat dosa itu kesempatan kita bertumbuh; yaitu tatkala kita berjuang untuk berkata tidak dan tidak melakukan dosa tersebut. Dan sekaligus itu kesempatan menyenangkan hati Allah. Namun kesempatan ini mahal sekali.
Hidup suci bukan sesuatu yang mudah, sebenarnya mustahil. Kenapa mustahil? Karena kesucian itu standarnya Allah. Bagaimana manusia berdosa bisa suci seperti Allah? Mustahil, tetapi Roh Kudus menolong kita. Jadi mulai hari ini, Minggu, 13 Maret 2022, kita mau hidup menyukakan hati Allah. Ini kesempatan yang sangat berharga dan mahal; sebelum kita menutup mata kita sudah menyukakan hati Allah dari waktu ke waktu. Barulah nanti kita tahan berdiri di hadapan Anak Manusia. Seperti yang dikatakan di dalam firman Tuhan, Lukas 21:36, “supaya kita tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.”
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Kita harus belajar merajut kesucian dari menit ke menit dengan memperhatikan apa yang kita katakan, apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita lakukan.
Surat Gembala Senior 6 Maret 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEPERCAYAAN
2022-03-07 22:37:11
Saudaraku,
Kita bersyukur Tuhan masih memberi kita hari yang baru dan lembar kanvas hidup kita terbentang di depan kita. Kita bersyukur untuk kesempatan ini. Kita bersyukur untuk kepercayaan ini. Sebab kalau Tuhan masih memberikan kita hidup, itu berarti kepercayaan. Kepercayaan untuk menerima hidup yang istimewa, hidup yang agung, hidup yang mulia. Lebih dari semua makhluk ciptaan lainnya, karena kita manusia dengan keberadaan kita yang sangat luar biasa; segambar dengan Allah yang dikehendaki untuk bisa serupa. Oleh sebab itu, setiap hati baiklah kita mulai mempersiapkan diri untuk tidak mengotori kanvas hidup kita dengan hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Jangan kita mengotori, mencemari lembar kanvas hidup kita dengan lukisan, goresan yang buruk.
Percayalah, Roh Kudus pasti mau memimpin kita, asalkan kita mau dipimpin, kita memberi diri dipimpin. Karena memang inilah maksud Roh Kudus diberikan. Tuhan Yesus berkata, “lebih berguna bagi-Ku kalau aku pergi, lebih berguna bagi-Ku kalau aku naik ke surga.” Kenapa? Sebab dengan Yesus pergi naik ke surga, Roh Kudus turun. Dan Roh Kudus ini menuntun kita kepada seluruh kebenaran. Jadi memang Roh Kudus diberikan supaya kita memiliki pendamping, advokat. Kita bersyukur kalau kita boleh menjadi anak-anak Allah yang menerima meterai Roh Kudus. Jadi, jangan kita menyia-nyiakan anugerah ini. Jelas Tuhan berkata di dalam Yohanes 16:7, “Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu.”
Roh Kudus, Dia menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran, itu hanya pada zaman Perjanjian Baru. Yaitu bagi orang yang percaya pada Yesus. Jadi Roh Kudus pasti menuntun kita. Yang luar biasa dari Bapa kita yang penuh rahmat, anugerah; goresan kita yang buruk bisa dihapus, selama kita mau mengakui goresan yang salah itu dan mohon pengampunan supaya dihapus. Tuhan mau membuat goresan baru di dalam lembar hidup kita. Kita memiliki kanvas besar yang berisi 70 tahun, 80 tahun atau mungkin lebih. Tuhan mau kita membuat lukisan yang menjadi milik harta kekal kita. Bukan sekadar legacy bagi manusia yang hidup setelah kita meninggal dunia, tapi menjadi milik kekal, legacy di kekekalan yang kita miliki.
Jadi, betapa berharganya satu hari yang Tuhan berikan, satu jam yang kita miliki, bahkan satu detik yang kita lalui. Karena semua itu menjadi goresan-goresan kekal, goresan abadi, di kanvas besar hidup kita. Ibarat sebuah proyek bangunan, ada deadline, demikian juga masing-masing kita punya deadline, namun kapan kita tidak tahu. Ibarat naik pesawat, kita sudah pegang boarding pass dan tinggal beberapa saat kita akan terbang. Tapi jangan berkata, “Yang masih muda dijamin masih lama,” belum tentu. Kita tidak tahu Tuhan menyelipkan boarding pass di saku kita, kita tidak tahu bahwa itu boarding pass, bukan tiket masuk ruang hiburan atau taman wisata. Oleh sebab itu memasuki setiap hari baru yang Tuhan percayakan, kita akan mulai berhati-hati. Di kekekalan nanti, semua lukisan hidup kita masing-masing akan dibuka.
Jadi, kalau orang di sekitar suka mencela—mengata-ngatai, menggosipkan, bahkan memfitnah—jangan melawan, jangan berusaha memperbaiki diri. Karena dengan cara demikian itu yang membuat kita akan lebih sungguh-sungguh membenahi diri guna persiapan di kekekalan. Apalah artinya kita mempertanggungjawabkan keadaan kita di depan manusia? Karena sejatinya, kita tidak perlu bertanggung jawab kepada manusia. Kita bertanggung jawab kepada Tuhan. Semua keadaan hidup seseorang akan dibuka, ditelanjangi; tidak ada yang tersembunyi. Setiap lukisan hidup kita akan dibuka, akan ditelanjangi. Maka kita pun jangan menilai orang dengan mudah, jangan menggosipkan orang, apalagi memfitnah.
Ayo, belajar puasa mulut. Termasuk gadget, tangan kita bicara. Ayo, kita mulai menjaga kesucian dari perkara-perkara kecil, dari setiap kata yang kita ucapkan, dari setiap perilaku, perbuatan bahkan gerak pikiran, perasaan kita. Ini sebuah perjalanan yang asyik. Mungkin Saudara ada yang suka membuat lukisan-lukisan tangan, tapi ada yang tidak suka. Orang yang bakat melukis atau orang yang suka melukis, dia bisa melukis setiap hari. Tapi Anda yang tidak melukis, mungkin tidak pernah melukis. Karena Anda berkata, “aku tidak bisa melukis.” Kalau disuruh melukis, Anda bilang, “aku tidak mau, aku tidak bisa.” Tetapi kalau melukis kehidupan, Anda harus mau, karena memang untuk itu kita hidup. Kita hidup untuk melukis lukisan yang indah, yang suatu hari kita akan persembahkan kepada Tuhan. Mari kita memeriksa diri. Kita tiarap untuk memeriksa diri kita, untuk mengoreksi diri. Kalau kita salah, ada dosa, kita bertobat, kita berubah untuk sebuah lukisan indah yang kita akan bawa ke kekekalan.
Teriring salam dan doa
Dr. Erastus Sabdono
Sebab kalau Tuhan masih memberikan kita hidup, itu berarti kepercayaan; kepercayaan untuk menerima hidup yang istimewa.
Surat Gembala Senior 27 Februari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MELIPATGANDAKAN KESUNGGUHAN
2022-02-28 07:21:50
Saudaraku,
Di dalam Daniel 12:10 firman Tuhan mengatakan, “Banyak orang akan disucikan dan dimurnikan dan diuji, tetapi orang-orang fasik akan berlaku fasik; tidak seorang pun dari orang fasik itu akan memahaminya, tetapi orang-orang bijaksana akan memahaminya.” Ayat ini menunjukkan bahwa sebelum dunia ini berakhir (akhir zaman), manusia menjadi semakin menuju keadaan ekstrem; yang jahat bertambah jahat, tetapi orang-orang bijaksana akan memahaminya; yang suci disucikan dan dimurnikan. Fasik artinya tidak takut Tuhan, tidak peduli kehendak-Nya dan pasti tidak mengasihi sesamanya, seperti yang tertulis di dalam 2 Timotius 3:1-5. Jadi yang jahat bertambah jahat, yang suci bertambah suci. Orang akan sulit bahkan tidak bisa ada di daerah netral atau daerah mediokritas. Manusia harus memilih, apakah menjadi suci dan semakin suci atau jahat dan semakin jahat. Di sini secara tidak terbuka atau secara tidak terang-terangan atau secara implisit diajarkan kepada kita bahwa kita harus melipatgandakan kesungguhan kita di dalam berurusan dengan Tuhan atau mengenai keimanan atau mengenai kehidupan rohani kita.
Melipatgandakan sampai benar-benar maksimal atau dengan kata lain bersungguh-sungguh atau menjadi benar-benar ekstrem. Sebab jika tidak demikian, kita pasti akan jatuh, kita akan terbawa oleh suasana dunia dan menjadi jahat oleh lingkungan kita. Lingkungan dunia, lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan; mungkin juga lingkungan gereja. Karena tidak semua orang di dalam gereja itu takut akan Allah. Jangan merasa karena ini orang gereja, ini majelis, ini pendeta; lalu bisa otomatis jadi baik. Tergantung, Kristennya itu Kristen baik nggak? Majelis gerejanya baik tidak? pendetanya baik tidak? Jadi bukan mengenai agama atau kedudukan, tetapi manusianya. Hati-hati dengan pergaulan! Pergaulan di dunia ini jahat dan Iblis memakai suasana di kantor, suasana dalam pekerjaan, suasana dalam dunia bisnis, suasana di dalam keluarga besar untuk bisa memengaruhi kita; pengaruh positif atau negatif.
Maka semua kita harus bersedia berubah untuk bertobat setiap hari demi kekekalan kita. Jadi bicara mengenai kekekalan, Saudara, jangan skeptis, jangan pesimis karena itu adalah realita yang bisa kita hadapi setiap saat atau bisa kita jumpai. Kita bisa meninggal dunia hari ini, besok bisa, lusa bisa. Melalui segala cara; bisa karena umur, bisa karena sakit, bisa karena kecelakaan, bisa banyak sarana yang bisa membuat orang itu meninggal dunia. Tetapi mau kapan saja kita meninggal tidak masalah karena kita sudah bersiap-siap, kita sudah berjaga-jaga. Makanya, kita mohon ampun kepada Tuhan supaya kita selalu beres, kita selalu berkeadaan bersih.
Daniel 12:10, “Banyak orang akan disucikan dan dimurnikan dan diuji.” Kita dimurnikan, kita disucikan dan diuji. Kesucian itu harus diuji. Jangan heran kalau Saudara menghadapi hal-hal yang tidak pernah Saudara pikir akan hadapi; itu ujian terhadap kesucian hidup. Orang akan disucikan dan dimurnikan dan diuji. Kiranya, kita serius memperkarakan atau mempersoalkan hal ini lebih dari kita memperkarakan mengenai masalah uang, harta kekayaan, popularitas, penampilan, gelar, pangkat, berbagai kesenangan, hobi, dan lain sebagainya. Lebih dari segala hal, lebih dari segala sesuatu kita mau memperkaraka hal ini, yaitu bagaimana kita menjadi anak-anak Allah yang disucikan dan dimurnikan dan diuji. Dan bersiap-siap kita diuji. Yuk, kita memuliakan Allah Bapa dengan sikap setiap hari, setiap saat di mana kita memberi diri disucikan, dimurnikan, dan diuji. Semua kita belum sempurna dan bisa dikatakan jauh dari sempurna, tetapi kita mau sempurna. Nanti waktu kita sudah di surga, kita ingat waktu kita tiap pagi berdoa, dalam pertemuan di hadapan Allah. Tentu Allah mengingat kita. Dan para malaikat yang kudus, dan penghuni surga pun mengenal orang-orang yang dengan tulus dan setia setiap hari menyembah memuliakan Allah.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita harus melipatgandakan kesungguhan kita di dalam berurusan dengan Tuhan, sebab jika tidak demikian, kita pasti akan jatuh, kita akan terbawa oleh suasana dunia dan menjadi jahat oleh lingkungan kita.
Surat Gembala Senior 20 Februari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MEMBUNGKAM SUARA HATI
2022-02-20 09:50:48
Saudaraku,
Minggu lalu kita bicara mengenai menerima realitas Allah. Suatu hal yang tidak mudah karena Allah tidak kelihatan. Seringkali kita menghadapi masalah, Allah seakan-akan tidak ada. Bahkan dalam banyak kejadian seakan-akan Allah tidak hadir. Sesungguhnya bukan karena Allah tidak hadir, tetapi kita yang tidak menangkap kehadiran Tuhan karena kebodohan kita. Sering kita merasa diri cerdas, sering kita merasa diri kita berhikmat dan bijaksana, tetapi sebenarnya kita picik. Kita tidak bijaksana sama sekali. Allah yang berhikmat, Allah yang bijaksana, Allah yang cerdas! Allah yang merajut, merangkai peristiwa-peristiwa hidup yang kita jalani untuk kebaikan kita. Tetapi kita yang tidak mengerti kecerdasan Allah atau tidak memahami maksud-maksud Allah karena kita tidak cerdas, karena kita tidak bijaksana. Lalu apa yang kita harus lakukan dalam keadaan seperti itu? Mestinya kita berdiam diri, kita tidak memberikan komentar.
Memang secara mulut kita tidak memberikan komentar, tetapi di dalam hati kita memberi komentar. Tapi coba jujur, ada komentar yang bersuara di hati kita. Dan sering kita tidak menyadari bahwa komentar-komentar itu komentar manusia lama kita yang memberontak yang tidak menghormati Allah. Dan itu bisa kita biarkan mewakili kita di hadapan Tuhan, ini bahaya. Makanya kita yang harus membungkam setiap komentar yang ada di hati kita. Paling tidak komentarnya adalah: “Mengapa Tuhan, mengapa?” Mengapanya bukan mau bertanya maksud Tuhan, melainkan merupakan jeritan hati yang tidak bisa menerima keadaan tersebut. Mari kita belajar untuk tidak marah, tidak ngomel, tidak memberontak, tidak menolak. Jangan mulut berkata “tidak”, tetapi hati yang memberontak. Komentar di dalam hati, jiwa, pikiran kita, kita harus kendalikan, tidak boleh itu mewakili kita. Padahal semua itu diizinkan Tuhan atau dibiarkan Tuhan untuk kebaikan kita. Yang tentu akhirnya semua demi kemuliaan Allah.
Tidak ada yang bisa melarang kita memercayai Allah. Kalau kita tidak sanggup memercayai Allah, itu karena diri kita sendiri, bukan karena orang lain. Kita sendiri bisa memercayai Allah atau kita sendiri yang melarang diri kita untuk percaya kepada Allah yang hidup. Makanya kalau Saudara ada dalam keraguan, kebingungan, tidak atau kurang memercayai Allah, Saudara yang harus memerintahkan diri Saudara sendiri. Kita harus perintahkan diri kita sendiri, “aku percaya Tuhan, tidak ada yang bisa melarang saya percaya kepada Tuhan.” Ketika kita menghadapi masalah ancaman, bahaya, tekanan dari pihak-pihak tertentu, kita tidak berdaya atau kita memang bermaksud tidak bereaksi, kita berkata, “Tuhan, kuserahkan dalam tangan-Mu”, lalu memercayai Tuhan. Kita belajar dari apa yang saya baca di Alkitab, “Aku menyerahkan nyawa-Ku.”
Ketika Tuhan Yesus di atas kayu salib, Ia berseru, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” Artinya, Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Itu adalah situasi krisis dan kritis. Tuhan Yesus bisa meragukan Allah Bapa, tetapi Dia menutup penderitaan-Nya dengan ucapan, “ke dalam tangan-Mu Kuserahkan Roh-Ku.” Senada dengan perkataan Daud, “kalaupun aku harus jatuh, aku jatuh di tangan-Mu, terserah Tuhan mau bikin apa.” Kita memercayai Allah, apa pun akibat dari keadaan itu, apa pun yang akan terjadi nanti, terserah Tuhan.Harus berani berkata, “Aku tidak tahu bagaimana caranya menghadapi situasi ini, aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti; tetapi aku percaya kepada-Mu Tuhan, aku percaya dan tidak ada yang bisa melarang saya percaya, termasuk diri saya sendiri.” Aku percaya, lalu terserah apa yang akan terjadi nanti.
Tetapi percaya seperti ini harus disertai dengan kesucian hidup. Tidak bisa Saudara percaya Tuhan, sementara Saudara hidup tidak di dalam kesucian, hidup di dalam dosa; masih hidup dalam kebencian, dalam dendam, dalam ketidakjujuran, dalam perzinaan, dalam pencabulan. Saudara harus meninggalkan semua dosa-dosa itu, Saudara harus meninggalkan semua dosa-dosa itu; harus, harus, harus!!! Mendengar kata suci, jangan takut. Memang kita harus suci! Karena Alkitab berkata, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1Ptr. 1:16-17). Kita harus menjadikan Tuhan kebahagiaan dan kesenangan kita. Tidak boleh ada yang lain yang kita harap bisa membahagiakan, menyenangkan. Hanya Tuhan yang bisa membahagiakan dan menyenangkan hati kita. Dan sering saya bicara kepada diri saya sendiri, bahwa Allah yang kusembah ini Elohim Yahweh, yang melepaskan Israel dari Mesir ke Kanaan, yang membelah Laut Kolsom, Allah Yang Besar! Jangan takut! Ayo, suarakan kepada dirimu sendiri, perintahkan saraf-saraf Saudara untuk percaya. Tidak ada yang bisa melarang kita percaya, bahkan diri kita sendiri tidak boleh melarang kita percaya.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Sering kita tidak mengerti kecerdasan atau tidak memahami maksud Allah. Dalam keadaan seperti itu kita harus membungkam setiap komentar yang ada di hati kita; komentar manusia lama kita yang memberontak dan tidak menghormati Allah.
Surat Gembala Senior 13 Februari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ADA PERHITUNGANNYA
2022-02-13 15:25:12
Bapak/Ibu/Saudaraku sekalian yang kekasih,
Menerima realitas Allah bukanlah sesuatu yang mudah. Sering orang menganggap ini sesuatu yang mudah, yang penting memercayai Allah itu ada. Masalah benar-benar ada atau tidak, tidak sungguh-sungguh dipersoalkan. Yang menyedihkan itu bukan hanya terjadi atas jemaat biasa, melainkan juga atas para teolog; yang berbicara mengenai Allah dengan begitu fasih dan para pelayan jemaat, pendeta yang juga fasih berbicara mengenai Tuhan. Bagaimana kita bisa melihat fakta ini? Coba kita lihat hidup kita masing-masing. Kita berkata, memercayai Tuhan—memercayai bahwa Allah itu ada, bahwa Allah itu Mahahadir, Jehova Shammah (artinya Allah yang ada di mana-mana), Allah yang Mahahadir (omnipresent) —tetapi kita tidak mempertimbangkan bahwa apa yang kita ucapkan, yang kita lakukan itu ada di hadapan Allah. Sehingga kita sering sembarangan, sering sembrono dengan apa yang kita lakukan, seakan-akan Allah tidak tahu, bahkan seakan-akan Allah tidak ada.
Kalau dalam kepercayaan agama tertentu mereka percaya adanya karma dan tidak sedikit di antara mereka yang sangat serius dengan hukum itu. Segala sesuatu yang dilakukan ada karmanya, ada imbalannya, ada balasannya, ada akibatnya, ada konsekuensinya. Jadi mereka berhati-hati dalam bertindak, karena hukum itu. Hukum saja cukup membuat tidak sedikit di antara mereka takut dan gentar sehingga menata hidup berhati-hati dalam apa yang mereka lakukan. Dalam Hukum Kehidupan yang kita kenal dari Alkitab juga ada hukum tabur tuai itu. Apa yang ditabur orang itu juga dituainya. Tetapi, berapa banyak orang Kristen yang serius memperhatikan hukum itu?
Galatia 6:7-8, “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.”
Kita pernah menjalani hidup tanpa peduli hukum ini. Yang penting kita senang dulu, kita nikmat, kita puas, urusan belakangan. Itu adalah sikap yang tidak menghormati Allah. Kita menganggap Allah tidak ada dan itu menyakitkan hati Allah Semesta Alam, Sang Penguasa yang memiliki Pemerintahan. Mari kita mengembangkan percaya kita yang benar bahwa Allah itu hidup, Allah itu ada, ada realitas Allah. Harus kita suarakan kepada diri kita, kita suarakan di dalam diri kita, perintahkan kepada seluruh saraf kita, kita perintahkan ke seluruh anggota tubuh kita, pikiran kita, hati kita, jiwa kita untuk menyadari keberadaan Allah itu. Kita perintahkan sampai kita bisa menghayati dengan sungguh-sungguh realitas Allah. Dan ini pasti membuat kita berhitung atas segala sesuatu yang kita lakukan. Karena ada Allah yang hidup yang mengawasi kita.
Tidak ada mata manusia mengawasi kita di tempat-tempat tertentu, di tempat-tempat tertutup. Jangan berpikir tidak ada mata yang melihat, ada mata yang melihat. Dan apa yang kita lakukan pasti suatu saat ada tuaiannya. Artinya apa yang kita tabur kita tuai. Manusia pada umumnya sudah begitu fasik. Bahkan di negara yang mengaku adanya Tuhan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, banyak orang yang kelakuannya tidak menunjukkan bahwa dia percaya Allah itu ada. Begitu mudah melanggar sumpah jabatan, semena-mena terhadap orang lemah, menyakiti sesama dengan sewenang-wenang; dia pikir aman, ya sekarang kelihatannya aman tetapi jangan main-main ada tuaian dari apa yang kita tabur.
Kalaupun Saudara sudah bertobat, tetapi tuaian itu tetap masih ada. Hanya oleh anugerah kemurahan Tuhan, tuaian itu bisa juga dijadikan sarana oleh Allah untuk mendewasakan kita. Itu ajaibnya Allah, Bapa kita. Misalnya, seseorang korupsi lalu bertobat tetapi setelah bertobat malah ketahuan praktik korupsinya dan dia masuk penjara. Nah, keadaan orang ini yang masuk penjara itu pun dipakai Tuhan untuk mendewasakan dia. Bukan tidak mungkin kalau dia tidak masuk penjara dia akan ulangi hal itu. Tuhan memroses kita dalam segala keadaan bahkan tuaian yang kita harus alami, itu pun dipakai Tuhan untuk mendewasakan kita. Bersyukur, Tuhan memakai segala hal, bahkan tuaian akibat kesalahan kita sebagai cara untuk mendewasakan. Tetapi, kalau orang tidak mengasihi Tuhan, apa pun akan mendatangkan celaka dan bencana. Hanya bagi orang yang mengasihi Tuhan segala sesuatu mendatangkan kebaikan.
Dan kalau kita sungguh-sungguh mau benar-benar bertobat dan berubah; Tuhan pasti mau memproses kita. Sekarang langkah yang harus kita lakukan adalah menghayati realitas Allah. Ada Allah yang hidup, ada Allah yang berkuasa. Dan Allah yang berkuasa, menghendaki agar kita ini sungguh-sungguh hidup di dalam perkenanan-Nya. Kiranya kita benar-benar memperhatikan kehidupan kita. Kalau kita selama ini kita kurang menghayati keberadaan Allah, mulai saat ini kita menghayati kehadiran Allah.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita perintahkan seluruh organ kita sampai kita bisa menghayati dengan sungguh-sungguh realitas Allah; yang mana ini membuat kita berhitung atas segala sesuatu yang kita lakukan, karena ada Allah yang hidup yang mengawasi kita.
Surat Gembala Senior 6 Februari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - ALLAH MENILAI
2022-02-06 07:24:57
Saudaraku,
Kita sudah melewati bulan-bulan yang panjang terhitung sejak awal pandemik pada Maret 2020 yang lalu. Tuhan sudah menuntun kita, memberikan kekuatan sehingga tidak satu hari pun kita ditinggalkan dan dilupakan-Nya. Kita pasti diperhatikan Tuhan. Allah bukan Allah yang pilih kasih, Allah bukan Allah yang asal-asalan menilai orang, tetapi Allah adalah Allah yang memperhatikan siapa yang setia kepada Bapa, siapa yang tidak. Ketika Tuhan mau menghancurkan Sodom dan Gomora, Dia ingat Abraham. Karena Abraham, Lot pun diselamatkan. Padahal Lot pernah bersikap kurang pantas terhadap Abraham; tetapi Tuhan tetap sayang Lot. Di sini kita menemukan bahwa Allah membedakan orang yang serius berurusan dengan Allah dan orang yang tidak serius berurusan dengan Allah. Pasti Allah membedakan.
Tidak mungkin Saudara yang tekun mencari hadirat-Nya, tekun berdoa, tekun mendengarkan kebenaran diperlakukan sama dengan orang yang tidak tekun. Allah bukan pilih kasih, bukan tembak ngawur, tetapi Allah memilih, Allah memperhatikan; siapa yang setia berurusan dengan Allah, dengan Diri-Nya. Dan tentu kalau kita bertekun, pasti kita tergiring untuk hidup takut akan Allah, pasti tidak mudah lagi hidup sembrono. Kalau kita berbuat salah, pasti ada rasa bersalah yang menyakitkan hati kita. Dahulu, ketika kita berbuat salah, hati bisa tetap tenang, tetapi sekarang kalau sampai berani berbuat salah, salah kecil saja, jiwa kita terganggu. Dan ini yang akan membangun kesucian hidup atau hidup yang berkenan di hadapan Allah.
Allah pasti memperhatikan kita, pribadi lepas pribadi. Saudara akan pasti diperlakukan Allah istimewa karena Saudara juga memperlakukan Allah istimewa. Jangan hanya pada waktu kepepet, punya masalah, terdesak, kecepit baru mencari Tuhan, baru berseru-seru, berteriak-teriak, meratap berdoa. Ini orang-orang yang tidak fair Kita harus selalu merasa membutuhkan Tuhan, kita berlindung kepada Tuhan, tidak hanya pada waktu kita punya masalah. Jangan hanya kita punya masalah berat, tetapi setiap hari kita datang kepada Tuhan dan mengatakan aku perlu Kau Tuhan. Karena kita bukan hanya membutuhkan pertolongan Tuhan dari masalah-masalah yang menyangkut pemenuhan kebutuhan jasmani, tetapi setiap hari kita membutuhkan bimbingan dan tuntunan Tuhan. Supaya kita bisa hidup suci, bisa hidup tidak bercacat, tidak bercela, agar kita bisa menghormati Tuhan dengan sungguh-sungguh.
Dengan cara demikian, sebenarnya kita sedang membangun benteng perlindungan. Dan benteng perlindungan kita itu Tuhan. Kita membangun benteng perlindungan untuk keluarga kita, untuk anak-anak kita, untuk orang-orang yang kita kasihi. Seperti Allah, karena Abraham mengingat Lot; Allah pun akan menolong orang-orang yang kita kasihi karena mengingat kita. Ini sudah pasti. Kalau kita melihat keluarga kita yang dalam kesulitan, yang sakit, dan lain-lain; kita juga terbatas untuk menolong mereka; Allah tidak terbatas, Allah bisa menolong. Maka, Saudara memiliki peran yang besar untuk keselamatan keluarga Saudara dan orang-orang yang Saudara kasihi. Jadi jangan sampai kita menjadi kendor.
Belajar terus hidup suci, jangan menyakiti hati Tuhan, jangan mengingini dunia, jangan berbuat dosa apa pun bentuk, jenis dosa itu, jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, kasihi musuhmu, setia kepada pasanganmu, jujur di pekerjaan, jangan menyakiti, melukai orang, jangan merugikan sesamamu. Ayo, kita belajar benar-benar memiliki hati dan perbuatan yang menyenangkan hati Allah. Pasti kita menjadi istimewa. Dan kita ingat bahwa perjalanan kita pasti berakhir di kematian dan setelah itu kita akan menemukan kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus di Kerajaan Surga. Hanya itu harapan kita. Kita tidak mengharapkan dunia membahagiakan kita, karena memang dunia tidak dapat membahagiakan kita. Kebahagiaan kita hanya di dalam Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Allah bukan Allah yang pilih kasih, Allah bukan Allah yang asal-asalan menilai orang, tetapi Allah adalah Allah yang memperhatikan siapa yang setia kepada Bapa, siapa yang tidak.
Surat Gembala Senior 30 Januari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KERINDUAN YANG BENAR
2022-01-30 06:53:58
Saudaraku,
Tidak dapat disangkal, ada orang-orang yang sudah begitu bosan dan jenuh dalam hidup dan rasanya ingin mengakhiri kehidupan ini. Oleh berbagai penyebab, ada yang bunuh diri; entah karena kekecewaan, kepahitan hidup atau ketakutan menghadapi hari esok. Di sisi lain, ada orang-orang yang mengingini segera menyelesaikan waktu hidupnya karena merindukan Kerajaan Surga. Namun terus terang, ini jumlahnya sangat sedikit bahkan hampir tidak ada. Kalau dibandingkan dengan orang-orang Kristen abad mula-mula, ini perbandingannya jauh sekali. Orang Kristen abad mula-mula benar-benar merindukan untuk segera pulang. Seperti yang diwakili oleh Paulus dalam kesaksian hidupnya dalam Filipi 1:21-24, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus–itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.” Dan sejatinya, ini adalah standar yang benar.
Tuhan Yesus berkata dalam Yohanes 14:3, “Aku pergi menyediakan tempat bagimu dan kalau Aku sudah pergi menyediakan tempat bagimu Aku akan kembali lagi, supaya di mana Aku ada kamu ada. ”Kalau Tuhan Yesus sendiri menginginkan di mana Dia ada kita ada, maka kita pun harus merindukan perjumpaan itu. Jadi kalau kita tidak merindukan untuk bertemu Tuhan, berarti ada yang salah dalam hidup kita. Karena hubungan kita dengan Tuhan itu adalah hubungan antar mempelai, antar kekasih. Kalau benar-benar sepasang insan saling mencintai dan merindukan hidup bersama, maka pertemuan di pelaminan itu sangat dinantikan. Ini yang mestinya juga kita lakukan. Namun kalau hanya karena masalah hidup—ekonomi, keluarga, sakit penyakit, pekerjaan—lalu Saudara ingin mengakhiri hidup, saya khawatir Saudara tidak akan diterima di kemah abadi.
Oleh karenanya keadaan sulit yang kita hadapi saat ini harus menjadi sarana, dorongan, pemicu untuk kita mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Jadi dengan kondisi yang menyakitkan di dalam hidup ini justru akan memacu dan memicu kita untuk hidup berkenan di hadapan Allah; untuk hidup suci, untuk menaati Firman Tuhan. Setelah itu, barulah kita boleh merindukan pulang ke surga. Orang yang sampai tingkat merindukan pulang ke surga karena mencintai Tuhan akan memiliki satu pengalaman dan ini tidak bisa dibahasakan dengan mudah dan tidak bisa dijelaskan secara lengkap dengan kata-kata; yaitu ketika dia berbuat salah, ia akan sangat meratapi keadaan kesalahan yang dia lakukan. Jerit, seruan, tangisan dan ratapannya adalah mengapa aku melukai hati Bapa di surga? Mengapa aku melukai Tuhan? Itu adalah ratapan yang benar-benar tulus.
Betapa indahnya kalau kita boleh pulang ke surga di mana tidak ada dosa; jadi bukan hanya tidak ada penderitaan. Tidak ada suami yang jahat, tidak ada istri yang kejam, tidak ada bencana, sakit penyakit; tidak ada dosa. Sehingga kita tidak menyakiti hati Bapa di surga. Jadi kerinduan untuk bertemu dengan Tuhan nanti akan semakin kuat ketika kita melihat kenyataan bahwa selama kita memiliki tubuh daging ini kita masih bisa salah; dan ratapan kita akan sampai luar biasa dalam. Jadi kalau kita sekarang menghadapi masalah ekonomi, masalah teman hidup yang jahat, hal ini harus diterima sebagai berkat. Kita dikasihi Tuhan melalui masalah-masalah itu. Kita dibawa melekat dengan Allah. Kita dijadikan kekasih Tuhan Yesus; dan kita akan benci dosa. Dan kalau sampai berdosa, kita akan merindukan pulang ke surga di mana tidak ada dosa.
Di sini kita baru menangkap kebenaran dalam kalimat Doa Bapa Kami, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga,” di mana itu pasti tekanannya kepada kesukaan hati Allah. Artinya bagaimana kehendak Bapa dipenuhi, bagaimana kesucian bisa dibangun. Sebagaimana di surga tidak ada dosa dan kenajisan, demikian pula hidup kita hari ini selagi masih ada di bumi, tidak boleh ada dosa dan kenajisan. Jadi kalau kita berkata, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga,” artinya kita harus menggelar pemerintahan Allah supaya segala sesuatu kita lakukan dalam ketaatan dan ketertundukan kepada Bapa di surga.
Tuhan Yesus memberkati
Erastus Sabdono
Kalau Tuhan Yesus sendiri menginginkan di mana Dia ada kita ada, maka kita pun harus merindukan perjumpaan itu.
Surat Gembala Senior 23 Januari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TERHILANG
2022-01-23 23:56:05
Saudaraku,
Sejatinya, hari ini hampir semua orang telah kehilangan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengingatkan kita di dalam Lukas 18:8, “Kalau Anak Manusia datang, adakah Ia mendapati iman di bumi? Karena manusia pada umumnya telah memilih jalannya sendiri. Mereka yang masih beragama Kristen merasa sudah menemukan Allah dan tidak terhilang hanya karena ke gereja; apalagi kalau sudah menjadi aktivis, bahkan apalagi kalau sudah menjadi pendeta, merasa diri tidak terhilang. Padahal, banyak orang yang terhilang tetapi tidak merasa terhilang. Lalu kapan sejatinya seseorang itu terhilang? Seseorang terhilang ketika ia tidak memiliki hubungan dengan Allah secara benar. Berada dalam ruangan gereja itu bukan jaminan ia tidak terhilang. Aktif dalam kegiatan pelayanan bahkan menjadi pendeta, teolog, jadi dosen Sekolah Tinggi Teologi pun bukan jaminan tidak terhilang. Terhilang adalah ketika seseorang tidak sehati dengan Allah, tidak sehati dengan Bapa, tidak sepikiran dengan Allah. Ini menggetarkan! Menghayati hal ini, kita bisa tergetar.
Orang Kristen yang terhilang adalah mereka yang tidak memiliki persekutuan yang benar dengan Allah. Atau dengan kalimat lain, ia tidak hidup di hadirat Allah. Ironis, kita sering demikian keadaannya. Kita tidak hidup di hadirat Allah, kita tidak ada dalam persekutuan yang benar dengan Allah. Oleh sebab itu, kita yang masih memiliki kesempatan untuk dipulihkan, mari kita memberi diri untuk dipulihkan. Maka, kita harus bertekad, pertama, tidak berbuat apa pun yang bisa menyakiti hati Allah, tidak melakukan apa pun yang merugikan atau melukai sesama. Sebaliknya, kita lakukan segala sesuatu benar-benar untuk keselamatan orang lain, bagaimana orang mengenal Tuhan Yesus dan didewasakan. Dan untuk ini, Saudara tidak harus menjadi pendeta.
Yang kedua, jangan kita terikat dengan percintaan dunia. Jangan kita merasa bisa bahagia dengan memiliki sesuatu, dengan melakukan sesuatu. Kebahagiaan kita bukan karena kita memiliki sesuatu atau satu fasilitas atau melakukan sesuatu yang menurut kita membahagiakan. Kita harus menjadikan Tuhan benar-benar sebagai satu-satunya kebahagiaan kita. Ini tidak mudah, tetapi kalau kita berjuang, kita bisa; karena kendali di tangan kita bukan di tangan siapa-siapa. Allah juga tidak memaksa kita untuk menjadikan Diri-Nya sebagai kebahagiaan kita satu-satunya. Tuhan yang agung yang memiliki harga diri yang sempurna tidak akan dengan murah dan mudahnya memaksa orang untuk menjadikan Diri-Nya sebagai kebahagiaan.
Tetapi Tuhan mau kita dengan aktif selalu menjadikan Tuhan kebahagiaan kita. Jika ada sesuatu dalam hidup kita yang kita pandang sebagai kebahagiaan, kita bisa menghalaunya. Memang pada mulanya sulit, tetapi nanti lambat laun bisa. Dan seiring dengan itu kita benar-benar mengalami Tuhan sehingga kita menikmati kebahagiaan di dalam Tuhan. Kalau sampai Saudara bisa mengalami kebahagiaan dan sukacita dalam Tuhan secara benar, Saudara akan lebih dari kecanduan. Itu yang harus kita lakukan supaya kita tidak terhilang; hidup di dalam persekutuan dengan Allah secara benar, hidup di hadirat Allah. Maka, kita harus hidup bersih, tidak bercacat, tidak bercela dan benar-benar menjadikan Tuhan satu-satunya kebahagiaan.
Yang ketiga, ada langkah luar biasa yang harus kita lakukan, jangan memikirkan apa yang Allah tidak pikirkan. Ini berat sekali. Hal-hal yang tidak perlu dan memang tidak boleh kita pikirkan, jangan pikirkan! Misalnya, masalah-masalah yang membebani kita sampai kita stress, kita pikirkan siang dan malam walau tetap kita tidak mendapatkan jalan keluarnya. Kita berjuang dengan tanggung jawab untuk menyelesaikannya. Namun apa yang ada di luar kemampuan kita, kita serahkan kepada Bapa kita. Maka, pikirkan apa yang Allah pikirkan. Hal ini seperti sebuah keahlian atau seni yang perlu kita pelajari; tidak bisa dalam sekejap; sehari, seminggu, sebulan, setahun. Kalau kita belajar untuk berpikir dengan pikiran yang Allah juga pikirkan—artinya kita tidak akan memikirkan sesuatu yang Allah tidak berkenan kita pikirkan—maka pada akhirnya jika ada dosa sekecil apa pun kita pasti akan berasa, kesalahan sekecil apa pun kita berasa.
Dan secara khusus bagi para pembicara, kita harus bisa menangkap pikiran Allah, menangkap perasaan Allah, supaya the word of God menjadi the voice of God; dari Firman yang sekadar pengetahuan kognitif menjadi suara Allah yang mengalir dari hati Allah. Kita masih punya kesempatan untuk tidak terhilang. Ayo, kita pulang, kita balik seperti anak terhilang. Jangan merasa kita sudah hebat, sudah kudus, sudah suci, sudah dewasa, sudah berhikmat, sudah cerdas rohani, sudah punya pengetahuan teologi yang banyak; dengan rendah hati kita merendahkan diri di hadapan Tuhan dan menyerahkan hidup kita ini kepada-Nya.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Orang Kristen yang terhilang adalah mereka yang tidak memiliki persekutuan yang benar dengan Allah.
Surat Gembala Senior 16 Januari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KETEGASAN ALLAH
2022-01-16 07:47:06
Saudaraku,
Kalau kita mempelajari kebenaran Firman Tuhan dengan hati yang benar-benar terbuka dan bersedia melakukan apa pun yang diajarkan kepada kita—khususnya di dalam kitab Perjanjian Baru—maka kita akan menemukan betapa jauh kehidupan kekristenan yang dijalani oleh banyak orang Kristen hari ini, juga kehidupan kekristenan kita. Betapa jauh standar yang sebenarnya harus dikenakan oleh kita orang percaya ini. Di sini kita baru bisa menghayati atau lebih menghayati apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Wahyu 2:5, “Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.” Ayat ini ditujukan kepada jemaat di Efesus. Dan hari ini kita melihat Efesus merupakan salah satu tempat di wilayah Turki yang nyaris tidak ada orang Kristen lagi. Tentu hal ini sangat menyedihkan!
Kalau kita memperhatikan tindakan Tuhan atas orang-orang percaya yang tidak bertobat, sangat mengerikan. Kota Istambul yang dulu Bizantium menjadi pusat kekristenan, sekarang sudah menjadi kota yang tidak menyemarakkan Injil sama sekali. Gereja yang dipandang termegah di dunia Hagia Sophia berubah menjadi mesjid. Ingat! Kalau Tuhan bertindak, tidak main-main.Makanya kita mestinya takut dan berusaha untuk mengerti kekristenan yang sejati, yang murni yang Tuhan ingin kita kenakan. Dan kekristenan yang murni yang Tuhan kehendaki untuk kita kenakan, tak lain dan tak bukan adalah kehidupan Yesus sendiri. Kehidupan Yesus yang hidup sepenuhnya hanya untuk kepentingan Allah Bapa. Kehidupan Yesus yang tidak bercacat, tidak bercela sama sekali. Kehidupan Yesus yang dikurbankan untuk kepentingan orang lain. Kehidupan Yesus yang tidak melukai, tidak menyakiti apa pun.
Kalau kita melihat hidup kita hari ini, betapa jauhnya dari kehidupan yang dikenakan Tuhan Yesus. Oleh sebab itu, selagi kita masih memiliki kesempatan, kita harus berjuang dengan segenap tenaga, segenap jiwa, segenap hati, segenap kekuatan untuk menyelenggarakan hidup sesuai dengan kehidupan yang Allah Bapa kehendaki. Dan itu harus kita usahakan lebih dari kita mengusahakan apa pun. Jika kita fokus dengan usaha ini di tengah-tengah berbagai kesulitan hidup yang kita alami, maka kita akan melihat bagaimana setiap keadaan yang kita alami menjadi alat di dalam tangan Allah untuk mengangkat kita dari kehidupan wajar anak dunia menjadi anak-anak Allah dengan kehidupan yang bergaya Yesus Putra Tunggal-Nya. Itulah sebabnya dikatakan di dalam kitab Kolose 3:3, “Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.” Dengan cara itu, kita baru dapat memfokuskan diri sepenuhnya untuk menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan Allah, yang bergaya hidup Yesus. Hidup kita telah mati dan hidup kita tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.
Memang ini tidak mudah, ini berat. Kita seperti sudah mati sebelum kita dikubur dan dimasukkan peti mati. Tetapi inilah kekristenan sejati yang karenanya prinsip hidup yang harus kita kenakan adalah “hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Inilah standar hidup kekristenan yang harus kita kenakan. Tetapi kenyataannya, betapa banyak hidup orang Kristen yang telah jatuh. Betapa dalamnya kita telah jatuh. Dan apabila kita tidak bertobat, maka Tuhan akan mengangkat kaki dian-Nya. Jadi kalau Tuhan sampai mengangkat kaki dian dari Efesus, dari Konstantinopel yang sekarang menjadi Istanbul, itu menunjukkan ketegasan Allah. Jadi jangan hanya memahami Allah itu baik, sabar dan penuh kasih menurut versi kita; Allah itu juga memiliki ketegasan! Ini yang mestinya membuat kita menjadi takut akan Allah, gentar akan Allah.
Kita harus menghayati Allah itu hidup, Allah itu berperasaan dan Ia berdaulat sebagai Bapa yang berwibawa, sebagai Raja yang berkuasa. Peringatan ini hendaknya kita perhatikan dengan sangat serius. Kita tidak main-main. Maka saya mengajak Saudara-saudara untuk mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Ini pilihan. Kita tidak boleh terbawa lagi dengan dunia di sekitar kita. Mari kita mengambil keputusan sesuai dengan Kolose 3:3 ini, berani mati bagi dunia dan hidup kita tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Dan apabila kita tidak bertobat, maka Tuhan akan mengangkat kaki dian-Nya; di mana hal itu menunjukkan ketegasan Allah.
Surat Gembala Senior 9 Januari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SUMBER KEHADIRAN ALLAH
2022-01-09 06:53:23
Saudaraku,
Saya mengajak Saudara untuk bisa mengalami Tuhan; bahwa Tuhan adalah Allah yang hidup, yang nyata. Dan itu benar-benar bisa kita alami di tengah-tengah segala kesibukan kita dan segala pekerjaan yang kita jalani; kita terus bisa di dalam penghayatan akan kehadiran Tuhan. Namun ini yang sering meleset. Karena kita tidak menghayati kehadiran Tuhan, maka kita mudah melakukan hal-hal yang Tuhan tidak kehendaki, kita mudah melakukan hal-hal yang mendukakan hati Allah. Selain itu kita mudah menjadi takut, khawatir, cemas dalam menghadapi segala persoalan dan pergumulan hidup yang mengancam kita.
Salah satu cara agar kita dapat hidup sesuai dengan kehendak Allah—kita bisa hidup suci, kita bisa hidup tidak bercacat, tidak bercela, kita bisa kokoh menghadapi segala pergumulan hidup—adalah kita menghayati keberadaan Tuhan. Kita bisa memikirkan dan merenungkan Tuhan setiap saat. Atau kalau menggunakan kalimat lain, kita menaruh Tuhan di depan mata kita. Ini yang sering gagal kita lakukan. Kita meninggalkan Tuhan di ruang gereja, kita meninggalkan Tuhan di ruang doa; lalu kita seperti hidup di daerah tak bertuan, padahal Tuhan adalah Tuan semesta alam, Tuhan semesta alam. Kita tidak pernah bisa hidup di daerah netral di mana kita boleh berbuat suka-suka kita. Kita selalu ada di daerah di mana ada pemerintahan Allah. Itulah sebabnya di dalam Doa Bapa Kami, Allah Bapa kita hadirkan pemerintahan-Nya dalam hidup kita; “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga.”
Memang ini bukan sesuatu yang mudah karena kita sudah terbiasa hidup seperti orang ateis, seperti orang yang tidak ber-Tuhan. Secara teori kita adalah orang yang ber-Tuhan (teis teoritis), tetapi secara perilaku kita adalah ateis praktis; praktis seperti orang yang tidak ber-Tuhan. Karena kita tidak menghayati kehadiran Allah, tidak memikirkan Allah dengan benar. Kita akan mulai hari ini, Minggu, 09 Januari 2022, mari kita memikirkan Tuhan, menghayati kehadiran Tuhan setiap saat. Nanti kita akan terbiasa memiliki irama untuk itu. Bukan hanya pada waktu kita berada di dalam ibadah (atau dalam pelayanan) barulah kita menghayati kehadiran Allah, namun setelah itu kita tidak lagi menghayati kehadiran Allah. Itu yang membuat kabut kemuliaan Allah tipis, bahkan hampir-hampir tidak ada di dalam kehidupan dan pelayanan kita.
Salah satu ciri dari seseorang yang selalu menghayati kehadiran Allah adalah ia akan takut berbuat salah. Ketika kita membicarakan kesalahan orang lain yang kita tidak tahu persis masalahnya, kita tutup mulut. Jangan sembarangan berkata, memberikan pendapat atau menghakiminya. Itu jahat. Apalagi kalau sengaja kita membuat cerita yang tidak sesuai fakta. Belum lagi kalau ada dendam, kebencian pribadi terhadap orang tersebut. Ingat! Tidak ada orang yang membenci saudaranya—atau seorang pembenci yang sama dengan pembunuh—yang masuk surga. Sejujurnya, hal itu kita biasa lakukan dahulu. Namun sekarang kita mau berubah. Tidak ada pilihan lain, selain kita harus menghayati kehadiran Allah setiap saat. Untuk itu kita harus mengerti beberapa sumber dari kehadiran Allah, yaitu:
Yang pertama, Firman Tuhan. Harus selalu mendengar Firman Tuhan setiap hari. Daripada Saudara menonton apa yang tidak perlu—bahkan yang merusak pikiran—mengapa kita tidak mendengarkan Firman Tuhan?
Yang kedua, pada waktu kita berdoa; baik doa pribadi maupun doa bersama. Apalagi kalau pemimpinnya adalah seorang yang telah menghayati kehadiran Allah, maka doa, pujian, penyembahannya menjadi pekat dengan kehadiran Allah.
Yang ketiga, melalui percakapan dengan orang-orang yang takut akan Allah; dimana yang dibicarakan adalah hal mengenai kebenaran-kebenaran. Firman Tuhan mengatakan dalam Matius 18:20, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Tidak ada pilihan lain, selain kita harus menghayati kehadiran Allah setiap saat.
Surat Gembala Senior 2 Januari 2022 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - JANJI PENYERTAAN-NYA
2022-01-09 06:49:24
Saudaraku,
Kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dan alam semesta ini berada di dalam kontrol Allah. Tidak ada sesuatu yang terjadi di luar kontrol Allah. Allah bukan saja Mahahadir, tetapi Allah juga mengendalikan dan mengontrol segala sesuatu. Kita pun ada di dalam pengontrolan Allah. Namun sering tanpa disadari, kita merasa bahwa Allah tidak campur tangan dalam hidup kita. Ada kejadian-kejadian yang kita pikir itu di luar kontrol dan kendali Allah. Sehingga kita menjadi begitu cemas, takut dan tidak jarang merasa ditinggalkan oleh Allah. Tetapi hari ini Tuhan mengingatkan kita bahwa Dia yang berjanji menyertai kita tetap menyertai kita; “Aku beserta kamu senantiasa,” begitu janji-Nya (Mat. 28:18-20).
Kalau kita merasa tidak disertai Tuhan, itu karena kita tidak memercayai bahwa Dia selalu menyertai. Atau karena kita memang telah meninggalkan Dia. Kita yang meninggalkan Bapa, yaitu ketika kita tidak sungguh-sungguh mengikatkan hati kita dengan Tuhan. Banyak orang yang begitu sibuk dengan segala urusan sampai Tuhan itu dianggap tidak ada atau tidak perlu ada. Khususnya dalam keadaan-keadaan di mana seseorang tidak merasa membutuhkan Tuhan. Yaitu ketika tidak ada masalah-masalah berat. Adapun masalah-masalah yang mudah kita tanggulangi, kita merasa tidak perlu campur tangan siapa-siapa, bahkan Tuhan pun tidak dibutuhkan. Namun kalau ada masalah-masalah yang berat, yang melampaui kemampuan kita menanganinya, barulah kita berurusan dengan Tuhan dengan sungguh-sungguh. Seharusnya kita berurusan dengan Tuhan bukan karena masalah-masalah dunia fana ini.
Banyak orang di luar Tuhan—orang yang tidak beragama, tidak bertuhan—tapi mereka juga bisa menjalani hidup dan mengurai masalah-masalah mereka dengan tanggung jawab. Sebab memang setiap orang mengalami pergumulan dan persoalan dan Tuhan sendiri konsekuen dengan janji-Nya bahwa Ia tidak mencobai manusia melampaui kekuatan manusia—bukan kekuatan anak-anak Allah (1Kor. 10:13, “bahwa pencobaan-pencobaan yang dialami kita tidak melampaui kekuatan manusia”). Tetapi kalau kita berurusan dengan Allah, hal itu karena masalah hidup kekal kita. Maka, kita harus berurusan dengan Allah terus-menerus setiap saat—bergantung kepada Tuhan walaupun tidak punya masalah keuangan, tidak punya masalah pekerjaan, tidak punya masalah bisnis, tidak punya masalah anak, tidak punya masalah keluarga—yang sama dengan terus melekat kepada Tuhan; dan itu karena kita memang tidak bisa hidup tanpa Tuhan. Jika demikian, maka kita pasti ditopang oleh Allah dan tidak dipermalukan.
Saudara dapat membuktikan, pasti ada bedanya orang yang benar-benar selalu berurusan dengan Allah dengan orang yang tidak setia kepada Tuhan. Jadi mulai saat ini, mari kita setia. Salah satu sarana yang Tuhan berikan kepada kita adalah doa bersama, seperti doa pagi yang kita selenggarakan pada setiap pukul 5 pagi WIB. Ini adalah satu kesempatan yang tidak akan disesali, sebab pada waktu kita nanti pulang ke surga, kita tahu bahwa apa yang kita lakukan ini benar-benar memberkati hidup kita sendiri, keluarga, dan juga pasti memberkati banyak orang. Jadi, mari kita mau sungguh-sungguh mencari Tuhan sampai Saudara bisa lebih menghayati bahwa Allah itu hidup, Allah itu beserta. Banyak bahaya yang tidak pernah kita duga yang bisa tiba-tiba terjadi di dalam hidup kita, tetapi kalau kita terus ada dalam persekutuan dengan Tuhan, hati kita menjadi lebih kuat, dan kita akan membuktikan perbedaan orang yang mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh dan tidak. Makin hari, kita akan melihat adanya perbedaan; sangat beda.
Kita yakin bahwa Tuhan yang hidup, Tuhan yang berkuasa, akan menunjukkan kehadiran-Nya dalam hidup kita. Dan ini yang menjadi inti dari tujuan hidup kita bersekutu dengan Allah, yaitu hidup kita makin berkenan kepada Tuhan. Suatu hari nanti, apa pun yang hari ini kita miliki, akan kita tinggalkan. Tetapi orang yang sungguh-sungguh mencari Tuhan akan mendapati Tuhan, memiliki Tuhan, hidup dalam persekutuan dengan Tuhan, dan menjadi kekasih abadi Tuhan. Ini tujuan dari hidup Kristen, inti dan tujuan hidup kita. Memasuki tahun yang baru, mari kita kembali memperbaharui komitmen kita; cari Tuhan, temui Dia, hidup dalam persekutuan dengan-Nya setiap saat. Kita tidak mengerti apa yang akan terjadi di tahun 2022 ini, namun satu hal kita yakin bahwa Allah beserta kita, orang yang mengasihi-Nya.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Tuhan sendiri konsekuen dengan janji-Nya bahwa Ia tidak mencobai manusia melampaui kekuatan manusia
Surat Gembala Senior 26 Desember 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - BERSUKACITA DI DALAM TUHAN
2021-12-26 06:39:36
Saudaraku,
Dalam Alkitab berulang-ulang dikatakan, “bersukacitalah di dalam Tuhan, bersukacitalah di dalam Tuhan.” Pemazmur juga mengatakan, “Tuhan adalah kegembiraanku,” artinya bahwa Tuhan menjadi sumber sukacita kita. Sikap hati seperti ini harus kita kembangkan di dalam diri kita walaupun sungguh sangat tidak mudah dan Allah tidak kelihatan, sementara persoalan-persoalan yang kita hadapi di depan mata dan sangat berat. Tetapi kita harus menuruti Firman ini. Sebab dengan kita bersukacita di dalam Tuhan berarti kita mengakui dan menganggap bahwa Allah lebih besar dari segala hal, Allah lebih besar dari segala sesuatu. Kalau kita tenggelam dengan persoalan, pergumulan, menjadi dukacita, jadi susah, jadi kusut, berarti kita menganggap Allah kita itu kecil, dan kita juga menganggap Allah itu tidak mengasihi kita.
Memang mudah mengatakan ini, namun sulit untuk mengenakannya. Tetapi mari kita belajar; hari ini, Minggu, 26 Desember 2021, kita ingat Tuhan memberikan Firman-Nya kepada kita, “bersukacitalah di dalam Tuhan.” Dan ini menjadi petualangan yang hebat, yang luar biasa di dalam hidup kita. Ketika kita bersukacita di dalam Tuhan berarti kita sungguh-sungguh memuliakan Allah. Memuliakan Allah bukan hanya dengan syair lagu dan nyanyian, melainkan dengan sikap hidup. Dan Bapa disukakan dengan sikap hati seperti ini. Makin besar masalah kita, makin terancam keadaan kita, tetapi kita makin bersukacita; Allah dimuliakan, Allah ditinggikan. Luar biasa!!! Itu berarti kita juga mengakui Allah itu baik. Tuhan tentu tidak membuat kita celaka, kecuali kita memang hidup di dalam dosa. Kalau kita hidup benar—paling tidak kita belajar terus untuk hidup benar—Tuhan pasti melindungi kita. Dengan sikap seperti itu maka bisa terjalin hubungan yang harmoni dengan Allah karena kita memercayai Pribadi-Nya.
Sejarah Kerajaan Allah—yaitu perjalanan hidup bangsa Israel—memberikan kepada kita pelajaran yang berharga, bagaimana Allah sebagai Bapa memelihara anak-anak-Nya. Memang tidak selalu dibawa kepada keadaan yang aman dan nyaman. Sering Tuhan mengizinkan bangsa Israel, bahkan membawa bangsa Israel, kepada keadaan-keadaan yang sulit. Mereka dibawa ke seberang Laut Teberau, sementara Firaun bersama algojo-algojo dan tentara-tentaranya memburu mereka dan mereka ada di antara dua bukit. Bangsa Israel tidak bisa ke kanan tidak bisa ke kiri, tetapi justru di situlah Tuhan mau menunjukkan kemuliaan dan kebesaran-Nya. Tuhan juga membawa mereka ke tempat di mana tidak ada air. Kalau ada pun, airnya pahit. Namun jangan kita lupa, Tuhan tidak mungkin memberi kita hal yang pahit supaya kita mati, tetapi memberi hal yang pahit supaya kita sehat.
Ia membawa kita kepada keadaan-keadaan yang sulit, yang terjepit, dalam ancaman dan bahaya, dalam kesulitan dan kekurangan; usaha merosot, bisnis sepi; atau masalah lainnya, tetapi di situ kita diajar untuk percaya kepada Pribadi Allah. Bukan percaya kepada sesuatu yang kita harapkan untuk terwujud, yakin yang kita ingini dapat terwujud, yakin apa yang kita gapai, kita tangkap, bukan itu. Objek percaya kita bukan sesuatu yang kita ingini, tetapi Pribadi Allah. Makin berat perkara kita, makin sukar, makin pelik, makin besar Allah yang kita alami, makin dahsyat pengalaman yang kita bisa terima.
Bersukacita dalam Tuhan berarti kita yakin Allah itu besar, Allah itu baik dan membangun hubungan yang harmoni kita dengan Dia. Sebab kalau hubungan tidak disertai dengan rasa saling percaya, tidak mungkin. Dalam hal ini kita memercayai Allah bahwa Dia bisa dipercayai. Allah juga memandang kita sebagai anak-anak-Nya yang bisa dipercayai. Kapan kita bisa dipercayai? Pertama , waktu kita hidup benar; kedua, ketika kita rela mempersembahkan apa pun untuk kepentingan Kerajaan Surga. Dan ketiga, ketika kita tidak merugikan, tidak menyakiti, tidak melukai orang lain.
Makin berat perkara kita, makin sukar, makin pelik, makin besar Allah yang kita alami, makin dahsyat pengalaman yang kita bisa terima. Maka kita mau bersukacita di dalam Tuhan, apa pun yang terjadi. Yang penting kita jangan berbuat dosa, jangan melukai Allah. Dengan bersukacita di dalam Tuhan kita pasti jadi panjang umur, enzim-enzim kita tidak mati. Kalau kita takut, kita khawatir, kita cemas, maka enzim-enzim positif kita bisa mati. Tetapi kalau kita sukacita seperti Firman Tuhan katakan, ‘hati yang gembira adalah obat’; kita punya obat setiap hari, yaitu ‘sukacita’. Kita minta ampun kepada Tuhan atas sikap kita yang tidak patut kepada-Nya. Kita menjadi susah hati, kusut, stress, depresi dan lain-lain karena masalah-masalah berat.
Sekarang kita mau lepaskan semuanya. Kita percaya Allah yang besar, Allah yang menaungi kita, Allah yang menjagai kita dengan sempurna. Kita serahkan semua ke dalam tangan Tuhan. Maka, kalau pun kita harus hancur, kita hancur di tangan Tuhan. Hal itu membuat hidup kita aman, membuat kita nyaman, hidup kita menjadi kuat. Hari ini, Minggu 26 Desember 2021, kita kuatkan percaya kita kepada Allah yang hidup yang menyertai kita dan percaya bahwa kita akan dilindungi-Nya memasuki tahun 2022 yang segera kita jelang.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Dengan kita bersukacita di dalam Tuhan berarti kita mengakui dan menganggap bahwa Allah lebih besar dari segala hal, Allah lebih besar dari segala sesuatu.
Surat Gembala Senior 19 Desember 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MEMANJAKAN ALLAH
2021-12-19 11:09:39
Saudaraku,
Mari kita benar-benar menghayati—setelah kita benar-benar memercayai bahwa Allah itu hidup—keberadaan Allah yang hidup yang benar-benar nyata. Dan kita berusaha untuk memanjakan Allah. Sejatinya, Allah tidak perlu dimanjakan, Allah bisa memanjakan Diri-Nya sendiri. Siapakah kita kok bisa memanjakan Allah? Tetapi Allah membuka diri untuk dimanjakan oleh anak-anak-Nya. Seperti orang tua yang mampu, yang kaya, yang bisa berbuat banyak hal; tetapi tetap membuka diri dimanjakan oleh anak-anaknya. Walaupun, misalnya itu hanya sebuah gerak mengambilkan segelas air putih, walaupun itu hanya satu gerak mengambilkan kursi untuk duduk atau mengangkat orang tua yang sudah sulit bangun dari tempat tidur atau sudah sulit bangun dari tempat duduk. Apalagi untuk hal yang lebih besar; anak yang membelikan rumah untuk orang tua, mengajak jalan-jalan ke tempat-tempat wisata yang diingini oleh orang tua. Orang tua bisa bayar tiket sendiri, orang tua juga bisa pergi sendiri; tetapi kalau anak yang mengaturnya, sehingga orang tua bisa dengan nyaman pergi wisata, orang tua merasa dimanjakan.
Mengapa kita tidak memanjakan Tuhan? Kita bisa memanjakan Allah dengan segala sesuatu yang kita lakukan. Memanjakan artinya memperlakukan dengan kasih sayang, sehingga yang diperlakukan itu merasa berharga, merasa terhormat, tentu juga merasa senang. Mulai hari ini—Minggu, 19 Desember 2021—kita mau belajar memanjakan Allah. Kita bukan hanya bicara, bukan hanya dengan sikap fisik/sikap lahiriah; tetapi juga dengan sikap hati, sikap batin yang tulus. Kalau kita benar-benar mau memanjakan Allah, kita akan mulai berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan, kita mulai berhati-hati dengan kata kalimat yang kita tulis di media sosial, di gadget kita, di pesan-pesan singkat kita, kita akan mulai hati-hati dengan apa yang kita pikirkan, apa yang kita ucapkan, apa yang kita lakukan, apa yang kita belanjakan dengan uang kita.
Tidak mudah memanjakan Allah yang tidak kelihatan karena kita sudah biasa memiliki irama hidup memanjakan diri sendiri dan memanjakan orang lain. Memanjakan orang lain atau manusia lain yang pada dasarnya kita mau mencari kesenangan sendiri; masih berpusat kepada diri sendiri. Sekarang kita mau memanjakan Allah. Allah yang tidak kelihatan, yang sering seakan-akan tidak memberi reaksi atau tidak memberi respons, sehingga orang menjadi seperti lemah atau tidak bersemangat karena seakan-akan apa yang dia lakukan itu sia-sia, tidak ada respons/reaksi dari Allah. Padahal Allah pasti merespons atau bereaksi. Di surga, pasti ada senyum Tuhan; senyum karena melihat hidup kita. Kalau digambarkan sebagai wewangian, kita bisa mempersembahkan wewangian di hadirat Allah, yang bisa dicium oleh Tuhan. Betapa indahnya. Jadi betapa hebat kehidupan orang yang bisa memanjakan Allah itu.
Dan ini akan menjadi kebiasaan yang akan menyatu dalam diri kita dan menjadi karakter kita. Sampai Tuhan bisa berkata, seperti yang di Matius 3:17, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Allah tidak pernah ingin punya anak yang tidak berkenan di hadapan-Nya. Semua yang namanya anak Allah harus berkenan. Jadi kalau orang tidak berkenan di hadapan Allah, itu bukan anak Allah. Dan jangan berpikir bahwa Saudara sudah berkenan di hadapan Allah karena Yesus menggantikan anda. Salah itu! Tuhan Yesus menggantikan kita dalam hal memikul dosa-dosa, tetapi Ia tidak menggantikan kita pada waktu kita berdiri di hadapan takhta pengadilan Kristus. Yesus tidak menggantikan tempat kita di dalam persekutuan dengan Allah Bapa, karena kita sendiri harus benar-benar hidup kudus dan tidak bercacat. Karenanya, Tuhan Yesus berkata, “Jadikan semua bangsa murid-Ku;” agar kita belajar dari Tuhan Yesus bagaimana bisa mendapatkan pengakuan, "Inilah anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan."
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita bisa memanjakan Allah dengan segala sesuatu yang kita lakukan.
Surat Gembala Senior 12 Desember 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - INTEGRITAS DALAM KEKUDUSAN
2021-12-13 20:02:37
Saudaraku,
Suatu hari nanti kita melihat, kita menyadari betapa berharganya setiap menit dan detik kita. Bukan hanya tahun, bulan, minggu dan hari; tetapi menit dan detik kita pun sangat berharga; yaitu ketika kita melihat bahwa umur hidup kita tidak lebih dari seratus tahun ini (pada umumnya) dan itu menentukan keadaan kekal kita. Oleh sebab itu kalau hari ini Tuhan memberikan kita hari yang baru—hari Minggu, 12 Desember 2021—kita mau menggunakan kesempatan ini untuk berjuang membenahi diri. Mendengar kata suci, kudus; kita jangan menjadi down, menjadi mental block; rasanya tidak mungkin kita bisa capai, seakan-akan itu adalah kata keramat. Kesucian itu sesuatu yang natural, sesuatu yang kita alami dan jalani. Dari bangun pagi apa yang kita lakukan, siang hari apa yang kita perbuat, sampai kita tidur pada malam hari; semua itu peta dari kekudusan atau kesucian kita.
Karenanya kita harus jujur dalam memeriksa dan mengoreksi diri kita; apakah ada hal-hal yang kita lakukan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan? Banyak rangsang dosa yang ada di dalam kehidupan kita. Ada banyak kesempatan yang terbuka untuk menyenangkan ego, ambisi, dan daging kita. Dan Tuhan seakan-akan tidak ada. Kita harus tetap ada di dalam integritas kita untuk hidup di dalam kekudusan dan kesucian Tuhan. Banyak lagu dan syair yang kita lantunkan tentang kesucian. Dimana nyanyian itu memuat doa, doa permohonan untuk berkenan kepada Allah. Namun, doa melalui nyanyian ini sia-sia kalau tidak ada usaha dari diri kita secara serius. Karena untuk bisa hidup berkenan di hadapan Tuhan itu bukan sesuatu yang otomatis. Kekudusan itu bukan hanya karunia. Di satu pihak, kesucian dilakukan oleh Tuhan Yesus dengan penumpahan darah-Nya sehingga kita dilayakkan menghadap Allah, dibenarkan. Tetapi di pihak lain, keberadaan kita sebagai orang berdosa tidak otomatis kita menjadi kudus dalam arti karakter kita menjadi baik.
Ingat kekudusan adalah integritas dimana kita tidak serupa dengan dunia ini dan kepekaan dalam mengerti kehendak Allah untuk kita lakukan. Dan tentu saja kalau kita memiliki kekudusan yang benar, Allah akan memakai kita. Sesuai dengan kata qadosh (dipisahkan dari yang lain untuk digunakan untuk maksud tertentu/ special purpose). Tuhan mau mengampuni semua kesalahan kita dan melupakan. Tuhan mau berurusan dengan kita-kita hari ini, bukan kita yang kemarin, bukan kita beberapa bulan yang lalu, apalagi beberapa tahun yang lalu. Tentu saja, jejak rekam hidup kita, masa lalu kita tidak sempurna. Tetapi kita tidak boleh terjebak dalam keadaan mental block dan berpikir tidak mungkin bisa sempurna.
Kita bisa sempurna, karena Tuhan berkata, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat. 5:48). Sempurna bukan berarti kita mau menyamai Allah, tetapi dalam segala hal yang kita lakukan itu adalah tidak bertentangan dengan kehendak Allah. Dan masing-masing kita pasti punya pergumulan yang berbeda; tetapi pergumulan yang tidak melampaui kekuatan kita. Yakobus 3:2 mengatakan, “Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.”
Firman Tuhan sangat jujur mengungkapkan—dan kita semua harus jujur terhadap diri sendiri—bahwa kita semua bersalah dalam banyak hal. Untuk itu, mari kita belajar. Hari ini Tuhan masih memberi kita lembar hari hidup yang baru. Di lembar hari hidup yang baru ini kita mau belajar mengendalikan seluruh hidup kita, dari pikiran, perasaan juga lidah kita. Kalau kita serius kita bisa dan ini menjadi kabar baik bahwa kita bisa. Itu bukan sesuatu yang tidak bisa ditembus. Tetapi kita harus berjuang, berusaha, dan berlatih. Bukan tembok yang tidak bisa ditembus.
Banyak persoalan yang kita hadapi, tetapi pasti tidak akan melampaui kekuatan kita. Tidak ada situasi yang memaksa kita harus berdosa atau bersalah. Kita belajar benar-benar mempersiapkan diri menghadapi kekekalan. Karena suatu hari kita akan menghadap takhta pengadilan Kristus dan Alkitab berkata, “satu kata yang kita ucapkan harus kita pertanggungjawabkan.” Kita minta ampun kepada Tuhan atas kesalahan yang kita lakukan di hari-hari yang telah kita lalui dengan mulut kita, lidah kita, atau mungkin dengan hal yang lain, kita minta ampun. Hari ini, Minggu, 12 Desember 2021, kita bersama bertobat. Kita belajar untuk tutup mulut, tidak banyak bicara bahkan tidak bicara sama sekali, tidak perlu membela diri dengan perkataan. Di situ justru kita mengandalkan Tuhan dan lebih menantikan pengadilan Tuhan. Ayo, kita belajar, jangan sampai mulut kita merugikan orang lain. Dengan merugikan orang lain kita merugikan diri kita sendiri. Roh Kudus pasti akan menolong Saudara dalam langkah-langkah ke depan untuk menjaga perkataan dan kelakuan Saudara. Pokoknya, kita mau berubah dalam segala hal agar kita semakin berkenan di hadapan Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kekudusan adalah integritas di mana kita tidak serupa dengan dunia ini dan kepekaan dalam kehendak Allah untuk kita lakukan.
Surat Gembala Senior 5 Desember 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - B E R U B A H
2021-12-05 11:07:28
Saudaraku,
Kita harus berani memosisikan diri kita, apakah kita mau sungguh-sungguh sepenuh hati untuk Tuhan, segenap hati untuk surga atau tidak sama sekali. Kita seringkali berpikir bahwa sikap ekstrem itu berlebihan dan tidak patut atau tidak perlu atau belum perlu kita lakukan. Padahal jelas sekali Alkitab berkata, “kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan” (Mat. 6:24). Jelas sekali Alkitab menunjukkan kepada kita dari apa yang Tuhan katakan bahwa kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan kekuatan. Sejujurnya, walaupun kita menjadi jemaat yang rajin ke gereja, aktivis gereja yang tekun atau sudah menjadi pendeta yang berprestasi dalam pelayanan, tetapi hati kita sebenarnya belum utuh untuk Tuhan. Karena kita menganggap kalau terlalu ekstrem itu berlebihan itu tidak patut, belum perlu atau tidak perlu.
Tuhan mengasihi kita melalui persoalan-persoalan yang menghimpit hidup kita; yang pada akhirnya kita digiring Tuhan pada posisi yang paling tepat di mana kita berkomitmen untuk segenap hati mengasihi Tuhan, kita bertekad untuk benar-benar mengasihi Tuhan dengan hidup kudus tidak bercacat dan tidak bercela. Walaupun tentu itu harus berproses dan memang tidak mudah. Oleh kasih Tuhan, Tuhan mengizinkan kita mengalami banyak goncangan dan tekanan yang membuat kita akhirnya memilih pulang. Dan memang inilah tujuan hidup kita, terminal akhir kita. Ini bukan berarti lalu kita mengabaikan tanggung jawab; selama kita masih di dunia, kita harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawab. Kita masih ada di tengah-tengah masyarakat, jemaat Tuhan; di mana kita harus berkarya semaksimal mungkin.
Apa yang belum kita selesaikan harus kita harus selesaikan, apa yang belum kita persembahkan untuk Tuhan harus kita persembahkan. Tetapi posisi (positioning) kita harus jelas; yaitu kita mau dengan segenap hati mengasihi Tuhan, melepaskan semua keinginan, hobi-hobi, dan segala kegiatan yang tidak menguntungkan bagi Kerajaan Surga. Di sini kita harus berani seekstrem-ekstremnya, sefanatik-fanatiknya. Ini tidak membuat Saudara menjadi aneh; kita tetap hidup di dalam “kewajaran hidup” seperti manusia lain; tetapi motivasi kita menjalani hidup itu berbeda. Kalau kita tidak segera mengambil keputusan, bertekad, berjanji, berkomitmen, maka kita tidak akan pernah memiliki kehidupan yang unggul, yang agung.
Apalagi kalau kita sudah cukup umur, sudah tua; kita bisa kehilangan kesempatan untuk menjadi anak kesukaan Bapa. Jangan berpikir karena kita adalah seorang pendeta, teolog, dosen, gembala sidang, atau pun ketua sinode, lalu kita dengan mudah melakukannya. Tidak mudah. Kita harus berjuang dan sering merasa jatuh bangun. Maka tidak heran jika kita merasa tidak kunjung mencapai apa yang kita pahami sebagai kebenaran dan kesucian yang sesungguhnya itu? Kenapa tidak sampai-sampai? Kadang-kadang bisa ada keputusasaan di dasar hati kecil kita. Tetapi, kita jangan berhenti. Kalau kita mencoba atau berniat untuk berhenti; kita nanti dicambuk Tuhan dengan persoalan. Kita didorong Tuhan melalui kesesakan-kesesakan hidup—dan itu lebih sakit—maka lebih baik kita tidak mengalami itu. Namun demikian kita pun mengerti bahwa kalau tidak ada persoalan-persoalan berat kita tidak akan memindahkan hati kita di surga. Karena kita bisa menikmati hidup di dunia ini dengan kedudukan, posisi, kehormatan, nama besar, popularitas atau apa pun yang bisa kita nikmati dan terasa “nyaman” di hati ini.
Dan itu benar-benar menyesatkan pikiran dan diri kita. Dari apa yang kita ucapkan, kita lakukan dan kita pikirkan, kita masih bisa meleset. Tetapi pada kesempatan ini, Firman Tuhan telah mengingatkan kepada kita semua. Maka, ayo kita bangkit. Mari kita berubah. Kita yang harus mengajak—memaksa—diri kita sendiri untuk berubah. Hanya Tuhan yang bisa menolong kita. Kalau persoalan-persoalan keuangan, masalah-masalah fana kita usahakan atau Tuhan juga bisa tolong kita, tetapi yang sulit adalah mengubah watak dan karakter kita; yang mana Tuhan pun tidak bisa mengubahnya kita kalau kita tidak berubah. Kita sering keras kepala dan tidak mau berubah. Dan Tuhan juga tidak memaksa kita berubah kalau kita tidak mau berubah.
Teriting salam dan doa,
Erastus Sabdono
Tuhan tidak memaksa kita berubah kalau kita tidak mau berubah.
Surat Gembala Senior 28 November 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HANYUT DALAM SATU AMBISI
2021-11-28 23:31:01
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Salah satu yang merusak hubungan kita dengan Tuhan adalah: yang pertama, ketika kita hanyut dengan sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa kesenangan-kesenangan, hobi, semangat materialisme, ingin memiliki barang ini barang itu, benda ini benda itu, atau ingin memiliki harta atau uang yang banyak atau uang sedikit. Yang kedua, persoalan atau pergumulan atau problem. Persoalan atau pergumulan itu bisa menghanyutkan kita. Kekecewaan, sakit hati, dendam, penyesalan yang berlebihan. Kita tidak bisa menghindari penyesalan untuk hal-hal umum, tetapi kita jangan terhanyut dan tenggelam. Tetapi penyesalan terhadap dosa, terhadap kesalahan itu harus ada, namun itu pun tidak boleh menghanyutkan kita. Mengapa kita tidak boleh hanyut? Sebab kita harus hanyut oleh satu ambisi atau keinginan saja, yaitu bagaimana kita bisa mendapat pengakuan dari Allah: “Inilah anak-Ku yang Kukasihi kepadanya Aku berkenan.”
Yang menjadi masalah adalah bagaimana caranya agar kita tidak hanyut? Ini tergantung Saudara. Karena banyak orang ingin tidak hanyut tetapi dengan cara mudah. Tidak bisa! Kita berdoa minta pertolongan Tuhan supaya tidak terhanyut dalam sesuatu hal, namun kita sepertinya tidak mendapat jawaban karena itu wilayah hidup kita, itu tanggung jawab kita. Kita punya persoalan, kita harus belajar mengatakan ‘tidak masalah.’ Demikian juga kita jangan tenggelam dalam keinginan-keinginan. Sebab itu kita harus memindahkan ambisi kita, obsesi kita, cita-cita kita kepada satu hal saja, yaitu bagaimana kita bisa mendapat pengakuan dari Allah bahwa kita adalah anak-Nya yang berkenan kepada-Nya. Itu mutlak sekali!
Tidak bermaksud menyamakan diri dengan Yesus, tetapi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Yesus pada waktu Tuhan Yesus menjadi manusia dengan persoalan saya beda. Tuhan Yesus bisa menyelesaikan semua persoalan-Nya, Dia bisa mencapai satu level dari pergumulan hidup itu, sehingga Ia berkenan kepada Allah. Saya punya persoalan lebih kecil, pergumulan saya lebih ringan, itu pun harus saya lewati. Sampai kita mendapat pengakuan, “Inilah anak-Ku yang Kukasihi kepadanya Aku berkenan.” Jangan Saudara ditipu oleh teologi yang mengatakan bahwa keberkenanan Allah Bapa kepada Tuhan Yesus itu otomatis kita miliki, “Tidak!” Yesus berkata, “Kamu harus menang seperti Aku menang, kamu harus setia seperti Aku setia.” Artinya kita juga mendapat bagian, agar kita memiliki pikiran perasaan Kristus. Itu menunjukkan bahwa kita juga ada bagian.
Kalau kita memiliki ambisi yang kuat untuk hal ini, kita bisa tidak hanyut dengan berbagai kesenangan dunia dan masalah-masalah hidup. Dan jangan kita melihat orang dari pengalaman atau perbuatan masa lalunya. Kalau dia bertobat, Allah mengampuni; siapa kita membangkit-bangkitkan? Tuhan berurusan dengan dia hari ini, bukan urusan masa lalu, dan Tuhan mau menjadikan dia apa nanti, kita pun juga memandang begitu.
Kita bersyukur kalau hari in —Minggu, 28 November 2021—kita berkesempatan untuk mulai lagi menjaga perkataan, menjaga sikap, dan perbuatan-perbuatan yang tidak patut tidak kita lakukan. Kita mau mendapat pengakuan itu seperti pengakuan Allah Bapa kepada Tuhan Yesus di Matius 3:17, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi kepada-Nyalah Aku berkenan.” Paulus pun mengatakan di 2 Korintus 5:9-10, “Aku berusaha untuk berkenan kepada Allah.” Mari kita berambisi untuk berkenan. Jangan ada ambisi lebih besar dari ini. Semua yang kita lakukan hanya untuk mencapai target ini, mendapat pengakuan dari Allah Bapa bahwa kita adalah anak yang berkenan.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita harus hanyut dalam satu ambisi saja, yaitu bagaimana kita bisa mendapat pengakuan dari Allah: “Inilah anak-Ku yang Kukasihi kepadanya Aku berkenan.”
Surat Gembala Senior 21 November 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENGALAMI TRANSISI
2021-11-21 14:16:10
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Kita harus bertumbuh terus di dalam kedewasaan rohani yang benar supaya kita bisa mengalami perubahan. Mengalami transisi dari asumsi interpretasi atau tafsiran kepada kenyataan atau realitas mengenai Allah dan kebenaran-Nya. Banyak orang merasa bahwa asumsi yang dia miliki mengenai Allah, interpretasi atau penafsiran mengenai Allah yang dia miliki itu sudah merupakan realitas yang dia peroleh. Itu salah, itu picik. Dan biasanya itu terjadi dalam kehidupan para pembelajar Alkitab atau orang-orang yang belajar teologi. Tidak bermaksud mau menghina atau mencemooh atau merendahkan atau menciderai para teolog; saya juga bagian dari itu. Tetapi, kita jangan berpuas diri sampai pada asumsi, pada interpretasi atau penafsiran. Tetapi kita harus benar-benar masuk ke dalam pengalaman riil.
Jangan kita hanya memiliki asumsi mengenai Allah, yaitu pendapat mengenai Dia, pengetahuan mengenai Dia, yang tentu dibangun dari penafsiran atau interpretasi. Tetapi kita harus mengalami langsung. Di sini sebenarnya dibutuhkan kehausan. Kehausan yang murni, kehausan yang tulus akan Allah. Kehausan akan Allah yang murni dan tulus tidak akan pernah ada dalam hidup kita sampai benar-benar kita bersedia meninggalkan segala dosa kesalahan; sekecil apa pun dosa itu. Dan kita bersedia meninggalkan percintaan dunia juga; sekecil apa pun percintaan dunia itu. Walaupun dalam praktik kita akan dididik, dilatih, diajar Bapa. Tetapi kesediaan dulu harus kita miliki. Nanti tahap demi tahap kita akan bisa benar-benar mengerti apa artinya hidup suci, hidup bersih, hidup tidak bercela, hidup dalam ketulusan.
Kalau kita membaca Alkitab, tokoh-tokoh Alkitab tidak memiliki penafsiran tentang Allah. Tidak memiliki asumsi karena memang tidak ada buku atau pembelajaran. Atau paling tidak sangat besar atau bisa dipastikan tidak ada interpretasi tentang Allah, tetapi mereka langsung berhadapan dengan Allah. Mereka langsung mengalami Allah. Ini yang harus juga kita alami. Tidak sedikit orang yang merasa dengan asumsi tersebut dia sudah merasa mengenal Allah, sudah merasa menjadi manusia yang rohani, sudah merasa berkenan di hadapan Allah; dan biasanya orang-orang seperti itu memancarkan arogansi. Orang bilang sombong rohani, kalau saya lebih suka menggunakan arogansi akademis, arogansi pengetahuan teologi.
Kita harus mengalami transisi, dari asumsi kepada realitas Allah yang benar-benar kita alami. Dan untuk itu kita harus bersedia untuk hidup benar-benar suci tak bercacat tak bercela. Walaupun tentu lewat proses juga tidak bisa dalam satu hari, tidak cukup satu bulan bahkan tidak cukup satu tahun tetapi bertahun-tahun dalam proses yang panjang. Kita harus bersedia benar-benar meninggalkan dunia ini, karena Allah itu berharga dan mulia. Kalau kita mau memiliki Allah dan dimiliki Allah, maka kita harus tidak memiliki apa pun kecuali Dia; hanya Allah yang memiliki kita dan hanya Allah yang kita miliki.
Kalau kita merasa masih memiliki sesuatu, kita tidak bisa memiliki Allah karena kita tidak bisa menduakan Allah. Kita tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Kalau kita masih melakukan dosa-dosa atau terikat dengan percintaan dunia berarti Allah juga tidak bisa memiliki kita karena kita dimiliki yang lain. Mungkin hanya 5-10% bisa terjadi, tetapi Allah berkata, “seluruhnya atau tidak usah sama sekali.” Dengan tekad yang bulat untuk hidup tidak bercela, dengan tekad yang bulat meninggalkan dunia dengan segala keindahannya, baru kita bisa mengalami transisi dari asumsi kepada realitas tersebut. Dan orang yang mengalami realitas Allah itu luar biasa, hidupnya pasti berubah.
Yang pertama, dia pasti akan mendapatkan impartasi atau penularan karakter dari Allah Bapa. Jadi pernyataan Tuhan Yesus “kamu harus sempurna seperti Bapa di surga” benar-benar bisa terwujud, benar-benar bisa terealisir di dalam hidup kita. Baru bisa, itu tahap demi tahap kita bisa merasakannya. Pergaulan dengan Allah tersebut makin menguduskan kita, karena kita makin takut berbuat salah. Coba saja kalau berani berbuat salah, jiwa kita akan tergoncang, jiwa kita akan terganggu, sakit sekali, tidak bahagia, kehilangan damai, seperti duduk di atas bara api. Makanya segera kita membereskannya di hadapan Tuhan dan tidak mengulangi dosa yang sama lagi.
Kedua, kita akan melihat kemuliaan Allah atau merasakan kemuliaan Allah sehingga keindahan dunia semakin pudar. Ini tidak bisa sebenarnya diajarkan dengan kata-kata atau kalimat, sulit mengajarkannya dengan kata-kata dan kalimat. Orang harus mengalami sendiri. Makin kita melihat kemuliaan Tuhan di dalam roh kita, di dalam batin kita, semakin kita merasakan dunia bukan rumah kita. Kita semakin merindukan untuk pulang ke rumah kita sendiri.
Ketiga, Allah juga akan memercayakan beban perasaan-Nya kepada kita, jiwa-jiwa yang harus diselamatkan karena Allah tidak menghendaki seorang pun binasa. Di situ kita akan merasakan beban kita untuk jiwa-jiwa. Kita melayani bukan hanya sekadar aktivitas, tetapi punya air mata dan dukacita yang mendalam untuk penderitaan orang dan keselamatan jiwa orang. Kita akan rela kehilangan apa pun demi pekerjaan Tuhan. Dan suatu hari akan telanjang, semua manusia telanjang, apakah kita benar-benar sudah mengabdi atau tidak. Dan semakin kita berbuat yang terbaik bagi Tuhan, semakin kita merindukan untuk segera pulang ke surga.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita harus bertumbuh terus di dalam kedewasaan rohani yang benar supaya kita bisa mengalami transisi dari asumsi interpretasi atau tafsiran kepada kenyataan mengenai Allah dan kebenaran-Nya.
Surat Gembala Senior 14 November 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - TITIK TERENDAH
2021-11-14 07:35:43
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Mungkin ada di antara Saudara yang pernah mengalami bagaimana masuk penjara; tetapi sebagian besar pasti tidak pernah dan jangan pernah. Ketika saya sakit 15 hari saya merasa ada di dalam penjara, karena tangan saya diinfus, saya tidak bisa bergerak banyak. Nah, betapa tidak menyenangkan keadaan di penjara itu. Apalagi dalam kondisi sakit yang tidak boleh dibesuk, tidak boleh didampingi, tidak ada siapa-siapa. Pada momentum kita dalam suasana terpenjara, sejatinya merupakan saat kita bisa merenungkan kehidupan. Dan dalam situasi seperti itu, kita bisa fokus kepada Tuhan.
Saat-saat seseorang dalam keadaan seperti itu mudah sekali bertobat, mudah sekali membereskan diri di hadapan Allah, mudah sekali membereskan diri dengan sesama, berdamai dengan orang, minta ampun kepada Tuhan, bertekad untuk hidup suci, memperbaharui diri. Tetapi setelah sembuh dari sakit, ketika dunia terbuka untuk kita raih, ketika banyak kesenangan yang bisa kita nikmati, ketika kita bebas mengekspresikan perasaan, kita berubah. Waktu sakit, waktu di penjara, waktu di ujung maut, orang bisa berkata, “kuampuni, kumaafkan orang yang bersalah kepadaku.” Tetapi ketika sudah di luar, itu bisa berubah.
Di sini kita harus benar-benar memiliki integritas, bertekad, berjuang, bertekun untuk tetap ada di jalur yang benar. Kalau Tuhan sudah membawa kita di situasi-situasi tertentu—bukan hanya di penjara, bukan hanya waktu sakit dan mau mati—tetapi di situasi/momentum tertentu di mana Tuhan membawa kita di titik rendah, kita harus menjaga suasana rohani tersebut bahkan kita harus bisa meningkatkannya ketika kita tidak lagi di situasi itu. Ketika kita berada di titik terendah, di situ ada momentum-momentum yang bagus. Ketika kita dalam keadaan putus asa, dalam keadaan tidak punya harapan, rasa tinggal tetes terakhir hari hidup kita, tetapi tetes itu manis, itu madu, itu keindahan untuk Tuhan dan untuk kita, maukah? Tetes ini yang harus dipertahankan.
Terkait dengan hal ini, saya membayangkan kalau nanti orang di hadapan Tuhan, itu merupakan titik terendah dari segala titik. Dan orang baru bisa menghayati hidup. Tetapi kita tidak usah menunggu di hadapan Allah. Sejak sekarang kita bisa membawa diri kita ke momentum itu. Kapankah itu? Dalam suasana tertentu; seperti sakit, mau mati, masuk penjara dan lain-lain, namun juga pada waktu kita berdoa, waktu kita merenungkan Tuhan, kita bisa sampai titik tersebut. Dan di titik itu ada suasana indah, ada momentum luar biasa di mana kita bisa menghayati kehidupan lalu melahirkan komitmen-komitmen yang bernilai abadi dan itu bisa kita lestarikan.
Seperti hari ini, Minggu 14 November 2021, kita berjanji untuk menjadi anak yang berkenan, menjadikan hari ini hari yang lebih baik dari hari kemarin, hidup tidak bercacat tidak bercela. Titik terendah bukan karena kita putus asa, sedang kecewa, sedang dilanda problem, melainkan waktu kita berada di hadirat Allah. Karenanya jangan berubah kalau Tuhan membawa kita ke titik rendah, hayati suasana itu dan bawa terus karena itu merupakan sarana Allah mengeskalasi (mengangkat) kita. Dan temukan titik-titik/momentum-momentum seperti itu waktu kita berdoa, tidak perlu harus sakit, dipenjara, menderita, pahit, depresi, dan lain-lain; tidak perlu lewat itu.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Jangan berubah kalau Tuhan membawa kita ke titik rendah, hayati suasana itu dan bawa terus, karena itu merupakan sarana Allah mengangkat kita.
Surat Gembala Senior 7 November 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - NAFAS HIDUP
2021-11-07 06:30:36
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Kalau hidup rohani kita sehat, kita akan menyadari bahwa Tuhanlah nafas hidup kita. Ini sama seperti kalau manusia mati, dia merasa tidak membutuhkan nafas, dan memang tidak bisa lagi sadar bahwa dia membutuhkan oksigen. Orang-orang Kristen yang mati rohani, yang hatinya terpikat oleh dunia, terbelenggu oleh percintaan dunia, apalagi yang hidup dalam kenikmatan dosa, tidak akan mengerti maksud pernyataan ini bahwa Allah adalah oksigen nafas hidup kita. Hal itu akan disadari penuh nanti pada waktu ia meninggal dunia. Kita harus memandang Allah sebagai satu-satunya kebutuhan kita seperti oksigen, seperti nafas kita. Kita akan selalu membutuhkan oksigen. Orang-orang yang terpapar COVID mengerti apa artinya oksigen, terutama mereka yang mengalami COVID tingkat berat dan menengah. Betapa dibutuhkannya oksigen itu.
Orang yang menghayati bahwa Allah adalah oksigen hidupnya, akan selalu bergantung dan berlindung kepada-Nya. Seperti kita tidak bernafas beberapa menit, apalagi beberapa jam, kita bisa mati. Jadi bukan hanya pada waktu kita ada masalah, atau ada pergumulan berat baru kita datang mencari Tuhan. Itu orang-orang licik, biasanya. Setelah tidak punya persoalan berat, mereka tidak mencari Tuhan lagi. Persoalan hidup itu semuanya bisa membahayakan jika tanpa pimpinan Tuhan. Bukan hanya pada waktu kita miskin, pada waktu kita kaya bisa lebih berbahaya bagi keadaan kekal. Bukan hanya pada waktu kita dihina, di-bully, diinjak-injak bahaya keadaan kita; tetapi pada waktu kita dipuji, dihormati, dijunjung, diangkat tinggi, dianggap bermartabat; itu juga bahaya.
Jadi bukan hanya dalam keadaan tidak nyaman kita ada dalam bahaya; justru dalam keadaan nyaman itu pun bahaya. Bukan hanya ketika Saudara menghadapi orang-orang jahat yang lebih kuat dari Saudara—kuat kedudukannya, kuat relasinya, pokoknya kuat segalanya, Saudara pasti remuk hancur melawan dia—maka Saudara berharap berlindung kepada Tuhan. Bukan hanya pada waktu kita menghadapi orang-orang kuat yang menjahati kita; tetapi orang-orang lemah yang bisa kita injak mati; itu malah lebih bahaya. Kita menghadapi orang-orang jahat lebih kuat dari kita, kita tidak melawan, kita diam, mengalah; tetapi ketika kita menghadapi orang lemah kita bisa injak, kita injak dia dan itu membuat kita berdosa dan terhilang dari hadirat Tuhan.
Oleh sebab itu, kita harus tahu bahwa musuh itu bahaya ancaman di depan kita, apa pun itu membahayakan kalau kita tidak bersama Tuhan. Apa kadar pencobaan itu satu atau seribu atau sepuluh ribu atau cuma nol koma satu, tetap bahaya tanpa Tuhan. Karena Iblis bisa menggunakan semua sarana untuk membinasakan kita. Maka kita minta Tuhan melindungi kita dari:
Pertama, kuasa gelap.
Kedua, kodrat dosa dalam diri kita. Kuasa gelap pasti lebih kuat, tapi kodrat dosa yang ini licik banget, waktu kita banyak duit, waktu kita kaya, kita mau memuaskan hasrat-hasrat kita, waktu menghadapi orang lemah wah kita bisa menginjak dia.
Ketiga, pengaruh dunia; dari hal yang tidak kita sadari bisa merusak kita.
Keempat, segala malapetaka, petaka kecil petaka besar tetap membahayakan.
Kelima, orang yang berniat jahat pada kita.
Tuhan adalah nafas hidup kita, Dia oksigen kita. Kita harus selalu mencari Dia. Kita tidak dapat hidup sendiri, tidak berani. Karenanya, jangan tinggalkan jam-jam doa kita dan Firman-Nya.
Tuhan Yesus memberkati
Erastus Sabdono
Orang yang menghayati bahwa Allah adalah oksigen hidupnya, akan selalu bergantung dan berlindung kepada-Nya.
Surat Gembala Senior 31 Oktober 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - STANDAR MENGHORMATI ALLAH
2021-10-31 08:40:56
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Hampir-hampir tidak ada orang yang berani berkata, “aku tidak menghormati Tuhan.” Walaupun selalu saja ada orang akan berkata, “saya tidak peduli Tuhan,” dan bisa mengucapkan kata-kata yang tidak patut di hadapan Tuhan. Tetapi hampir memang tidak ada orang yang berani berterus terang demikian; apalagi di masyarakat yang agama dijunjung dan Tuhan dihormati. Pertanyaannya, apakah benar-benar Tuhan itu sudah dihormati? Dengan cara apa sebenarnya manusia menghormati Allah? Pasti semua orang beragama sekarang—dalam konteks orang Kristen—merasa sudah menghormati Tuhan. Yang karenanya mereka pergi ke gereja mengikuti liturgi, menyanyikan lagu-lagu pujian, mengucapkan kalimat penyembahan; dan dengan cara itu mereka merasa bahwa mereka sedang menghormati Allah.
Menghormati Allah itu memiliki standar. Ibarat barang itu ada harganya. Kita tidak bisa memberikan bandrol harga sesuka kita. Tetapi kita harus melihat harga yang memang telah tercatat. Dan saya mau beritahu kepada Saudara, harga yang harus kita bayar untuk menghormati Allah adalah segenap hidup kita. Walau sebenarnya sekalipun segenap hidup kita ini kita pertaruhkan untuk menghargai Allah, itu pun sebenarnya belum cukup; tidak pernah cukup. Ibarat harga Allah itu 10 trilyun, kita punya uang hanya 100 ribu atau 100 juta. Itu sebenarnya belum memadai. Allah itu Mahabesar, Mahamulia, Mahaagung, melampaui apa yang dapat kita pikirkan, tidak terbatas. Sebagaimana mestinya harus kita pahami dalam hidup kita masing-masing bahwa kita seharusnya menghormati Allah dan mempersembahkan hidup kita tanpa batas. Sebab sekali pun kita menaruh seluruh hidup kita, itu pun sebenarnya belum bisa membayar harga yang harus kita bayar, karena harga kehormatan Allah itu tidak terbatas.
Hari ini banyak orang yang sebenarnya tidak menghormati Allah. Mereka memandang Allah itu tidak atau kurang berharga. Benar-benar memperlakukan Allah secara tidak patut. Karena merasa bahwa manusia berhak memberikan “bandrol harga” untuk Allah, ini kurang ajar! Memang Allah bukan barang yang memiliki harga yang tertera atau tercatat; tadi itu hanya ilustrasi. Allah tidak memiliki bandrol harga karena Dia memang tidak terbatas. Makanya walaupun kita menyerahkan segenap hidup kita kepada Tuhan tanpa batas; itu pun sebenarnya juga tidak bisa memenuhi harga yang harus kita bayar. Masalahnya, banyak orang memberikan bandrol harga seenaknya sendiri. Pada kesempatan ini saya mengingatkan jangan sampai terjebak dalam kebodohan ini. Kita yang harus benar-benar menyodorkan diri kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, apa yang harus kulakukan untuk bersikap benar di hadapan-Mu?”
Kalau kita mengatakan Allah Mahamulia berarti kita tidak menghargai apa pun; kalau kita mengatakan Allah Mahasuci berarti kita harus hidup suci; itu sebagai penghargaan kita kepada Allah. Bagaimana kita menghargai Allah, yaitu dengan hidup suci seperti Allah yang kita nyatakan kudus. Kita tidak boleh terikat dengan dunia dengan segala kesenangannya. Kita yang mengatakan Allah Mahamulia, kita yang mengatakan Allah Mahabesar kita harus belajar tidak khawatir dan tidak takut menghadapi apa pun. Kalau kita mengatakan Allah Mahasuci, Allah Mahamulia; kita harus hidup tidak bercacat sebagai penghargaan kita kepada Allah yang Mahasuci dan kita tidak terikat kepada dunia, tidak memandang dunia ini sebagai hal yang indah dan tidak merasa bisa dibahagiakan oleh dunia. Kita harus menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan kita kalau kita berkata Allah Mahamulia.
Saudaraku,
Coba renungkan dan hayati. Kalau saat ini kita ada di hadapan Allah, betapa mengerikan keadaan itu. Di situ kita baru bisa menghayati kedahsyatan Allah semesta alam yang menciptakan langit dan bumi, yang besarnya melampaui jagad raya ini. Yang membentangkan lautan, padang gurun, padang pasir dan hutan-hutan yang luas; Allah yang Mahabesar, Allah yang Mahabijaksana, Allah yang Mahacerdas yang menciptakan segala sesuatu dengan sangat sempurna, berjuta malaikat, berlaksa-laksa malaikat dan penghuni surga tunduk kepada Allah.
Di hadapan-Nya, apa yang bisa kita lakukan kalau kita tidak mulai menghormati Tuhan sejak kita hidup di bumi sekarang ini? Allah tidak terbatas, harganya tidak ternilai. Sekalipun kita bisa menyerahkan hidup kita tanpa batas kepada Tuhan segenap hidup kita; itupun belum bisa mengimbangi kebesaran Allah. Apalagi kalau kita seenak-enaknya sendiri. Ironis, banyak orang yang membuang Allah seperti barang yang tidak berguna atau merasa hanya membutuhkan pada saat-saat terjepit. Ini adalah sikap yang benar-benar tidak menghormati Allah! Allah itu segalanya bagi kita. Kehendak-Nya itu segalanya bagi kita.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Menghormati Allah itu memiliki standar; yaitu segenap hidup.
Surat Gembala Senior 24 Oktober 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KONSEKUENSI PENYEMBAHAN
2021-10-24 06:50:42
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Banyak orang yang tidak mengerti dan tidak menyadari konsekuensi dari menyembah Allah. Memang dengan sangat terpaksa harus dikatakan lebih baik tidak mengucapkan kata-kata penyembahan daripada mengucapkan kata-kata penyembahan, tetapi tidak memenuhinya. Itu seperti mencemooh Tuhan. Jadi kalau orang tidak menyembah Tuhan karena memang ia tidak memiliki sikap hidup yang menyembah Tuhan; itulah keadaannya. Ia malah bisa dikatakan tidak munafik karena memang begitulah keadaannya; ia jahat. Tetapi kalau menyembah Tuhan tetapi tidak memenuhinya, maka ia jadi munafik; seperti mengolok-olok atau seperti mencemooh Tuhan. Seperti ketika Yesaya mendengar penyembahan itu, “kudus, kudus, kuduslah,” ia menyadari betapa dirinya itu orang berdosa (Yes. 6:1-8). Dan kalau kita berkata, “kudus, kudus, kuduslah Tuhan,” maka kita harus membayar harga dari pernyataan itu, konsekuensi dari pernyataan itu.
Maka kalau kita mengakui Allah itu kudus, kita harus menghormati kekudusan Allah, bukan dengan sekadar perkataan, melainkan dalam seluruh kehidupan. Jadi ketika kita benar-benar hidup tidak bercela, dari hal itu berarti kita menghormati kekudusan Allah. Sebaliknya, kalau kita masih sembarangan hidup—atau dengan kata lain yang lebih mudah dimengerti: kalau kita tidak hidup suci—berarti kita tidak menghormati kekudusan Allah. Sebab kalau berkata, “kudus, kudus, kuduslah Engkau, ya Allah,” hanya di mulut tanpa keadaan hidup kita yang benar-benar kudus, berarti kita munafik; kita tidak menghormati Allah. Ini konsekuensi dan resiko yang tidak mudah.
Tetapi kalau kita mengerti kebenaran ini dan belajar untuk memenuhinya, ini menjadi keuntungan besar. Allah tahu bahwa kita tidak munafik, walaupun dalam kenyataannya bisa saja kita masih salah. Tetapi kita berusaha sungguh-sungguh untuk tidak bercacat dan tidak bercela. Makanya kalau kita berdoa jangan hanya sibuk dengan permintaan-permintaan yang “abal-abal.” Mintalah hal yang besar. Dan hal yang besar itu adalah kekudusan atau kesucian hidup. Kalau kita menyembah Tuhan dengan mengatakan, “Engkau yang Mahamulia,” itu berarti tidak ada sesuatu yang kita anggap mulia selain Dia. Kalau kita berkata, “Engkau Mahamulia, ya Bapa,” konsekuensinya kita tidak memandang sesuatu itu mulia selain Allah. Dan kalau kita memandang Allah itu mulia, maka Dia itu Allah menjadi kebahagiaan kita, menjadi sukacita kita.
Ketika kita berkata, “Engkau Mahabesar Tuhan, Engkau Mahakuat, Tuhan,” konsekuensinya adalah kita tidak boleh takut menghadapi apa pun. Kita nyatakan iman kita, kepercayaan kita, pengakuan kita bahwa Allah itu Mahabesar, Mahakuat, dengan menyerahkan hidup kita dalam tangan-Nya, keluarga kita dan seluruh masalah-masalah hidup kita. Dan kita harus meneduhkan jiwa kita karena kita memercayai bahwa Dia itu hidup, Dia nyata. Kalau kita bicara mengenai Allah yang kuat, maka kita menjadi orang yang berbahagialah karena kita berlindung kepada Tuhan yang mahakuat. Mari kita belajar supaya kita tidak munafik.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kalau kita mengakui Allah itu kudus, konsekuensinya adalah kita harus hidup kudus; bukan sekadar perkataan, melainkan dalam seluruh kehidupan.
Surat Gembala Senior 17 Oktober 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KETEKUNAN TINGKAT TINGGI
2021-10-17 10:34:01
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Pada kesempatan ini, ada satu kata yang saya mau bagikan kepada Saudara yang saya yakini ini yang dikehendaki oleh Bapa untuk disampaikan, yaitu bertekun. Tidak banyak orang yang memiliki ketekunan, apalagi ketekunan tingkat tinggi. Orang bisa berdoa, orang bisa mengerjakan pekerjaan Tuhan, orang bisa berkhotbah, orang bisa hidup suci, tetapi sesaat, atau mungkin sedikit agak lama. Tetapi saat-saat tertentu, oleh karena satu dan lain hal, mereka berhenti. Tentu pengalaman seperti itu juga kita alami. Artinya kita juga melakukan tindakan tidak bertekun dengan baik atau tidak bertekun dengan berkualitas tinggi.
Ketekunan tingkat tinggi merupakan standar ketekunan anak-anak Allah, sebagaimana yang telah diteladankan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus adalah model dari kehidupan Anak Allah yang bertekun. Ketekunan sampai mati di kayu salib dalam ketaatan kepada Bapa dan tanpa kecurigaan, tanpa keraguan terhadap Bapa di surga. Luar biasa! Walaupun Dia mengucapkan kalimat, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani, Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Namun akhirnya tetap Dia berkata, “Ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Memang ketekunan bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi bagi Tuhan Semesta Alam yang Mahatinggi, yang Mahamulia, dibutuhkan ketekunan tingkat tinggi. Ketekunan yang benar-benar tingkat tinggi dan standar ketekunan kita adalah ketekunan standar Tuhan Yesus Kristus.
Masing-masing kita pasti memiliki pergumulan dalam hal bertekun ini; mungkin tidak jauh beda atau bisa sama persis. Kita berkomitmen untuk hidup suci, tetapi lingkungan kita hidup sembarangan, sehingga kemudian kita juga menghadapi kecenderungan-kecenderungan hati dan peluang-peluang untuk menyimpang atau tidak hidup di dalam kesucian. Kita bisa tidak bertekun di situ. Atau kita mengabdi dengan sungguh-sungguh, tetapi kita menghadapi tantangan orang di sekitar kita yang membuat kita menjadi lemah. Apalagi kalau tantangan itu datang dari orang-orang yang kita hormati yang kita pandang sebagai teladan atau contoh. Dan di situ kita bisa berhenti bertekun. Dan yang paling bisa membuat kita lemah dalam bertekun adalah jika kita tidak sangat serius ikut Tuhan. Manalagi ketika kita merasa Tuhan itu seperti tidak peduli; Tuhan diam saja. Di saat kita menghadapi masalah seperti yang orang lain hadapi, lalu kita berpikir: “Apa bedanya saya dengan orang-orang itu? : Kok, mereka punya masalah yang sama dengan saya, mestinya saya tidak punya masalah seperti mereka, mestinya saya istimewa, kan saya sungguh-sungguh melayani!”
Saudaraku,
Tetapi Tuhan mengizinkan kita punya masalah-masalah. Ini masalahnya! Jadi kita berhenti bertekun karena kita menghadapi masalah-masalah seperti orang lain menghadapi. Kita merasa tidak diistimewakan. Lalu Tuhan seperti tidak mau bicara kepada kita. Tuhan diam, Tuhan seperti tidak ada.
Wah , ini membuat kita juga kadang-kadang mulai melihat kanan-kiri dan mencari sampingan, sambilan. Kita bangun pagi, kita menembus rasa kantuk, kita melepaskan selimut, kita doa setiap pukul 5 pagi, tetapi keadaan saya kok tidak berubah? Tuhan seperti diam saja tidak peduli terhadap kesetiaan saya ini. Ini bisa membuat kita lemah. Tetapi kita harus bertekun. Kita harus berani tetap bertekun! Banyak orang tidak mau doa pagi, tidak mau mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, mereka pikir itu tidak ada gunanya, mereka pikir sama saja mau doa pagi atau tidak. Kalau kita melihat kemuliaan Allah nanti, kita melihat Kerajaan Surga, kita lihat betapa menggetarkannya pengadilan Tuhan, apalagi kalau melihat neraka; wah, jangankan bangun pukul 5 pagi, pukul 3 pagi setiap hari pun kita rela.
Tetapi ironis, banyak orang tidak berpikir betapa mengerikannya keadaan orang yang terpisah dari Allah. Maka sangat penting untuk kita menjadi orang yang berkenan di hadapan Allah. Kita harus menambah orang yang berkenan di hadapan Allah; setiap hari. Kalau menggunakan kata “corpus delicti,” menambah jumlah corpus delicti. Kita termasuk orang yang serupa dengan Yesus, menjadi anak kesukaan Bapa. Kita sendiri nanti yang akan menuai apa yang kita tabur hari ini, yaitu ketika kita menjadi anak kesukaan Allah sejak di bumi ini. Itulah yang mestinya menjadi kerinduan kita satu-satunya.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Ketekunan tingkat tinggi merupakan standar ketekunan anak-anak Allah, sebagaimana yang telah diteladankan oleh Tuhan Yesus.
Surat Gembala Senior 10 Oktober 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENGENAL KEBERADAANNYA-NYA
2021-10-13 09:39:40
Saudaraku sekalian yang kekasih,
Dunia kita ini dunia yang sudah terhilang. Sedikit sekali orang yang menemukan Allah yang benar. Allah yang benar itu Allah yang menciptakan langit dan bumi ini. Yang menyimpan berjuta misteri, dan memang tidak akan dapat dikenali secara sempurna, karena Dia Mahasempurna. Tidak mungkin orang bisa mengenali keberadaan-Nya secara sempurna penuh, karena Dia tidak terbatas. Tidak ada yang dapat mengenali Dia seratus persen. Tetapi kita dapat mengenali Dia secara penuh dalam arti sesuai dengan kebutuhan kita. Dan Allah telah mewahyukan pengenalan akan Diri-Nya itu di dalam Alkitab. Apa yang Allah wahyukan mengenai Diri-Nya di dalam Alkitab sebenarnya belum mewakili seluruh keberadaan-Nya yang tidak terbatas. Tetapi itu sudah sempurna, cukup, lengkap untuk kita, untuk manusia. Dan pengetahuan mengenai Allah tersebut sudah cukup membuat kita bisa menempatkan diri secara benar di hadapan Allah dan kita menempatkan Allah secara patut di tempat terhormat.
Dunia yang terhilang adalah dunia yang tidak mengenal Allah dengan benar. Orang-orang beragama pun banyak yang tidak mengenal Allah dengan benar. Bahkan orang-orang Kristen pun belum tentu mengenal Allah dengan benar. Bahkan para pendeta, teolog pun belum tentu mengenal Allah dengan benar. Dan saya mau menegaskan, pengetahuan tentang Allah belumlah menjadi satu bukti orang itu betul-betul mengenal Dia. Mengenal Allah itu berarti benar-benar mengalami perjumpaan dengan Dia. Dan inilah yang terus kita upayakan. Jadi setiap hari kita harus menjadikan ini sebagai agenda satu-satunya bagi kita. Bagaimana kita mengalami Allah yang hidup. Dan pengalaman itu tidak perlu orang lain tahu. Tidak perlu orang lain dengar. Tetapi orang akan merasakan dari pancaran hidup kita yang benar-benar mengenal Allah dan menemukan Allah. Yang akhirnya nanti bukan tidak mungkin kita juga dapat menyaksikannya sehingga orang lain bisa mendengar.
Di dalam perjumpaan kita dengan Allah akan banyak rahasia iman. Tetapi yang jelas dampak dari perjumpaan dengan Allah itu, hidup kita benar-benar berbeda. Ini kehormatan yang luar biasa. Kita menjadi makhluk manusia bukan menjadi hewan. Kehormatan yang luar biasa karena kita mengenal Allah yang benar. Allah yang benar Allah yang menciptakan langit dan bumi. Allah yang benar Allah yang menyatakan diri kepada Abraham. Allah yang benar Allah yang disebut Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub. Allah yang benar Allah yang menjumpai Musa. Allah yang benar itu satu-satunya Allah yang memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir ke Kanaan. Ia bernama Yahweh (Elohim atau Allah Yahweh). Kita mengenal Allah yang benar ini. Kalau Saudara benar-benar belajar mengenal Dia dan mengalami perjumpaan, Saudara akan merasakan kegentaran yang luar biasa. Kegentaran yang dahsyat sekali. Dan itu akan memberikan kita motivasi untuk hidup tidak bercacat tidak bercela. Itu yang memberikan motivasi kita tidak melukai siapa pun. Bukan karena kita takut terhadap manusia, melainkan kita menjaga perasaan Allah Bapa.
Kita akan menjaga mulut kita, tidak mengucapkan kata-kata yang melukai orang lain. Tidak menulis sesuatu di media sosial yang melukai orang lain. Pasti memancarkan keagungan kemuliaan pribadi seorang anak Allah yang agung. Jangan Saudara sembarangan hidup. Kita hidup di dunia di mana ada Allah yang berkuasa, yang hadir, yang memerintah. Kita harus selalu mempertimbangkan apakah sesuatu yang kita lakukan itu menyukakan hati Dia atau tidak. Dan itu kehormatan. Kalau kita bisa memberi potensi diri kita, bakat, talenta, uang, harta, kemampuan, tenaga, yang kita miliki untuk menyukakan hati-Nya, untuk menggenapi rencana-rencana Allah yang Dia sebenarnya bisa tidak membutuhkan apa-apa dari kita, tetapi kalau Tuhan berkenan memakai kita, itu anugerah luar biasa. Tuhan memakai kita, yang untuk itu kita tidak harus ada di lingkungan gereja, atau kegiatan pelayanan rohani, seperti yang kita kenal pada umumnya, tetapi segala sesuatu yang kita lakukan, yang membuat orang di sekitar kita diberkati; itu cukup.
Tetapi kalau kita sungguh-sungguh mau berurusan dengan Allah semesta alam; jaga hati, jangan ada dendam kebencian terhadap orang lain, tolong sesamamu yang membutuhkan pertolongan, menjadi keteduhan bagi semua orang. Itu dulu! Setiap kata ucapan kita, setiap nada ucapan kita. Ayo kita berusaha untuk mengenali Allah. Kita mencari Allah melalui doa, mendengarkan khotbah, melalui sikap hidup. Itu kehormatan. Kita bisa mengenal Yahweh, Allah semesta alam yang menciptakan langit dan bumi, itu agenda kita satu-satunya. Di dalam dan melalui segala hal yang kita lakukan kita memuliakan Dia. Memuliakan Dia dengan ucapan, perbuatan, bukan hanya dengan kata-kata. Dan kalau Allah mau mengambil milik kita untuk orang lain, kita bersedia, dan itu harus kita anggap sebagai kehormatan. Memang bukan hal yang mudah. Tetapi kalau kita ingat suatu hari kita akan bertemu dengan Allah, kita akan bertemu dengan Dia, kita akan berhadapan di depan takhta pengadilan, kita bersedia melakukan apa pun.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita dapat mengenal keberadaan-Nya secara penuh dalam arti sesuai dengan kebutuhan kita.
Surat Gembala Senior 3 Oktober 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENJAGA PERASAAN TUHAN
2021-10-03 11:27:24
1 Petrus 1:13-15
Hiduplah sebagai anak-anak yang taat, jangan turuti hawa nafsumu pada waktu kebodohanmu.
Saudaraku,
Suatu saat kita yang terus bertumbuh di dalam Tuhan akan bisa mengerti betapa jauh berbedanya antara keberagamaan dengan kekristenan yang sejati. Hal ini sama dengan jauh sekali bedanya antara beragama dan ber-Tuhan. Ini paralel dengan betapa jauh bedanya antara berteologi dan mengalami Tuhan. Banyak orang berpikir dengan beragama Kristen berarti ia sudah memiliki kekristenan. Dan itu benar-benar sesat. Sesat di dalam arti seseorang tidak mengalami Tuhan. Itu menyedihkan sekali. Banyak orang berpikir beragama Kristen berarti ber-Tuhan. Belum tentu. Banyak orang beragama, tetapi tidak ber-Tuhan. Ada orang-orang yang berpikir berteologi berarti juga mengalami atau mendapatkan perjumpaan dengan Tuhan. Juga belum tentu. Tadi sudah saya katakan, jauh beda. Tentu hal ini bukan berdasarkan kata orang atau buku yang ditulis orang, tetapi dari apa yang saya alami, juga yang saya lihat dalam kehidupan banyak orang di sekitar saya yang memang pada umumnya adalah orang-orang yang beragama, teolog, dan mengaku sebagai orang Kristen.
Kalau kita sampai pada tingkat memiliki Kekristenan yang sejati—ber-Tuhan dengan benar, menemukan dan mengalami Tuhan—maka itu harta kekayaan yang luar biasa. Kita akan menjadi kecanduan hebat terhadap Tuhan. Sekarang masalahnya, bagaimana kita bisa ber-Tuhan dengan benar? Bagaimana kita bisa memiliki kekristenan yang sejati dan mengalami perjumpaan dengan Tuhan? Ini yang saya pelajari, saya gumuli sepanjang tahun umur hidup saya. Untuk itu, kita harus rela kehilangan segala sesuatu. Dan ini sulit; bahkan sangat sulit. Tapi pada akhirnya kita akan mengerti bahwa kita bisa bersikap sopan, bersikap pantas di hadapan Allah, kalau dari hal-hal kecil setiap hari kita menjaga perasaan Tuhan. Kalau jujur kita akui, kita masih sering gagal. Hal-hal besar kita mau benar, tetapi hal-hal kecil kita bersikap masabodo, karena merasa bahwa ini urusan kita yang tidak ada kaitannya dengan Allah atau perasaan Tuhan. Tetapi ini salah!
Itu yang membuat kita kehilangan wajah Tuhan, kehilangan hadirat Tuhan. Memang pada waktu kita baru menjadi Kristen kita melakukan hal-hal salah dari hal-hal kecil itu, kita masih tetap bisa merasakan hadirat Tuhan. Tetapi dalam level tertentu ketika kita dipandang Tuhan sudah harus akil baliqh (dewasa), ternyata dalam segala hal kita harus selalu mempertimbangkan perasaan Allah; dimulai dari perkara kecil. Dari situlah kita bisa merajut kesucian hidup. Kita baru bisa membangun kesucian yang benar, yang berkualitas tinggi ketika kita memperhatikan perkara-perkara kecil di dalam kehidupan kita. Misalnya: hobi, film yang kita tonton, lagu yang kita dengar, apa yang kita ucapkan waktu dalam percakapan di meja makan, canda-canda kita, apa yang kita pikirkan waktu kita diam rebahan di tempat tidur, pada waktu kita makan di restoran bagaimana sikap kita terhadap pelayan-pelayan restoran itu kalau mereka berbuat salah, terhadap tukang parkir, terhadap sekuriti yang berlaku atau bersikap kurang sopan terhadap kita dan lain sebagainya.
Sejatinya, itu yang membuat kita kehilangan hadirat Allah karena kita seringkali gagal di perkara-perkara kecil tersebut. Juga dalam penggunaan uang kita. Apalagi kalau uang kita berjumlah banyak, kita cenderung bisa sembarangan. Di situlah sebenarnya kita tidak menjaga perasaan Tuhan. Tetapi melalui renungan ini kita mau belajar. Karena Firman Tuhan mengatakan dalam 1 Petrus 1:14 agar kita tetap hidup di dalam kesucian, pada waktu kebodohan, pada waktu kondisi kemungkinan berbuat dosa ada, jangan kita melakukan kesalahan.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita bisa bersikap sopan, bersikap pantas di hadapan Allah, kalau dari hal-hal kecil setiap hari kita menjaga perasaan Tuhan.
Surat Gembala Senior 26 September 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - PERASAAN AMAN YANG PALSU
2021-09-26 23:16:27
Saudaraku,
Salah satu hal yang menjebak hidup kita yang dapat menggiring kita ke api kekal adalah perasaan aman palsu. Perasaan aman palsu ini bisa tumbuh karena hari demi hari kita bisa menjalaninya seakan-akan tidak akan ada bahaya sama sekali. Kita menjalani hidup dalam rutinitas dan merasa tidak ada bahaya sama sekali. Padahal manusia pasti menghadapi masalah. Mungkin saat ini kita bisa melewati satu masalah ke masalah yang lain. Bisa menyelesaikan dari satu masalah ke masalah yang lain lalu kemudian juga merasa aman. Mungkin kita juga bisa menyelesaikan masalah sakit penyakit, dari satu penyakit ke penyakit yang lain, dari satu pengobatan ke pengobatan yang lain, lalu merasa aman karena sembuh. Tetapi jangan lupa, kita juga menjadi tua. Tetapi karena hidup bisa dijalani secara rutin dan seakan-akan tidak ada bahaya masalah, penyakit bisa dilewati, problem-problem bisa dilewati, lalu kita juga merasa aman, kita lupa bahwa hari tua kita akan berujung kepada kematian. Dan di ujung kehidupan di balik kematian kita ada penghakiman, dan di balik pengadilan ada kekekalan; apakah surga kekal atau neraka kekal.
Perasaan aman palsu inilah yang menjebak banyak manusia sehingga tidak sungguh-sungguh berurusan dengan Allah. Tanpa kita sadari kita juga bisa terbawa oleh suasana seperti itu. Kita tidak membutuhkan Tuhan atau tidak merasa membutuhkan Tuhan, atau tidak sangat membutuhkan Tuhan. Kalau pun membutuhkan Tuhan hanya karena masalah-masalah ekonomi, masalah kesehatan, bukan karena masalah-masalah yang hidup yang prinsip. Maksudnya masalah prinsip itu adalah masalah karakter kita, masalah kesiapan kita masuk kekekalan. Banyak orang menjalani hari hidupnya tanpa mempersoalkan kesiapannya masuk kekekalan. Karena merasa aman semua bisa dijalani sehingga tidak berurusan dengan benar, tidak berurusan secara proporsional dengan Allah. Tidak jarang orang berpikir mumpung masih hidup, mumpung masih ada di bumi, mumpung masih ada jantungnya yang berdetak dan nadinya yang berdenyut lalu melakukan hal-hal yang menyenangkan daging, nafsu, keinginan, ambisi kita sendiri. Dan kita berkata, “wajar-wajar saja itu, yang lain juga melakukan kok.” Ini bahaya sekali!
Saudaraku,
Kalau kita jujur, kita pernah—atau sedang—menjalani hidup seperti ini atau paling tidak kita hidup wajar seperti manusia lain. Memang kita tidak berbuat dosa dalam arti melanggar hukum, kita bukan orang bejad yang tidak bermoral, tetapi kita tidak memiliki hubungan yang sebagaimana mestinya dengan Allah yang adalah Bapa kita, dan sebagai anak yang mestinya memiliki hubungan yang eksklusif, ada intimacy (keintiman). Dan memang untuk keintiman seperti ini harus ada kekudusan, harus ada kesucian yang berstandar Allah. Tidak sadar orang berpikir bahwa kesempatan untuk rekonsiliasi untuk berdamai dengan Allah, untuk memiliki hubungan yang intim eksklusif, bisa dibangun nanti pada saat-saat tertentu apalagi sebelum meninggal. Dia tidak tahu bahwa kalau kita menunda membangun hubungan intim dengan Allah, hati menjadi keras dan tidak pernah bisa memiliki keintiman dengan Tuhan. Sebab untuk memiliki keintiman kita harus memiliki karakter yang bisa mengimbangi keagungan karakter atau sifat Allah. Mari kita memilih hidup untuk ber-Tuhan dengan benar. Begitu kita bangun tidur yang kita pikirkan Tuhan. Segala sesuatu yang kita lakukan harus kita kaitkan dengan Tuhan. Jangan kita memberi peluang untuk memuaskan daging.
Kita harus terus berusaha untuk menyakiti, menyiksa atau tepatnya menyangkali daging kita, supaya kita bisa memanjakan perasaan Allah. Bukan memanjakan daging dan perasaan kita sendiri, tetapi memanjakan perasaan Tuhan. Inilah cara ber-Tuhan yang benar. Pasti hari yang kita jalani ini akan berujung, akan berakhir. Dan bagi kita yang ber-Tuhan dengan benar, kita menantikan ujung perjalanan hidup kita tersebut. Karena ujung perjalanan kita adalah bertemu muka dengan muka dengan Tuhan Yesus. Dan itu menjadi kebahagiaan dan kerinduan kita. Dan sejak kita hidup di bumi ini ketika kita terus belajar memanjakan perasaan Allah, yaitu belajar terus untuk menyenangkan hati Tuhan, sehingga kita bisa menghayati apa artinya bahwa Tuhan satu-satunya harta kita, Tuhan satu-satunya kekayaan kita. Mungkin hari ini kita tidak memiliki uang banyak atau bahkan tidak punya uang sama sekali, atau uang kita sangat sedikit. Mungkin kita tidak memiliki siapa-siapa, tanpa pasangan hidup, tanpa orangtua, tanpa anak; tetapi kita memiliki Tuhan sudah cukup.
Sebaliknya, Saudara yang memiliki uang, harta, pangkat, gelar, keluarga yang baik, rumah tangga yang bahagia di mata manusia, jangan menjadikan itu sebagai harta satu-satunya. Semua itu milik Tuhan yang melengkapi kita untuk mengabdi dan melayani Tuhan. Ayo, kita berubah, Saudaraku. Kita selalu berjaga-jaga, selalu menghayati bahwa hidup kita ini ada di hadirat Allah. Kita berusaha belajar menjadikan Allah sebagai Allah yang hidup. Saudara, kita terus maju! Dari hati saya yang tulus saya mau menyampaikan, saya mengasihi Saudara. Saya mengajak Saudara pulang ke surga, saya mengajak kita hidup tidak bercacat tidak bercela. Jangan menoleh ke belakang melihat catatan hidup kita, jejak rekam hidup kita yang mungkin buruk. Mari kita menatap ke depan ke kehidupan yang berkenan di hadapan Allah.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Salah satu hal yang menjebak hidup kita yang dapat menggiring kita ke api kekal adalah perasaan aman palsu
Surat Gembala Senior 19 September 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - KEFANAAN HIDUP
2021-09-19 11:56:00
Saudaraku,
Kita harus selalu mengingat kefanaan hidup ini atau kesementaraan hidup ini, temporari hidup kita ini. Seiring dengan berjalannya waktu, maka ujung perjalanan hidup kita semakin dekat. Itu berarti kita akan berpindah dari kesementaraan atau kefanaan hidup ini kepada atau menuju kekekalan. Ini adalah suatu realita yang mestinya menggetarkan jiwa. Tapi banyak orang melupakan hal ini seakan-akan jalan hidup mereka tidak berujung. Dan ini membuat banyak orang menjadi ceroboh hidup, yaitu tidak mempersiapkan diri menghadapi kekekalan, ini mengerikan. Saya dan Saudara yang rajin berdoa, rajin belajar Firman, juga bisa menjadi lengah, terbuai oleh keadaan; entah keadaan nyaman atau keadaan yang banyak problem. Sehingga kita lupa realitas kefanaan, kesementaraan, temporari dari hidup ini.
Pada kesempatan ini, mari kita mengingat kembali. Ayo kita sadar! Kita ada di dalam kesementaraan. Kita akan mengalami transisi dari kefanaan hidup ini kepada kekekalan. Di kekekalan itu kita pasti akan menghadapi takhta pengadilan Kristus, dan di situ akan diputuskan apakah kita masuk kemuliaan kekal bersama dengan Tuhan, atau dibuang ke dalam kehinaan kekal. Sebagai orang percaya, umat pilihan yang telah ditebus oleh Tuhan Yesus dengan darah-Nya, kita adalah milik Tuhan. Semua dosa kita telah dipikul di kayu salib. Kita menerima pengampunan dosa dan pembenaran, artinya kita dianggap benar. Tetapi Tuhan menghendaki agar kita bukan hanya dibenarkan tetapi kita harus benar-benar memberi diri dimuridkan (Mat. 28:18-20). Kita harus memberi diri dididik oleh Bapa (Ibr. 12:6-10). Supaya kita mengambil bagian dalam kekudusan Allah atau kita mengenakan kodrat ilahi (2Ptr. 1:3-4).
Saudaraku,
Seiring dengan bertumbuhnya iman kita, selera jiwa kita juga diubah, kita makin tidak tertarik dengan keindahan dunia ini, kita benar-benar bisa memindahkan hati kita ke dalam Kerajaan Surga yang pasti tidak terbayangkan keindahannya. Di lain pihak, neraka itu juga mengerikan dan tak terbayangkan kengeriannya. Kalau kita berjalan dengan Tuhan hari ini dengan sungguh-sungguh hidup di dalam kesucian, kita tidak terikat dengan dunia, pasti kita bisa meletakkan seluruh pengharapan kita pada penyataan kedatangan Tuhan. Pasti kita merindukan kedatangan Tuhan Yesus. Kita merindukan Kerajaan yang tidak ada bencana, tidak ada penyakit, tidak ada kematian, tidak ada krisis, tidak ada perang; betapa indahnya itu.
Karenanya saya mengajak kita untuk berkemas-kemas. Saya juga memecut, mencemeti, memukul diri saya sendiri jangan sampai tidak merindukan kedatangan Tuhan. Sebab kalau kita tidak merindukan kedatangan Tuhan pasti ada ketidaksetiaan, perselingkuhan, penyimpangan, pasti ada sesuatu yang memikat dan mengikat hati kita. Itu ketidaksetiaan, itu mengerikan. Memang di zaman ini, bagi orang yang berpikir mengenai surga pasti dianggap kurang waras, atau dianggap aneh atau mungkin dianggap berlebihan, atau bisa dianggap memiliki motif-motif tertentu. Dari dulu, dari sejak Tuhan Yesus memberitakan Injil di zaman gereja perdana atau gereja mula-mula, mereka pun dikucilkan bahkan disiksa. Namun mereka tetap menaruh pengharapan sepenuhnya akan kedatangan Tuhan. Seperti yang dikatakan dalam 1 Petrus 1:13-14, “Letakkanlah seluruh pengharapanmu pada penyataan kedatangan Tuhan Yesus.” Pengharapan inilah yang membuat orang-orang percaya pada gereja mula-mula tabah menghadapi aniaya yang begitu hebat. Mereka rela kehilangan apa pun asal mereka bisa dijemput oleh Tuhan Yesus dibawa ke surga. Ini yang tidak boleh dilupakan. Ayo kita menjadi rombongan yang bersama-sama menuju Kanaan Surgawi. Ayo kita berkemas-kemas, ayo kita jalan sampai Kanaan Surgawi.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita harus selalu ingat bahwa kita ada dalam kefanaan hidup yang akan segera berakhir.
Surat Gembala Senior 12 September 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - SWAB BATIN
2021-10-13 09:43:47
Saudaraku,
Pada satu kesempatan, saya bertemu dengan mantan teknisi pesawat terbang. Menurut beliau, sebagai seorang teknisi pesawat terbang, ia harus memiliki kecerdasan atau kejeniusan yang tinggi dan sekaligus ketelitian. Tidak boleh ceroboh, karena satu sekrup longgar bisa membuat pesawat jatuh. Karena tentu pesawat terbang memuat banyak penumpang dan berisiko tinggi di udara. Demikian pula dengan hidup manusia yang memiliki kekekalan. Hidup kita ini seperti pesawat terbang yang nilainya lebih dari segala sesuatu, lebih dari seluruh harta dunia ini. Sekalipun harta dunia ini diwujudkan dalam bentuk uang, tidak bisa membeli jiwa manusia. Maka kita harus benar-benar cerdas; cerdas secara rohani dan teliti. Teliti memperhatikan seluruh hidup kita. Sebab Allah berfirman, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus” (1Ptr. 1:16). Itu berarti kita harus memeriksa diri kita dengan sangat serius (seksama).
Bertahun-tahun kita berpikir tidak mungkin orang bisa hidup suci atau sempurna, tetapi Tuhan sendiri berkata, “Kamu harus sempurna” (Mat. 5:48). Kita harus sempurna seperti Bapa. Yang saya pahami, sempurna adalah ketika segala sesuatu yang kita pikirkan, ucapkan, dan kita lakukan selalu sesuai dengan pikiran perasaan Allah. Kita harus teliti, cerdas rohani memperhatikan setiap gerak pikiran perasaan, ucapan, dan perbuatan kita. Mestinya kita juga bisa tahu apa yang bisa menghancurkan hidup kita, yang bisa membahayakan hidup kita, yang bisa membuat kita jatuh. Mungkin selama ini kita berpikir ada banyak hal yang kita hadapi di dalam hidup ini yang tidak jelas. Tidak jelas uraiannya, tidak jelas maksudnya, apakah ini salah atau benar, jadi seperti benda misteri. Mestinya tidak, Saudaraku. Segala sesuatu yang kita pikirkan, renungkan, ucapkan dan lakukan, mestinya bisa kita analisa. Apakah ini salah atau benar.
Sebab kalau hidup ini ternyata penuh dengan misteri seperti itu, maka keberkenanan di hadapan Allah juga menjadi misteri. Lalu bagaimana dengan pernyataan Tuhan bahwa kita harus hidup tidak bercacat tidak bercela itu? Ya berarti omong kosong, berarti Tuhan bohong, sebab manusia tidak mungkin sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Oleh sebab itu saya mengajak semua kita bertekad, walaupun kita memiliki jejak rekam yang buruk. Dan sampai saat ini pun mungkin juga masih banyak dosa, kekurangan, kelemahan, yang kita lakukan, tetapi kita harus bulat, utuh, atau sempurna dalam tekad. Utuh, bulat sempurna, dalam tekad! Kita memang belum sempurna dalam perbuatan, tetapi hal itu tidak menghalangi kita sempurna dalam tekad. Belum bulat suci, belum bulat benar, tetapi bisa bulat dalam tekad, bulat di dalam kehendak, bulat dalam komitmen, bulat dalam janji, bulat dalam kehendak. Itu tidak ada yang menghalangi kita, Tuhan juga tidak menghalangi kita. Jadi jangan berpikir bahwa orang tidak bisa memiliki tekad kalau bukan Tuhan yang memberi. Bicara soal tekad, itu berangkat dari diri sendiri. Kita yang harus membulatkan tekad kita. Kita harus membarakan (membuat membara) niat kita untuk memiliki kehidupan yang benar-benar berkenan kepada Allah. Jadi mari Saudara, sejak kita bangun di pagi hari hingga kita menutup mata beristirahat, kita bulatkan tekad untuk selalu hidup suci. Memang banyak masalah yang kita hadapi, tetapi yang satu ini adalah hal yang paling penting.
Saudaraku,
Hari-hari ini kalau kita mengadakan kegiatan selalu diperiksa dulu pakai antigen, di- swab di tempat kerja, apakah hasilnya negatif atau positif COVID-19. Sebab kalau positif bahaya mengancam nyawa atau juga mengancam keselamatan orang lain. Nah, mengapa kita juga tidak swab batin kita tiap hari? Terus diperiksa, apakah ada dosa tidak? Kita belum sempurna, tetapi kita harus punya kehendak yang sempurna, tekad yang bulat, sempurna dalam tekad, bulat dalam tekad supaya kita serius memeriksa diri di- swab setiap hari di hadapan Tuhan. Tentu Roh Kudus yang bisa me- swab kita, apakah ada virus atau bakteri dosa di dalam hidup kita? Ayo, Saudara kita belajar, nanti asyik sekali. Sebagai langkah konkret untuk bersiap-siap pulang. Jangan mati dahulu kalau Saudara masih menyimpan dosa, kebencian, kenajisan. Mari kita semua berubah, periksa diri supaya kita menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kita belum sempurna, tetapi kita harus punya tekad yang bulat, supaya kita serius memeriksa diri di-swab setiap hari di hadapan Tuhan
Surat Gembala Senior 5 September 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - MENUNGGU JEMPUTAN
2021-09-05 19:07:26
Saudaraku,
Makin hari saya makin menyadari bahwa salah satu kesalahan yang fatal dalam kehidupan orang Kristen dan dalam kehidupan pelayanan gereja adalah ketika orang-orang Kristen merasa sudah mengenal Allah karena sudah memiliki pengetahuan tentang Allah. Dan inilah yang membuat dewasa ini banyak orang mendadak menjadi pembicara, menjadi pengkhotbah, berbicara tentang Allah di media sosial dan merasa bahwa apa yang mereka katakan itu benar. Bukan tidak mungkin, memang benar, bisa saja; tetapi sesungguhnya Allah yang hidup adalah Allah yang nyata harus Allah yang dijumpai, Allah yang harus dialami. Tidak bermaksud mengecilkan arti pengetahuan tentang Allah, tidak mengecilkan arti teologi. Tetapi marilah kita benar-benar berusaha untuk menemui Allah dan mengalami Dia.
Tentu dimulai dari doa seperti yang kita lakukan setiap hari. Kalau kita sungguh-sungguh mencari Allah seperti yang difirmankan: “Carilah Aku selama Aku berkenan ditemui,” maka kita mencari Dia. Saya pribadi sudah memiliki banyak ilmu tentang Allah. Saya memahami benar ilmu tentang Tuhan itu, karena saya studi di sekolah-sekolah yang baik. Tetapi semua itu tidak saya anggap cukup menjadi bekal untuk menemukan Allah. Kita harus betul-betul menemui Dia dan mengalami Dia. Kita menghindari perdebatan, kita menghindari banyak bicara, kita mau mengalami perjumpaan dengan Tuhan setiap hari, bahkan setiap saat. Mungkin orang bisa bicara apa saja tentang kita, tetapi perjumpaan kita dengan Allah harus berbuah.
Tentu buah pertama adalah kekudusan, kita akan takut akan Allah, kesucian hidup. Yang kedua, kita tidak tertarik lagi dengan keindahan dunia. Kita masih membutuhkan uang dan berbagai fasilitas tetapi hati kita tidak tertarik di situ. Yang ketiga, kita memiliki keberanian menghadapi hidup. Menghadapi berbagai masalah, menghadapi berbagai ancaman, dan ketika kita juga tersudut dalam berbagai kebutuhan kita percaya Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, Allah-nya Musa Allah yang hidup yang bisa kita percaya. Yang berikutnya kita pasti rela berkorban apa pun untuk Dia, yang kita temui kita alami setiap hari. Dan yang terakhir pastinya kita merindukan pulang ke surga. Kalau kita sudah tidak lagi merindukan pulang ke surga, maka kita harusnya sadar bahwa ada yang tidak beres dalam hidup kita. Dan itu berarti kita sedang berkhianat kepada Tuhan. Pasti ada perselingkuhan. Karena ada sesuatu yang menarik dalam hidup kita, sehingga hati kita kurang bulat, kurang utuh, kurang tulus dalam mencintai Allah.
Saudaraku,
Apa yang saya katakan ini tidak memiliki tendensi apa-apa kecuali saya rindu Saudara betul-betul menjadi Kristen yang baik sebagaimana saya sedang belajar-belajar-belajar-belajar dan belajar menjadi Kristen yang baik. Ayo kita menemui Tuhan, ayo kita mengalami Tuhan. Jangan merasa puas dengan ilmu tentang Tuhan yang kita miliki. Perdebatan-perdebatan mengenai teologi dan ayat-ayat Alkitab. Mari kita sungguh-sungguh mengikuti Tuhan. Tuhan tahu kita itu mencintai Dia atau tidak. Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub, Allahnya Musa bisa kita tarik hadir di dalam hidup kita. Itu luar biasa! Kita tarik di dalam hidup kita, kita alami hari ini, di zaman kita dalam pergumulan dan persoalan yang kita hadapi. Dan tentu saja kita yang menemui Tuhan akhirnya akan mendengar Tuhan berbicara. Ayo keluar dari Mesir dunia ini untuk menuju negeri Kanaan Surgawi. Kanaan Surgawi di mana Allah Bapa menjanjikannya melalui Tuhan kita Yesus Kristus yang mengatakan, “Di mana Yang Mulia Tuhan Yesus berada, Dia ingin kita juga ada.”
Dia berjanji menyediakan tempat bagi kita, dan setelah Yang Mulia Tuhan kita Yesus Kristus menyediakan tempat bagi kita, Dia akan datang kembali menjemput kita. Sejatinya, kita sekarang ini sedang menunggu jemputan. Jangan betah hidup di bumi ini. Kita sedang menunggu jemputan. Biar kiranya kita semua menjadi orang-orang yang benar-benar mengasihi Allah. Dan kita tetap bertahan dan setia sampai Ia datang menjemput kita untuk masuk dalam kemuliaan-Nya.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Sejatinya, sekarang ini kita sedang menunggu jemputan, jangan betah hidup di bumi ini.
Surat Gembala Senior 29 Agustus 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - HAL YANG MUTLAK
2021-08-29 14:20:42
Saudaraku,
Firman Tuhan jelas mengatakan kepada kita sejak di Perjanjian Lama bahwa Allah yang kudus menghendaki umat-Nya kudus sesuai dengan standar Allah. Bagi umat Perjanjian Lama, standarnya adalah Sepuluh Hukum Tuhan atau Taurat yang harus mereka patuhi. Tetapi standar di Perjanjian Baru, kesucian yang harus dimiliki orang percaya adalah Yesus Anak Tunggal Bapa, Tuhan Yesus Kristus. Alkitab jelas menulis, “Keluarlah kamu dari antara mereka, jangan menyentuh apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu sebagai anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan” (2Kor. 6:17-28). Di dalam Surat 1 Tesalonika 4:7 tertulis, “Bahwa kita dipanggil bukan untuk melakukan apa yang cemar melainkan apa yang kudus.” Demikian juga dalam 1 Petrus 1:16-17, jelas mengatakan bahwa, “Kita harus kudus seperti Allah” (Kesucian). Alkitab jelas mengatakan dalam kitab Matius 5:8, “Tanpa kesucian tidak seorang pun melihat Allah.”
Jadi, kesucian adalah hal yang mutlak. Tetapi hal ini sudah jarang diperdengarkan. Mengapa? Yang pertama adalah karena sistematika teologi yang meleset. Kehidupan Kristiani yang harus dijalani diganti dengan rumusan-rumusan sistematika teologi, doktrin atau dogma. Di antaranya tentang jalan keselamatan, salahnya atau kelirunya menjelaskan kalimat keselamatan bukan karena perbuatan baik. Keselamatan memang bukan karena perbuatan baik, tetapi karena anugerah Allah, inisiatif Allah; karena tidak seorang manusia pun baik jika dilihat dari standar kesucian Allah. Allah memberikannya secara cuma-cuma bukan berdasarkan jasa kebaikan manusia. Tetapi justru anugerah itu diberikan supaya manusia bisa hidup sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Bukan hanya supaya manusia dapat dibebaskan dari akibat perbuatan salah.
Jika ada ajaran yang mengatakan bahwa berbuat salah bagaimanapun dosanya pasti ditebus, maka kita akan merasa aman-aman saja; ini sesat!! Ini adalah ajaran jahat yang membuat orang Kristen tidak mengerjakan keselamatannya dengan takut dan gentar. Ini yang membuat banyak orang Kristen hidup wajar seperti manusia lain dan gereja-gereja menjadi padam. Contoh jelas, gereja-gereja di Barat yang tadinya menjadi pusat pengutus dari para misionaris ke Indonesia. Sejarah membuktikan. Tanpa perlu kita banyak bicara dan debat; fakta menunjukkan. Karena ajaran yang salah ini gereja menjadi mati. Kalau Alkitab berkata, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus,” hal itu merupakan undangan bagi respons kita.
Kita harus menerima bahwa Allah menghendaki kita suci seperti Diri-Nya. Dan anugerah Tuhan disediakan. Yang pertama, pembenaran. Kita dianggap benar walaupun belum benar. Lalu Bapa memberikan kita Roh Kudus yang menuntun kita kepada seluruh kebenaran. Lalu juga Tuhan juga memberikan kita Firman, di mana Roh Kudus akan membuka pengertian pikiran kita, sehingga kita mengerti Firman. Mengapa kita tidak berjuang untuk itu? Mengapa kita tidak meminta kepada Tuhan untuk mencapai level-level yang Allah kehendaki tersebut? Kalau untuk masalah utang piutang, masalah rumah, masalah hukum, masalah anak sakit, masalah orang sakit mungkin diri kita atau orang-orang yang kita kasihi; tidak bisa tidak kita memaksa-maksa Tuhan untuk menjawab dan mengabulkan doa kita. Tetapi mengapa untuk kesucian hidup yang itu menyangkut nasib kekal kita, kita tidak meminta-minta, kita tidak bergumul sungguh-sungguh? Dan berani mengatakan: “Yang lain boleh tidak Engkau kabulkan, tetapi yang satu ini jangan Engkau tidak kabulkan. Bapa, buat aku hidup suci seperti Putera-Mu, buat aku hidup tidak bercacat tidak bercela sesuai standar kesucian-Mu, buat aku menjadi anak kesukaan Bapa.”
Mengapa kita tidak sungguh-sungguh meminta hal itu? Mengapa kita tidak berani untuk berkomitmen dan bertekad: ‘apa pun yang terjadi, dan berapa pun harganya yang harus kita bayar kita mau hidup suci?’ Hati kecil saya pun takut mengatakan hal ini. Apalagi melihat kekurangan dan kelemahan yang masih ada dalam diri kita dan jejak rekam kita yang jatuh bangun, maka kita tidak berani berkata demikian. Tetapi kalau memang ini kehendak Tuhan dan Bapa menghendaki ini, maka tidak ada pilihan kecuali aku mau hidup suci. Apa pun yang akan terjadi nanti dan berapa pun harga yang harus kita bayar, mestinya kita berani. Mengapa kita tidak nekad senekad-nekadnya untuk mencapai kesucian hidup seperti yang Allah Bapa kehendaki atau standar kesucian yang Bapa kehendaki? Paulus juga mempunyai kekurangan dan kelemahan. Dia mengatakan dalam suratnya kepada jemaat Roma, “aku tahu apa yang baik, tetapi yang jahat yang dia lakukan.” Paulus sadar akan kelemahannya; bahkan dia berkata, “duri dalam daging itu untuk menahan supaya dia jangan sombong.”
Itu berarti dia sadar masih banyak kekurangan di dalam dirinya. Tetapi lihat komitmennya, “Bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan.” Kalau Yesus sudah mati untuk kita, kita semua sudah mati; dan kalau kita hidup kita hidup untuk Dia. Paulus juga yang menulis di dalam surat 2 Korintus 6:17-18, ini firman agar kita tidak menyentuh apa yang najis. Lalu Tuhan juga berkata, “agar kita tidak melakukan apa yang cemar melainkan apa yang kudus” dan seterusnya. Berarti, memang kita harus hidup tidak bercacat tidak bercela. Walaupun, Paulus, dia banyak kekurangan, tetapi dia punya tekad. Ayo, kita akhiri sisa umur hidup kita dengan kesucian hidup, kekudusan seperti kekudusan yang Allah kehendaki.
Saudara, saya mengerti, banyak kesulitan, tetapi jangan menyurutkan tekad untuk hidup suci. Jangan kita licik. Kalau lagi punya masalah, kita mendekat kepada Tuhan begitu rupa. Tetapi kalau kita tidak dalam masalah, kita tidak mendekat dengan Tuhan begitu rupa. Kita mau hidup suci dalam keadaan susah atau senang, dalam problem berat atau tidak, kita mau menyenangkan Tuhan senantiasa.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Kesucian adalah hal yang mutlak
Surat Gembala Senior 22 Agustus 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - JANGAN TAKUT HIDUP SUCI
2021-08-22 08:50:08
Saudaraku,
Sebagai orang tua, tentu kita merasa bahagia kalau anak kita memiliki cita-cita atau keinginan yang sesuai dengan keinginan kita sebagai orang tua. Kita akan sangat bersukacita dan juga mendukung sepenuhnya. Demikian pula dengan Bapa di surga. Bapa akan bersukacita dan mendukung kalau kita memiliki keinginan dan cita-cita sesuai dengan hati Bapa. Masalahnya, tahukah kita apa yang menjadi keinginan dan cita-cita yang sesuai dengan hati Bapa itu? Hal itu adalah kalau kita ingin sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Tuhan Yesus, kalau kita berani berambisi untuk hidup tidak bercacat tidak bercela, kalau kita berambisi sungguh-sungguh untuk benar-benar hidup suci dalam segala hal.
Kita telah melewati tahun-tahun di mana kita memang tidak melakukan pelanggaran moral secara umum atau kita mungkin juga termasuk orang yang sangat baik di mata manusia, tetapi ternyata kita belum mencapai kesucian seperti kesucian standar Allah. Dan ironisnya, kita tidak merasa bahwa kita bersalah, karena kita merasa sudah menjadi orang baik-baik. Mari sekarang kita sadar bahwa kesucian yang Allah Bapa kehendaki adalah kesucian standar Dia. Itulah sebabnya Yang Mulia Tuhan kita Yesus Kristus berkata agar kita sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Kita mau menggairahkan diri kita, kita mau mengobarkan kerinduan, keinginan, dan cita-cita kita untuk menjadi sempurna seperti Bapa, artinya kita berpikir seperti Allah Bapa berpikir, berperasaan seperti Allah Bapa berperasaan atau sama dengan memiliki pikiran perasaan Kristus.
Ambisi ini harus menyala di hati kita walaupun sekarang kita sedang didera, ditekan oleh berbagai masalah-masalah hidup. Walaupun sekarang kita sedang didera, ditekan oleh berbagai masalah-masalah hidup, tetapi kita mau memilih mengikut Tuhan Yesus. Mengikut Tuhan Yesus berarti kita mau hidup tidak bercacat tidak bercela seperti Dia. Dan ini pilihan, dan mestinya kita sadar kita tidak dapat dan memang tidak boleh menghindarinya. Mengapa kita selama ini tidak berani dan banyak orang juga tidak berani?
Yang pertama, karena konsep yang salah bahwa manusia tidak bisa sempurna. Padahal masing-masing orang memiliki standar/target kesempurnaan yang berbeda-beda. Kesempurnaan bukan ditinjau dari sudut pandang manusia. Jadi tidak seorang pun tahu. Kesempurnaan harus dipandang dari sudut pandang Allah dan Allah tahu asal kita sudah memenuhi semua yang Allah kehendaki untuk kita lakukan; kita mencapai kesempurnaan. Dari bangun tidur jaga mulut, ketika masuk kantor kita menghadapi berbagai masalah, kita mengambil keputusan secara tepat dan lain sebagainya. Kesempurnaan itu dibangun dari hal itu. Ini yang Tuhan kehendaki. Ini yang Allah mau.
Jadi kita jangan berpikir orang tidak bisa suci. Suci itu apa? Sederhananya, suci itu artinya semua yang kita pikirkan, semua yang kita putuskan, pilihan kita, sesuai dengan yang Allah kehendaki. Jangan berpikir mistik, harus berpikir riil dan natural, faktuil begitulah faktanya. Jadi setiap kali kita diperhadapkan kepada keputusan, pilihan, kita bertindak sesuai dengan yang Allah kehendaki. Dan itulah kesucian. Jangan kita merasa tidak mungkin bisa mencapai itu. Kalau orang sudah berpikir tidak bisa mencapai hal itu, maka lumpuhlah hidup rohaninya. Selama ini juga ada orang-orang yang berkata kita tidak perlu berjuang lagi karena Yesus yang berjuang. Kita tidak perlu pamer jasa. Siapa yang mau pamer jasa? Kita itu punya jasa apa? Keselamatan didapat oleh anugerah dimulai dari salib Kristus. Tetapi untuk berubah menjadi serupa dengan Yesus harus ada proses melalui pemuridan, pendewasaan, transformasi, konversi, pertobatan terus menerus. Jadi mengapa orang tidak mau mengambil keputusan hidup tidak bercacat tidak bercela? Karena memiliki pikiran yang salah. Maka, jangan berpikir salah lagi.
Yang kedua, karena pengalaman hidup yang jatuh bangun. Karena perjalanan hidup yang jatuh bangun, maka orang mulai berpikir bahwa ia tidak mungkin bisa hidup suci. Inilah yang membuat orang atau kita menjadi lemah melihat jejak rekam kita yang tidak karu-karuan, jatuh bangun terus menerus itu. Padahal mestinya kita tidak menoleh ke belakang. Jangan menarik hari kemarin masuk hari ini, kalau kemarin kita memiliki banyak pergumulan persoalan, kita jatuh bangun jatuh bangun; jangan diingat lagi, jangan menoleh ke belakang. Hidup ini berat seperti memasuki padang gurun, tetapi Tuhan akan memimpin kita. Mengapa orang tidak berani hidup suci?
Ketiga, karena masih mencintai dunia. Masih mencintai dosa-dosa yang dia mau nikmati. Ayo, kita berhenti berbuat dosa. Ayo, kita berjuang. Saya yang berbicara ini akan dituntut orang di sekitar saya untuk membuktikan kelakuan saya. Dari isteri, anak-anak, atau siapa pun di sekitar saya. Tetapi, inilah keputusan yang terbaik dan sangat menguntungkan. Ayo, jangan takut! Roh Kudus akan pimpin kita.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Konsep yang salah bahwa manusia tidak bisa sempurna membuat seseorang tidak berani untuk hidup suci
Surat Gembala Senior 15 Agustus 2021 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono) - S E T I A
2021-08-15 12:15:18
Saudaraku,
Kata iman atau percaya sudah biasa kita dengar dan kita ucapkan. Iman percaya tidak hanya menaruh keyakinan terhadap Allah secara pikiran, tetapi iman atau percaya itu menaruh hidup kita kepada Tuhan dalam perilaku, tindakan, dan perbuatan. Itulah sebabnya Yakobus berkata, “Iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh.” Kesetiaan kita menentukan kualitas iman dan pertumbuhan iman kita. Dewasa ini banyak orang tidak setia. Tidak memiliki integritas, karena memang tidak bersedia untuk bertekun. Ketika kita sungguh-sungguh mau menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan Allah, kita mulai belajar kebenaran Firman Tuhan, kita mulai belajar hidup benar, jujur, tidak menyentuh apa yang salah. Namun keadaan kita ternyata seakan-akan tidak berbeda dengan mereka yang tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh